Laporan Praktikum Mengukur Kecepatan Cah

Kecepatan Cahaya di Udara
Laporan Praktikum
ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Eksperimen Fisika 1
yang diampu oleh Dr. Parlindungan Sinaga, M.Si

Disusun oleh:
Dhea Intan Patya

(1301982)

Teman sekelompok:
Elza Anisa Suwandi
Indah Wulandari

(1305749)
(1301019)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015

A. Tujuan
Menetukan kecepatan cahaya di udara
B. Dasar Teori
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata
dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah
radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombangkasat mata maupun yang
tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi
tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut
"dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian
dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya
dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Pada tahun 1638, Galileo Galilei berusaha untuk mengukur laju cahaya dari
waktu tunda antara sebuah cahaya lentera dengan persepsi dari jarak cukup jauh. Pada
tahun 1676, sebuah percobaan awal untuk mengukur laju cahaya dilakukan oleh Ole
Christensen Rømer, seorang ahli fisika Denmark dan anggota grup astronomi dari
French Royal Academy of Sciences. Dengan menggunakan teleskop, Ole Christensen
Rømer mengamati gerakan planet Jupiter dan salah satu bulan satelitnya, bernama Io.[6]
[7]


Dengan menghitung pergeseran periode orbit Io, Rømer memperkirakan jarak

tempuh cahaya pada diameter orbit bumi sekitar 22 menit.[8] Jika pada saat itu Rømer
mengetahui angka diameter orbit bumi, perhitungan laju cahaya yang dibuatnya akan
mendapatkan angka 227×106 meter/detik. Dengan data Rømer ini, Christiaan Huygens
mendapatkan estimasi kecepatan cahaya pada sekitar 220×106 meter/detik.
Penemuan awal penemuan grup ini diumumkan oleh Giovanni Domenico Cassini
pada tahun 1675, periode Io, bulan satelit planet Jupiter dengan orbit terpendek,
nampak lebih pendek pada saat Bumi bergerak mendekati Jupiter daripada pada saat
menjauhinya. Rømer mengatakan hal ini terjadi karena cahaya bergerak pada kecepatan
yang konstan.
Pada tahun 1849, pengukuran laju cahaya, yang lebih akurat, dilakukan di Eropa
oleh Hippolyte Fizeau. Fizeau menggunakan roda sprocket yang berputar untuk
meneruskan cahaya dari sumbernya ke sebuah cermin yang diletakkan sejauh beberapa
kilometer. Pada kecepatan rotasi tertentu, cahaya sumber akan melalui sebuah kisi,
menempuh jarak menuju cermin, memantul kembali dan tiba pada kisi berikutnya.
Dengan mengetahui jarak cermin, jumlah kisi, kecepatan putar roda, Fizeau
mendapatkan kalkulasi laju cahaya pada 313×106 meter/detik.


Albert Abraham Michelson melakukan percobaan-percobaan dari tahun 1877
hingga tahun 1926 untuk menyempurnakan metode yang digunakan Foucault dengan
penggunaan cermin rotasi untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya pada 2 x
jarak tempuh antara Gunung Wilson dan Gunung San Antonio, di California. Hasil
pengukuran menunjukkan 299.796.000 meter/detik. Pengukuran laju cahaya secara
tidak langsung, yang dilakukan pada tahun itu prinsipnya mengikuti persamaan:
jarak tempuh
c=
waktu tempuh
8 m
Cepat rambat cahaya di ruang hampa ialah sekitar 3 ×10
, bila berkas
s
cahaya itu masuk ke dalam medium lain, maka cepat rambatnya bergantung pada
indeks bias mediumnya. Pada percobaan pengukuran kecepatan cahaya menggunakan
sinar laser, berkas sinar laser yang berasal dari emitter diarahkan ke cermin pemantul
dengan panjang lintasan

L1 , kemudian oleh cermin sinar tersebut dipantulkan ke


receiver dengan panjang lintasan

L2 . Skema gambar percobaannya seperti terlihat

pada gambar di bawah :
RECEIVER

L2

OSILOSKOP

Gambar 1. Skema Percobaan Pengukuran Kecepatan Cahaya
EMITTER

L1

Sinyal ketika berkas laser dipancarkan akan dideteksi oleh osiloskop melalui
input 1 dan sinyal yang ditangkap oleh detector (receiver) akan dideteksi oleh
osiloskop melalui input 2. Gambar yang akan ditampilkan osiloskop akan seperti
berikut:


Gambar 2. Tampilan Gelombang dari Emitter dan Receiver Pada
Osiloskop

Osiloskop dapat menentukkan perbedaan waktu antara kedua sinyal input

t2
tersebut. Beda fase yang dirumuskan sebagai  = T 2



t1
T 1 , karena pada praktikum

ini menggunakan laser dan salah satu sifat laser adalah monokromatis maka laser
yang keluar dari emitter dan laser yang diterima oleh receiver itu sama dalam arti
memiliki panjang gelombang yang sama sehingga periodanya pun sama juga (T2 = T1

λ
= T) sebab v = T .

1
( t2 − t 1)
Jadi  = T
, sehingga beda fase yang dimaksud disini adalah
.T = t2 – t1 karena bila tidak seperti itu maka beda fase yang tanpa memiliki satuan
akan salah pengertiannya sebab pada percobaan ini beda fasenya itu memiliki satuan
yaitu dalam nanosekon.
Dengan mengetahui jarak lintasan sinar laser dan waktu tempuhnya maka akan
dapat ditentukan kecepatan sinar laser tersebut.
Laju cahaya di dalam medium seperti misalnya kaca, air atau udara ditentukan
oleh indeks bias n, yang didefinisikan sebagai permbandingan laju cahaya dalam
ruang hampa c terhadap laju tersebut dalam mendium v:
n=

c
v

C. Alat dan Bahan
N


Alat dan Bahan

Jumlah

o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Transmiter
Receiver
Oscilloscop dual trace
Power Supply
Penggaris
Cermin Pemantul
Kabel Konektor


1
1
1
1
1
1
2

D. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menyusun dan merangkai alat percobaan seperti sketsa

RECEIVER
OSILOSKOP
EMITTER

3. Menghubungkan ground pada emiter dan receiver menggunakan lead wire.
4. Menghubungkan Channel 1 osiloskop pada terminal keluaran emitter dengan
menggunakan kabel koaksial.

5. Menghubungkan Channel 2 osiloskop pada terminal keluaran receiver dengan
menggunakan kabel koaksial.
6. Menyalakan emitter dan receiver, menunggu 10-30 menit agar frekuansi
modulasinya tetap.
7. Mengatur fokus laser sehingga membentuk lingkaran dengan diameter 3 mm pada
receiver.
8. Mengatur cermin pemantul agar sinar yang berasal dari emitter tepat berada pada
pusat cermin pemantul.
9. Mengatur posisi vertikal pada osiloskop sehinga Channel 1 dan Channel 2 berada
pada sumbu horizontal yang sama.
10. Mengukur beda fase antar Channel 1 dan Channel 2.
11. Mengulangi langkah (7) sebanyak 10 kali.
12. Mencatat data yang diperoleh pada tabel.
13. Merapikan alat dan bahan yang telah digunakan.
E. Data Praktikum
No

L1 (mm)

L2 (mm)


∆t

1.

698

804

4,8

2.

781

874

5,2

3.


782

890

5,4

4.

791

890

5,6

5.

803

901

5,8

6.

813

909

6,0

7.

822

917

6,0

(ns)

8.

872

936

6,2

9.

909

978

6,4

10.

954

1011

6.6

F. Pengolahan Data
No.

L1 (m)
0.698
0.781
0.782
0.791
0.803
0.813
0.822
0.872
0.909
0.954

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.



L2 (m)
0.804
0.874
0.89
0.89
0.901
0.909
0.917
0.936
0.978
1.011

L1 + L2 (m)
1.502
1.655
1.672
1.681
1.704
1.722
1.739
1.808
1.887
1.965

Δt (ns)
4.8
5.2
5.4
5.6
5.8
6
6
6.2
6.4
6.6

Δt (s)
4.8E-09
5.2E-09
5.4E-09
5.6E-09
5.8E-09
6E-09
6E-09
6.2E-09
6.4E-09
6.6E-09

Pengolahan Data menggunakan Metode Statistik
Untuk menghitung besarnya nilai kecepatan cahaya, data yang diperoleh

dimasukkan ke dalam rumus

v

l1  l 2
t , sehingga diperoleh :
2

No.

L1 + L2 (m)

Δt x 10-9 (s)

v (x 108 m/s)

v  v 10 8 m / s

v  v 1016 m / s

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

1.502
1.655
1.672
1.681
1.704
1.722
1.739
1.808
1.887
1.965

4.8
5.2
5.4
5.6
5.8
6
6
6.2
6.4
6.6

3.129166667
3.182692308
3.096296296
3.001785714
2.937931034
2.87
2.898333333
2.916129032
2.9484375
2.977272727
29.95804461

0.133362
1.062383
1.033544
1.001997
0.980682
0.958006
0.967464
0.973404
0.984189
0.993814

0.017785
1.128658
1.068214
1.003997
0.961737
0.917776
0.935987
0.947516
0.968628
0.987666
8.937964509

Didapat :
v́ =

∑ v = 29.95804461 =¿
n

10

´ 2
∑ ¿ v− v́∨¿
=

2.995804461 x 108 m/s



8.937964509
=¿ 0,315136029
n(n−1)
10 (10−1)
∆ v= √ ¿

sehingga :
v = ( 2,99  0,315 ) × 108 m/s.
m
Δv
s
×100 =
×100 =10,5
% kesalahan presisi ¿
v
m
8
2,995804461 ×10
s
8
|2.9958−2.9979|× 10
× 100 =¿ 0.07 %
% kesalahan akurasi =
2.9979× 108
8

0,315136029 ×10

-

-

 Pengolahan data menggunakan metode grafik
Untuk menghitung besarnya nilai kecepatan cahaya berdasarkan metode
grafik, adalah sebagai berikut :
x L  L2
v  1
t
t
x = v sin 
y = v cos 
x L  L2
Dari grafik tersebut diketahui bahwa :
tan    1
t
t
Dengan :
L1 : jarak antara emitter dengan cermin (m)
L2 : jarak antara receiver dengan cermin (m)
t : beda fase antara cahaya yang keluar dari emitter dengan cahaya yang
diterima receiver setelah dipantulkan oleh cermin (s)

Dari pengolahan data menggunakan Origin ProTM 6.0, didapatkan persamaan garis
linier :
y=( 2.21286 ± 0.240181 ) . 108 x+(0.45004 ± 0.13988)
Sumbu y pada persamaan di atas adalah jarak tempuh ( L1+ L2 ). Sumbu x di dalam
persamaan tersebut adalah selang waktu (t). Sehingga kecepatan cahaya di udara hasil
percobaan adalah kemiringan garis dari persamaan garis linier di atas.
v́ =m=2.21286 ×108

m
s

ketidakpastiannya :
Δv=0.240181× 108

m
s
8

Sehingga : v =v́ ± Δv=(2.21286 ± 0.240181)×10

m
s

m
Δv
s
kesalahan presisi=
×100 =
×100 =10.85
v
m
2.21286 ×108
s
8
|2.21286−2.9979|×10
× 100 =¿ 26.18 %
- % kesalahan akurasi =
2.9979 ×108
0.240181× 108

G. Analisis
Pengolahan pada percobaan ini adalah dengan perhitungan menggunakan
x
persamaan pada gerak lurus beraturan (GLB) yaitu (v = ) . Persamaan ini
t
digunakan dikarenakan cahaya tidak pernah mengalami percepatan maka kecepatannya
relative konstan. x adalah panjang lintasan yang dilalui cahaya (laser) dari emitter ke
receiver. x ini adalah jarak bukan merupakan perpindahan.
Sudut yang dibentuk oleh lintasan L1 dan L2 pada percobaan ini tidak
berpengaruh terhadap hasil perhitungan nilai kecepatan cahaya. Nilai kecepatan cahaya
hanya dipengaruhi oleh panjang lintasan L1 dan L2 (x = L1 + L2) yang ditempuh pada
selang waktu tertentu. Dengan mengetahui jarak lintasan yang ditempuh sinar laser dan
waktu tempuhnya, maka dapat ditentukan cepat rambat sinar laser tersebut.
Berdasarkan literatur, kecepatan cahaya di udara adalah
2,997046445× 108

m
. Dari pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan
s

statistik dan grafik terdapat dua nilai yang jauh berbeda, yaitu (2,99  0,315) × 108 m/s
dari statistik dan (2.21286 ± 0.240181)×10

8

m
s

dari grafik. Terlihat bahwa terdapat

perbedaan yang cukup signifikan dari hasil pengolahan data antara kecepatan cahaya
hasil percobaan dengan kecepatan cahaya dalam medium udara di literatur. Hal tersebut
dikatakan signifikan karena dari hasil yang diperoleh diperhitungkan cukup besar jadi
bila terdapat perbedaan atau selisih sedikit saja maka perbedaannya akan cukup besar.
Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan perbedaan antara hasil pengolahan
data dengan literatur:
1. Cahaya pantulan dari cermin tidak tepat terdeteksi oleh receiver karena posisi
antara cermin dan receiver yang kurang tepat sehingga dapat membuat gelombang
yang ditampilkan oleh osiloskop menjadi buram dan sulit atau tidak tepat dalam
pentuan beda fase gelombang.

2. Pengukuran jarak tempuh cahaya yang kurang tepat. Hal ini dapat dikarenakan
acuan yang digunakan setiap kali pengambilan data tidak sesuai dengan
sebelumnya (tidak konsisten). Jarak yang diukur adalah jarak dari emitter ke
cermin dan dari cermin ke receiver. Kesalah dalam penentuan acuan pengukuran
ini pun dapat mempengaruhi besar kecepatan cahaya hasil perhitungan.
3. Gelombang yang ditangkap oleh osiloskop tidak jelas (berbayang) sehingga untuk
penetuan puncak gelombang lebih sulit dan ada kemungkinan paralaks.
4. Angin kencang yang berhembus dalam ruangan laboratorium juga mempengaruhi
berubah dan bergesernya posisi cahaya yang dipantulkan dari emitter ke receiver.
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa besar kecepatan cahaya
yang mendekati literatur adalah hasil dari pengolahan statistik yaitu
8
v =v́ ± Δv =(2,99 0,315)× 10 m/s . Dengan persentase kesalahan presisi sebesar

10.5

1
sedangkan dari literatur menunjukkan bahwa c = √ μ0 ε 0

dengan 0 :

N
-7

permeabilitas ruang hampa (0 = 4.10
C

= 8,854187817.1012

A2

) dan 0 : permitivitas ruang hampa (0

2

N . m2

m

) sehingga c = 2,99792458.108

s . Sehingga dapat

dihitung persentase kesalahan akurasi :

|v−v literatur|

kesalahanakurasi=

×100
v literatur
|2.9958−2.9979|× 108
× 100 =¿ 0.07 %
¿
2.9979× 108
Penyebab perbedaan antara hasil percobaan dengan literatur kecepatan cahaya di
ruang vakum, sama seperti pada literatur di medium udara, namun penyebab lainnya
adalah karena indeks bias udara lebih besar, maka jelas cahaya akan merambat lebih
rambat di udara daripada di ruang vakum.
H. Kesimpulan
 Besar kecepatan cahaya yang diperoleh dari percobaan menggunakan perhitungan
dengan metode statistik yaitu:
8 m
8m
v = ( v́ ± ∆ v ¿ x 10 = (2,658546513 ± 0,349562 ) x 10
s
s
Dengan besar persentase kesalahan praktikum (presisi) 13,26%



Besar kecepatan cahaya yang diperoleh dari percobaan menggunakan perhitungan
dengan metode grafik yaitu:
8 m
8m
v = ( v́ ± ∆ v ¿ x 10 =(2,76324 ± 0,131226)× 10
s
s
Dengan besar persentase kesalahan praktikum (presisi) 4,74%dan persentase
kesalahan relatif terhadap literatur (akurasi) 7,80 %.

I. Daftar Pustaka
Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta :
Erlangga.
Halliday, David.1997.Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga.Jakarta:Erlangga.
(2013). Cahaya. [Online]. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya. [29 April
2013]
J. Lampiran