SLIDE IDI ARYA DUTA BARESKIM

DISAMPAIKAN DALAM ACARA
HARI KESADARAN HUKUM KEDOKTERAN
TGL 28 JUNI 2018
AKBP AMIR HAMZAH, S.H., M.H.
KANIT III SUBDIT I DITIPIDTER BARESKRIM POLRI

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA IKATAN DOKTER INDONESIA
DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PELAYANAN KESEHATAN DAN PRAKTIK KEDOKTERAN
TANGGAL 25 JANUARI 2017
Paragraf 4
Penegakan Hukum
Pasal 10
(1)

PIHAK PERTAMA mendukung PIHAK KEDUA dalam melaksanakan penegakkan
hukum di bidang kedokteran dan kesehatan.

(2)

Dalam hal PIHAK PERTAMA menemukan dugaan tindak pidana di bidang

kedokteran dan kesehatan yang bukan menjadi kewenangannya makawajib
meneruskankepada PIHAK KEDUA untuk ditindaklanjuti dalam proses penegakan
hukum.

(3)

Dalam hal PIHAK KEDUA menerima laporan dari masyarakat dan/atau menemukan
adanya dugaan tindak pidana di bidang kedokteran dan kesehatan maka wajib
berkoordinasi dengan PIHAK PERTAMA.

(4)

PIHAK KEDUA menginformasikan perkembangan penyidikan
PERTAMA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

(5)

PIHAK KEDUA dapat meminta bantuan AHLI kepada PIHAK PERTAMA dalam proses
penegakan hukum di bidang kedokteran dan kesehatan, selanjutnya PIHAK
PERTAMA wajib memenuhinya.


kepada

PIHAK

PENGERTIAN
PENYIDIK

: Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan
(Pasal 1 angka 1 UU NOMOR 8 TAHUN 1981 Tentang KUHAP)

PENYELIDIKAN : Serangkain tindkan penyelidik untuk mencari dan menemuk
suatu peristiwa yang diduga sebagi tindak pidana guna menemuk
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat at
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dala
undan-undang (pasal 1 angka 5 KUHAP).

PENYiDIKAN : adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari se
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tenta
tindak pidana yang Terjadi dan guna menemukan Tersangkan
(Pasal 1 angka 2 KUHAP).
DOKTER

: Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 1 angka 2
UU NOMOR 29 Tahun 2004Tentang Praktik Kedokteran)

LIDIK
DIKETAHUINYA
TINDAK PIDANA

LAPORAN /
PENGADUAN
TERTANGKAP

TANGAN
DIKET LANGSUNG
OLEH PETUGAS

INTERVIEW
OBSERVASI
SURVAILANCE
UNDERCOVER
GUNA
INFORMAN

TINDAK

RIKSA

SEL RAH BP

BUAT RESUME
PENANGANAN TKP
SAKSI

SUSUN BP/
PANGGIL
PEMBERKASAN
TANGKAP
AHLI
TAHAN
GELEDAH TERSANGKA SERAH BP
SERAH TSK & BB
SITA

PASAL-PASAL KUHAP YANG MENGATUR

PSL. 4, 5, 9,
102, 103,
104, 105
KUHAP

7 (1) g, 112,
113, 16, 17,
18, 19, 20, 21,

22, 23, 24, 29,
30, 31, 122,
123, 124, 32,
33, 34, 35, 36,
37, 125, 126,
127, 131.
38, 39, 40, 41,
42, 43, 44, 45,
46, 128, 129,
130, 131
KUHAP

116, 117, 118
119, 121,
120, 132,
133, 50, 51,
52, 53, 54,
55, 56, 65,
66, 114, 115,
116, 117,

118, 119,
121, 122
KUHAP

PSL. 8, 12,
107, 109,
110, 138
KUHAP

SP3

JPU

PN

PEMBUKTIAN KESALAHAN
UPAYA PAKSA :

1.


PEMANGGILAN
(Pasal 7 (1) huruf g, Pasal 11, Pasal 112 (1) (2), Pasal 113,
Pasal 116 (3), Pasal 119 KUHAP);

2.

PENANGKAPAN
(Pasal 1 butir 20, Pasal 5 (1) huruf b, Pasal 7 (1) huruf d,
Pasal 11, Pasal 16 (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 (1) (2),
Pasal 37 (1) (2), Pasal 102 (2) (3), Pasal 111 (1) KUHAP);

3.

PENAHANAN
(Pasal 1 butir 21, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 11, Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 29, Pasal
31, Pasal 123 KUHAP);

4.


PENGGELEDAHAN
(Pasal 1 butir 17 dan 18, Pasal 5 (1) huruf b, Pasal 7 (1)
huruf d, Pasal 11 Pasal 32, Pasal 37, Pasal 33, Pasal 34
Pasal 36 KUHAP);

5.

PENYITAAN
(Pasal 1 butir 16, Pasal 5 (1) huruf b angka 1, Pasal 7
(huruf d, Pasal 14, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 38,
Pasal 128, Pasal 129, Pasal 39, Pasal 131, Pasal 43, Pasal
44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 130 KUHAP).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
I. UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK
KEDOKTERAN

PASAL 75


: Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

PASAL 29 :
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 30 :
(1)

Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.

(2)

Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
kesahan ijazah;
b.
kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat
keterangan
telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c.
mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau
dokter gigi;
d.
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e.
membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.

(3)

Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
Pasal 33 :
Surat tanda registrasi tidak berlaku karena :
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
II. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 190 : Pimpinan fasilitas pelayanan dan /atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak melakukan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagai dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) Dalam
keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka. Atau pasal 85 ayat 2 Fasilitas pelayanan kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu. dipidana penjara
paling lama 2 (dua) thn dan denda paling banyak 200 juta rupiah.
.
Pasal 191 :

Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang
berwenang. sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau
kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00

Pasal 192 : Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan
tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (3) “Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) ahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 193 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan
rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 “Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; Bedah plastik dan
rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak
ditujukan untuk mengubah identitas diancam dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
Pasal 194 :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) ”Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis
yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang
dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan” dana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00

Pasal 195 : Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan
dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) “Darah
dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Pasal 196 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) setiap orang yang memiliki
keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat dan ayat (3) ketentuan mengenai pengadaan,
penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alkes harus memenuhi
standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00
Pasal 197 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) “sediaan farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar” dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00

Pasal 200 : Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air
susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) “Selama
pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus
mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus; dipidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT DENGAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP DOKTER

III. UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 62 : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00

Pasal 8 ayat (1) huruf a :
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pasal 9 ayat (1) huruf c :
barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu

PERATURAN-PERATURAN
LAINNYA

I.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014
TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Pasal 24 ayat (1) : Tenaga kesehatan tradisional dilarang menggunakan
alat kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran.
(2) : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
bagi tenaga kesehatan tradisional yang menggunakan alat
kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran sesuai
dengan metode, kompetensi, dan kewenangan.

II.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN
2016 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL EMPIRIS
Pasal 27

: Penyehat Tradisional dilarang menggunakan alat kedokteran
dan penunjang diagnosik kedokteran.

Pasal 28 ayat (1) : Penyehat Tradisional hanya dapat menggunakan alat dan
teknologi yang digunakan dalam Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris yang aman bagi kesehatan dan sesuai
dengan metode/pengetahuannya.

PERATURAN-PERATURAN
LAINNYA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN
2016 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL EMPIRIS
Pasal 35

III.

: Obat Tradisional dilarang mengandung :
a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan
tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;
b. bahan kimia obat yang merupakan asil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat;
c. narkotika atau psikotropika; danatau
d. bahan lainnya yang dilarang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN
2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI
Pasal 4 ayat (1)

: Tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain yang
memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib memiliki
SIP sesuai dengan ketentutan pertauran perundang-undangan

SEBAGAI DOKTER ATAU DOKTER GIGI MELAKUKAN KEGIATAN :
1.

Tidak memiliki Surat Tanda Register;

2.

Tidak memiliki Surat Izin Praktik;

3.

Menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lainnya;

4.

Menggunakan alat dan/atau metode dan/atau cara lainnya;

5.

Melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan alat
dan/atau metode dan/atau cara lainnya;

6.

Memperjualbelikan organ, jaringan tubuh;

7.

Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas
seseorang yang bertentangan dengan norma yang berlaku;

8.

Melakukan aborsi;

9.

Memperjualbelikan darah;

10. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan;

DOKTER ATAU DOKTER GIGI MELAKUKAN KEGIATAN :
11. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan tidak
memiliki izin edar;
12. Menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif;

1. Membangun jejaring lintas sektoral dengan pemangku kepentingan;
2. Membentuk satgas POLRI, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
IKATAN DOKTER INDONESIA dan KEJAKSAAN baik pada tingkat pusat maupun
daerah terkait bantuan teknis dan taktis penyelidikan, penyidikan serta penuntutan;
3. Melakukan pemetaan yang terkait modus kejahatan, sarana mapun pelaku
termasuk jaringan

PENYIDIKAN
Memproses pelaku tindak pidana berdasarkan :
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

AGAR TIDAK MELANGGAR TINDAK PIDANA DAN
MELANGGAR DISIPLIN PROFESI DAN KODE ETIK
KEDOKTERAN
1.
2.
3.
4.

MELAKSANAKN TUGAS DAN KETENTUUAN-KETENTUAN SESUAI
YANG BERLAKU PADA PROFESINYA.
MELAKSANAKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN KOMPETEN.
LAKSANAKAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL
PADA PASIEN DENGAN BAIK.
TIDAK BERPERILAKU TERCELA YANG MERUSAK MARTABAT DAN
KEHORMATAN PROFESI KEDOKTERAN.

Sekian
dan
Terima kasih