Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN DAIRI (KAKD) DALAM USAHA

PENGEMBANGAN EKONOMI BERBASIS AGRIBISNIS

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PAUL CHRISTIAN LINGGA 070903032

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Paul Christian Lingga

NIM : 070903032

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Hal ini tercatat pada sensus penduduk tahun 2010 yang disingkat dengan SP2010 bahwa jumlah penduduk Indonesia berjumlah sebanyak 237.556.363 juta orang. Sensus ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tanggal 1 Mei – 15 Juni 2010 dan dipubliskan pada bulan Agustus 2010. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000 dan menjadikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menjadi 1,49 persen per tahun. Sekitar 65 % jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya kurang lebih 35 % menetap di daerah perkotaan. Jumlah desa di Indonesia mencapai 62.806 buah dan jumlah kabupaten dan kota sebanyak kurang lebih 440 buah. Daerah pedesaan sangat luas wilayahnya, sebagian besar penduduknya hidup disektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya struktur perekonomiannya sangat berat sebelah pada sektor pertanian atau daerah yang berbasis agraris (agriculture base).

Menyeruaknya arus reformasi mendorong perubahan di berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam sistem birokrasi di Indonesia. Kebijakan pemerintah menerapkan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32/33 Tahun 2004 dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri merupakan langkah awal dalam menghilangkan kelemahan pemerintahan sentralistik pada masa yang lalu. Dengan desentralisasi diharapkan dalam pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan. Namun dengan adanya perubahan tersebut, maka setiap daerah mendapat tantangan baru yang bermunculan. Satu diantara sejumlah persoalan yang ada adalah perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah yang satu dengan wilayah lainnnya.Selama ini pembangunan yang berlangsung di tingkat kabupaten dan kecamatan lebih banyak terfokus di kota-kota besar sehingga kawasa-kawasan lain pembangunannya terabaikan.


(3)

Perbandingan antara kedua wilayah tersebut kemudian dipahami sebagai ketimpangan atau kesenjangan.

Akibat kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan, maka pemerintah terdorong untuk melakukan percepatan pembangunan daerah pedesaan. Dalam rangka melakukan percepatan pembangunan perdesaan, telah dilakukan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan perdesaan. Salah satu prrogram pembangunan yang diterapkan di desa adalah pengembangan kawasan Ageopolitan.

Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan. Salah satu kabupaten yang masuk dalam program pengembangan kawasan agropolitan di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Dairi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Implementasi Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis agribisnis di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo dengan melihat dan menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan publik. Dalam penelitian ini, peneliti juga bertujuan untuk melihat program-program yang menjadi wujud implementasi kebijakan yang dijalankan oleh SKPD yang terlibat (BAPPEDA, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Dairi) serta hambatan atau kendala apa saja yang dihadapi. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode bentuk analisa deskriptif kualitatif. Unit analisa yang terdiri dari informan kunci yaitu Kepala Bidang Perekonomian BAPPEDA, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura (Dinas Pertanian), Kepala Bidang Penyuluhan (Dinas Pertanian), Kepala Seksi Agroindustri Pertanian (Dinas Perindagkop), Kepala Seksi Perdagangan dalam Negeri (Dinas Perindagkop), Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Tertentu (Dinas Bina marga dan Sumber Daya Air) Kabupaten Dairi.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa implementasi kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis agribisnis khusunya di Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sitinjo dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel implementasi yang meliputi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Organisasi. Dalam proses penyusunan program kegiatan sampai pada pelaksanaan oleh SKPD terkait, keempat variabel ini tetap dilaksanakan sehingga tercipta efesiensi implementasi kebijakan yang cukup efektif di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo, hal ini dapat dilihat dari program-program yang telah dilaksanakan oleh SKPD terkait pada tahun 2010 dan 2011. Namun program-program kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) khususnya di Kecamtan Sidikalang dan Sitinjo masih belum dikatakan berjalan secara maksimal. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah keterbatasan anggaran, fasilitas dan sumber daya manusia baik dari implementor kebijakan maupun masyarakat petani dan pelaku agribisnis.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………...i

DAFTAR ISI………...iii

DAFTAR TABEL ……….v

DAFTAR GAMBAR………vii

BAB I PENDAHULUAN……… ..1

1.1Latar Belakang………....1

1.2Rumusan Masalah……….... 10

1.3Tujuan Penelitian……….. 11

1.4Manfaat Penelitian……… 11

1.5Kerangka Teori………... 12

1.5.1 Implementasi Kebijakan Publik……….. 12

1.5.1.1 Model Implementasi Kebijakan……….. 14

1.5.1.2 Pemilihan Model Implementasi Kebijakan………. 15

1.5.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi………. 17

1.5.2 Pengembangan Kawasan………... 20

1.5.2.1 Kawasan Agropolitan……….. 22

1.5.2.2 Faktor Pembentukan dan Pembangunan Agropolitan………. 23

1.5.2.3 Prinsip Agropolitan………..25

1.6 Agribisnis……….… 26

1.7 Defenisi Konsep……….. 27

1.8 Sistematika Penulisan………... 29

BAB II METODE PENELITIAN……….. 30

2.1 Bentuk Penelitian………. 30

2.2 Lokasi Penelitian……….. 30

2.3 Informan………... 30

2.4 Teknik Pengumpulan Data………... 31

2.5 Teknik Analisis Data……… 32

BAB III DESKRIPSI LOKASI……….. 33

3.1 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD)…………... 33

3.1.1 Kondisi Fisik Ruang………... 33

3.1.1.1 Letak Geografis………. 34

3.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lereng……….. 34

3.1.1.3 Geologi dan Jenis Tanah……….. 35

3.1.1.4 Keadaan Iklim dan Curah Hujan ……….36

3.1.1.5 Tata Guna Lahan ………. 36

3.1.1.6 Pusat Distrik dan Pusat Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi…… 36

3.2 Kondisi Perekonomian Kabupaten Dairi………... 39

3.3 Gambaran Umum Kecamatan Sidikalang………. 41

3.3.1 Letak Wilayah dan Geografis (Topografi dan Klimatologi)……….41

3.3.2 Penduduk dan Tenaga Kerja ……… 42

3.3.3 Pertanian dan Industri………..… 43

3.4 Gambaran Umum Kecamatan Sitinjo………..…. 43

3.4.1 Letak Wilayah dan Kondisi Geografis (Topografi dan Klimatologi)…….. 43


(5)

BAB IV PENYAJIAN DATA……… 46

4.1 Implementor dan program-program Pengembangan KAKD ………...47

4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pengembangan KAKD...53

BAB V ANALISIS DATA………... 75

BAB VI PENUTUP……….. 86

6.1 Kesimpulan……….……….…. 86

6.2 Saran………. 87


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Ketergantungan Pangan Indonesia terhadap Import………...8 Tabel 1.2 Konsep Kawasan Agropolitan………...23 Tabel 3.1 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Dairi………... 34 Tabel 3.2 Pusat Distrik, Distrik, Lokalitas dan Desa/Kelurahan serta Komoditas

Unggulan di Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi………..37 Tabel 3.3 Tabel PDB Kabupaten Dairi Tahun 2006………...….39 Tabel 4.1 Luas Lahan Tanaman Pangan Unggulan di Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sitinjo………...48 Tabel 4.2 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Unggulan di Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sitinjo………...48 Tabel 4.3 Luas Lahan Tanaman Holtikultura Unggulan di Kecamatan Sidikalang dan

Kecamatan Sitinjo………...49 Tabel 4.4 Jumlah Produksi Tanaman Holtikultura Unggulan di Kecamatan Sidikalang

dan Kecamatan Sitinjo………....49 Tabel. 4.5Data Usaha Industri di Kabupaten Dairi Per 31 Desember 2010……...…...52 Tabel 4.6 Jumlah BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kabupaten Dairi beserta wilayah

koordinasinya……….….56 Tabel 4.7 Realisasi Anggran Program Pengembangan KAKD dalam APBD

2011…...60

Tabel 4.8 Realisasi Dana Program Pelatihan Pemandu Lapangan melalui SLPTT Tahun Anggaran 2011 Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Dairi…..………61


(7)

Tabel 4.9 Kelompok Tani Penerima Dana Bansos untuk LL dan Dana Pertemuan SL-PTT PADI Non Hibrida Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo Tahun 2011…..62 Tabel 4.10Program Pengembangan Sumber Daya Aparatur untuk anggaran Tahun 2010 Bidang Penyuluhan Pertanian Dinas Pertanian Kabupaten Dairi………..…62 Tabel 4.11Realisasi Anggaran Program Peningkatan dan Pengembangan EksporDinas

Perindustrian Perdagangan, dan KoperasiBidang PerdaganganTahun 2010………...………63 Tabel 4.12 Daftar kegiatan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air untuk program

pengembangan Jaringan Jalan di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo tahun anggaran 2010………...………...…….…64


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Formulasi Kebijakan Publik………...14 Gambar 4.1 Proses penyusunan dan penetapan program pengembangan KAKD…...55 Gambar 4.2 Bagan organisasi bidang tanaman pangan dan holtikultura pada dinas

pertanian………...70 Gambar 4.3 Bagan organisasi bidang penyuluhan pada dinas pertanian…………...70 Gambar 4.4Bagan organisasi bidang perdagangan pada dinas perindustrian,

perdagangan dan koprasi………..71 Gambar 4.5 Bagan organisasi bidang pedesaan dan kawasan tertentu pada dinas bina

marga dan sumber daya air………..72


(9)

ABSTRAKSI

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Paul Christian Lingga

NIM : 070903032

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MA

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Hal ini tercatat pada sensus penduduk tahun 2010 yang disingkat dengan SP2010 bahwa jumlah penduduk Indonesia berjumlah sebanyak 237.556.363 juta orang. Sensus ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tanggal 1 Mei – 15 Juni 2010 dan dipubliskan pada bulan Agustus 2010. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000 dan menjadikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menjadi 1,49 persen per tahun. Sekitar 65 % jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya kurang lebih 35 % menetap di daerah perkotaan. Jumlah desa di Indonesia mencapai 62.806 buah dan jumlah kabupaten dan kota sebanyak kurang lebih 440 buah. Daerah pedesaan sangat luas wilayahnya, sebagian besar penduduknya hidup disektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya struktur perekonomiannya sangat berat sebelah pada sektor pertanian atau daerah yang berbasis agraris (agriculture base).

Menyeruaknya arus reformasi mendorong perubahan di berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam sistem birokrasi di Indonesia. Kebijakan pemerintah menerapkan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32/33 Tahun 2004 dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri merupakan langkah awal dalam menghilangkan kelemahan pemerintahan sentralistik pada masa yang lalu. Dengan desentralisasi diharapkan dalam pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan. Namun dengan adanya perubahan tersebut, maka setiap daerah mendapat tantangan baru yang bermunculan. Satu diantara sejumlah persoalan yang ada adalah perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah yang satu dengan wilayah lainnnya.Selama ini pembangunan yang berlangsung di tingkat kabupaten dan kecamatan lebih banyak terfokus di kota-kota besar sehingga kawasa-kawasan lain pembangunannya terabaikan.


(10)

Perbandingan antara kedua wilayah tersebut kemudian dipahami sebagai ketimpangan atau kesenjangan.

Akibat kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan, maka pemerintah terdorong untuk melakukan percepatan pembangunan daerah pedesaan. Dalam rangka melakukan percepatan pembangunan perdesaan, telah dilakukan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan perdesaan. Salah satu prrogram pembangunan yang diterapkan di desa adalah pengembangan kawasan Ageopolitan.

Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan. Salah satu kabupaten yang masuk dalam program pengembangan kawasan agropolitan di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Dairi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Implementasi Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis agribisnis di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo dengan melihat dan menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan publik. Dalam penelitian ini, peneliti juga bertujuan untuk melihat program-program yang menjadi wujud implementasi kebijakan yang dijalankan oleh SKPD yang terlibat (BAPPEDA, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Dairi) serta hambatan atau kendala apa saja yang dihadapi. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode bentuk analisa deskriptif kualitatif. Unit analisa yang terdiri dari informan kunci yaitu Kepala Bidang Perekonomian BAPPEDA, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura (Dinas Pertanian), Kepala Bidang Penyuluhan (Dinas Pertanian), Kepala Seksi Agroindustri Pertanian (Dinas Perindagkop), Kepala Seksi Perdagangan dalam Negeri (Dinas Perindagkop), Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Tertentu (Dinas Bina marga dan Sumber Daya Air) Kabupaten Dairi.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa implementasi kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis agribisnis khusunya di Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sitinjo dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel implementasi yang meliputi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Organisasi. Dalam proses penyusunan program kegiatan sampai pada pelaksanaan oleh SKPD terkait, keempat variabel ini tetap dilaksanakan sehingga tercipta efesiensi implementasi kebijakan yang cukup efektif di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo, hal ini dapat dilihat dari program-program yang telah dilaksanakan oleh SKPD terkait pada tahun 2010 dan 2011. Namun program-program kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) khususnya di Kecamtan Sidikalang dan Sitinjo masih belum dikatakan berjalan secara maksimal. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah keterbatasan anggaran, fasilitas dan sumber daya manusia baik dari implementor kebijakan maupun masyarakat petani dan pelaku agribisnis.


(11)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Hal ini tercatat pada sensus penduduk tahun 2010 yang disingkat dengan SP2010 bahwa jumlah penduduk Indonesia berjumlah sebanyak 237.556.363 juta orang, yang terdiri dari 119.507.580 oleh Badan Pusat Statistik pada tanggal 1 Mei – 15 Juni 2010 dan dipubliskan pada bulan Agustus 2010. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000 dan menjadikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menjadi 1,49 persen per tahun. Dengan jumlah penduduk yang sedemikian banyaknya, Indonesia masih tetap menjadi negara dengan penduduk terbanyak setelah Cina, India dan Amerika Serikat.

Dari hasil sensus jumlah penduduk tahun 2010 ini didapat pula jumlah dan persentase penduduk dari setiap pulau yang ada di Indonesia, yaitu Pulau Jawa dengan 136.563.142 juta orang (58%), Pulau Sumatera berjumlah 50.613.947 juta orang(21%), Pulau Sulawesi berjumlah 17.359.398 juta orang (7%), Pulau Kalimantan berjumlah 13.772.543 juta orang (6%), Pulau Bali dan Nusa Tenggara berjumlah 13.067.599 juta orang (6%), dan Pulau Papua dan Maluku berjumlah 6.179.734 juta orang (3%). Pulau Sumatera merupakan pulau di luar Jawa yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-2 di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk sebanyak 12.985.075 juta orang,menduduki peringkat ke-4 provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia (setelah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah). Jumlah


(12)

penduduk Indonesia yang sangat banyak tidak di barengi dengan distribusi penduduk yang merata. Sekitar 57,49 persen penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa, dan sekitar 42,51 persen di luar Pulau Jawa.1

Sekitar 65 % jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya kurang lebih 35 % menetap di daerah perkotaan. Jumlah desa di Indonesia mencapai 62.806 buah dan jumlah kabupaten dan kota sebanyak kurang lebih 440 buah

2

Kota-kota (terutama kota besar) memilliki daya tarik yang kuat karena terdapat peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, peluang kesempatan kerja yang lebih luas dan kemajuan lainnya (seperti melanjutkan studi, rekreasi dan lain-lain). dampaknya adalah banyak orang yang akan datang ke kota membawa modal, keterampilan dan pengalamannya untuk mengadu nasib didaerah perkotaan. Kota sebagai pusat produksi dan pembangunan berfungsi untuk mendorong pertumbuhan berbagai kegiatan perkotaan dan menyebabkan pembangunan dan hasil-hasilnya ke daerah sekitarnya, seperti berbagai barang industri (misalnya makanan, pakaian, minuman, bahan bangunan, barang-barang elektronik, kendaraan bermotor, dan barang

. Daerah pedesaan sangat luas wilayahnya, sebagian besar penduduknya hidup disektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya struktur perekonomiannya sangat berat sebelah pada sektor pertanian atau daerah yang berbasis agraris (agriculture base). Tingkat kesejahteraan penduduk, ketersediaan prasarana dan tingkat produktivitas pertanian, pendidikan, derajat kesehatan, ketersediaan kemudahan adalah lebih rendah dibandingkan dengan sektor perkotaan.

1

http://www.bps.go.id/65tahun/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf (di akses pada tanggal 28 April 2011)

2

http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2011/04/07/d/a/data_wilayah_pum_2011.pdf (di akses pada tanggla 28 April 2011)


(13)

cetak lainnya). Jadi ada proses interaksi dan interkoneksi dua arah antara pedesaan dan perkotaan. Keterkaitan dan ketergantungan antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan dan sebaliknya antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan tidak dapat dihindari, bahkan cenderung akan intensif, bersifat saling melengkapi, saling membutuhkan dan saling menguatkan.

Daerah perkotaan merupakan konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial serta administrasi pemerintahan yang terletak pada lahan perkantoran yang relatif terbatas, meskipun daerah perkotaan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi, ketersediaan prasarana dan sarana, fasilitas pelayanan ekonomi dan sosial serta berbagai kemudahan lain yang lebih luas. Tetapi terdapat kecenderungan bahwa pembangunan fisik meningkat semakit pesat. Disamping itu terjadi arus urbanisasi dari daerah-daerah pedesaan yang relatif tinggi, sehingga menimbulkan kesemrautan, kepadatan, (penduduk, bangunan permanen, serta kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial) dan kemacetan (lalu lintas perkotaan) akan mengakibatkan pemborosan. Di sisi lain, desa yang sebagian besar penduduknya telah pindah ke kota mengalami kekurangan tenaga kerja produktif. Hal ini megakibatkan banyaknya lahan pertanian yang tidak tergarap. Masyarakat desa juga kekurangan tenaga kerja terdidik atau memiliki pendidikan formal yang tinggi. Masyarakat desa yang menempuh pendidikan formal di kota jarang kembali ke desa membawa modal pengetahuannya. Akibatnya hasil pertanian sebagian besar tidak diolah secara maksimal.

Daerah pedesaan mempunyai fungsi yang sangat penting terhadap perkembangan daerah perkotaan, terutama dalam suplai bahan pangan untuk penduduk perkotaan dan suplai tenaga kerja bagi pembangunan fisik. Di sektor pertanian pedesaan


(14)

memiliki sumber daya alam yang sangat besar. Melihat jumlah desa di Indonesia yang lebih dominan dari jumlah perkotaan, maka potensi sumber daya ini bisa menjadi sumber pendapatan terbesar dan menjadi kekuatan ekonomi disetiap daerah pedesaan. Selama krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung kenyataan menunjukkan bahwa daerah perkotaan menderita dampak negatif sangat berat, inflasi meningkat, banyak industri mengurangi produksinya dan bahkan banyak yang terpaksa ditutup, pengangguran bertambah banyak, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) meningkat terus. Sedangkan daerah pedesaan tidak mengalami dampak negatif separah daerah perkotaan dan bahkan cenderung bertahan. Namun fakta ini seola-olah bertolak belakang melihat kondisi pedesaan di Indonesia masih banyak yang jauh dari sejahtera, produktif , dan mandiri.

Menyeruaknya arus reformasi mendorong perubahan di berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam sistem birokrasi di Indonesia. Kebijakan pemerintah menerapkan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32/33 Tahun 2004 dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri merupakan langkah awal dalam menghilangkan kelemahan pemerintahan sentralistik pada masa yang lalu. Dengan desentralisasi diharapkan dalam pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat akan dapat lebih ditingkatkan. Namun dengan adanya perubahan tersebut, maka setiap daerah mendapat tantangan baru yang bermunculan. Satu diantara sejumlah persoalan yang ada adalah perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah yang satu dengan wilayah lainnnya.Selama ini pembangunan yang berlangsung di tingkat kabupaten dan kecamatan lebih banyak terfokus di kota-kota besar sehingga kawasa-kawasan lain pembangunannya terabaikan. Perbandingan antara kedua wilayah tersebut kemudian dipahami sebagai ketimpangan atau kesenjangan.


(15)

Akibat kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan, maka pemerintah terdorong untuk melakukan percepatan pembangunan daerah pedesaan. Dalam rangka melakukan percepatan pembangunan perdesaan, telah dilakukan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan perdesaan. Terdapat berbagai konsep pengembangan kawasan pedesaan menggunakan pendekatan spasial (tata ruang) antara lain yaitu: (1) Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) beserta Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D), dan (2) agropolitan distric.3

Agropolitan adalah suatu konsep pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek kehidupan sosial (pendidikan, kesehatan, seni-budaya, politik, pertahanan-keamanan, kehidupan beragama, kepemudaan, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan). Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota tertentu saja. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial-ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa. Hal ini dimungkinkan, karena desa telah diubah menjadi bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang

4

Di Indonesia program agropolitan sudah diluncurkan sejak tahun 2002 sebagai sebuah pilot pembangunan pedesaan yang dilaksanakan di tujuh kabupaten di seluruh

.

Konsep pengembangan agropolitan dapat diinterprestasikan sebagai “teority-based identities”. Konsep kawasan pedesaan ini menyangkut potensi, kemandirian dan kebanggaan lokal. Beberapa negara yang telah berhasil menerapkan pemberdayaan identitas teority adalah Korea, Cina, dan Jepang.

3

Rahardjo Adisasmita. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. 2006:92

4


(16)

Indonesia. Untuk merealisasikan program agropolitan maka kabupaten sebagai daerah pelaksana harus melibatkan sebagian besar dinas instansi yang terkait terutama di bidang ekonomi. Kegiatan ini juga melibatkan beberapa instansi pusat. Untuk mendukung kegiatan ini pemerintah pusat telah menyalurkan anggaran untuk pemerintah kabupaten yang kemudian diinvestasikan untuk berbagai infrastruktur. Pemerintah daerah harus mampu mensinergikan semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada. Dalam hal ini dinas pertanian yang terkait dengan pembinaan dan pembangunan kawasan produksi (agroteknologinya) melalui intensifikasi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, sedangkan yang terkait dengan pembangunan sarana fisik seperti pembangunan: sarana pengairan, jalan dan terminal/pasar agribisnis merupakan tanggung jawab dinas pekerjaaan umum. Sedang terkait dengan pemasaran dan pengolahan hasil (agroindustri) atau penanganan pasca panennya merupakan tugas dari dinas perdagangan dan perindustrian. Namun semuanya tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan permodalan, sehingga semua lembaga keungan seperti perbankkan dan pegadaian memegang peran yang sangat penting untuk mendukungnya. Namun setiap daerah masih saja menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Agropolitan, beberapa diantaranya:

1. Sebagian besar wilayah pertanian belum mempunyai fasilitas kota yang dapat melayani kebutuhan sosial-ekonomi petani dan masyarakat di perdesaan. 2. Rencana tata ruang kawasan agropolitan belum disusun.

3. Perkembangan kelembagaan di perdesaan masih menghadapi banyak hambatan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, hambatan informasi dan komunikasi. 4. Belum tumbunya jiwa enterprenership masyarakat perdesaan yang berbasis

agraris.

5. Masih tersekat-sekatnya pembinaan agribisnis, dan pelaku sentral agribisnis (petani) mempunyai posisi tawar yang rendah.

6. Belum tergalinya potensi dan peluang investasi di seluruh sektor.

7. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasama investasi.


(17)

8. Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan dan produk unggulan daerah. 9. Pengusaha lebih berminat menanam modalnya ke daerah-daerah yang telah

maju, karena kurangnya infrastruktur5

Penataan wilayah agropolitan di atur dalam Ketentuan Pengaturan Penataan Ruang Kawasan Pedesaan (Kawasan Agropolitan) dalam UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

.

Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.6

f. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:

a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;

b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; c. konservasi sumber daya alam;

d. pelestarian warisan budaya lokal;

e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan 7

1. Penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu.

.

Selain itu pengembangan kawasan agropolitan sangat diperlukan mengingat pengembangan kawasan ini selain menguatkan ekonomi berbasis agribisnis dapat memperkuat wilayah pertanian Indonesia dalam rangka ketahanan pangan, seperti yang diatur dalam PP RI No.68 Tahun 2002.

2. Untuk mewujudkan penyediaan pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan :

a. mengembangkan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal;

b. mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; c. mengembangkan teknologi produksi pangan;

d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan; e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.8

5

http://musi-rawas.go.id/musirawas/images/stories/pdf/bab16.pdf (di akses pada tanggal 24 april 2011)

6

UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Pasal 1 ayat 24)

7

UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Pasal 48 ayat 1)

8


(18)

Namun yang terjadi, Indonesia, sebagai negara yang memiliki kawasan agropolitan yang tersebar luas di seluruh provinsi/kabupaten, masih saja mengalami ketergantungan pangan yang sangat signifikan. Indonesia juga mengimport buah-buahan dan sayuran dengan jumlah yang tidak sedikit. Fakta ini terjadi di tahun 2000-2007.

Tabel 1.1 Persentase Ketergantungan Bahan Pangan Indonesia Terhadap Import

sumber: http://pse.litbang.deptan.go.id9

Tahun ini (2011), Indonesia berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Bukan hanya beras, ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan nasional utama lainnya terhadap impor juga cukup besar seperti kedelai (70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23 persen).10

Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan dukungan (Departemen Pertanian), Kimpraswil beserta Departemen terkait lainnya mempromosikan Pengembangan Kawasan Terpadu yang disebut Kawasan Agropolitan Sumatera Utara

9

10

akses pada tanggal 6 Mei 2011)

Komoditas Pemenuhan dari Impor (%)

Daging Sapi 25

Garam 50

Kedelai 70

Jagung 10

Kacang Tanah 15

Bawang Putih 90

Susu 90

Gula 30


(19)

atau ”Kota Pertanian” atau yaitu dataran tinggi Bukit Barisan mencakup: Kabupaten Karo, Simalungun, Tap. Utara, Toba Samosir dan Dairi berdasarkan (Nota Kesepakatan Bersama Tentang Penetapan Pengembangan KADTBB-SU, Tanggal 28 September 2002). Kemudian sejalan dengan perkembangan pemekaran Provinsi Sumatera Utara di Kabupaten/Kota dari 5 (lima) kabupaten berkembang menjadi 8 (delapan) kabupaten serta 1 (satu) kota yaitu mencakup Kabupaten Karo, Simalungun, Tap. Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Dairi, Pakpak Bharat dan Kota Pematang Siantar (Pernyataan Kesepakatan Bersama Tentang Pengembangan KADTBB-SU, Tanggal 11 April 2005).

Kabupaten Dairi, yang merupakan salah satu wilayah agropolitan di Sumatera Utara. Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi ini kemudian disingkat menjadi KAKD. Selain memiliki wilayah yang luas, lahan di Kabupaten Dairi juga suburdan secara geografis sangat mendukung untuk dikembangkan dengan budidaya tanaman, terlebih lagi posisinya yang cukup strategis karena dikelilingi oleh beberapa kabupaten lain serta memiliki wilayah Danau Toba untuk diprogramkan menjadi kawasan agrowisata (wisata alam dan bahari). Ke empat kabupaten yang mengelilingi Dairi (Kabupaten Karo, Simalungun, Toba Samosir, dan Samosir) mempunyai keunggulan yang berbeda sesuai karakteristik lahan dan agroklimat wilayah masing-masing.

Namun Pengembangan potensi pertanian saat ini, yang telah dilakukan pemerintah ataupun masyarakat petani belum mampu mengikuti sistem dan usaha agribisnis yang benar-benar memberdayakan sistem dengan melibatkan stakeholder utamanya para petani dan pengusaha, sehingga banyak komoditi unggulan pertanian belum dikembangkan, baik dari sisi peningkatan produksi sampai ke pemasaran lokal maupun luar negeri. Hal ini secara otomatis mempengaruhi kondisi pertanian dan


(20)

kondisi ekonomi daerah, yang akhirnya menyebabkan kemiskinan, menghambat pembangunan, bahkan bisa menganggu kestabilan ketahanan pangan.

Keberhasilan pengembangan wilayah tentunya tidak bisa mengandalkan keunggulan kompetitif daerah, namun diperlukan kebijakan dan implementasi yang baik dari pemerintah daerah, dinas-dinas yang terkait, perangkat desa serta partisipasi dari masyarakat itu sendiri yang akhirnya menciptakan pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Keberhasilan pengembangan wilayah agropolitan membantu pertumbuhan ekonomi daerah, mempercepat pembangunan desa-desa pertanian yang menghasilkan komoditi unggulan, memperlancar hubungan antara wilayah desa dan kota, serta kekuatan pangan Indonesia. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk menarik sebuah judul “Implementasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Agropolitan Dalam Rangka Usaha Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis (Studi Kasus di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antara kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada maupun yang akan datang. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah itu, atau sedikit-dikitnya menutupi celah yang terjadi.11

11

Moh Nazir. Metode Penelitian. 2005: 111

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:


(21)

“Bagaimana efektifitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis agribisnis?”

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan atau statement tentang apa yang ingin kita tentukan. Dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektifitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) Dalam Usaha Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pengembangan KAKD.

3. Untuk mengetahui hubungan antar faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan berpikir dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

2. Secara praktis, sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi pemerintah setempat ataupun lembaga-lembaga lain yang berperan sebagai pelaksana sebuah kebijakan pengembangan wilayah, khususnya dalam usaha pengembangan wilayah ekonomi berbasis agribisnis.


(22)

3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi penelitian kebijakan pengembanga wilayah. Dan juga diharapkan dapat memberi kontribusi dalam melatih kemampuan berpikir ilmiah.

1.5 Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berpikir yang dijadikan sebagai pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut sebagai kerangka teori. Menurut Setiawan Djuharie, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telahaan terhadap teori dan hasil penelitia terdahulu yang terkait. Telahaan ini bisa dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam suatu masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi/pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telahaan ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa didahului telahaan kepustakaan.12

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan publik harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya

1.5.1 Implementasi Kebijakan Publik

12


(23)

meraih tujuan-tujuan kebijakan dan program-program. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome). Implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau sebagai rangkaian keputusan dan ditindakan yang ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke dalam masalah13

Menurut Wibawa (1994) .

14

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau dalam bentuk formulasi

, implementasi kebijakan merupakan

pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “mengambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

13

Budi Winarno. Kebijakan Publik :Teori dan Proses. 2007: 144

14


(24)

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelas Program Intervensi

Kegiatan Intervensi

Publik/ Masyarakat/ Beneficiaries

kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut15

Gambar 1.1 Formulasi Kebijakan Publik

Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang, atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang membutuhkan kebijakan penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daera, Keputusan Kepala Dinas, dan Lain-lain.

1.5.1.1 Model Implementasi Kebijakan

Pada prinsipnya terapat dua pemilahan jenis teknik atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer) versus “dari bawah ke atas” (bottom-topper), dan pemilihan implementasi yang berpola paksa (command-and control) dan mekanisme pasar (economic incentive).

15

Riant Nugroho D. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. 2004:158-159


(25)

1. Model Mekanisme Paksa (Zero-Minus Model)

Model mekanisme paksa adalah model yang mengedepankan arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa di dalam negara di mana tidak ada mekanisme insentif bagi mereka yang menjalani, namun ada sanksi bagi mereka yang menolak menjalankannya.

2. Model Mekanisme Pasar (Zero-Plus Model)

Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme insentif bagi yang menjalani, dan bagi mereka yang tidak menjalankan tidak mendapatkan sanksi, namun tidak mendapatkan insentif.

3. Top-down

Pemerintah menjadi motivator, fasilitator, dan dinamisator dalam mengerakkan masyarakat publik untuk memberikan respon yang positif melalui sikap mental (attitudes), rasa memiliki (sense of belonging) dan mempunyai rasa tanggung jawab (responsibility).

4. Buttom-up

Meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Penekanan peran serta (partisipasi) masyarakat dalam pembuatan keputusan, pelaksanaan, penikmatan manfaat atau hasil keikutsertaan dalam mengevaluasi hasil-hasil kebijakan.

1.5.1.2 Pemilihan Model Implementasi Kebijakan

Model implementasi kebijakan yang diplih sangat bergantung dari kebutuhan kebijakan itu sendiri. Jadi, memang tidak ada pilihan model yang terbaik. Oleh karena


(26)

itu harus dipilih secara bijaksana. Namun satu hal yang penting, yakni implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektivan dari kebijakan itu sendiri.

Selama ini pembangunan daerah, terutama pada masa orde baru, banyak menerapkan model implementasi top-down. Konsep ini telah menimbulkan berbagai masalah yang cukup serius, misalnya ketimpangan, kemiskinan, keterbelakangan, dan kemalasan. Masyarakat akar bawah hanya sekedar menjadi penonton, dan sebagai suplemen pembangunan yang tidak dilibatkan dalam penyusunan rencana pembangunan. Dengan demikian program pembangunan tidak menjadi apresiatif terhadap masalah, potensi, dan kebutuhan masyarakat sebagai penerima program. Selain itu model implementasi kebijakan secara top-down membutuhkan dana cukup mahal, dan kurang efektif dalam prosedur.

Oleh karena itu pilihan model yang efektif menggunakan kombinasi implementasi kebijakan publik yang bersifat top-downer dan bottom-upper. Model seperti ini biasanya lebih berjalan efektif, berkesinambungan, dan murah, terutama berkenaan dengan hal-hal yang tidak berkenaan dengan national security, seperti: Kebijakan Kontrasepsi (misalnya Program KB), Pengembangan ekonomi nelayan, tak terkecuali pengembangan kawasan agropolitan, dan sejenisnya, bahkan dapat pula dilaksanakan dalam hal-hal bersifat national security. Indonesia memiliki kebijakan keamanan nasional yang disebut Pertahanan Rakyat Semesta. Konsep ini menghendaki implementasi pertahanan nasional melibatkan kerjasama militer dengan rakyat.

Kombinasi konsep implementasi kebijakan top-downer dan buttom-upper sangat diperlukan dalam pengembangan kawasan agropolitan saat ini karena kelompok masyarakat pedesaan yang berhasil diidentifikasi meliputi: petani kecil dan menengah, wanita dan remaja pedesaan, tokoh masyarakat (tokoh adat dan tokoh agama), tenaga


(27)

professional pedesaan, pedagang perantara, pengusaha kecil dan menengah, investor lokal, LSM, dan pemerintah lokal. Kelompok tersebut mempunyai kepentingan (kebutuhan), masalah dan potensi yang berbeda-beda.

1.5.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan.

Keberhasilan Implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyaknya variabel atau faktor, dan masing-masing variable tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Dalam pandangan George C. Edwards III16

1. Komunikasi

, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, (4) struktur birokrasi.

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran tidak jelas atau tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi antara lain:17

a. Tokoh Komunikasi

Tokoh komunikasi terdiri atas dua yaitu: (a) tokoh kelas elit, dan (b) tokoh kelas bawah (floor). Tokoh kelas elit dalam kebijakan adalah para pembuat kebijakan, sedangkan tokoh kelas bawah (floor) adalah mereka para

16 Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. 2005:90

17


(28)

pelaksana kebijakan (implementor) dan stakeholder yang terlibat. Perbedaan kelas ini mempengaruhi gaya dan cara berkomunikasi antar kelas.

b. Media Komunikasi

Media komunikasi ini meliputi alat dan teknologi informasi yang digunakan para tokoh komunikasi.

Selain itu dalam pandangan Edwards III, ada tiga hal penting dalam prses komunikasi kebijakan, antara lain adalah:

1) Transmisi

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, dia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses langsung sebagaimana tempatnya. Banyak sekali ditemukan keputusan diabaikan atau sering sekali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dilakukan.

Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan . hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkandalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hierarki. Ketiga, persepsi yang kurang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan


(29)

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur-unsur kejelasan tetapi bila perintah tersebut bertentangan, maka perintah tersebut akan menyulitkan para pelaksana kebijakan dan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

3) Kejelasan

Edwards mengidentifikasikan enam factor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijaka, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya consensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai kebijakan baru, mangkir dari pertanggungjawaban kebijakan, sifat pembuatan kebijakan.

2. Sumber Daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasika secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya dalam melaksanakannya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.


(30)

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap Implementor dalam bertindak.

Gambar 1.2 : Teori Implementasi Kebijakan George Edward III 1.5.2 Pengembangan Kawasan

Pengembangan bukan hanya fonomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dalam kehidupan manusia. Dengan demikian pengembangan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan meninjau

KOMUNIKASI

SUMBER

DAYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISPOSISI

STRUKTUR BIROKRASI


(31)

kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi.

Pada umumnya strategi pengembangan yang dilaksanakan mendasarkan pada doktrin “competitive advantage” (keunggulan kompetitif). Pendekatan ini didukung oleh ketersediaan sumber daya unggulan dalam jumlah yang besar, dengan demikian memiliki daya saing yang kuat yaitu mampu memproduksi dengan tingkat biaya produksi yang rendah. Strategi pembangunan yang mengandalkan potensi sumber daya alam dalam jumlah besar dapat dikatakan melaksanakan Natural Resource Based Development.

Strategi kebijakan pengembangan berbasis sumber daya alam mengalami penyempurnaan yaitu sasaran pembangunan yang utama adalah manusia. Maka strategi pembangunan ini dapat disebut “people centred development”. Strategi lain yang mirip adalah menekankan pada pembangunan masyarakat, yaitu konsep “community development”

Pengembangan kawasan dapat diartikan secara umum adalah pengembangan yang mencakup sektor tertentu saja dalam wilayah satu daerah atau lebih (beberapa provinsi atau kabupaten/ kota) untuk kepentingan seluruh warga negara di daerah-daerah yang menjadi cakupan pembangunan yang diselenggarakan oleh beberapa pemerintah daerah tertentu saja atau dikoordinasikan oleh pemerintah nasional18

18

Nurlela Ketaren. Administrasi Pembangunan. 2009:51

.

Terdapat berbagai konsep pengembangan kawasan pedesaan menggunakan pendekatan spasial (tata ruang) antara lain yaitu Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) beserta Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D), dan agropolitan distric.


(32)

1.5.2.1 Kawasan Agropolitan

Agropolitan adalah konsep dari barat. Agro berarti pertanian dan politan (polis) adalah kota. Jadi agropolitan dapat diterjemahkan dengan istilah “kota ladang”, kota yang berada ditengah (sektar) ladang atau sawah yaitu lahan pertanian untuk produksi tanaman pangan (padi dan tanaman pertanian lainnya). Dengan menerapkan sistem pertanian yang baik, produksi dan produktivitasnya akan meningkat, maka kegiatan pasca panen (pemasaran keluar daerah dan peningkatan nilai bertambah) dilakukan di/ melalui agropolitan. Demikian pula kebutuhan sarana produksi (pupuk, bibit unggul, sarana produksi lainnya seperti traktor). Didatangkan dari luar melalui agropolitan. Jadi agropolitan merupakan terminal atau simpul untuk berbagai kegiatan pelayanan untuk dan dari wilayah pengaruhnya baik yang keluar dari agropolitan (arus pemasaran dari daerah pertanian dikirim keluar) dan yang masuk (arus input produksi dari luar untuk memenuhi kebutuhan daerah pertanian). Agropolitan merupakan kota diladang yang melayani pengembangan daerah pertanian yang menjadi wilayah pengaruhnya dan melayani pemasaran produksi pertanian yang dihasilkan untuk dikirim keluar daerah.

Konsep agropolitan mempunyai jumlah penduduk yang berada pada ukuran besaran kota yang relatif kecil tetapi cukup kuat peranannya dalam urutan distribusi ukuran kota secara regional/provinsi (10.000-20.000 jiwa), kira-kira sebesar ibukota kecamatan. Kota agropolitan terbentuk disekitar kota-kota ibukota kabupaten. Kota agropolitan yang relatif besar merupakan ibukota kabupaten (di luar Pulau Jawa). Konsep pengembangan agropolitan dapat diinterprestasikan sebagai “teority-based identities”. Konsep kawasan pedesaan ini menyangkut potensi, kemandirian dan kebanggaan lokal. Beberapa negara yang telah berhasil menerapkan pemberdayaan


(33)

identitas teority adalah Korea, Cina, dan Jepang. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut.

Tabel 1.2 : Konsep Kawasan Agropolitan

Aspek Agropolitan

1. Lingkup analisa Kota (polis)

2. Besar Pusaran 10.000 – 20.000 orang

3. Fungsi Utama Orientasi pada pusat pelayanan Pertanian

4. Lingkup Kegiatan Kegiatan untuk menunjang pembangunan

daerah pertanian. Produksi Panen  dan kegiatan pasca panen (pemasaran dan pengolahan)

5. Prasarana Dasar Pedesaan a. Irigasi (skala besar dan kecil) b. Jaringan jalan (Lokal, kolektor,

dan arteri) 6. Penguatan Kelembagaan Utamanya P3A

7. Partisipasi Masyarakat Khususnya masyarakat pertanian 8. Orientasi Keterkaitan Pusat dan

Pemasaran

Selain secara internal juga secara eksternal

9. Hirarki Pusat Agropolitan memilki hirarki tertinggi dan berbeda jauh dengan pusat-pusat pemukiman yang berada diwilayah pengaruhnya.

1.5.2.2 Faktor-Faktor dalam Pembentukan dan Pengembangan Agropolitan Untuk mengkaji pembentukan dalam menunjang pembangunan pedesaan beberapa faktor yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:


(34)

Berjumlah sekitar 10.000-20.000 jiwa dan penduduk yang bergerak dalam kegiatan sektor pertanian (sekitar 40-50 persen).

2. Kegiatan pertanian di daerah sekitar agropolitan merupakan lahan produksi pertanian. Sedangkan di daerah agropolitan dapat berupa pelayanan pemasaran (agribisnis) tetapi dapat pula merupakan kegiatan pengolahan paska panen untuk meningkatkan nilai tambah (agroindustri).

3. Infrastruktur dasar daerah pertanian yaitu irigasi dan jalan lokal, di agropolitan tersedia jalan kolektor yang menghubungkan ke ibukota kabupaten dan ibukota provinsi.

4. Fasilitas paska panen di daerah pertanian adalah mesin perontok padi, lantai penjemuran padi sedangkan di agropolitan terdapat penggilingan beras, pengkemasan beras dalam kantong (karung), faslitas perdagangan (pemasaran), perusahaan pengiriman beras antar kota/antar pulau.

5. Dari prasarana irigasi yang tersedia diketahui luas daerah tangkapan air, dan semakin besar kapasitas irigasi, semakin luas daerah tangkapan air, dan semakin besar agropolitan, demikian sebaliknya.

6. Jarak dan luas wilayah lahan produksi pertanian terhadap besaran agropolitannya, hal ini berkaitan dengan prasarana pedesaan (seperti jalan) yang tersedia dan yang dibutuhkan untuk dibangun pada masa depan. Agropolitan mempunyai radius terhadap wilayah pengaruhnya sejauh sekitar 15 km (sekitar setengah jam perjalanan dengan sepeda motor).

7. Jenis komoditas pertanian yang dihasilkan misalnya: padi, jagung, kacang-kacangan, sayur-mayur, dan buah-buahan. Ciri hasil tanaman pertanian yang merupakan andalan perlu diidentifikasi, hal ini diperlukan untuk merumuskan


(35)

strategi pengembangannya yang menyangkut dengan pembangunan prasarana dan sarana dasar yang dibutuhkan.

8. Penentuan hierarki, subordinasi dan sarana dasar yang dibutuhkan.

9. Agropolitan yang akan ditentukan adalah hasil pemilihan berdasar besaran dari pusat-pusat permukiman pedesaan yang diamati. Pusat-pusat yang berasngkutan ditetapkan hirarkinya. Berdasarkan hirarki-hirarki pusat tersebut, selanjutnya di identifikasi subordinsinya (sistem pusat) dan arah orientasi pemasarannya secara geografis (spasial), sehingga membentuk konfigurasi pusat-pusat yang efektif. Dengan penentuan hierarki, subordinasi dan orientasi pemasaran agropolitan tersebut, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai kebutuhan dan prioritas prasarana dan sarana dasar ke-PU-an (Bina Marga, Pengairan dan Cipta Karya) yang akan ditempatkan pada daerah-daerah yang membutuhkan, demikian pula pada agropolitan.

1.5.2.3 Prinsip Agropolitan

Agropolitan memiliki 4 (empat) prinsip pemberdayaan yang harus diterapkan dalam mengembangkan kawasan agropolitan yaitu:

a. Prinsip Kerakyatan

Pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan orang per orang atau kelompok

b. Prinsip Swadaya

Bimbingan dan dukungan kemudahan (fasilitas) yang diberikan harus mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan.


(36)

Memperlakukan pelaku agrobisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan keputusan dan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam melaksanakan kegiatan pembangunan.

d. Prinsip Bertahap dan Berkelanjutan

Pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.

1.6 Agribisnis

Agribisnis adalah mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara panda bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspe baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga taha

Istilah "agribisnis" diserap dariagribusiness, yang merupakan

agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam

dikenal pula varia

Objek agribisnis dapat berupa Kegiatan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten,


(37)

dan merupakan kegiatan agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem19, yaitu: (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain. Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja karena pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan erat dengan

1.7 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.20

1. Implementasi Kebijakan

Untuk menghindari batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep, menghindari adanya salah pengertian maka defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

Implementasi kebijakan merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang

19

http://database.deptan.go.id/PUAP/tampil.php?page=pedum (diakses 18 Mei 2011)

20


(38)

namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Implementasi Kebijakan a. Komunikasi

Interaksi verbal dan visual antara dua orang atau lebih baik antar sesama organisasi maupun diluar organisasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan suatu kegiatan.

b. Sumber Daya

Segala sesuatu yang dimiliki oleh suatu daerah, organisasi, maupun individu dalam mencapai suatu tujuan yang dapat berupa materi (uang/dana, bangunan fisik, peralatan) dan kemampuan manusia.

c. Disposisi

Disposisi merupakan watak atau karakter dari pelaksana kegiatan yang memiliki tujuan tertentu.

d. Struktur Organisasi

Susunan perangkat kerja yang digambarkan berupa diagram yang berfungsi memberikan kejelasan alur koordinasi antara bidang yang satu dengan bidang yang lain dalam suatu organisasi maupun antar sesama organisasi.


(39)

1.8 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data, analisis data yang digunakan dalam penelitian.

BAB III DESKRIPSI LOKASI

Bab ini menguraikan tetang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi, misi dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen yang akan dianalisis

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang dianggap penting bagi yang membutuh.


(40)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interprestasi rasional yang akurat.

II.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sidikalang/Sitinjo, Kabupaten Dairi

II.3 Informan

Dalam penelitian kualitatif, tidak ditemukan istilah populasi atau sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dala penelitian kuantitatif, populasi diartikan sebagai wilayah gneralisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi itu21

21

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. 2008:49

. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi untuk memperoleh berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik snowball, yaitu dengan mencari informan kunci. Yang dimaksud dengan informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian


(41)

atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah, BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Pemerintah Kabupaten Dairi, sedangkan informan utama adalah Tim Pelaksana Teknis Kegiatan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan, dan dinas-dinas yang terkait. Sedangkan Informan tambahan adalah para stakeholder yang turut berpartisipasi dalam program pengembangan kawasan agropolitan tersebut.

II.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dan berkaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian. b. Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung dengan mencatat

gejala-gejala yang ditemukan dilapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak diperleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah:

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.


(42)

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data ydengan menggunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

II.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh di lapangan dari para key informan. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, informasi kemudian data yang diperoleh akan dianalisa sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian. Jadi teknik analisa data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang di teliti dan kemudian menarik kesimpulan.


(43)

BAB III DESKRIPSI LOKASI

III.1 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) III.1.1 Kondisi Fisik Ruang

Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) merupakan bagian dari Kawasan Agropolitan Dataran Tingi Bukit Barisan Sumatera Utara (KADTBB-SU) sebagai upaya membangun dan menggerakkan perekonomian daerah khususnya Kabupaten Dairi dan Sumatera Utara umumnya. Tinjauan terhadap kondisi fisik ruang Kabupaten dairi meliputi keadaan topografi dan kemiringan lereng, jenis tanah, kadaan iklim, serta pola penggunaan lahannya.

III.1.1.1 Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Dairi terletak pada kordinat 20 15’ - 30 10’ LU dan 980 00’- 980

a. Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Karo,

38’ BT. Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780 Ha atau 2,69% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Dengan jumlah penduduk pada Tahun 2005 berjumlah 276.489 jiwa yang tersebar di 15 Kecamatan. Secara administratif Kabupaten Dairi berbatasan dengan:

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat c. Sebelah Timur : Kabupaten Samosir

d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)


(44)

Untuk lebih jelasnya mengenai luas wilayah administrasi Kabupaten Dairi dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.1

Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Dairi

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase

1 Sidikalang 7.317 3.80

2 Sitinjo 5.315 2.76

3 Berampu 3.168 1.67

4 Parbuluan 22.700 11.76

5 Sumbul 14.900 7.73

6 Silima Pungga-Pungga 11.920 6.18

7 Lae Parira 10.168 5.27

8 Siempat Nempu 4.272 2.22

9 Siempat Nempu Hulu 6.030 3.13

10 Siempat Nempu Hilir 9.360 4.86

11 Gunung Sitember 10.450 5.42

12 Tiga Lingga 20.187 10.47

13 Pegagan Hlir 7.520 3.90

14 Tanah Pinem 15.533 8.06

15 Silahi Sabungan 43.940 22.79

KABUPATEN DAIRI 192.780 100.00 Sumber: Kabupaten Dairi dalam angka 2010

Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KKAD) adalah pengelompokan beberapa kecamatan wilayah Kabupaten Dairi pada suatu kawasan. Kawasan yang dipilih disesuaikan pada kesamaan agrobiofisik dan sosial ekonomi, tanpa di batasi oleh batas-batas administrasi.

III.1.1.2 Topografi dan Kemiringan Lereng

Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata antara 500 – 1700 meter diatas permukaan laut, dengan rincian sebagai berikut:

a. Ketinggian sampai dengan 500 meter terdapat seluas 53.978,40 Ha atau sekitar 28% dari total wilayah Kabupaten Dairi.


(45)

b. Ketinggian antara 500 – 1000 meter terdapat seluas 88.678,80 Ha atau sekitar 46% dari total wilayah Kabupaten Dairi.

c. Ketinggian diatas 1000 meter terdapat seluas 50.122,80 Ha atau sekitar 26% luas total wilayah Kabupaten Dairi.

Dilihat dari kemiringan lerengnya, Kabupaten Dairi memiliki keadaan lereng yang bervariasi yaitu mulai dari datar, bergelombang, curam hingga terjal, dengan rincian sebagai berikut:

a. Daerah datar (0-8%) terdapat sekitar 23.416 Ha atau sekitar 13.65%. b. Daerah berombak (8-15%) terdapat sekitar 23.416 Ha atau sekitar 12,15%.

c. Daerah yang bergelombang (15-25%) terdapat sekitar 27.124 Ha atau sekitar 14,07%.

d. Daerah yang curam (25-40%) terdapat sekitar 27.824 Ha atau sekitar 14,43%. e. Daerah yang terjal (diatas 40%) terdapat sekitar 88.097 Ha atau sekitar 45,70%.

III.1.1.3 Geologi dan Jenis Tanah

Kabupaten Dairi yang merupakan daerah dataran tinggi, memiliki bermacam-macam jenis tanah. Jenis tanah yang ada umumnya merupakan jenis tanah liparit yang merupakan hasil peletusan dari Gunung Toba dengan luas sekitar 103.812 Ha (53,85%) yang terbesar di seluruh kecamatan. Jenis tanah lainya yaitu : perokarbon seluas 62.191 Ha (32,26%), palaegon seluas 3.528 Ha (1,83%), garbo diabase sepentijin seluas 23,018 Ha (11,94%) dan jenis tanah jura seluas 231 Ha. Tanah jenis ini sesuai untuk komoditi perkebunan kopi dan tanaman keras lainnya.


(46)

III.1.1.4 Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Keadaan wilayah Kabupaten Dairi yang sebagian besar wilayahnya terdapat gunung-gunung dan berbukit-bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi sehingga di Kabupaten Dairi terjadi iklim hujan tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan. Suhu udara berkisar antara 18-280C.

Di Kabupaten Dairi terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada Bulan Januari, April, Mei, September, November dan Desember. Sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Jumlah hari hujan pada Tahun 2007 terdapat sekitar 159 hari hujan dengan curah hujan 2.318 mm atau sekitar 14, 6 mm tiap bulannya.

III.1.1.5 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Dairi umumnya didominasi oleh penggunaan lahan untuk hutan negara, yaitu hutan produksi terbatas seluas 45.252 Ha. Sedangkan penggunaan lahan untuk kawasan budi daya seperti petanian, perkebunan maupun untuk pemukiman msing-masing dapat diuraikan yaitu: lahan untuk persawahan seluas 10.946 Ha, lahan kering 28.979 Ha, perkebunan rakyat 6.461 Ha, kebun campuran 20.291 Ha, tanaman tahunan 17.572 Ha dan penggunaan lahan lainnya seluas 14.524 Ha.

III.1.1.6 Pusat Distrik dan Pusat Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi

Penataan Kawasan Ruang Agropolitan Kabupaten Dairi meliputi pusat distrik, distrik, lokalitas, desa/ kelurahan, serta komoditas unggulannya yang kemudian dapat dilihat dalam tabel berikut:


(47)

Tabel 3.2

Pusat Distrik, Distrik, Lokalitas dan Desa/Kelurahan serta Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi

Kawasan Distrik Lokalitas Komoditas

Unggulan

Kota Sidikalang (berfungsi sebagai Pusat

Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi)

Sidikalang

1. Kec. Sidikalang Jagung dan Kopi Arabika Sitinjo

Sidiangkat Sidikalang 2. Kec. Berampu

Jagung dan Kopi Arabika Berampu

Sp. Karing

Sumbul

3.Kec.Silahi Sabungan Bawang Silalahi

4. Kec. Sumbul

Jagung, Jeruk, Kopi Sumbul Tanjung Beringin Lae Rias Huta Juhar Juma Ramba Dolok Tolong Sipali Pali Sigalingging

5. Kec. Parbuluan

Kubis, Kopi, Jagung, Solanaceae Parbuluan Sigalingging Bangun Siarung Arung Tiga Lingga Jagung, Kopi, Durian, dan Kacang Tanah 6. Kec. Gunung Sitember

Lau Kersik Gunung Sitember Rante Besi

7. Kec. Tiga Lingga

Jagung, Kopi, Durian, dan Kacang Tanah Pertumbungen Simp. Sarintonu Juma Great Sumbul Jahe Bertengen Julu


(48)

Kota Tiga Lingga Tiga Lingga Rambah Serit Lau Mil Lau Pak-Pak Tiga Baru

8. Kec. Pegagan Hilir

Kopi Robusta, Kopi Arabika, Jagung Tiga Baru Sibabi Bukit Lehu Silumboyah

9. Kec. Siempat Nempu Hulu Jagung, Kacang Tanah, Kopi Lae Nuaha Gunung Meriah Silumboyah Gunung Gajah

Kuta Buluh Jagung, Kopi

Robusta, dan Cabe 10. Kec Tanah Pinem

Sp. Mangan Molih Pasing Tengah Lau Gunung Kuta Buluh Kuta Gambir Lau Sungsang Lau Meciho Juma Batu Lau Tawar Pamah Sileplep

Kota Parongil Parongil

Jagung, dan Kopi Robusta 11. Kec. Silima

Pungga-Pungga

Lae Panginuman Sumbar Parongil Siboras

12. Kec. Lae Parira

Jagung, dan Kopi Robusta Bulu Duri Lae Parira Kentara Buntu Raja

13. Kec. Siempat Nempu

Jagung, Durian, Kopi Robusta, Kacang Tanah Huta Maha Juma Teguh Buntu Raja


(49)

Sinampang

14. Kec. Siempat Nempu

Hilir Jagung, Durian,

Kopi Robusta, Kacang Tanah Pardomuan 2 Barisan malim Sopo Bontar Pardamean

Sumber: Revisi Rencana Detail Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi 2007

III.2 Kondisi Perekonomian Kabupaten Dairi

Perkembangan sector ekonomi umumnya dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang mencakup lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian, industry listrik dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengankutan dan komunikasi, keuangan, asuransi, pesewaan dan jasa perusahaan, jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Gambaran PDRB Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN DAIRI ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT LAPANGAN USAHA, TAHUN 2006

No Lapangan Usaha Tahun 2006

(Jutaan Rupiah) 1 2 3 4 PERTANIAN

a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan

e. Perikanan

PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi

b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian

INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas

b. Industri Tanpa Migas

LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik

b. Gas Kota

1.666.247,17 1.048.283,16 436.930,94 97.218,41 73.979,16 9.862,50 2.015,66 - - 2.015,66 9.964,93 - 9.964,93 10.511,05 8.175,98 -


(50)

5

6

7

8

c. Air Bersih

BANGUNANPERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel

c. Restoran

PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan

1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut

4. Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan 5. Angkutan Udara

6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi

KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN a. Bank

b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA

a. Pemerintahan Umum b. S w a s t a

1. Sosial kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumah Tangga

J U M L A H

2.235,07 368.825,80 349.468,12 2.113,05 17.244,63 128.382,46 103.630,28 - 102.696,05 - - - 934,23 24.752,18 39.461,01 18.929,94 880,39 - 17.804,26 1.846,42 219.926,98 198.525,27 21.401,71 9.138,03 1.227,67 11.036,01 2.552.751,86 Sumber : BPS Sumatera Utara 2004 -2008

Dari uraian tabel diatas dapat dikemukakan sector-sektor ekonomi yang mempunyai peranan besar dalam PDRB Kabupaten Dairi adalah:

1.Sektor Pertanian, terutama sub sector tanaman pangan dan pertanian tanaman perkebunan.

2.Sektor Perdagangan, hotel dan restoran, terutama sub sector perdagangan besar dan eceran.

3.Sektor Jasa-jasa, terutama jasa pemerintahan. 4.Sektor Bangunan.


(51)

III.3 Gambaran Umum Kecamatan Sidikalang

III.3.3.1 Letak Wilayah dan Geografis (Topografi dan Klimatologi)

Kecamatan sidikalang terdiri dari 11 desa/kelurahan, 4 lingkungan san 34 dusun dengan luas kecamatan 70,67 km2

a.Sebelah utara : Kecamatan Siempat Nempu

atau 4,20% dari total luas Kabupaten Daerah tingkat II Dairi arah Utara ke Tenggara dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagiian kecil yang datar/rata.

Berdasarkan kemiringan lahan terlihat bahwa yang luas kemiringannya adalah kemiringan 0 – 25. Ketinggian Kecamatan Sidikalang berkisar 700 – 1100 meter diatas permukaan laut dan ketinggian ibukota Kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota Kaupaten Dairi adalah 1.066 meter di atas permukaan laut. Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm. Wilayah kecamatan Sidikalang diapit empat kecamatan dengan perbatasan sebagai berikut:

b.Sebelah Timur : Kecamatan Sitinjo c.Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat d.Sebelah Barat : Kecamatan Berampu.

Tingkat perkembangan desa menurut klasifikasi desa terdapat 11 Desa Swasembada, dimana 11 Desa/Kelurahan semua dapat dilalui kendaraan bermotor roda 4 (empat).


(52)

III.3.3.2 Penduduk dan Tenaga Kerja a. Jumlah Penyebaran Penduduk

Penduduk Kecamatan Sidikalang sebanyak 47.272 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 23.565 jiwa dan perempuan sebanyak 23.707 jiwa. Kepadatan penduduk adalah sebanyak 668 jiwa per km persegi dengan penyebaran yang tidak merata pada setiap desa/kelurahan.

Dari 11 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang terdapat penduduk yang terpadat terdapat di Kelurahan Kota Sidikalang yaitu dengan kepadatan sebanyak 2.813 jiwa per km persegi. Dan desa/kelurahan yang terjarang penduduknya adalah Desa Bintang dengan tingkat kepadatan 221 jiwa per km persegi.

Jumlah rumah tangga di kecamatan sidikalang sebanyak 9.702 rumah tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata-rata banyaknya jiwa per rumah tangga adalah sebanyak 4,87 jiwa.

b. Struktur Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sidikalang di sektor pertanian yaitu sebanyak 41,16% dan juga cara pengelolaan tanahnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan, dan selanjutnya dapat dilihat persentase mata pencaharian adalah sebagai berikut:

a.Sektor Pertanian : 41,16% b.Sektor Jasa/Industri : 8,53% c.Sektor PNS dan ABRI : 16,15% d.Sektor Lainnya : 34,16%


(1)

BAB VI PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari hasil penyajian data analisis data pada bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan secara rinci, bahwa efektifitas implementasi Pengembangan Kawasan

Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi berbasis

agribisnis khusunya di Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sitinjo dipengaruhi oleh 4

variabel implementasi yang meliputi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur

Organisasi. Dalam proses penyusunan program kegiatan sampai pada pelaksanaan oleh

SKPD terkait keempat variabel ini tetap dilaksanakan sehingga tercipta efesiensi

implementasi kebijakan yang cukup efektif di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo.

Secara lengkap kesimpulan dari penelitian dapat dijelaskan antara lain sebagai

berikut:

1. Komunikasi yang terjalin dalam Implementasi Program Pengembangan Kawasan

Angropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) terjalin dengan baik dan bersifat dua arah.

Hal ini dapat dilihat dari kombinasi implementasi kebijakan publik yang bersifat

top-downer dan bottom-upper. Hal ini dapat dilihat dari proses perencanaan program yang melibatkan masyarakat dengan diadakan musrenbag mulai dari tingkat desa,

tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten. Kemudian segala usulan program

diseleksi oleh BAPPEDA kabupaten dengan melihat skala prioritas dan ketersediaan

dana dan kemudian didistribusikan kepada dinas-dinas yang terkait.

2. Sumber daya yang tersedia dalam implementasi pengembangan kawasan agropolitan

Kabupaten Dairi sudah cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan


(2)

3. Disiposisi para pelaku kebijakan juga dapat dikatakan cukup baik. Para pelaku

kebijkakan mulai dari perencana program sampai pada pelaksana dilapangan

benar-benar mengetahui dan memahami fungsi dan tujuan dari program yang dilaksanakan.

Para pelaku program kebijakan juga diberikan kewenangan lebih yang dapat

digunakan apabila mengalami permasalahan dilapangan.

4. Struktur Organisasi yang ada di setiap SKPD yang terkait masih bisa mengatasi

perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program kegiatan. Selain itu efesiensi

dalam hubungannya dengan prosedur pelaksanaan program masih berjalan dengan

cukup baik.

VI.1.2 Saran

Agar Implementasi Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) di Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo dapat memperoleh hasil yang

maksimal, maka ada beberapa saran yang diberikan peneliti, antara lain:

1. Peningkatan Konsistensi 4 (empat) faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan, yaitu : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur

Organisasi.

a. Komunikasi

Tetap menjalin hubungan yang baik antara pelaksana kebijakan (SKPD

tekait) dengan stakeholder terkait salah satunya dengan peningkatan

komunikasi dan konsistensi di bidang penyuluhan agribisnis dan sumber

SDM pada petani. Hal ini disebabkan implementasi kebijakan apapun

tidak akan berhasil tanpa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan


(3)

b. Sumber daya

1. Dalam hal ini perlu dilakukan peningkatan manajemen Pendanaan.

Pendanaan program merupakan kendala terbesar disamping fasilitas

teknologi pengolahan dan sumber daya manusia dalam implementasi

kebijakan, oleh karena itu pemerintah daerah, khususnya dinas yang

terkait diharapkan mampu menciptakan system yang baru dalam

tubuh organisasi yang lebih memungkinkan untuk mewirausahakan

birokrasi agar dapat menutupi kekurangan lainnya.

Pembentukan badan tersendiri di bidang pengembangan Agropolitan

di Kabupaten Dairi sampai Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi

seperti Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo dapat berkembang dan

mandiri.

2. Peningkatan inovasi disektor pertanian dan agribisnis dalam

pengolahan produk pertanian dan pemasaran.

c. Disposisi

Peningkatan pemahaman pegawai mengenai tugas dan fungsinya

dalam setiap program yang dimandatkan kepadanya. Hal ini dapat

dilakukan dengan pembinaan dan pelatihan

d. Struktur Organisasi

Pembentukan badan tersendiri di bidang pengembangan Agropolitan

di Kabupaten Dairi sampai Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi

seperti Kecamatan Sidikalang dan Sitinjo dapat berkembang dan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yongyakarta: Graha Ilmu

BAPPEDA Pemerintahan Kabupaten Dairi. 2007. Revisi Rencana Detail Kawasan Agropolitan Kabupatan Dairi . Sidikalang:__________

Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2009. Buku Informasi Hortikultura. Sidikalang: Dinas Pertanian Kabupaten Dairi

Djuharie, Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Yrama Widya

Ketaren, Nurlela, Dra, M.SP. 2009. Administrasi Pembangunan.Medan:_____________ Kordinator Statistik Kecamatan Sidikalang. Kecamatan Sidikalang dalam angka 2010 Nazir, Moh, PhD. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta: Jakarta

Nugroho. D, Riant. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elek Media Komputindo

Singarimbun, Masri & Efendi Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yongyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

Tim Teknis Agropolitan Sumatera Utara. 2005. Rancang Bangun Desa Lokalitas Percontohan. Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.____________ Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo


(5)

Peraturan Perundang-undangan

UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang PP RI No.68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan

Peraturan Bupati Dairi No.1 Tahun 2011 Tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2011 Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No.5 Tahun 2008 Tentan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Dairi

Peraturan Bupati Dairi No.15 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok dan Uraian Tipa-Tiap Jabatan Pada Dinas- Dinas Daerah Kabupaten Dairi.

Lain-Lain:

Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.050/286.K Tentang: Pembentukan Badan Koordinasi dan Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (26 April 2005)

Pernyataan Kesepakatan Bersama Sekretariat Daerah Kabupaten Tentang: Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (11 April 2005)

Nota Kesepakatan Bersama Sekretariat Daerah Kabupaten Tentang: Penetapan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (28 September 2002)

Sumber Internet

Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk Tahun 2010: Agregat Data Provinsi http://www.bps.go.id/65tahun/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf (di akses pada tanggal 28 April 2011)

__________Bab 16: Pengembangan Kawasan Agropolitan Center Berikut 5 Distrik Agropolitan dan Agroindustri


(6)

http://musi-rawas.go.id/musirawas/images/stories/pdf/bab16.pdf (di akses pada tanggal 24 april 2011)

Delima Hasri Azhari. 2006. Membangun Kemandirian Pangan Dalam Rangka Meningkatkan Kethanan Nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor

24 april 2011)

____________Jenis Komoditi Unggulan KADTBB-SU

2011)

Pedoman Umum. 2008 .Lampiran Peraturan Menteri Pertanian No:16/Permentan/OT.140/2/2008 http://database.deptan.go.id/PUAP/tampil.php?page=pedum (diakses 18 Mei 2011)

VOA News. 2011. Indonesia Terancam Krisis Pangan