Makalah tentang multikultural wadiah makalah

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
“PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURALISME DAN
WACANA PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA ”

Dosen Pengampu : Muhammad Tahir
OLEH :
Merdiana A Da Costa
Ni Ketut Sri Shanti D.
Nila Khalifah
Nurhasanah

(E1E213120)
(E1E213133)
(E1E213141)
(E1E213149)

Kelas VI C Reguler Sore

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM
2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat, rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan Berbasis
Multikulturalisme dan Wacana Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia” dengan lancar,
tanpa adanya hambatan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matak kuliah Pendidikan
Multikultural.
Dengan tersusunnya makalah ini tidak lupa kami mengucapkan rasa terimakasih
kepada semua pihak yang telah membagi buah pikirannya dan membantu kami dalam
penyusunan makalah ini. Dan kami selaku penulis menyadari sepenuhnya dalam makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan dan jauh sekali dari yang namanya kesempurnaan, oleh
sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu kami untuk
penyempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua, khususnya bagi kami selaku penulis dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Mataram, 18 Maret 2016


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………
A. Latar Belakang………………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….
C. Tujuan…………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….
A. Pendidikan Berbasis Multikultural……………………………………………
B. Wacana Pendidikan Multikultural Di Indonesia………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Istilah multikulturalisme sebenarnya belum lama menjadi objek pembicaraan
dalam berbagai kalangan, namun dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan
yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Pendidikan multikultural dapat diartikan
sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan (Andersen dan Cusher
(1994:320)).
James Banks (1993:3) pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people
of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai
keniscayaan ( anugrah tuhan atau sunatullah ). James Banks ( 1994 ), pendidikan
multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain,
yaitu :
1. Content Intergration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kerealisasi dan
teori dlam mata pelajaran/disiplin ilmu.
2. The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami
implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran ( disiplin ).
3. An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar
siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari
segi ras, budaya ataupun sosial.
4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menetukan

metode pengajaran mereka.
Model pendidikan di Indonesia, juga di Negara-negara lain, menunjukkan
keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk
mencapainya. Sejumlah kritikus melihat, bahwa revisi kurikulum sekolah yang dilakukan
dalam program pendidikan multicultural di inggris dan beberapa tempat di Australia dan
Kanada, terbatas pada keragaman budaya yang ada, jadi terbatas pada dimensi kogitif.
Terlepas dari kritik atas penerapannya dibeberapa tempat, revisi pembelajaran
seperti yang terjadi di amerika serikat merupakan strategi yang dianggap paling penting
dalam revormasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah amerika dari
perspektif yang yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang
diperjuangkan intelektual, aktivitas dan praktisi pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Seperti apa pendidikan berbasis multikultur
2. Bagaimana wacana pendidikan multikultur di Indonesia
C. TUJUAN
Dari rumusan masalah tersebut diatas dapat disimpulkan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seperti apa pendidikan berbasis multikultur

2. Untuk mengetahui bagaimana wacana pendidikan multikultur di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Berbasis Multikultural
Sejak kemunculannya sebagai sebuah disiplin ilmupada dekade 1960-an dan 1970an, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education,
selanjutnya disingkat (MBE), telah didefinisikan dalam banyak cara dan dari berbagai
perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan peristilahan yang
hampir sama dengan MBE, yakni pendidikan multikultural (multicultural education)
seperti yang dipakai dalam konteks kehidupan multikultural negara-negara barat.
Sejumlah definisi terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi,
sosiologi, psikologi, dan lain sebagainya.
Dalam buku multicultural education: A Teacher Guide to Linking Context,
Process, and Content, karya seorang pakar pendidikan multikultural dari California State
University, Amerika Serikat, Hilda Hernandes, telah diungkap dua definisi “klasik”
untuk menekankan dimensi konseptual MBE yang penting bagi para pendidik. Definisi
pertama menekankan esensi MBE sebagai perspektif yang mengakui realitas politik,
sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia
yang komleks dan beragam (plural) secara kultur. Definisi ini juga bermaksud
merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi,

dan pedngecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Dalam satu dekade terakhir, Hernandez mengembangkan sebuah definisi
operasional tentang MBE. Dalam konseptualitasnya, MBE adalah sebuah kegiatan
pendidikan yang bersifat empowering. Oleh karenanya, MBE menurut Hernandez adalah
sebuah visi tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak
didik.
Berkaitan dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas, gender, kelas,
bahasa, agama, dan perkecualian-perkecualian yang mempengaruhi, membentuk, dan
mempola tiap-tiap individu sebagai makhluk budaya. MBE dalah hasil perkembangan
seutuhnya dari konstelasi/interaksi unik masing-masing individu yang memiliki
kecerdasan,

kemampuan,

dan bakat.

MBE mempersiapkan

anak didik


bagi

kewarganegaraan (citizenship) dalam komunitas budaya dan bahsa yang majemuk dan
saling terkait.

MBE juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia
menggambarkan realitas budaya, politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, yang secara
luas dan sistematis mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar
ruangan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang termanifestasikan melalui konteks,
proses, dan muatan (content). MBE menegaskan dan memperluas kembali praktik yang
patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal
yang bertolak. Ia memperbincangkan seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan
yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita
persamaan, kesetaraan dan keunggulan.
B. Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia
Hingga saat ini, wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji
oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Buku
ini dimaksudkan sebagai sumbangsih pemikiran terhadap fenomena aktual tentang
wacana baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, yakni pendidikan multikultural.
Perlu diketahui, bahwa di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal

sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang
heterogen, plural. Terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan
sejak 19999 hingga saat ini. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia
sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda). Apabila hal itu dilaksanakan
dengan tidak berhati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan
nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme).
Menurut Azyumardi Azra, pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuatan
yang pada masa Orde Baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam,
memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekonstruksi
kebudayaan indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan
desentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan fenomena/gejala
“provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”. Kecenderungan ini,
jika tidak terkendali, akan dapat menimbulkan tidak hanya disentegrasi sosio-kultural
yang amat parah, bahkan juga disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, bahkan juga
disintegrasi politik.

Model pendidikan di Indonesia, juga di Negara-negara lain, menunjukkan
keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk
mencapainya. Sejumlah kritikus melihat, bahwa revisi kurikulum sekolah yang

dilakukan dalam program pendidikan multicultural di inggris dan beberapa tempat di
Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman budaya yang ada, jadi terbatas pada
dimensi kogitif.
Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan
mutikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk materi bukubuku teks. Terlepas dari kritik atas penerapannya dibeberapa tempat, revisi pembelajaran
seperti yang terjadi di amerika serikat merupakan strategi yang dianggap paling penting
dalam revormasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah amerika dari
perspektif yang yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang
diperjuangkan intelektual, aktivitas dan praktisi pendidikan.
Di jepang, aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk merevisi buku
sejarah, terutama yang menyangkut peran jepang pada perang dunia II di asia. Walaupun
belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata sebagian masyarakat akan
pentingnya perspektif barutentang p[erang, agar tragedy kemanusiaan tidak terulang
kembali. Sementara di Indonesia masih diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi
buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi
warga dari berbagai latar belakang suku, agama, budaya dan etnis. Di Indonesia juga
memerlukan materi pembelajaran yang bisa mengatasi ‘’dendam sejarah’’ di berbagai
wilayah.
Model lainnya, pendidikan multicultural tidak sekedar merevisi materi
pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam system pembelajaran itu sendiri.

Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar di amerika
adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan structural terhadap
kelompok minoritas. Contoh yang lain adalah model ‘’sekolah pembaruan’’ iskandar
muda di medan yang memfalitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya
yang menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di amerika serikat, bersamaan
dengan masuknya wacana tentang multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di
sekolah-sekolah maupun di masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan social (sense
of crisisi), toleransi dan mengurangi prasangka antarkelompok.

Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multicultural di Indonesia
perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski,
pendidikan multicultural dapat mencakup tiga jenis transformasi :
a. Transformasi diri
b. Transformasi sekolah dan proses belajar mengajar
c. Transformasi masyarakat
Selain itu, wacana pendidikan multicultural dimungkinkan akan terus berkembang
seperti bola salju yang menggelinding emakin membesar dan ramai diperbincangkan.
Dan yang lebih penting dan kita harapkan adalah, wacana pendidikan multicultural akan
dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multicultural ini. Apakah
nantinya terwujud dalam kurikulum, materi dan metode, ataukah dalam wujud yang

lainnya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :
Sejak kemunculannya sebagai sebuah disiplin ilmu pada dekade 1960-an dan 1970an, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education,
selanjutnya disingkat (MBE), telah didefinisikan dalam banyak cara dan dari berbagai
perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan peristilahan yang
hampir sama dengan MBE, yakni pendidikan multikultural (multicultural education)
seperti yang dipakai dalam konteks kehidupan multikultural negara-negara barat.
Sejumlah definisi terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi,
sosiologi, psikologi, dan lain sebagainya.
wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai
kalangan, termasuk para pakar dan pengamat pendidikan sekalipun. Buku ini
dimaksudkan sebagai sumbangsih pemikiran terhadap fenomena aktual tentang wacana
baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, yakni pendidikan multikultural.
Perlu diketahui, bahwa di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai
suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen,
plural.

DAFTAR PUSTAKA
Mahfud. C. 2013. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar