LAPORAN ANALISIS DOKUMEN AMDAL KEGIATAN

Tugas Besar Amdal

LAPORAN ANALISIS DOKUMEN AMDAL KEGIATAN IZIN
IUPHHK-HT DI AREAL TAMBAHANKABUPATEN
PELALAWAN, SIAK DAN BENGKALIS PT. RAPP

DOSEN PEMBIMBING : Dr. APRIYAN DINATA

NAMA KELOMPOK :
IRPAL GUSNADI
DESY ISMIYANTI
MUHAMMAD SOLIHIN
LARA NITHA MAYA SARI
IKSAN BUDIMAN
WINDA PRAVITA SARI
FAHMI ZULILHAM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK PLANOLOGI
TAHUN AJARAN 2012-2013


Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

ANALISIS DOKUMEN AMDAL KEGIATAN IZIN IUPHHK-HT DI AREAL TAMBAHAN
KABUPATEN PELALAWAN, SIAK DAN BENGKALIS PT. RAPP
Dokumen AMDAL Tahun 2004-2006
(SK Menteri Kehutanan No. S.143/Menhut-VI/2004 dan Kpts 326/VII/2006)
Khairunnazmi

A. Dokumen ANDAL 2004 dan 2006
Isi Dokumen ANDAL yang disusun pada tahun 2004 sama dengan ANDAL yang disusun
pada Tahun 2006. Sehingga analisis yang dilakukan juga sama antara kedua dokumen
tersebut.

1.

Secara umum pada kedua dokumen ANDAL (2004 dan 2006) perlu dilakukan ploting
lokasi kegiatan PT. RAPP di areal penambahan kedalam peta Rencana Tata Ruang
Provinsi


Riau

(Perda

No.

10

Tahun

1994)

untuk

melihat

kecocokan

fungsi/pemanfaatan lahan dengan kegiatan yang dilaksanakan PT. RAPP. (Tim
penggugat


harus memverifikasi

kebenaran

plot yg dilakukan

konsultan

amdal

terhadap Peta tataruang riau) (TII: V1=Tidak boleh dilanjutkan penyusunan amdal jika
terbukti tidak sesuai dengan tataruang provinsi, rujukan: PP 27 tahun 1999 tentang
AMDAL) (V2: peta konsesi mereka di overlay/tumpang susun terhadap peta tataruang
provinsi)
2.

Bukti sosialisasi kegiatan pada masyarakat hanya berupa foto yang dilakukan di Desa
Penyengat Kec. Sungai Apit Kabupaten Siak yang dihadiri oleh beberapa orang tanpa
dilengkapi dengan BAP (Berita Acara Pertemuan) dan absensi peserta, sehingga

tidak terlihat adanya proses konsultasi public dalam proses penyusunan AMDAL. Hal
ini tidak mengakomodir Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000, tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL dan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 2 Tahun 2000, tentang
Panduan Penilaian Dokumen AMDAL. (Hal IV-8 dan Lampiran). (KBH: sosialisasi
cacat karena dilakukan di satu desa saja, dan tidak melampirkan absen dan berita
acara)

1|Page

Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

3.

Sosialisasi kegiatan yang dilaksanakan tidak representatif karena tidak mewakili
seluruh desa di wilayah studi. Hal ini tidak mengakomodir Keputusan Kepala
Bapedal No. 08 Tahun 2000, tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi Dalam Proses AMDAL. (Hal IV-8 dan Lampiran).

4.


Dalam Dokumen ANDAL tidak terdapat/terlampir semua perizinan yang dimiliki.
Seharusnya semua perizinan yang dimiliki harus dilampirkan pada dokumen sebagai
syarat kelengkapan dokumen, sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No : 2 Tahun 2000, tentang Panduan Penilaian
Dokumen AMDAL.

5.

Biodata tim penyusun AMDAL tidak dimuat dalam lampiran dokumen ANDAL. Hal ini
diperlukan untuk melihat bidang keilmuan dan relevansinya dengan kajian Amdal
yang dilakukan serta sebagai syarat kelengkapan dokumen ANDAL (Keputusan
Menteri

Negara

Lingkungan

Hidup No : 2 Tahun


2000,

tentang

Panduan

Penilaian Dokumen Amdal).
6.

Pada Metode studi Sosekbud tidak dijelaskan berapa jumlah dari masyarakat disetiap
desa di wilayah studi yang dijadikan responden yang diwawancarai terkait kegiatan
yang

dilaksanakan

PT. RAPP,

untuk melihat keterwakilan

masyarakat


dalam

proses AMDAL dan persepsi dari masyarakat. (Tabel III – 1, hal III-3). (rujukan:
keputusan kepala bipedal no 56 tahun 1990) 30% dari jumlah penduduk. Dikaitkan
dengan criteria penilaian dampak besar penting.
7.

Terdapat tumpang tindih penguasaan lahan seluas 135.863,59 ha dan tidak ada bukti
atau verifikasi dari penyelesaian permasalahan tumpang tindih lahan tersebut. (Hal
IV-9). (nazmi: seharusnya ada surat yang menjelaskan telah terjadi penyelesai konflik
lahan) rujukan keputusan mentri kehutanan (harus dicari tim penggugat)

8.

Terdapat kubah gambut oligotropik yang terpengaruh air asin dengan ketebalan
gambut lebih dari 2 m seluas 128.704 ha di blok Kampar dan kubah gambut
oligotropik air tawar dengan kedalaman gambut lebih dari 2 m seluas 51.942 ha diblok
Pulau Padang. Data ini diperoleh dari data sekunder yang perlu dilakukan kajian atau
inventarisasi lahan gambut secara langsung di lapangan. (Tabel V-11, Hal V-25).

(peneliti amdal tidak menjalankan metodologi dan analisis dengan tuntas tentang

2|Page

Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

gambut). Acuan Kepmen LH no 5 tahun 2000 tentang panduan penyusunan amdal
kegiatan pembangunan di daerah lahan basah.)
9. Plot/titik pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak relevan dengan lokasi kegiatan
PT. RAPP di Blok Kampar dan Blok Pulau Padang, karena salah satu titik pengambilan
sampel dilakukan di Muara Sungai Siak dan Hulu Sungai Siak yang tidak ada kaitannya
dengan kegiatan yang dilaksanakan PT. RAPP di Blok Kampar dan Blok Pulau Padang.
(Lampiran).
10. (menurut Nazmi: Lokasi pengambilan sampel kualitas air permukaan tidak representatif,
seharusnya diambil dibagian hulu dan hilir pada sungai-sungai yang terdapat di lokasi
kegiatan untuk menggambarkan wilayah persebaran dampak yang terjadi pada kualitas
air. (Lampiran) (seharusnya bukan pada hulu sungai siak atau muara sungai siak tetapi
sungai-sungai yang ada pada SK 327) saran: tim penggugat silahkan inventarisir sungaisungai yang belum diteliti oleh tim tim peneliti amdal, sehurusnya juga ada sampling di
tasik metas dan tasik putri puyuh dipulau padang)
11. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahap prakonstruksi dan kontruksi berpotensi

menimbulkan dampak negatif pada komponen sosial, yaitu munculnya konflik sosial.
Kegiatan tersebut antara lain : 1)Permasalahan Lahan pada tahap prakonstruksi. 2)
Penataan batas luar pada tahap konstruksi. 3) Pembukaan wilayah hutan pada tahap
konstruksi. 4) Pembuatan kanal dan saluran drainase pada tahap konstruksi
Dampak munculnya konflik sosial ini tidak dijadikan sebagai dampak besar dan penting
yang harus dikelola dan dipantau, sehingga jika terjadi konflik sosial tidak ada acuan
dalam pengelolaan dan pemantauannya.

B. Khusus Dokumen ANDAL Tahun 2006.
1. Dalam Surat

Keputusan

Bupati Kabupaten

Pelalawan

No. 522/DISHUT/801,

tanggal 12 Juni 2005 Tentang Rekomendasi Penambahan/Perluasan Areal Kerja

IUPHHK-HT atas

nama

PT.

RAPP pada

point C. Ditegaskan

Areal yang

kedalaman gambut > 3 meter agar dilakukan enclave. Artinya seluruh areal dilokasi
kegiatan yang mempunyai

kedalaman

gambut

> 3 meter


harus

dienclave.

(Lampiran) (greenpeace: overlay peta wetland (?) dengan peta konsesi sehingga
akan terlihat berapa luas seharusnya dienclave) (nazmi: peneliti menggunakan
klasifikasi kedalaman gambut lebih dari 2 meter bukan klasifikasi kedalaman lebih
dari 3 meter. Karana mengguna peta acuan “satuan lahan dan tanah” yang dicari

3|Page

Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

oleh raflis dan diserahkan kepada LBH/KBH). (seharusnya menampilkan dan
meng-overlay

peta sebaran

gambut

yang akan disediakan

oleh coordinator

Jikalahari)
2.

Pada daftar hadir Rapat Penilaian Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Kegiatan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Tanaman (IUPHHK-HT) di areal
tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak dan Bengkalis atas nama PT. RAPP tanggal
20 Oktober 2004 di kantor Bapedal Provinsi Riau,
masyarakat

Sei

Apit dan

Pulau

Muda.

hanya dihadiri oleh wakil

Hal

ini tidak

mewakili

seluruh

desa/kecamatan yang ada di wilayah studi. (Lampiran)
3. Daftar hadir tersebut diatas dimuat pada lampiran Dokumen ANDAL tahun 2006,
bukan pada Dokumen ANDAL 2004. (menurut nazmi: daftar hadir tahun 2004
digunakan lagi pada amadal tahun 2006, seharusnya daftar hadir tahun 2006 ini
membuktikan bahwa mereka tidak melakukan pertemuan lagi di tahun 2006).
4. Hasil analisis kualitas air permukaan dan plankton pada dokumen ANDAL 2006
memakai

data

hasil

analisis

pada

dokumen

ANDAL 2004.

Hal ini tidak

relevan/mewakili kondisi rona lingkungan pada tahun 2006. (Lampiran)

Masukan tambahan:
Menggunakan rujukan reverensi dari sebuah keputusan yang sudah tidak berlaku
maka

termasuk

dalam

kejahatan/mal

administrasi

pelayan

public sehingga

melanggar uu ombudsman dan uu pelayanan public nomer akan dicarikan scale
up)

Rekomendasi dari diskusi ini:

4|Page

Lampiran a. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

1.

Bahan

analisis

dokumen

amdal

oleh Susanto

kurniawan

dan

Khairunazmi

diserahkan kepada tim penggugat untuk dijadikan bahan penyusunan berkas
gugatan
2.

Dokumen amdal (Andal, RKL, RPL) dititipkan Jikalahari kepada Tim penggugat.

3.

Tim penggugat adalah LSM dan Jaringan LSM dan Jaringan masyarakat

4.

Kuasa hukum adalah KBH dan LBH dengan principal 1 dan principal 2.

5.

Prinsipal 1 adalah Masyarakat (citizen law suit)

6.

Prinsipal 2 adalah Walhi (legal standing)

7.

indicator kemenangan proses penggugatan: 1) Cabut SK 327 dan menyerahakan
pengelolaan kepada masyarakat 2) Kalah

8.

Perkiraan biaya principal 1.

9.

Perkiraan biaya principal 2.
Gugata
n
citizen
l
aw suit
legal
st
anding

Tergugat
Menhut, Gubernur R
iau
Menhut,
Guber
nur
Riau,
RAPP, Konsultan
Amdal (PT.
Widya
Cipta

Kompetensi Gugatan
PN Pelalawan
PN Pekanbaru

10. Penyusunan anggaran oleh Kuasa hokum dan akan dipresentasikan di depan Tim
Penggugat pada Jumat 9 Mei 20011 kirim via email
11. Diselenggarakan pertemuan penyusunan Tim support gugatan di Walhi tanggal 16
Mei 2011, Pukul 10.00 wib.

Sekian, 06 Mei 2011

Pimpinan Rapat : Suryadi
Notulensi: Fadil Nandila

\

5|Page

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

ANALISIS ANDAL Kpts 326/VII/2006
KONSESI PT RAPP SK 327/MENHUT-II/2009
Susanto Kurniawan

1. Dalam SK 522/Ekbang/3310
yang menjadi konsideran dalam SK Menhut
327/Menhut-II/2009 tentang Perubahan ketiga Kepmenhut No. 130/KPTS-II/1993
tentang
Pemberian
HPHTI kepada
PT RAPP, pasal
1 areal yang
direkomendasikan kepada PT Nusa Prima Manunggal tumpang tindih dengan
beberapa areal perkebunan, HTI dan HPH dan pasal 6, berdasatkan hal tersebut
Gubernur Riau mendukung perubahan rekomendasi
dengan persyaratan
diantaranya :
1. Menteri Kehutanan harus terlebih dahulu mengadendum SK HPH yang
tumpang tindih sebelum memberikan persetujuan prinsip; dan
2. Melaksanakan perubahan status dari non kawasan hutan menjadi HP
Tetap.
Sesuai dengan Kepmenhut 10.1/Kpts-II/2000 Pasal 3 ayat 1 “Areal hutan yang
dapat dimohon untuk usaha hutan tanaman adalah areal yang kosong didalam
kawasan hutan produksi
dan atau areal hutan yang akan dialih fungsikan
menjadi kawasan hutan produksi serta tidak dibebani hak-hak lain”.
Pada Pasal 1 dan 2 dalam SK 522/Ekbang/3310 tersebut dinyatakan juga bahwa
kawasan yang diajukan permohonan tumpang tindih terhadap peruntukan
kawasan lindung dan lainnya dalam Perda 10/1994.
PP No.27/1999 tentang AMDAL Pasal 16 ayat 4 “Instansi yang bertanggung
jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak
dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan” yang dimana dalam penjelasannya Yang
dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang
telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I , dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Tingkat II.
2. Dalam SK Menhut 327/Menhut-II/2009 tentang Perubahan ketiga Kepmenhut
No. 130/KPTS-II/1993 tentang Pemberian HPHTI kepada PT RAPP, dalam point
MEMPERHATIKAN tidak menggunakan Keputusan Gubernur Riau No Kpts
326/VII/2006 dan masih menggunakan Keputusan Gubernur Riau No. Kpts
667/XI/2004 11 November 2004 tentang kelayakan lingkungan kegiatan
IUPHHK-HT di areal tambahan Kabupaten Pelalawan, Siak, dan Bengkalis oleh
PT RAPP.

6|Page

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

PP No. 27/1999 tentang AMDAL Pasal 24 ayat 1 “Keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas
kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan
tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya
keputusan kelayakan tersebut. Selanjutnya Pasal 2 “Apabila keputusan
kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka untuk melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatannya,
pemrakarasa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung
jawab”.
Keputusan Gubernur Riau No Kpts 326/VII/2006 tentang Kelayakan Lingkungan
Kegiatan IUPHHK-HT di areal tambahan Kab. Pelalawan, Siak dan Bengkalis
oleh PT RAPP, pada penetapan kedelapan “ Dengan dikeluarkannya keputusan
ini, maka keputusan Gubernur Riau No. 667/XI/2004 dinyatakan tidak berlaku
lagi”
3. Bab I Hal I-1 …..Pengelolaan hutan Indonesia saat ini mengacu pada paradigma
baru yang menitikberatkan pengeloaan hutan bersama masyarakat dan untuk
kesejahterakan masyarakat baik yang ada didalam maupun diluar hutan.
4. Batas wilayah studi diareal pencadangan sesuai dengan Surat menteri
Kehutanan No. S.143/Menhut-VI/2004 29 April 2004 seluas 215.790 ha, dimana
batas social dan batas administrasi wilayah studi di 3 kabupaten (Pelalawan,
Siak dan Bengkalis) hanya 5 desa atau 3 kecamatan saja, yakni :
1. Desa Pulau Muda (Kec. Teluk Meranti - Pelalawan)
2. Desa Gambut Mutiara (Kec. Teluk Meranti)
3. Desa Penyengat (Kec. Sungai Apit – Siak)
4. Desa Tanjung Kulim (Kec. Merbau – Bengkalis)
5. Desa Kurau (Kec. Merbau)
Jika dilihat dari representasi berdasarkan luasan dan desa yang berada dalam
rencana penambahan areal belum representative dan dibuktikan ketidaktahuan
masyarakat desa sekitar areal tambahan terhadap rencana PT RAPP dengn
konsesi barunya ini.
5. Hal V-43 dan V-44 Potensi tegakan
PP 34/2002 Pasal 30 ayat 3 (PP yang masih berlaku dan dijadikan acuan saat
itu) “Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada
lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar dihutan produksi”
dan ayat 4 “Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri”. Atau ;

7|Page

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

PP 6/2007 Pasal 30 ayat 3 “Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan
pada hutan produksi yang tidak produktif. Dalam Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2004 Pasal 3 ayat 2 point (a) “Hutan produksi
yang tidak produktif adalah areal hutan produksi yang penutupan vegetasinya
sangat jarang/kosong berupa semak belukar, perladangan, alang-alang dan
tanah kosong dengan kriteria teknis sebagai berikut :
1. Pohon inti yang berdiameter 20 (dua puluh) cm kurang dari 25 (dua
puluh lima) batang/setiap hektar.
2. Pohon induk kurang dari 10 (sepuluh) batang/setiap hektar.
3. Permudaan alamnya kurang, yaitu :
a) Anakan alam tingkat semai (seedling) kurang dari 1.000 (seribu)
batang setiap hektar, dan atau
b) Pohon dalam tingkat pancang kurang dari 240 (dua ratus empat
puluh) batang setiap hektar, dan atau
c) Pohon dalam tingkat tiang (poles) kurang dari 75 (tujuh puluh
lima) batang setiap hektar.
Pada Hal V-43 dan V-44, pada Blok Kuala Kampar rata-rata kerapatan pada
tingkat semai adalah 4.673,27 batang/ha dan di Blok Pulau Padang adalah
5.670,09 batang/ha. Sementara yang diboleh dari aturan yang ada hanya <
1.000 batang/ha.
Tingkat Pancang di Blok Kuala Kampar, 1.159,08 batang/ha dan Blok Pulau
Padang 896,92 batang/ha sementara yang diperbolehkan hanya 240 batang/ha.
Tingkat Tiang di Blok Kuala Kampar, 211,26 batang/ha dan Blok Pulau Padang
166,91 batang/ha sementara yang diperbolehkan hanya 75 batang/ha.
Pada Hal V-44 dan V-45 terhadap potensi tegakan,
Blok Kuala Kampar :
Untuk semua jenis pohon diameter lebih atau sama dengan 30 cm sebesar 9,15
m3 (N = 4,44 btg/ha) dan untuk pohon diameter lebih atau sama dengan 20 cm
sebesar 18,19 m3/ha (N = 28,03 btg/ha)
Blok Pulau Padang
Untuk semua jenis pohon diameter lebih atau sama dengan 30 cm sebesar 7,85
m3 (N = 3,90 btg/ha) dan untuk pohon diameter lebih atau sama dengan 20 cm
sebesar 15,54 m3/ha (N = 27,90 btg/ha)
Dari hasil penelitian ANDAL tersebut, jika disandingkan dengan aturan yang ada
dimana Pohon inti yang berdiameter 20 (dua puluh) cm kurang dari 25 batang/
hektar, maka jelas menyalahi dari aturan yang telah ada.

8|Page

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

Selanjutnya Kepmenhut 10.1/Kpts-II/2000 Pasal 3 ayat (2) “Penutupan
vegetasi berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang, dan tanah
kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu
bulat berdiameter 10 Cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak
lebih dari 5 m3 per hektar. – Jelas dari fakta diatas masing-masing lebih
dari 5 m3 / ha.
6. Hal V-48 Jenis Tumbuhan yang dilindungi didasarkan pada Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No.692/Kpts-II/1998.
Berdasarkan Kepmenhut ini, dalam Pasal 1 “Larangan penebangan pohon-pohon yang
dilindungi di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri Pertanian nomor 54/Kpts/Um/2/1972 jo Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 261/Kpts-IV/1990 tidak berlaku sepanjang penebangan tersebut
dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan,
proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian,
kecuali terhadap pohon Tengkawang”
Selain dari keperluan diatas, maka tidak diperbolehkan menebang pohon-pohon
yang dilindungi sebagaimana yang terdapat pada Blok Kuala Kampar dan Blok
Pulau Padang, yakni : arang-arang (Diospyros sp.), Durian Burung (Durio
carinatus), Jelutung (Dyera costulata), Kempas (Koompassia excels) dan Ramin
(Gonystylus bancanus).
Khusus untuk Ramin, berdasarkan Kepmenhut No. 127/Kpts-V/2001 tentang
Penghentian sementara kegiatan penebangan dan perdagangan ramin, pada
Pasal 1 “Menghentikan sementara (moratorium) seluruh kegiatan penebangan
jenis ramin (Gonystylus spp) diseluruh kawasan hutan tetap, dikawasan hutan
yang dapat dikonversi dan hutan hak”.
7. Hal. IV-11 disebutkan berdasarkan analisis peruntukan lahan, dari areal tambahan seluas
215.790 ha diperoleh areal efektif tanaman pokok seluas 126.990 ha, sedangkan alokasi
tanaman kehidupan seluas 13.574 ha dan tanaman unggulan setempat seluas 10.628 ha.
Selanjutnya disebutkan pada hal IV-4 tanaman kehidupan di Blok Kuala Kampar seluas 12.330
ha dan tanaman unggulan setempat seluas 9.080 ha serta pada Blok Pulau Padang Tanaman
Kehidupan seluas 1.244 ha dan tanaman unggulan setempat 1.548 ha.
Fakta yang kemudian muncul, tanaman kehidupan hanya seluas 5.000 ha dan
tidak terdistribusi terhadap dua blok ini dan sementara tanaman unggulan
setempat belum jelas luasan rencananya.
8. Pada hal. IV.13 disebutkan penyiapan lahan secara garis besar meliputi
kegiatan:
1. Imas/Tebas yaitu pemotongan pohon diameter < 10 cm dengan parang
atau kampak

9|Page

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

2. Tumbang/rencek yaitu penebangan pohon diameter > 10 cm dengan
chainsaw
3. Perun yaitu pembersihan lahan dari sisa-sisa rencek.
Tidak dijelaskan lebih lanjut terhadap penebangan pohon diameter > 20 cm dan
diatas > 30 cm. Selanjutnya dalam dokumen juga disebutkan bahwa penyiapan
lahan dilakukan secara hati-hati mengingat kondisi lahan yang berupa gambut.
Fakta dilapangan, dominan yang digunakan dalam kegiatan adalah adalah alat
berat yang bekerja dalam penyiapan lahan.
9.

Pada Hal IV.16 dalam Tabel IV.16 Rencana Pelaksanaan Penyiapan lahan
areal IUPHHKHT PT RAPP, dimulai pada 2005 s/d 2018 sementara AMDAL
baru dibahas dan kemudian disetujui oleh Gubernur Riau kembali pada 6 Juli
2006 sehingga jika kegiatan benar telah terjadi pada kegiatan tersebut adalah
TIDAK SAH DILAKUKAN.
Selanjutnya dalam tabel dari dokumen ANDAL ini memperlihatkan 2005 s/d
2011 baik pada Blok Kuala Kampar dan Blok Pulau Padang tidak dilakukan
Penanaman dan hanya Penyiapan Lahan. Penanaman baru dimulai pada daur
kedua yakni dimulai pada 2012 s/d 2018. Artinya setelah dua daur baru PT
RAPP menghasilkan acacia crassicarpa nya. Harusnya sebagaimana yang
dibuat pada daur kedua bahwa penyiapan lahan bisa juga diikuti dengan upaya
penanaman.

10. Pada Hal IV.17 Tabel IV-7 tentang Rencana Pengadaan Bibit per Tahun pada
areal Tambahan, dalam kolom keterangannya disebutkan sesuai dengan RKT
21.598 ha/tahun. Sebagaimana dipahami RKT/BK UPHHKHT keluar setelah
IUPHHKHT dikeluarkan. Syarat mendapatkan
IUPHHKHT setelahada
pencadangan areal oleh Menteri Kehutanan adalah melaksanakan penyusunan
AMDAL. Dan dalam penyusunan AMDAL belum bisa RKT dikeluarkan.
11. Pada Hal IV.17 Tabel IV-7 tentang Rencana Pengadaan Bibit per Tahun pada
areal Tambahan, dalam kolom keterangannya juga disebutkan pengkayaan
tanaman kehidupan seluas 13.574 ha akan dilaksanakan pada RKT I s/d VII
dengan 1.939 ha/tahun. Faktanya, sampai saat ini tanaman kehidupan tidak
berjalan.
12. Pada Hal IV-18, Areal penanaman IUPHHKHT untuk tanamana pokok
direncanakan seluas 126.990 ha yang akan disesuaikan dalam 7 tahun sesuai
dengan daur tanaman, dengan jenis tanaman yang akan ditanam acacia
crassicarpa , yang dimulai pada tahun 2005.

Ada 2 hal yang bermasalah disini :
1. AMDAL baru dibahas dan selanjutnya disahkan pada 2006, sedangkan
rencana penanaman pada 2005.Sebelum IUPHHK-HT dan RKT/BK

10 | P a g e

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

UPHHKHT keluar, maka tidak boleh ada konversi yang terjadi karena
pentahapan yang dilakukan dalam dokumen ini adalah dengan dimulai
penyiapan lahan dan
baru pembibitan dan penanaman. AMDAL
merupakan salah satu syarat keluarnya IUPHHKHT termasuk addendum
dari SK yang sebelumnya telah ada. Berdasarkan dokumen ANDAL
bahwa penanaman termasuk dalam tahapan konstruksi.
2. Ada ketidaksesuaian antara pernyataan bahwa penanaman akan
dimulai pada tahun 2005 dengan tabel IV.6 hal IV.16 bahwa
penanaman baru dimulai pada 2012.
13. Pada Hal IV-22 dalam Tabel IV.9 Rencana Pembinaan Masyarakat Desa Hutan
di areal Tambahan – Tidak Implementatif
14. Hal V-21 pada Tabel

V-9 Fungsi Hutan di areal tambahan
PT RAPP
mengalami tumpang tindih dengan RTRWP Perda 10/1994 – Termasuk
terdapat Kawasan Lindung (SM). Ini semakin mempertegas point 1 dari analisis
ANDAL ini. PP No.27/1999 tentang AMDAL Pasal 16 ayat 4 “Instansi yang
bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan
terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan” yang dimana dalam penjelasannya
Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I , dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Tingkat II.

15. Hal V-24 Berdasarkan Peta Satuan lahan dan tanah lembar Siak dan Tanjung
Pinang serta Lembar Bengkalis, ketebalan gambut antara 0,5-2 m. Kenapa
tidak memakai peta analisis yang mereka lakukan??

11 | P a g e

Lampiran b. Berita acara pertemuan no: 08/RAKKUS-JKLHR/06.05.2011

Begitu pula dengan hal V-31 ketebalan gambut disebutkan umumnya kurang
dari 2,5 m dan sedikit yang 2,5 – 5 meter…Mohon di cek dengan survey
gambut yang dilakukan PT RAPP.
16. Hal V-24 Pada Tabel V-10 Penutupan Lahan Areal Tambahan PT RAPP
berdasarkan RTRWP Riau, dimana disebutkan tidak ada hutan primer di 2 blok
(Kuala Kampar dan Pulau Padang), namun dalam peta V-6 terdapat hutan
primer.
17. Dalam PP 34/2002 Pasal 47 ayat 6 “BUMN, BUMD dan BUMS pemegang izin
usaha
pemanfaatan
hasil hutan kayu dan atau bukan kayu
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4) dan
ayat (5), juga wajib melakukan kerjasama dengan koperasi masyarakat
setempat paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin” selanjutnya
pada Ayat 7 “Bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan
ayat (6) dapat berupa:
a. penyertaan saham;
b. kerjasama usaha pada segmen kegiatan usaha pemanfaatan hasil
hutan

selain

18. Hampir semua data yang digunakan pada tahun 2002.

-------------------------------0000------------------------------------

12 | P a g e