BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengembangan Potensi Kopi sebagai Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Kopi Kopi (Coffea sp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk

  dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain.

  Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu. Zona terbaik pertumbuhan kopi adalah antara 200 LU dan 200 LS. Indonesia yang terletak pada zona 50 LU dan 100 LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik.

  Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-100 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-50 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang banyak berpengaruh terhadap budidaya kopi adalah elevasi (tinggi tempat), temperatur dan tipe curah hujan.

  Tanaman kopi menuntut persyaratan tanah yang berpori, sehingga memungkinkan air mengalir ke dalam tanah secara bebas. Tanaman kopi tidak cocok untuk ditanam ditanah liat yang terlalu lekat karena menahan terlalu banyak air, sebaliknya tidak pula cocok untuk ditanam di daerah yang berpasir karena terlalu berpori (porous). Penanaman kopi dilakukan pada tanah dengan kedalaman 1,8 m karena pohon kopi mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dan memperluas sistem perakaran. Tanah yang dalam akan memberi bahan-bahan makanan (nutrient yang diperlukan dengan cukup). Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik pada tanah yang agak asam dengan derajat keasaman pH 6. Jenis tanahnya bervariasi, mulai dari tanah basalt, granite atau crystalline. Derajat kemiringan lereng yang cocok antara 25-300.

  Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang mempunyai perakaran yang dangkal dan memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Bibit tanaman kopi berasal dari bibit stek, cangkokan, bibit okulasi. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur kurang lebih dua tahun. Bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama dan cabang reproduksi tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol. (Tiur, 2010) 2.2.

   Budidaya Kopi

  Untuk mendapatkan hasil kopi yang optimal dalam pembudidayaan kopi diperlukan persyaratan dan teknik-teknik tertentu. Dalam hal ini ada dua jenis budidaya kopi yang akan dibahas yaitu budidaya kopi Arabika dan kopi Robusta yaitu sebagai berikut :

2.2.1. Kopi Arabika

  Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m

  o o

  dpl, dengan garis lintang 20 LS sampai 20 LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari 45 % dan pH 5,5 - 6,5. Iklim sangat berpengaruh terhadap produktifitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga membuka sampai dengan berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan pembentukan bunga akan semakin cepat.

  Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan bahan tanaman dan persiapan areal. Persiapan bahan tanaman meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan.

a. Persemaian

  Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan yang terbaik. Kulit dan daging buah dipisahkan dan lender dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.

b. Penanaman

  Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian diberaikan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi empat yaitu : 2,5m x 2,5m; pagar 1,5m x 2,5m untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2 - 4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang. Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dapdap dan sengon.

  Pohon pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan, dan agar tidak banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar, bibit ditanam rata dengan permukaan tanah.

  c. Pemeliharaan

  Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan.

  d. Panen dan Pasca Panen

  Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu : a.

  Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai 10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah.

  b.

  Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3-4 hari dan dicuci bersih.

2.2.2. Kopi Robusta

  Penanaman kopi Robusta memiliki syarat tumbuh ketinggian 400-800 m

  o

  dpl, rata-rata temperatur harian 21-24

  C. Untuk curah hujan rata-rata membutuhkan 2000-3000 mm/tahun dan pH atau keasaman 5,5 - 6,5. Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa proses yang berkesinambungan. Proses- proses itu antara antara lain adalah sebagai berikut: 1.

   Persemaian

  Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lender dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.

2. Penanaman

  Penanaman dilakukan pada musim hujan. Untuk itu tiga sampai enam bulan sebelumnya harus dibuat dengan ukuran 0,4 x 0,4 x 0,4 m. Pembuatan lubang dan luasnya tergantung pada struktur tanah. Makin berat struktur tanah makin lama lubang harus dibuat, makin besar dan luas. Setelah itu baru dilakukan penanaman serta diberi serasah.

  Untuk memperoleh produksi yang optimal jarak kopi perlu diperhatikan. Jarak tanam harus dipilih sesuai dengan jenis kopi, kesuburan tanah dan tipe iklim. Untuk tanah lebih subur atau yang mempunyai iklim lebih basah diperlukan jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang kurang subur atau mempunyai iklim kering.

3. Pemeliharaan Tanaman

  Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan pemeliharaan meliputi : a.

  Pemeliharaan Tanah atau Lahan Pemeliharaan tanah dimaksudkan untuk menjaga agar media tanam kopi tetap dalam kondisi baik. Disini yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan gulma yang dapat menyaingi pengambilan makanan. Untuk itu pemberian serasah perlu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma.

  Serasah dapat diperoleh baik dari rembesan pohon pelindung atau dari hasil siangan.

  b.

  Pemeliharan Tanaman Pokok Pemeliharaan dapat berupa pemangkasan dan penyulaman. Tujuan pemangkasan adalah untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Terdapat tiga macam pemangkasan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi serta pemangkasan rejuvinasi. Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang. Sedangkan pemangkasan produksi bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk. Sementara itu, pemangkasan rejuvinasi bertujuan untuk peremajaan batang. Dilihat dari jumlah batang terdapat dua sistem dalam pemangkasan yaitu pemangkasan berbatang ganda dan pemangkasan berbatang tunggal. Pemangkasan berbatang ganda dilakukan biasanya diperkebunan rakyat sedangkan pemangkasan berbatang tunggal dilakukan di perkebunan besar. Sistem pemangkasan batang dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan jenis kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi yang banyak membentuk cabang-cabang sekunder. Oleh karena itu bila peremajaan batang kurang diperhatikan produksi cepat menurun karena pohon menjadi berbentuk payung. Sistem berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang. Oleh karena itu lebih sesuai bagi daerah yang basah dan letaknya rendah dimana pertumbuhan batang baru berjalan lebih cepat. Peremajaan tidak hanya mengganti tanaman yang rusak atau tua dengan tanaman yang baru, tetapi juga perlu pergantian varietas atau klon yang unggul serta perbaikan kultur teknis. Rejuvinasi sebaiknya dilakukan pada akhir suatu panen besar, pada waktu akhir musim kemarau. Rejuvinasi dilakukan secara :

  Total, yaitu mengganti seluruh pohon kopi dari suatu area.

  • Selektif, yaitu rejuvinasi selektif yang dipilih pada pohon-pohon yang
  • jelas sudah tua atau rusak dan produksinya rendah.

  Sistematis, yaitu peremajaan bertahap untuk diremajakan seluruhnya.

c.

  Pemupukan Pupuk diperlukan karena adanya pengambilan hara oleh tanaman dan persediaan dalam tanah. Kopi mengambil hara dalam tanah untuk pertumbuhan vegetatif serta untuk pertumbuhan buah. Tujuan pemupukan adalah :

  • dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan yang ekstrim.

  Memperbaiki kondisi tanaman, tanaman yang dipupuk secara optimal

  • pemupukan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, tetapi pemupukan ini juga meningkatkan mutu yaitu besarya biji kopi dan rendemen lebih tinggi.

  Peningkatan produksi dan mutu, walaupun pada tahun pertama

  • setiap empat tahun sekali). Oleh karena itu untuk menjaga agar produksi tidak turun terlalu banyak maka perlu pemupukan yang teratur dosis dan jenis pupuk harus disesuaikan sebab pemberian pupuk yang salah tidak hanya tidak efektif tetapi juga menurunkan produksi.

  Stabilisasi produksi, tanaman kopi bersifat biannual bearing(panen raya

  • kebutuhan tanaman dan iklim. Dosis dan waktu pemupukan baiknya dilakukan pada awal musim dan akhir musim hujan

  Demikian pula dengan waktu pemupukan yang harus sesuai dengan d.

  Hama dan Penyakit Terdapat banyak sekali hama dan penyakit yang dapat menyerang kopi diantaranya :

  • menurunkan mutu akibat biji berlubang dan penyusustan berat. Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan pemusnahan sumber infeksi (petik bubuk, lelesan) dan pemutusan siklus hidup.

  Serangan bubuk buah akan mengakibatkan gugurnya buah muda,

  • dan mengakibatkan cabang kering atau patah. Untuk mengatasi serangan hama bubuk cabang, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi tanaman kopi, menghambat pertumbuhan cendawan, memusnahkan cabang-cabang yang terserang.

  Bubuk cabang, yang menyerang cabang dan wiwilan yang masih muda

  • menjadi kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka dilakukan pemberantasan semut, membabat tanaman yang disenangi kutu, memusnahkan tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot obatobatan.

  Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi

  • akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas maka tanaman yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian diisolasi dengan pembuatan parit.

  Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya

4. Panen dan Pasca Panen

  Kopi berbuah tidak serentak maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah, yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menghasilkan mutu yang tinggi yaitu : a.

  Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia delapan bulan.

  b.

  Panen raya atau sistem petik merah, yakni pemetikan buah yang sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat sampai lima bulan dengan giliran sepuluh sampai 14 hari.

  c.

  Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih, petik ini dilakukan bila sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu dilakukan penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).

2.3. Perencanaan Pembangunan Daerah

  Pembangunan daerah dilaksanakan dalam upaya menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan tersebut, pemerintah merupakan aktor yang penting karena memiliki wewenang dan kemampuan dalam membuat strategi, perencanaan dan kebijakan-kebijakan serta mengimplementasikannya di lapangan. Walau demikian dalam mewujudkan perencanaan pembangunan tersebut harus didukung oleh pihak-pihak lain seperti pihak swasta dan juga masyarakat.

  Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas

  (productivity growth) , memeratakan distribusi pendapatan (income distribution),

  memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran

  

(unemployment rate) , serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara

berkesinambungan (sustainable development).

  Berikut ini beberapa konsep perencanaan pembangunan di suatu daerah menurut Komet Mangiri dan Ati Widiati (Urbanus dan Socia, 2002:101-108) :

2.3.1. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sumberdaya

  Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan manusia, baik dalam bentuk tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja, keahlian, keindahan alam, maupun sosial budaya. Potensi-potensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan daerah yang bersangkutan.

  Dalam kenyataannya, kualitas dan kuantitas yang dipunyai suatu daerah berbeda dengan daerah yang lainnya. Di Indonesia misalnya, ada beberapa propinsi yang memiliki sumberdaya melimpah dibandingkan dengan propinsi- propinsi lainnya. Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kalimantan Timur dan Papua kaya akan potensi dan hasil migas. Maluku dan Maluku Utara memiliki potensi dan hasil laut yang berlimpah. Sebaliknya, Bengkulu memiliki sumber daya alam yang sangat terbatas. Begitu juga dengan Papua yang kualitas sumber daya manusianya masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya di Indonesia.

  Karena adanya perbedaan kuantitas dan kualitas sumberdaya tersebut maka di dalam konsep perencanaan pembangunan daerah menurut sumberdaya ini terdapat beberapa pilihan, yakni :

  a) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya manusia.

  Dalam teori ekonomi klasik, strategi seperti ini dikenal pula dengan istilah

  labor surplus strategy. Bagi daerah yang memiliki sumber daya manusia

  yang sangat banyak, tetapi lahan dan sumber daya alamnya terbatas, maka

  labor surplus strategy cukup relevan untuk diterapkan. Tujuan utama strategi

  ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat karya dan mengupayakan ekspor tenaga kerja ke daerah lain.

  b) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya alam.

  Strategi ini mengupayakan berbagai upaya dalam memaksimalkan sumber daya alam yang mengalami surplus sehingga bisa diekspor ke daerah lain.

  Hasil ekspor nantinya dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan/mengimpor sumber daya yang dibutuhkan namun tidak tersedia di daerah tersebut.

  c) Pembangunan daerah berbasis sumberdaya modal dan manajemen.

  Sebagian daerah mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup. Namun daerah tersebut tidak memiliki sumber daya modal yang mencukupi untuk menciptakan pembangunan daerah. Oleh karena itu strategi pembangunan daerah yang tepat adalah dengan pengembangan lembaga keuangan (perbankan dan nonperbankan) yang kuat dan sistem manajemen yang baik.

  d) Pembangunan daerah berbasis seni, budaya, dan keindahan alam.

  Di Indonesia ada banyak daerah yang memiliki sumber daya berupa pantai dan panorama yang indah, iklim yang sejuk, cagar alam yang fantastis, seni yang atraktif, serta budaya yang unik. Contohnya Pantai-pantai di Bali, pesona bawah laut Wakatobi di Sulawesi, Bunaken di Manado, Raja Ampat di Papua. Dengan sumberdaya seperti itu, daerah yang bersangkutan dapat mengembangkan wilayahnya dengan cara pembangunan transportasi, perhotelan, restoran, kerajinan cinderamata dan sarana- sarana serta usaha yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata.

  e) Pembangunan Daerah berbasis penataan ruang (lokasi strategis).

  Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang dapat dilakukan melalui penetapan lokasi-lokasi strategis untuk berbagai kegiatan pembangunan (fisik maupun nonfisik). Pemilihan lokasi-lokasi strategis tersebut bisa didasarkan pada basis input (bahan baku dan tenaga kerja), basis transformasi produksi, ataupun basis output (market/consumer oriented). Untuk mengembangkan lokasi-lokasi strategis tersebut, ada tiga alternatif yang bisa dipilih, yakni dalam bentuk pusat-pusat pertumbuhan (growth poles), integrasi fungsional (functional integration), dan pendekatan desentralisasi (dezentralization approach ).

2.3.2. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Komoditas Unggulan

  Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah terletak pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Ada beberapa kriteria megenai komoditas unggulan, di antaranya : a)

  Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime power) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan tersebut dapat memberikan konstribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran. Misalnya adalah cengkeh di Sulawesi, minyak bumi dan gas alam di Aceh, jasa perdagangan di Jakarta, jasa pariwisata di Bali.

  b) Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

  (forward linkages and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya.

  c) Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis dari daerah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupum aspek-aspek lainnya.

  d) Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain

  (complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali). e) Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.

  f) Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

  g) Komoditas unggulan bosan bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growing), puncak (maturity), hingga penurunan (decreasing).

h) Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

  i) Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain. j)

  Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

  Apabila komoditas unggulan sudah memasuki fase penurunan, maka pengembangan selanjutnya dapat diteruskan dengan cara : a)

  Memperkuat strategi pemasaran agar dapat mempengaruhi konsumen untuk terus mengkonsumsi komoditas tersebut. Misalnya melalui eksebisi, potongan harga, keringanan pajak, hingga promosi ekspor.

  b) Meningkatkan kualitas produk agar tetap memiliki daya saing, sehingga permintaan terhadap komoditas tersebut tidak menurun secara drastis. c) Menciptakan permintaan oleh industri antara (intermediary industry) yang berarti sekaligus menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian daerah yang bersangkutan.

2.4. Pengembangan Kawasan Agropolitan

  Agropolitan adalah wilayah pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya. Sedangkan kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dengan sistem agribisnis.

  Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan alternatif solusi yang tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan perkotaan.

  Melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian. Melalui pendekatan sistem Kawasan Agropolitan, produk pertanian akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai tambah tetap berada di Kawasan Agropolitan (Daidullah, 2006. Hal.1)

  2.4.1. Prinsip Pemberdayaan Agropolitan

  Agropolitan memiliki 4 (empat) prinsip pemberdayaan yang harus diterapkan dalam mengembangkan kawasan agropolitan yaitu: a)

  Prinsip Kerakyatan Pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan perorangan ataupun kelompok.

  b) Prinsip Swadaya

  Bimbingan dan kemudahan (fasilitas) yang diberikan harus mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan.

  c) Prinsip Kemitraan

  Memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan keputusan dan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam melaksanakan pembangunan.

  d) Prinsip Bertahan dan Berkelanjutan

  Pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.

  2.4.2. Penerapan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan

  Penerapan Strategi untuk mengembangkan agropolitan berbasiskan komoditi unggulan sebagai berikut: a) Peningkatan kemandirian masyarakat (tokoh petani, tokoh masyarakat dan

  LSM) dengan memberikan peran kepada masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.

  b) Penguatan kapasitas kelembagaan tani yang mengarah pada pengembangan koperasi atau asosiasi atau bentuk lain yang cocok dengan kondisi kawasan, pada kelembagaan ini juga dikembangkan kegiatan simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro untuk membantu permodalan masyarakat perdesaan.

  c) Di Kawasan Agropolitan perlu dikembangkan Klinik Konsultasi Agribisnis

  (KKA) yang berfungsi sebagai sumber informasi (modal, pasar, tehnologi dan pelatihan) bagi petani sekitarnya. Kegiatan ini sebaiknya merupakan kegiatan kerjasama lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, masyarakat dan atau swasta.

  d) Pemberian fasilitas sarana dan prasarana strategis yang dibutuhkan masyarakat (pasar, jalan, irigasi, jaringan telepon / listrik, air bersih dan lain- lain) yang sesuai dengan master plan.

  e) Pemberian insentif kepada pelaku agribisnis untuk mengembangkan produksi dan produk komoditi unggulan (harga dasar, pajak, permodalan dan lain-lain).

  f) Pemberian insentif dan penghargaan terhadap aparatur dan petugas (seperti

  Camat, penyuluh/petugas lapangan, Kepala Desa/Kepala Dusun) yang terkait dengan pelaksanaan Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (Djakapermana, 2007 Hal 1).

2.5. Agribisnis

  Menurut Suryanto, B (2004 Hal 4), pengertian agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Keterkaitan setiap aktivitas itu sebagai upaya memaksimalkan potensi pertanian agar dapat menjadi andalan di sektor perekonomian. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki komponen-komponen atau yang disebut dengan sistem agribisnis.

  Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia ; (2) subsistem budaya dan usaha tani ; (3) subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri ; dan (4) subsistem pemasaran hasil pertanian.(Rahim dan Diah, 28 : 188 ) Sedangkan Hermawan, (2008 Hal 4) menyatakan bahwa Agribisnis terdiri dari lima subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interdepedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas, dengan kelima subsistem sebagai berikut :

a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi

  Subsistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran, mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.

  b. Subsistem Usaha Tani atau Proses Produksi

  Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka.

  c. Subsistem agroindustri/pengolahan hasil

  Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.

  d. Subsistem Pemasaran

  Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.

e. Subsistem Penunjang

  Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi : Sarana Produksi dan Tataniaga, Perbankan/Perkreditan, Penyuluhan Agribisnis, Kelompok tani, Infrastruktur agribisnis, Koperasi Agribisnis, BUMN, Swasta, Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, Transportasi, Kebijakan Pemerintah (Hermawan, 2008 P 4).

2.6. Kaitan Agropolitan Dengan Agribisnis

  Konsep Agropolitan dikembangkan sebagai strategi baru pembangunan daerah karena konsep lama yaitu Growth Pole (Pusat Pertumbuhan) yang diaplikasikan mulai tahun 1970-an dinilai memperlebar ketimpangan antara kota dan desa. Konsep Pusat Pertumbuhan ternyata telah mengakibatkan aliran ke pusat jauh lebih besar daripada aliran ke desa. Akibatnya terjadi perbedaan kota dengan desa, serta ketimpangan antara si kaya di kota dan si miskin di desa juga semakin lebar. Dengan demikian terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota- kota besar (urbanisasi).

  Menyadari kegagalan ini Friedmann & Mike Douglass mengembangkan pendekatan baru yang lebih berlandaskan basic needs dan focus pembangunan di perdesaan melalui pengembangan Agropolitan, yaitu kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

  Kaitan antara Agropolitan dan Agribisnis, adalah bahwa Agropolitan berkait dengan kawasan pertanian yang dikembangkan dengan berbagai kegiatan agribisnis. Sedangkan agribisnis adalah berbagai kegiatan usaha yang menyangkut bidang pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk kegiatan penunjangnya.

  Sejarah perkembangan kota-kota di Indonesia sebagian besar karena berkembangnya kegiatan agribisnis dengan dukungan kegiatan pertanian di wilayah hinterland-nya. Kota Bandung, Bogor, Malang, Cianjur, Garut dan lain- lain tumbuh karena dukungan kegiatan pertanian dan hinterlandnya. Sedikit berbeda dengan Jakarta, Semarang Surabaya, dan Cirebon yang tumbuh karena adanya pelabuhan dan industri sebagai leading sectornya. Kumpulan desa-desa berkembang membentuk pusat-pusat pertumbuhan biasanya berupa ibu kota kecamatan. Perlu diupayakan agar industri yang berkembang di Agropolitan ialah industri yang mempunyai kaitan kedepan (forward linkage) dan kaitan kebelakang (backward linkage) dengan kegiatan pertanian yang dikembangkan di hiterlandnya (Depnakertrans, 2005).

  Sebagai contoh suatu kawasan yang lahannya sesuai untuk komoditas nenas, kemudian di kawasan agropolitan dikembangkan industri pengalengan nanas, industri pembuatan kaleng, pengangkutan dan lain-lain, sementara pemerintah pusat/provinsi memberi dukungan melalui pelatihan bagi petani nanas, dukungan pemasaran dan informasi.

  Setiap kawasan dikembangkan dengan spesifikasinya sendiri (1 kawasan dengan 1 komoditi unggulan). Pembangunan suatu daerah jangan meniru (blue

  

print ) dari daerah lain yang sudah berhasil. Tetapi setiap daerah harus mempunyai

komoditi unggulan atau karakter tersendiri (Depnakertrans, 2005).

2.7. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities, Threats)

  Dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan komoditas pertanian dapat digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor-faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan suatu komoditas tersebut. Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk menemukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Setelah diketahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya dapat ditentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada. Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung pada kriteria yang digunakan. Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:

  1. Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal

  2. Tahap analisis

  3. Tahap pembentukan alternatif-alternatif strategi Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Faktor-faktor strategis internal dan eksternal merupakan pembentukan matriks SWOT (David, 2006Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel alternatif strategi (Tabel). Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :

  1. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal

  2. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal

  3. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal

  4. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal 5. Sesuai kekuatan internal dan peluang eksternal untuk membuat strategi SO.

  6. Sesuai kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO.

  7. Sesuai kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST.

  8. Sesuai kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

  IF

Tabel 2.1 Matriks SWOT

  EF STRENGTHS (S) Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W)

  Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal

  OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5-10

STRATEGI SO

  faktor peluang eksternal

  Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

  Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

  Berikut ini merupakan matriks yang digunakan untuk membentuk strategi- strategi pengembangan metode SWOT setelah faktor-faktor internal dan faktor- faktor eksternal dikumpulkan.

STRATEGI WO

TREATHS (T)

STRATEGI ST

STRATEGI WT

  strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang

  stakeholders mengembangkan empat tipe strategi, yakni (1) strategi SO yaitu

  Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu

  Sumber : (Rangkuti,  2008).

  Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

  Tentukan 5-10 faktor ancaman Eksternal

  Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman eksternal, (2) strategi WO yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal, (3) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dan ancaman eksternal serta (4) strategi WT merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.