KAJIAN LITERATUR TENTANG PERBANDINGAN KU

KAJIAN LITERATUR TENTANG PERBANDINGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
MATEMATIKA DI BERBAGAI NEGARA
(Indonesia, Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia)
EDI SUTOMO
email : edisutomo1985@gmail.com
twitter : @ed_1st
Abstrak: makalah ini ditulis dengan tujuan 1) untuk mengetahui Kurikulum
Matematika SD,SMP,SMA,SMK di Indonesia dan 2) untuk mengetahui
Kurikulum Matematika di Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia.
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan makalah ini adalah studi
kepustakaan melalui literatur buku-buku yang relevan serta dari berbagai media
lainnya terutama internet. Pada dasarnya kurikulum matematika di Indonesia,
Jepang, Singapura, Amerika Serikat dan Finlandia secara umum sama. Namun
di Indonesia saat ini masih menekankan pada kuantitas pembelajaran bukan
kualitas. Materi pembelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak
daripada di jepang dan Finlandia. Untuk proses pembelajaran, pada intinya
sama yaitu berfokus pada peserta didik. Namun pada kenyataannya di
Indonesia masih banyak pembelajaran yang berfokus pada guru. Jumlah mata
pelajaran yang dipelajari di Indonesia lebih banyak daripada di Jepang dan
Finlandia namun sedikit lebih banyak dengan Singapura dan Amerika Serikat.
Lagi – lagi Indonesia masih menekankan kuantitas daripada kualitas.

Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Matematika, Perbandingan

A. PENDAHULUAN
Istilah Pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai secara beragam,
bergantung pada sudut pandang masing-masing orang dan teori yang dipegangnya.
Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan
sesuatu yang wajar, bahkan dapat semakin memperkaya wawsan berfikir manusia
dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri. Menurut UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Terdapat tiga pokok pikiran utama yang terkandung di dalam definisi tersebut
diatas, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang
signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik.
Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis
pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum mencakup semua kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses
belajar mengajar itu berlangsung hendaknya selalu mengantongi prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum minimal prinsip umum dan prinsip khusus. Mengapa
demikian ? karena pengembangan kurikulum dalam prinsip umum haruslah relevan,
fleksibel, berkelanjutan, efisien dan efektif. Sehingga hasil yang dicapai dari kurikulum
mata pelajaran matematika adalah ketuntasan belajar.
Materi pengajaran di jenjang yang lebih rendah akan dijadikan dasar untuk
memahami materi yang lebih kompleks di semester/jenjang yang akan datang. Begitu
seterusnya. Inilah fungsi kontinuitas dalam materi pelajaran. Seperti yang kita ketahui
bahwa jenjang variansi mata pelajaran di SMA/SMP di awali dari yang lebih mudah ke
yang lebih kompleks, mudah dalam pelaksanaannnya, tidak membebankan kepada
guru, kepala sekolah ataupun bidang kurikulum sehingga murah dalam

pelaksanaanya, tidak membutuhkan waktu yang sangat banyak dan secara berkala
mudah untuk di ulang sewaktu-waktu materi yang diajarkan.
Menurut Oemar Hamalik (2007) , 12 prinsip pengembangan kurikulum yang
harus diketahui oleh para elemen pendidikan dapat menjadikan bahan evaluasi
kurikulum sekolah untuk dikembangkan. Apabila salah satunya tidak telaksana , misal
butir 1 menyebutkan ‘keseimbangan etika, estetika, logika dan kinestetika’ maka yang
terjadi adalah sekolah menciptakan peserta didik yang tidak tumbuh sifat-sifat
kepribadian sebagai warga negara, tetapi hanya memiliki intelektual yang tinggi saja
yang dimiliki. Artinya , peserta didik yang seperti itu akan merugikan diri sendiri dan

orang lain. Apabila butir 2 ‘kesamaan memperoleh pengajaran‘ maka akan terjadi
ketidakseimbangan antara peserta didik dalam memperoleh pelajaran dan masih
banyak yang lainnya.
Mata pelajaran matematika disekolah memiliki background yang sudah familiar
didengar, yakni „sulit dan membosankan‟ hanya menghitung dan menghitung,
bermain rumus serta mengolah angka. Program pengembangan kurikulum
seharusnya dievaluasi secara berkala oleh penyelenggara pendidikan mengingat
mata pelajaran matematika memiliki aspek relevansi yang banyak pada mata
pelajaran yang lain, baik kimia, fisika maupun ekonomi. Kesulitan yang cenderung
dialami adalah saat prinsip kontinuitas pada materi pelajaran yang terkandung

didalam matematika tidak telaksana maka akan menyebabkan peserta didik
mengalami penurunan semangat belajar, gangguan psikis serta kogntifnya yang
terganggu mengingat jika rekan sekelasnya lebih menguasai materi ketimbang
dirinya. Karena banyak aspek yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu adanya variasi
materi pelajaran minimal memberikan tahapan berpikir yang bertahap.
Dalam proses pengembangan kurikulum pendidikan matematika hendaknya
kita berkaca dan membuat suatu komparasi dengan kurikulum yang berkembang di
beberapa negara yang secara kualitas baik itu proses maupun hasil lebih baik dari
beberapa sisi. Dalam makalah ini akan dijabarkan kurikulum matematika sekolah di
Singapura, Amerika Serikat dan Finlandia yang selama ini menjadi model atau
rujukan oleh negara lain.
Menurut Sukmadinata, kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1)
tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5)
evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa
dipisahkan. Kelima komponen tersebut akan dijadikan bahan komparasi untuk
pengembangan kurikulum pendidikan matematika. Berdasarkan uraian tersebut,
makalah ini ditulis dengan tujuan 1) untuk mengetahui Kurikulum Matematika
SD,SMP,SMA,SMK di Indonesia dan 2) untuk mengetahui Kurikulum Matematika di
Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia. Metode yang digunakan penulis
dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan melalui literatur buku-buku

yang relevan serta dari berbagai media lainnya terutama internet.

A. KURIKULUM MATEMATIKA DI INDONESIA
Mengacu pada pemberlakuan kurikulum yang ada di Indonesia saat ini yaitu
Kurikulum 2013, maka analisa kurikulum Matematika di Indonesia penulis khususkan
pada Kurikulum Matematika 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis
kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan
oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur
dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian
kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Untuk lebih jelasnya Kurikulum Pendidikan Matematika yang berlaku di
Indonesia saat ini dijabarkan dalam tabel berikut ini:

Aspek
Orientasi

Landasan
Filosofis
Psikologis

Sosiologis teknologis
Yuridis

Konsep

Desain

Tabel 1
Kajian Kurikulum 2013 (Mata Pelajaran Matematika)
SD
SMP
SMU
SMK
Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan
kompetensi
kompetensi
kompetensi
kompetensi dan
Ketrampilan
Nilai luhur

Kebutuhan
siswa
Kebutuhan
masyarakat dan
teknologis
Impres No.1
tahun 2010:
Karakter bangsa
dan daya saing
Model KBK
(efisiensi dan
efektifitas)
Correlated
Curriculum

Nilai luhur
Kebutuhan
siswa
Kebutuhan
masyarakat dan

teknologis
Impres No.1
tahun 2010:
Karakter bangsa
dan daya saing
Model KBK
(efisiensi dan
efektifitas)
Subjectcentered
curriculum

Nilai luhur
Kebutuhan
siswa
Kebutuhan
masyarakat dan
teknologis
Impres No.1
tahun 2010:
Karakter bangsa

dan daya saing
Model KBK
(efisiensi dan
efektifitas)
Subjectcentered
curriculum

Nilai luhur
Kebutuhan
siswa
Kebutuhan
masyarakat dan
teknologis
Impres No.1
tahun 2010:
Karakter bangsa
dan daya saing
Model KBK
(efisiensi dan
efektifitas)

Subjectcentered
curriculum

Aspek
Organisasi

SD
Penambahan
jumlah jam
SI diturunkan
dari SKL
Tematik
integratif
10 menjadi 6
mapel,
bertambah 4
jam/mggu

Prinsip
Kurikulum

Matematika

Sustainabel
Berbasis
Kompetensi
pengembangan
didasarkan
perbedaan
dalam
kemampuan
dan minat
relevan dengan
kebutuhan
kehidupan
didasarkan
kepada
kepentingan
nasional dan
kepentingan
daerah
Standar Matematika
Standar isi: Bilangan dan
operasinya,
aljabar,
geometri,
pengukuran,

Standar
proses

problem solving,
penalaran dan
komunikasi,

SMP
Penambahan
jumlah jam
SI diturunkan
dari SKL
IPA dan IPS
terpadu
Mata pelajaran
12 menjadi 10
mapel,
bertambah 6
jam/mggu
Sustainabel
Berbasis
Kompetensi
pengembangan
didasarkan
perbedaan
dalam
kemampuan
dan minat
relevan dengan
kebutuhan
kehidupan
didasarkan
kepada
kepentingan
nasional dan
kepentingan
daerah

SMU
Penambahan
jumlah jam
SI diturunkan
dari SKL
Pelajaran wajib
dan pilihan
sesuai bakat
Bertambah 2
jam/mggu

SMK
Penambahan
jumlah jam
SI diturunkan
dari SKL (sesuai
standar industri)
Pelajaran wajib,
pilihan, dan
vokasi

Sustainabel
Berbasis
Kompetensi
pengembangan
didasarkan
perbedaan
dalam
kemampuan
dan minat
relevan dengan
kebutuhan
kehidupan
didasarkan
kepada
kepentingan
nasional dan
kepentingan
daerah

Sustainabel
Berbasis
Kompetensi
pengembangan
didasarkan
perbedaan
dalam
kemampuan
dan minat
relevan dengan
kebutuhan
kehidupan
didasarkan
kepada
kepentingan
nasional dan
kepentingan
daerah

Bilangan dan
operasinya,
aljabar,
geometri,
pengukuran,
analisis dan
probabilitas
problem solving,
penalaran dan
pembuktian,
komunikasi,
koneksi,

Bilangan dan
operasinya,
aljabar,
geometri,
pengukuran,
analisis dan
probabilitas
problem solving,
penalaran dan
pembuktian,
komunikasi,
koneksi,
representasi

Bilangan dan
operasinya,
aljabar,
geometri,
pengukuran,
analisis dan
probabilitas
problem solving,
penalaran dan
pembuktian,
komunikasi,
koneksi,
representasi

Aspek
SD
Implementa- Kontektual,
si
berpusat pada
siswa
Evaluasi
Berbasis proses
dan output
(penguasaan isi)

SMP
Kontektual,
berpusat pada
siswa
Berbasis proses
dan output
(penguasaan isi)

SMU
Kontektual,
berpusat pada
siswa
Berbasis proses
dan output
(penguasaan isi)

SMK
Kontektual,
berpusat pada
siswa
Berbasis proses
dan output
(penguasaan isi)

B. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SINGAPURA
Sistem pendidikan Singapura didasarkan pada pemikiran bahwa setiap siswa
memiliki bakat dan minat yang unik. Singapura memakai pendekatan yang fleksibel
untuk membantu perkembangan potensi para siswa. Pusat Keunggulan Pendidikan
Singapura, Pusat Pendidikan Dunia. Selama bertahun-tahun, Singapura telah
berkembang dari sistem pendidikan ala Inggris yang tradisional menjadi sistem
pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individual dan pengembangan
bakat.
Keunggulan sistem pendidikan di Singapura terletak pada kebijakan duabahasa (Bahasa Inggris/Melayu/Mandarin/Tamil) dan kurikulumnya yang lengkap
dimana inovasi dan semangat kemandirian serta kewirausahaan menjadi hal yang
sangat diutamakan. Para individu menunjukkan bakat-bakat yang berkaitan satu sama
lain dan kemampuan untuk bertahan dalam lingkungan yang penuh dengan
persaingan, dipersiapkan untuk sebuah masa depan yang lebih cerah.
Sistem pendidikan di Singapura terdiri dari empat lembaga utama, yakni:
1. Pemerintah, sekolah yang didanai pemerintah dan independen untuk tingkat
sekolah dasar dan menengah
2. Universitas Lokal, Pendidikan Politeknik dan Lembaga Teknik- untuk paska
pendidikan tingkat menengah
3. Sekolah swasta untuk pendidikan tingkat dasar dan menengah
4. Sekolah dengan sistem dari luar negeri dan sekolah asing/internasional.
Sekolah di Singapura terkenal dengan standarnya yang tinggi dalam hal
kegiatan belajar mengajar, terbukti melalui perbandingan lokakarya Internasional
seperti Third Internasional Matemathics and Science Study (TIMSS) yang menunjukkan
bahwa mayoritas siswa sekolah Singapura yang terkemuka telah mempunyai standar

internasional dalam mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan masalah di dalam
kurikulumnya. Pemecahan masalah matematika dipusatkan dalam pembelajaran
matematika yang di dalamnya menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan
dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi masalah,
seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan Singapura, Mathematical problem
solving is central to mathematics learning. It involves the acqulsition and application of
mathematics concepts and skill in a wide range of situation. Including non-routine,
open-ended and real-word problems (Clark, 2009).
Pemecahan masalah (problem solving) sebagai tujuan utama pengembangan
kurikulum pendidikan Singapura bergantung pada 5 (lima) komponen yang saling
terkait. Kelima komponen tersebut, yaitu konsep (concept), keterampilan (skills), proses
(processes), sikap (attitudes), serta metakognisi (metacognition) dan pemecahan
masalah (problem solving) sebagai pusatnya tergambar dalam sebuah segilima yang
disebut sebagai Kerangka Kurikulum Matematika Singapura (Singapore’s Mathematics
Framework) sebagai berikut:

Gambar Mathematics framework from the Singapore mathematics curriculum
(Ministry of Education Singapore, 2006:2)
Kerangka tersebut memperlihatkan bahwa pemecahan masalah matematika
merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika. Sedangkan kelima kompenen
yang melingkarinya memberikan kontibusi terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika. Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus yang
memuat garis besar filosofis yang mendasarinya dan tujuan-tujuan kurikulum beserta
muatan silabus berdasarkan tingkatan kelas.

Di dalam silabus tersebut, komponen proses (processes) telah mengalami
penambahan yang menitik beratkan pada proses penalaran (reasoning), komunikasi
dan koneksi (communication and connection), serta aplikasi dan pemodelan atau
peragaan (application and modeling) sebagai tambahan dari heuristik atau strategi
(heuristics) dan kemampuan berpikir (thinking skill). Semua kemampuan proses
tersebut harus diimplementasikan dalam pembelajaran matematika.
Aplikasi dan pemodelan (appilcation and modeling) menurut Kaur dan Dindyal
(2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pemahaman
dan kemampuan matematika. Pemodelan matematika (mathematical modeling)
merupakan proses memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk
merepresentasikan dan memecahkan masalah.
Masalah akan mengarahkan siswa untuk menggunakan heuristik seperti untuk
menyelidiki dan menggali pola sebaik mereka berpikir secara kritis. Untuk
menyelesaikan masalah, murid harus mengamati, menghubungkan, bertanya, mencari
alasan, dan mengambil kesimpulan. Keberhasilan dalam memecahkan masalah sangat
erat hubungannya dengan tingkat kemampuan dan pengamatan seseorang terhadap
proses berpikir siswa sendiri.
C. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI JEPANG
Pada prinsipnya Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia
yaitu dengan menggunakan sistem 6-3-3 (6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA)
dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama
digolongkan sebagai Compulsory Education dan Sekolah Menengah Atas digolongkan
sebagai Educational Board.
Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan
akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD
dan SMP) dengan menggratiskan tuition fee, dan mewajibkan orang tua untuk
menyekolahkan anak (ditetapkan dalam Fundamental Law of Education). Untuk
memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah
kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh
menyekolahkan anak ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education,
anak bersekolah di distrik masing-masing. Mutu sekolah negeri di semua distrik sama,

sebab Ministry of Education menkondisikan equality di semua sekolah.Sedangkan
untuk SMA, siswa dibebaskan untuk memilih sekolah di distrik lain.
Di Jepang Pendidikan dasar tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa
yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke
kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir juga tidak ada, karena SD dan SMP masih
termasuk kelompok compulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan
studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Selanjutnya siswa lulusan
SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian
masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board.
Ujian masuk hampir serentak di seluruh Jepang dengan bidang studi yang sama yaitu,
Bahasa Jepang, English, Math, Social Studies, dan Science.
Sama halnya dengan Indonesia, SMA dibagi menjadi SMA umum dan SMK.
Ujian masuk PT dilakukan dua tahap. Pertama secara nasional soal ujian disusun oleh
Ministry of education, terdiri dari lima subject, sama seperti ujian masuk SMA,
selanjutnya siswa harus mengikuti ujian masuk yang dilakukan masing-masing
universitas, tepatnya ujian masuk di setiap fakultas.
Panduan tentang muatan pembelajaran di sekolah Jepang termuat dalam
gakusyuushidouyouryo. Dokumen ini berisikan keterangan lengkap tentang tujuan
pembelajaran di sekolah, materi pelajaran, pendidikan moral dan kegiatan khusus
terkait dengan sekolah. Gakusyuushidouyouryou dapat dikatakan sebagai standar
minimum yang harus dicapai oleh sekolah-sekolah negeri, sekolah publik, dan sekolah
swasta. Gakusyuushidouyouryou pertama kali dikeluarkan pada tahun 1947,
bertepatan dengan lahirnya UU Pendidikan di Jepang.
Di Jepang kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol
Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher
Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT.
Pendidikan matematika di Jepang terfokus pada memberikan para siswa
dengan berbagai dan beragam pengalaman yang akan meningkatkan kemampuan
mereka untuk berpikir secara logis dan kreatif. Waktu belajar mengajar matematika di
Jepang lebih sedikit jika dibandingkan dengan di Indonesia. Buku pelajaran matematika
di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki

relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku.
Kurikulum matematika di Jepang tidak sepadat yang ada di Indonesia yang
memiliki tujuan belajar lebih sedikit daripada Indonesia. Sehingga sebagian besar siswa
Jepang memiliki cukup waktu untuk menyerap dan memahami setiap pelajaran. Mereka
bahkan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan karya tangan dan
kegiatan menyenangkan lainnya tapi merangsang dalam belajar matematika. Siswa
Jepang belajar untuk menikmati matematika dan memiliki kemampuan untuk
menghubungkan pelajaran mereka dalam situasi kehidupan nyata.
Pemerintah juga menerapkan 5 hari sekolah, yaitu dari hari Senin sampai
Jumat. Tujuan kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih banyak menghabiskan
waktunya dengan keluarga dan belajar lebih banyak di lingkungannya pada akhir
pekan.

Indikator pemerintah Jepang untuk mengukur keberhasilan pendidikannya

adalah pengukuran internasional yang diselenggarakan negara-negara OECD, yaitu
PISA dan TIMMS, sebab Jepang tidak menerapkan sistem ujian nasional.
Pada tahun 2007 pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan untuk
melaksanakan kembali gakuryoku tesuto (tes kemampuan akademik) tahun 2007, yang
pernah dilaksanakan pada tahun 1960. Karakteristik kurikulum Jepang yang lainnya
adalah ide ikiru chikara dan sōgōtekina gakushū jikan. Konsep ikiru chikara adalah
konsep yang hendak membudayakan jiwa dan melatih kekuatan dan kemampuan untuk
hidup di tengah masyarakat.
Kerangka kurikulum Jepang untuk bidang matematika tidak ditargetkan untuk
menguasai luasnya cakupan, tetapi justru menargetkan kedalaman proses
pembelajarannya (Schmidt, McKnight, & Raizen, 1996, dlm Darling-Hammond, 1997).
Untuk tahun pertama tingkat SMP (lower secondary school), kurikulum menargetkan
empat sasaran dasar:
a. memperdalam pemahaman siswa mengenai integral
b. memahami arti persamaan (equations)
c. memahami fungsi hubungan (relationships)
d. memperdalam pemahaman siswa tentang ciri-ciri ruang (properties of space
figures)
Tujuan pembelajaran ini diterjemahkan ke dalam tiga topik utama yang

diajarkan. Terkait dengan target ini, para guru disarankan untuk menekankan
pemahaman akan arti atau makna dasarnya, dan tidak semata-mata untuk melatih
hitung-hitungan

belaka.

Dengan

demikian,

penekanannya

adalah

dalam

mengembangkan pemahaman daripada sekedar menerapkan rumus-rumus algoritma
atau mengukur kecepatan dalam memecahkan soal atau topik.
Matematika jepang memberikan kebebasan pola pikir dalam menyelesaikan
masalah kepada anak. Kesalahan yang terjadi pada anak dibiarkan dan dijadikan
proses alamiah dalam menemukan pola pikir itu. Guru memberikan sebuah
permasalahan untuk dipecahkan anak sesuai dengan pola pikirnya.
Dalam sebuah kelas di Jepang, anak-anak bisa jadi menghabiskan seluruh
waktu pembelajaran di kelas untuk mendemonstrasikan dan mendiskusikan beragam
solusi yang mereka identifikasi terhadap suatu persoalan. Dengan melihat pada suatu
persoalan dari berbagai perspektif, dan menilai proses berpikir dalam diri mereka
sendiri, serta mengoreksi miskonsepsi yang telah mereka buat, mereka belajar berpikir
secara lentur atau fleksibel. Bukannya belajar dengan semata-mata menerapkan
serangkaian aturan yang tidak sepenuhnya mereka pahami, atau memecahkan
sejumlah besar persoalan yang sama dengan rumus algoritma yang sama, para siswa
belajar untuk sampai pada pemahaman akan beragam strategi untuk memecahkan
persoalan.
D. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI AMERIKA SERIKAT
Kurikulum matematika di Negara Amerika Serikat dan Kanada di atur oleh
Dewan Nasional Guru Matematika (The National Council of Teachers of Mathematics),
dimana Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) didirikan pada tahun 1920. Untuk
mencapai tujuan pendidikan matematika di Amerika dan Kanada, NCTM telah
menerbitkan serangkaian kurikulum . Yakni pada tahun 1980 NCTM menerbitkan
sebuah kurikulum yaitu An Agenda for Action, Curriculum and Evaluation Standards for
School Mathematics pada tahun 1989, Professional Standards for Teaching
Mathematics pada tahun 1991, Assessment Standards for School Mathematics pada
tahun 1995 (NCTM, 2006), Principles and Standards for School Mathematics pada
tahun 2000, dan yang terakhir Curriculum Focal Points pada tahun 2006 (Jane F.
Schielack, Tanpa tahun).

Sebagai negara yang terkenal akan sistem pendidikannya, maka dalam
melaksanakan penilaian harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Guru sering menghadapi daftar panjang tentang topik matematika yang harus
diperhatikan pada setiap tingkatan kelas, karena terdapat topik matematika yang
berulang kali diajarkan pada tingkat kelas yang berbeda (Centre for the Study of
Mathematics Curriculum, 2007).
Karena masalah tersebut, maka Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM)
menghadirkan Curriculum Focal Point. Hal ini telah dibahas dalam Principles and
Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) sebagai titik awal untuk
menyelesaikan permasalahan di atas dan sebagai langkah awal menuju kurikulum
yang lebih baik.
NCTM mengeluarkan kurikulum baru pada tahun 2006 yaitu Curriculum focal
point. Curriculum focal point adalah kurikulum yang membahas topik matematika yang
paling penting untuk setiap tingkat kelas. Mereka terdiri dari ide-ide yang terkait konsep,
keterampilan, dan prosedur yang membentuk dasar bagi pemahaman dan
pembelajaran matematika berlangsung (Denise Juneau, Tanpa tahun) khususnya untuk
Kelas Pra TK sampai pada kelas 8 pada pembelajaran.
Adapun tujuan dibentuknya Curriculum focal point oleh NCTM (Denise Juneau:
Tanpa tahun) sebagi berikut:
1. Untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi materi-materi penting yang
harus lebih dikuasai siswa pada setiap tingkatan kelas. Agar materi tersebut tidak
diulang lagi pada tingkatan kelas
2. Curriculum focal point ini menyajikan cara untuk fokus ke pengajaran,
pembelajaran, dan penilain matematika. Mereka menyediakan kerangka kerja
untuk merancang dan mengatur harapan kurikulum dan penilaian. Secara kolektif,
mereka

menggambarkan

pendekatan

yang

dapat

digunakan

dalam

mengembangkan kurikulum matematika untuk pra TK sampai kelas 8
3. Pengorganisasian Curriculum focal point, dengan penekanan yang jelas pada
proses matematika, yang dituangkan dalam Principles and Standards for School
Mathematic, dapat memberikan sebuah hubungan dengan siswa, memperluas
pengetahuan dan cara berpikir yang matematis

4. Curriculum focal point dimaksudkan untuk mengatasi kurikulum, atau topik apa
yang diajarkan, lebih dari pada sebuah pengajaran atau bagaimana hal itu
diajarkan. Meskipun dampak awal dari focal point akan berpengaruh pada
kurikulum, yang nantinya focal point akan mempengaruhi pengajaran,
pembelajaran, dan penilaian juga.
5. Untuk program matematika, NCTM dalam mengembangkan proses belajar dan
mengajar mempunyai 6 prinsip, 5 standar isi, dan 6 standar proses yang
dikembangkan oleh Curriculum focal point (PSSM, 2000).
Enam prinsip yang dikembangkan melalui Curriculum focal point terdiri dari:
a. Equity
Prinsip ini mendorong penyediaan bantuan tambahan kepada siswa
yang kurang mampu, berasal dari kaum minoritas dan mendukung harapan
yang tinggi dan pengajaran yang lebih baik untuk semua siswa.
b. Curriculum
Mempromosikan kurikulum “Koheren”, di mana sebuah perkembangan
yang teratur dan logis untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang
matematika dan menghindari ketidakefisienan waktu dengan pengulangan
topik yang tidak perlu
c. Teaching
Guru harus menggunakan pertimbangan yang profesional dalam
memilih teknik mengajar agar dalam penyampaian siswa mudah untuk
mengerti.
d. Learning
Menurut PSSM, kombinasi “pengetahuan faktual, prosedural, dan
pemahaman konseptual” diperlukan siswa untuk belajar matematika. Dan
harus mengerti “Dasar-dasar Matematika”. Karena seorang siswa yang baik
tidak hanya memahami bagaimana dan kapan menggunakan fakta, prosedur,
dan konsep, tetapi dia juga ingin mencari hal-hal lain dan tekun dalam
menghadapi tantangan dalam matematika.
e. Assessment
Menciptakan penilaian yang bermakna yang dapat membantu siswa

dalam belajar keterampilan matematika, proses, dan cara berpikir dan dapat
mengukur dan mengkomunikasikan apa yang siswa ketahui tentang
matematika (NCTM: 2006).
f.

Technology
Menggunakan bantuan teknologi dalam pengajaran. Seperti computer
Curriculum focal point dalam meningkatkan kurikulum matematika sangat
memperhatikan standar isi dan standar proses. Dari standar proses, Curriculum
focal point ini menyajikan cara untuk berpikir tentang bagaimana kurikulum
disusun dan disajikan yang nantinya akan disesuaikan dengan topik pada tiaptiap tingkatan kelas.
Adapun standar proses yang digunakan siswa dalam belajar matematika

adalah melalui (PSSM, 2000):
1) Problem Solving
2) Reasoning and Proof
3) Communication
4) Connections
5) Representation
Adapun Standar Isi yang ditentukan adalah (PSSM, 2000):
1. Number and Operations
Standar isi yang pertama adalah dasar yang harus dikuasai oleh siswa
dalam belajar matematika. Dasar tersebut adalah pemahaman angka, cara untuk
menampilkan bilangan, hubungan keseluruhan bilangan, sistem nomor,
memahami makna operasi dan bagaimana mereka menghubungkan nomor satu
sama lain, kelancaran dalam menghitung.
2. Algebra
Terdapat empat keterampilan yang berkaitan dengan aljabar yang harus di
ajarkan kepada semua siswa. Adapun keempat keterampilan tersebut adalah
memahami pola, hubungan, dan fungsi; mewakili dan menganalisis situasi
matematika dan struktur menggunakan simbol-simbol aljabar; menggunakan
model matematika untuk menunjukkan dan memahami data kuantitatif; dan
menganalisis perubahan dalam berbagai konteks.

3. Geometry
Tujuan keseluruhan untuk belajar geometri adalah, untuk menganalisis
karakteristik dan sifat dari bentuk dua dan tiga dimensi, mengembangkan argumen
matematis tentang hubungan geometris, menggambarkan kedudukan ruang yang
tepat dengan menggunakan geometri koordinat dan sistem gambaran lainnya,
menerapkan transformasi dan menggunakan simetri untuk menganalisis situasi
matematika, dan penggunaan alat-alat peraga, penalaran bentuk gambar, dan
pemodelan geometri untuk memecahkan masalah.
4. Measurement
Keterampilan mengukur memberikan peluang untuk meningkatkan
pemahaman matematika dan untuk melatih keterampilan matematika lainnya,
terutama operasi bilangan (misalnya, penambahan atau pengurangan) dan
geometri. Siswa harus memahami sifat-sifat pengukuran, sistem pengukuran, dan
proses pengukuran dan menerapkan teknik mengukur yang tepat, serta
mengetahui alat-alat yang dibutuhkan dalam pengukuran.
5. Data analysis and probability
PSSM mengatakan bahwa semua siswa harus belajar untuk merumuskan
pertanyaan yang dapat diatasi dengan data dan mengumpulkan, mengatur, dan
menampilkan data yang relevan untuk menjawab rumusan pertanyaan tersebut,
memilih dan menggunakan metode statistik yang sesuai untuk menganalisis data,
mengembangkan dan mengevaluasi kesimpulan dan memprediksi yang
didasarkan pada data, dan memahami dan menerapkan konsep-konsep dasar
probabilitas.
Setiap standar isi memuat sejumlah tujuan yang berlaku untuk semua
kelompok kelas. Setiap bab untuk masing-masing kelompok memuat harapan-harapan
khusus yang harus diketahui siswa. Bilangan dan operasinya adalah bagian isi terbesar
untuk Pra- TK sampai kelas 5, dan juga merupakan bagian penting untuk kelas 6-8 dan
semakin berkurang pada kelas 9-12.
Aljabar secara jelas diberikan kepada semua kelas. Dahulu keadaannya tidak
seperti ini. Sekarang kebanyakan negara bagian dan propinsi memasukkan aljabar
pada setiap kelas.

Geometri dan Pengukuran merupakan bagian yang terpisah. Hal ini
menunjukkan pentingnya masing-masing topik dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah
dasar dan menengah.
The National Assessment of Educational Progress (NAEP)
Sejak tahun 1969 National Assessment of Educational Progress (NAEP),
sebuah program hasil kongres, telah menilai apa yang diketahui dan yang dapat
dikerjakan siswa di berbagai kurikulum. Penilaian didasarkan pada sampel siswa
berusia 9, 13, dan 17 tahun. Hasilnya dipublikasikan sebagai "The Nation's Report
Card". NAEP adalah sebuah penelitian yang dijadikan patokan yang menginformasikan
berapa persen siswa Amerika mengetahui berbagai macam konsep dan keterampilan
dalam matematika. Soal tes dirancang sesuai dengan kurikulum.
Berdasar soal yang digunakan sejak tahun 1973 secara terus menerus, siswa
Amerika sekarang memperoleh hasil yang lebih baik di banding pada tahun 1973
(Kloosterman & Laster, 2004). Ada yang berpendapat bahwa perubahan dalam
pendidikan matematika telah menghasilkan siswa yang tidak tahu "dasar matematika
yang baik". Karena kenderungan soal-soal tes menitikberatkan pada perhitungan
tradisional, skor membaik pada hasil tes menegasikan pandangan tersebut.
Secara umum hasil ujian NAEP dari tahun 1990 sampai 2003 menunjukkan
hasil yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya. Akan tetapi hasilnya masih tetap di
bawah standar. Di tahun 2003, hanya 32 persen siswa kelas empat dan 29 persen dari
siswa kelas delapan memperoleh hasil sama atau di atas standar kecakapan (NCTM,
2004). Berlawanan dengan hasil tersebut lembaga No Child Left Behind (NCLB)
mengharapkan semua siswa berada pada atau di atas standar kecakapan sebelum
tahun 2014. Data NAEP menunjukkan bahwa tujuan tersebut mungkin tidak dapat
tercapai. Dua puluh tiga persen dari siswa kelas empat dan 32 persen dari siswa kelas
delapan masih berada di bawah standar.

The Third International Mathematics and Science Study
Pada tahun 1995 dan 1996, 41 negara berpartisipasi dalam Third International
Mathematics and Science Study (TIMSS), suatu studi penelitian matematika dan

pendidikan sains terbesar yang pernah diselenggarakan. Data dikumpulkan dari kelas
4, 8, dan 12 sebanyak 500.000 siswa dan juga dari guru-guru. Pada tahun 1999 studi
yang sama (TIMSS) dilakukan pada kelas delapan. Hasilnya adalah rata-rata siswa
kelas empat di Amerika berada di atas rata-rata negara peserta, di bawah rata-rata
intenasional kelas delapan dan di bawah rata-rata kelas dua belas (U.S. Department of
Education, 1997a).
Meskipun rata-rata siswa kelas empat di Amerika berada di atas rata-rata dari
26 negara peserta, tetapi 7 negara (Singapura, Korea, Jepang, Hongkong, Belanda,
Republik Ceska, dan Austria) mendapatkan nilai yang jauh lebih tinggi. Hanya 9 persen
dari siswa kelas empat Amerika masuk dalam 10 persen siswa terbaik dalam penelitian
TIMSS, jauh sekali berbeda dengan Jepang (32 persen) Singapura (39 persen) (U.S.
Department of Education, 1997c).
Penemuan utama dari hasil analisis kurikulum TIMSS bahwa kurikulum di
Amerika tidak fokus, memuat lebih banyak topik dibanding kebanyakan negara lain.
Kita mencoba mengerjakan setiap hal dan sebagai akibatnya jarang dapat
mengerjakannya secara mendalam, hanya membuat pengulangan pengajaran yang
terlalu umum (Schmidt, Mc Knight & Raizen, 1996).
Banyak di antara yang menganjurkan kembali ke 'dasar' menunjuk kepada
penampilan yang mengecewakan dari siswa-siswa Amerika. Akan tetapi pendekatan
kurikulum dan pengajaran di Amerika Serikat "kurang sejalan dengan tuntutan
kurikulum dan pengajaran di negara-negara yang prestasi matematikanya tinggi"
(Babcock, 1998, ha16). Selain itu TIMSS tidak mendukung sejumlah tuntutan 'dasar'
yang popular seperti lebih banyak pekerjaan rumah (Siswa-siswa di Amerika Serikat
lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah daripada siswa-siswa di kebanyakan
negara lain), sedikit menonton televisi (sebanyak siswa di Jepang), dan menggunakan
waktu yang lebih banyak untuk belajar matematika (siswa di Amerika Serikat
mendapatkan jam pelajaran matematika lebih banyak daripada di Jepang atau
Jerman).

E. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI FINLANDIA
Finlandia dikenal sebagai salah satu negara dengan pendidikan terbaik di
dunia. Ada banyak sekali sumber yang membahas tentang kehebatan sistem
pendidikan mereka. Sistem pendidikan Finlandia adalah sistem yang egaliter, tanpa
biaya sekolah dan disediakan makanan gratis di sekolah untuk siswa full-time.
Finlandia menduduki peringkat pertama di dunia sebagai negara yang memiliki
kualitas pendidikan terbaik? Negara Skandinavia ini selalu menempati urutan pertama
dalam penilaian yang dilakukan oleh Program for International Student Assestment
(PISA) sejak tahun 2003.
Selain unggul secara kualitas pendidikan, Finlandia juga juara dalam
pendidikan anak-anak lemah mental. Sistem pendidikan Finlandia merupakan kerja
keras dari Profesor Reuven Feuerstein. Konsep pendidikan Feuerstein telah digunakan
Finlandia selama lebih dari 20 tahun.
Sistem Feuerstein berfokus pada konsep bahwa setiap orang mempunyai
kemampuan yang berbeda untuk mengubah diri. Kuncinya adalah identifikasi faktor
penghambat dan lebih fokus pada kelebihan untuk mengembangkan kemampuan
belajar setiap orang.
Sistem pendidikan Feuerstein ini pertama kali diimplementasikan tahun 1952
pada anak-anak yang selamat dari pembunuhan massal dengan cara membakar
(Holocaust). Rahasia konsep pendidikan yang dibuat Feuerstein terletak pada
penanaman pembelajaran dan strategi berpikir kognitif, bukannya fokus pada
penghafalan konten.
Beberapa konsep kpendidikan yang diterapkan di Negara Finlandia adalah
sebagai berikut :
a. Konsep pendidikan Finlandia adalah “Test less, Learn more”
b. Jam sekolah siswa Finlandia jauh lebih sedikit dibandingkan jam sekolah di
banyak negara.

Siswa mulai sekolah pada usia 7 tahun dan hanya

menghabiskan 30 jam per minggu.
c. Sistem pendidikan Finlandia tidak membebankan banyak tugas pada siswa.
Homework doesn’t make you smart. Berbeda dengan sistem pendidikan Amerika
yang memberikan PR (pekerjaan rumah) selama 2 – 3 jam per hari, Finlandia

hanya memberlakukan homework maksimal 30 menit per hari.
d. Finlandia tidak memiliki sistem Ujian Nasional. Satu-satunya mata pelajaran
yang wajib diikuti oleh siswa adalah bahasa Finlandia (Finnish).
e. Jumlah siswa di setiap kelas sangat terbatas, hanya 20 orang per kelas pada
tahun pertama sekolah serta tahun keenam dan ketujuh. Jika ada siswa yang
tertinggal kelas, ada satu guru yang ditugaskan untuk membantu siswa mengejar
ketinggalan.
f.

Semua guru pengajar di Finlandia harus memiliki gelar master sebelum
mengajar. Guru pengajar yang bergelar S2 bertindak sebagai guru mata
pelajaran, sedangkan guru kedua yang bergelar S1 menjadi pengawas atau
pembimbing setiap siswa dalam memahami bidang studi.

g. Pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujian mata pelajaran
yang menurutnya sudah dikuasai.
h. Anak Finlandia tidak diijinkan untuk bersekolah sebelum usia tujuh tahun. TK di
Finlandia tidak membebankan pelajaran pada anak-anak karena menghormati
masa kecil dan hak mereka untuk bermain.
i.

Setiap siswa diwajibkan membaca 1 buku setiap minggunya.

j.

Bahasa asing mulai diajarkan sejak tahun pertama sekolah. Alasan kebijakan ini
adalah untuk memenangkan persaingan ekonomi Eropa, mengembangkan
wawasan dalam menghargai keragaman kultur.

k. Metode pembelajaran bukan ceramah, melainkan dengan penerapan belajar
aktif. Suasana proses belajar menyenangkan, metode dikte atau menyuruh
dihilangkan karena akan membuat siswa tertekan.
l.

Guru tidak memberikan kritik terhadap pekerjaan siswa dengan kata “Kamu
salah” karena hal tersebut akan membuat siswa malu sehingga menghambat
proses pemahamannya.

m. Tidak ada sistem rangking dalam metode pembelajaran Finlandia. Siswa diminta
membandingkan pekerjaannya sendiri dengan hasil sebelumnya. Siswa juga
tidak dituntut untuk bisa menjawab dengan benar, namun dihargai karena sudah
berusaha sebaik mungkin.

n. Siswa tidak perlu memakai sepatu ketika sedang belajar di kelas. Siswa juga
tidak perlu memakai seragam saat bersekolah.
o. Sekolah tingkat dasar dan menengah digabung, sehingga siswa tidak perlu
bergantisekolah saat usia 13. Pergantian sekolah juga tidak memerlukan ijazah,
namun hanya dengan nilai rapor.
Untuk kurikulum matematika yang akan dipakai akan dijabarkan pada
pembahasan perbandingan kurikulum antar negara.

F. Perbandingan Kurikulum Matematika di Negara Indonesia, Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia.
1. Kurikulum Matematika
Aspek
Kurikulum
Matematika

Indonesia
Dikembangkan
berdasarkan kompetensi
tertentu.
Berpusat pada anak
sebagai pengembang
pengetahuan.
Terdapat penekanan
pada pengembangkan
kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan
berpikir logis, kritis, dan
kreatif serta kemampuan
mengkomunikasikan
matematika.

Singapura
Dikembangkan
berdasar Pemecahan
masalah (problem
solving) sebagai tujuan
utama . Pengembangan
kurikulum pendidikan
Singapura bergantung
pada 5 (lima)
komponen yang saling
terkait. Kelima
komponen tersebut,
yaitu konsep (concept),
keterampilan (skills),
proses (processes),
sikap (attitudes), serta
metakognisi
(metacognition) dan
pemecahan masalah
(problem solving)

Jepang
Tujuan kurikuler dalam
pendidikan matematika
yaitu untuk
memberikan para
siswa dengan berbagai
dan beragam
pengalaman yang
akan meningkatkan
kemampuan mereka
untuk berpikir secara
logis dan kreatif.
Kerangka kurikulum
Jepang untuk bidang
matematika tidak
ditargetkan untuk
menguasai luasnya
cakupan, tetapi justru
menargetkan
kedalaman proses
pembelajarannya

Amerika Serikat
Dikembangkan dengan
Curriculum focal point
(kurikulum yang membahas
topik matematika yang paling
penting untuk setiap tingkat
kelas)

Finlandia
Tugas kurikulum dalam
matematika adalah
untuk menawarkan
kesempatan untuk
pengembangan
pemikiran matematika,
dan untuk belajar
konsep-konsep
matematika.

Aspek
Materi
Pelajaran

Indonesia
Cakupan materi sekolah
dasar meliputi: bilangan,
geometri dan
pengukuran,
pengolahan data,
pemecahan masalah,
serta penalaran dan
komunikasi.
Cakupan materi untuk
SMP meliputi: bilangan,
aljabar, geometri dan
pengukuran, peluang
dan statistika,
pemecahan masalah,
serta penalaran dan
komunikasi
Cakupan materi untuk
SMU meliputi
aljabar,geometri dan
pengukuran,
trigonometri, peluang
dan statistika, kalkulus,
logika matematika,
pemecahan masalah
serta penalaran dan
komunikasi

Singapura
Untuk jenjang SD
(Bilangan, Pengukuran,
penalaran, komunikasi)
Untuk jenjang SMP
(Bilangahn, Geometri,
statistika, Fungsi)
Untuk jenjang SMA
(Bilangan, Fungsi,
Geometri, Analisis,
Peluang dan Ststiatika)

Jepang
Materi SD (Bilangan
dan operasinya,
Kuantitas (jumlah) dan
pengukuran, Bentuk
geometris, Relasi
jumlah
Materi SMP (Bilangan
dan ekspresi - symbol
matematik, Bentuk
geometri, Fungsi,
Pengolahan data
(statistic)
SMA
(Bilangan,Geometri,
Pengukuran, analisis)

Amerika Serikat
Bilangan dan operasinya
Aljabar
Geometri
Pengukuran
Peluang dan analisis data

Finlandia
Materi Utama pada
jenjang SD
Bilangan dan
Perhitungan
sejarah matematika.
Aljabar :
Fungsi : persamaan
garis, konsep fungsi.
Geometri :.
Pengukuran :
Peluang dan Statistika

2. Proses Pembelajaran
Aspek
Metode
Pembelajaran

Indonesia
Menggunakan metode
saintifik (Menggamati,
menanya, mencoba,
mengasosiasi,
mengomunikasikan)

Singapura
Menggunakan
pendekatan
Project

Jepang
Pembelajaran di
Jepang menggunakan
metode belajar tutor
sebaya (peerlearning)
atau yang disebut
Lesson Study (LS).

Amerika Serikat
Menggunakan
pendekatan Project
dan berorientasi
siswa aktif serta
pada pemecahan
masalah

Finlandia
Konsep Pembelajaran
yang Berorientasi Siswa
Aktif dan interaksi
dengan guru, siswa dan
lingkungan belajar.
Penggunaan teknologi
digital dalam
pembelajaran
Menekankan pentingnya
belajar melalui
melakukan dan
menempatkan
penekanan khusus pada
kerja kelompok,
kreativitas, dan
pemecahan masalah.

Aspek
Peran Guru

Indonesia
Sebagai fasilitator

Singapura
Jepang
Sebagai Fasilitator Sebagai fasilitator
Ada 3 prinsip
mengajar guru-guru di
Jepang, yaitu
1. Tanoshii jugyou
(kelas harus
menyenangkan)
2. Wakaru ko (anak
harus mengerti)
3. dekiru ko (anak
harus bisa)

Amerika Serikat
Sebagai fasilitator

Finlandia
Sebagai fasilitator.
Dalam satu kelas
terdapat tiga guru, satu
guru sebagai guru
utama dengan
kualifikasi S2 dan dua
guru pembatu dengan
kualifikasi S1.

3. Asesmen
Aspek
UAN

Indonesia
Adanya Ujian Akhir
Nasional yang digunakan
untuk menentukan
kelulusan siswa SD,
SMP, dan SMA..
Kelulusan juga
ditentukan oleh nilai ujian
akhir sekolah dan nilai
rapor.

Singapura
Tidak ada
Ujian nasional

Jepang
Tidak ada ujian nasional
untuk menentukan
kelulusan. Penilaian
kelulusan siswa SMP dan
SMA tidak berdasarkan
hasil final test, tapi
akumulasi dari nilai ulangan
harian, ekstra kurikuler, mid
test dan final test.

Amerika Serikat
Ujian Nasional
hanya diperuntukan
bagi yang akan
masuk kuliah

Finlandia
Tidak ada ujian nasional untuk
menentukan kelulusan.

Aspek
Rangking

Indonesia
Adanya sistem peringkat
didalam kelas maupun di
sekolah, sehingga
menciptakan adanya
sekolah terbaik, siswa
terbaik, dsb

Singapura
Tidak ada
rangking

Jepang
Adanya sistem peringkat
yang ada di dalam kelas.

Amerika Serikat
Tidak ada Rangking

Finlandia
Tidak mengenal istilah
kompetisi atau peringkat. Tidak
ada sekolah terbaik, siswa
terbaik, dsb.

G. Kesimpulan
Pada dasarnya kurikulum matematika di Indonesia, Jepang, Singapura,
Amerika Serikat dan Finlandia secara umum sama. Namun di Indonesia saat ini masih
menekankan pada kuantitas pembelajaran bukan kualitas. Materi pembelajaran
matematika di Indonesia jauh lebih banyak daripada di jepang dan Finlandia.
Untuk proses pembelajaran, pada intinya sama yaitu berfokus pada peserta
didik. Namun pada kenyataannya di Indonesia masih banyak pembelajaran yang
berfokus pada guru. Jumlah mata pelajaran yang dipelajari di Indonesia lebih banyak
daripada di Jepang dan Finlandia namun sedikit lebih banyak dengan Singapura dan
Amerika Serikat. Lagi – lagi Indonesia masih menekankan kuantitas daripada kualitas.
H. Saran
Pada umumnya sistem pendidikan di Indonesia sudah bagus apabila
dilaksanakan sesuai dengan aturan ideal yang berlaku. Misalnya pada kurikulum 2013
yang menekankan adanya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Namun
kenyataannya proses pembelajaran yang berlangsung belum sesuai dengan idealnya.
Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor penghambat seperti kurangnya
kesiapan guru, faslitas pendidikan yang kurang memadai, dan karakter – karakter
masyarakat Indonesia yang kurang mendukung. Kekurangan lainnya yaitu pada sistem
evaluasi yang masih menekankan pada kuantitas bukan kualitas.
Hal penting yang bisa dijadikan masukan untuk kemajuan pendidikan di
Indonesia yaitu penekanan pada kualitas pendidikan bukan kuantitas. Misalnya dengan
pengurangan materi pelajaran pada setiap jenjang pendidikan, pengurangan jam
pelajaran yang disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik, dan sistem
evaluasi pendidikan yang tidak menekankan penilaian pada suatu kuantitas tertentu
(nilai tertentu). Selain itu pemerintah perlu meningkatkan profesionalitas guru dengan
program – program yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Clark, Andi. 2009. Problem Solving in Singapore Math.
Foong, Pui Yee. 2002. Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote
Thinking and Understanding. Singapore:
Jane F. Schielack. Tanpa tahun. Focus on the Curriculum Focal Points: Part 2
Implementation of the NCTM Curriculum Focal Points: Concept vs. Content
Juneau, Denise. Tanpa tahun. Curriculum Focal Point for Prekindergarten through Grade 8
Mathematics: Question and Answer Ministry of Education, Culture, Sports, Science
and Technology (MEXT)http://www.mext.go.jp/english/)
Mathematics syllabus: Secondary. Singapore: Curriculum Planning and Development
Division.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School
Mathematics. United State: Nasional Council of Teachers of Mathematics, Inc.
National Institute of Education. http://www.math.unipa.it/~grim/ SiFoong.PDF Ministry of
Education Singapore. 2006.
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Teras
State Mathematics Supervisors. 2007. Centre for the Study of Mathematics Curriculum.
The National Council of Teacher of Curriculum (NCTM). 2000. Principles and Standards
School Mathematics
The National Council of Teacher of Curriculum (NCTM). 2006. Curriculum Focal Point for
Prekindergarten through Grade 8 Mathematics: A Quest Coherence.
Texas Education Agency. 2009. Texas response to Curriculum Focal Point for
Prekindergarten through Grade 8 Mathematics. Version 1.2
Van de Walle, John A.2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Edisi ke 6.
Diterjemahkan oleh: Suyono. Jakarta: Erlangga
http://www.greatsource.com/singaporemath/pdf/MIFProblem_Solving_Profesional_Paper_
pdf diakses tanggal 17 Oktober 2014