BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Akuakultur - Potensi bakteri saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai kandidat probiotik berbasis enzim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Komoditas Akuakultur

  Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah perairan yang sangat luas mencakup lebih dari 70 % total wilayah. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan melimpah dengan potensi produksi akuakultur terbesar di dunia. Data KKP (2010) menunjukkan bahwa produksi akuakultur yang dihasilkan hanya mencapai 4,78 juta ton atau sekitar 9,6 % dari total potensi produksi. Produksi akuakultur Indonesia bersumber dari hasil budi daya laut (potensi 42 juta ton/tahun), budi daya tambak (potensi 10 juta ton/tahun) dan budi daya air tawar (potensi 48 juta ton/tahun) (FAO 2011).

  Perikanan budi daya di Indonesia merupakan salah satu sumber pemasukan devisa negara. Sektor perikanan dan kelautan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan Indonesia masa depan dalam rangka menggerakkan kembali roda perekonomian nasional yang terpuruk akibat krisis ekonomi tahun 1997. Selain itu 70 % hasil budi daya perikanan seperti ikan merupakan sumber protein hewani yang dikonsumsi rakyat Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan gizi bangsa Indonesia dapat ditingkatkan seiring dengan tingginya produksi perikanan budi daya (KKP 2011).

  2.2. Budi daya Ikan Nila Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan sungai Nil dan danau di Afrika.

  Nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang tersebar luas diberbagai negara yang berbentuk pipih memanjang ke samping, memiliki garis vertikal disepanjang tubuh dengan mata menonjol dan besar. Nila memiliki daging yang tebal dan tidak berduri. Jenis nila yang berkembang di Indonesia adalah nila hitam dan merah (Irianto 2003).

  Nila merupakan ikan air tawar yang banyak dikembangkan sebagai ikan budi daya. Nila mempunyai pertumbuhan yang relatif cepat dengan rataan pertumbuhan harian (Average Daily Growth-ADG) mencapai 4,1 g/hari (Irianto 2003), memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, memiliki kandungan protein yang tinggi, mudah hidup pada budi daya intensif, serta dapat beradaptasi pada salinitas tinggi sehingga mudah beradaptasi pada lingkungan air payau dan air tawar (Aslamsyah 2011; Irianto 2003; KKP 2010).

  Pertumbuhan ikan budi daya dipengaruh oleh beberapa faktor. Beberapa diantaranya ialah kualitas pakan dan infeksi patogen yang berasal dari lingkungan. Pakan merupakan faktor utama dalam budi daya ikan. Pakan berperan dalam proses metabolisme, pertumbuhan dan fisiologi ikan. Ikan dapat tumbuh optimal jika kandungan pakan bermutu baik dengan jumlah yang seimbang. Sumber utama pakan antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Watanabe 1988; NRC 1983). Kekurangan dalam pakan dapat menurunkan aktivitas pertumbuhan dan berpotensi meningkatkan serangan infeksi pada ikan. Lovell (1988) menyatakan bahwa protein merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pengganti jaringan yang rusak, pertumbuhan jaringan, dan membentuk jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan (Halver 1988). Apabila protein dalam pakan kurang maka protein di dalam jaringan tubuh akan dimanfaatkan untuk mempertahankan fungsi jaringan yang penting (Lovell 1988). Sebaliknya apabila protein pakan berlebih dan tidak digunakan dalam sintesis protein tubuh ikan, maka akan diekskresikan sebagai buangan nitrogen.

  Serangan bakteri patogen juga menjadi ancaman utama keberhasilan budi daya ikan nila. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dengan padat tebar yang tinggi pada perkembangan dan penyebaran penyakit. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan menyebabkan ikan mudah stres sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. selain itu, kualitas air dan alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang sehat (Irianto 2005) Beberapa penyakit yang umumnya menginfeksi ikan nila dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1. Beberapa Penyakit Yang Umumnya Menginfeksi Ikan Nila

  Jenis penyakit Agen Infeksi Jenis Gejala Motile Aeromonas hydrophila bakteri Kehilangan keseimbangan, radang Aeromonas dan spesies lain sirip dan ekor, pergerakan lambat, Septicaema mata menonjol, kornea buram dan (MAS) perut mengeluarkan cairan keruh (darah)

  Vibriosis Vibrio anguillarum dan bakteri Sama dengan MAS, stres spesies lain disebabkan karena kualitas air yang buruk Columnaris Flavobacterium bakteri Sirip tidak beraturan, kulit dan columnare sirip pucat, terbentuk lesi nekrotik pada insang.

  Edwardsiellosis Edwardsiella tarda bkteri Menyerang bagian dalam tubuh seperti limpa berwarna gelap, hari berbintik-bintik, ginjal lembut, rongga tubuh mengeluarkan cairan/darah Streptococcosis Streptococcus iniae dan bakteri Pergerakan lambat, kulit menjadi

  Enterococcus sp gelap, pendarahan di mata, perut, dan anus, limpa berwarna gelap Saprolegniasis Saprolegnia parasitica jamur Pergerakan lambat, terbentuk koloni jamur seperti kapas yang berwarna putih, abu-abu dan coklat, terbentuk lesi dibagian otot

  

Ciliates Ichthyophthirius protozoa/ Terjadi pada bagian insang dan

multifiliis , Trichodina parasit kulit dan spesies lain

Monogenetic Dactylogyrus spp. dan protozoa/ Terjadi pada bagian sirip,

  Trematodes Gyrodactylus spp. parasit permukaan tubuh, dan insang (Sumber : FAO & NACA (2007) Budi daya ikan nila sering kali mengalami kendala, khususnya diakibatkan oleh serangan penyakit melalui lingkungan perairan atau pakan yang dikonsumsi. Pengendalian penyakit pada ikan telah banyak dilakukan. Penggunaan antibiotik sintetik seperti Chlorine, Chloramphenicol dan Oxytetracycline masih banyak digunakan dalam budi daya perikanan. Namun demikian, penggunaan antibiotik tidak selalu berdampak positif dalam budi daya. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menurunkan kualitas pangan dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

  Selain antibiotik, penggunaan vaksin juga telah dilakukan. Vaksin merupakan suspensi sel utuh yang telah di-inaktivasi dengan formalin. Keberhasilan penggunaan vaksin telah dibuktikan mampu mencegah serangan A. salmonicida di akuakultur (Namikoshi et al. 2004). Penambahan vitamin C sebagai makanan tambahan juga dilaporkan dapat meningkatkan resistensi ikan terhadap penyakit, terutama infeksi yang disebabkan oleh golongan bakteri gram negatif. Namun aplikasi Vitamin C relatif bermasalah di lapangan karena sifat dari Vitamin C yang sangat mudah larut dalam air (highly water soluble) (Atmomarsono 2004).

  Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengendalian penyakit di akuakultur menarik minat para peneliti dalam menemukan alternatif lain yang bersifat biologis dan aman diaplikasikan di lingkungan maupun di usus ikan. Imunostimulan merupakan senyawa kemoterapik yang terbentuk dari ekstrak agar,

  β-glukan, lipopolisakarida

  (LPS), mikroalga dan lingkungan (Le Moullac & Haffner 2000). Imunostimulan terbukti mampu meningkatkan daya tahan ikan terhadap penyakit dan menstimulasi sistem imun terutama dengan meningkatkan aktivitas makrofag dan limfosit (Chang et al . 1999).

2.4. Saluran Pencernaan Ikan Nila Secara alamiah tubuh makhluk hidup mengandung berbagai jenis mikrobiota.

  Mikrobiota adalah mikroorganisme yang secara alamiah menghuni bagian tubuh memberi pengaruh positif maupun negatif terhadap kondisi tubuh inang. Pada organ pencernaan keberadaan mikrobiota juga merupakan sumber nutrisi tambahan pada ikan. Pelczar & Chan (1988) menyatakan bahwa mikrobiota asli saluran pencernaan mempunyai hubungan mutualisme dengan inangnya. Mikrobiota memanfaatkan inang sebagai tempat hidupnya, sebaliknya inang mendapatkan keuntungan berupa degradasi sisa pakan dan bahan buangan, sintesis vitamin oleh mikrobiota, sekresi enzim dan berperan dalam proses pencernaan makanan. Mikrobiota juga mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan dengan meningkatkan produksi sistem imunitas tubuh inang.

  Pada organ pencernaan ikan, proses produksi sari makanan dan hidrolisis nutrisi dalam pakan terjadi karena adanya enzim eksrtraseluler seperti protease, amilase, karbohidrase, lipase (Zonneveld et al. 1991). Enzim adalah protein yang mengkatalis reaksi-reaksi biokimia di dalam tubuh. Enzim ekstraseluler adalah protein yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis.

  Enzim yang terdapat pada saluran pencernaan ikan sangat mempengaruhi daya cerna ikan terhadap pakan. Proses pencernaan pakan dalam saluran pencernaan ikan meliputi hidrolisis protein menjadi asam amino, lipid menjadi asam lemak (gliserol), dan karbohidrat menjadi gula sederhana (monosakarida). Kemampuan daya cerna ikan pada setiap kelompok ikan berbeda-beda. Helver (2002) menyatakan bahwa pada kelompok ikan herbivora aktivitas enzim amilase lebih tinggi dari pada enzim protease dan lipase. Sedangkan pada ikan omnivora dan karnivora aktivitas enzim protease dan lipase lebih tinggi dari enzim amilase. Perbedaan daya cerna ikan terhadap pakan dipengaruhi oleh kemampuan mikrobiota dalam saluran pencernaan dalam mendegradasi pakan. Gatesoupe (1999) menyatakan bahwa bakteri yang masuk melalui pakan memiliki kemampuan merombak nutrisi makro sehingga makanan akan mudah diserap ikan. Probiotik merupakan salah satu alternatif yang dikembangkan dalam mengatasi permasalahan di akuakultur. Beberapa penerapan probiotik dalam akuakultur terbukti mampu meningkatkan resistensi organisme akuatik seperti larva ikan dan udang, ikan dan udang dewasa, bivalvia, crustacea, artemia dan rotifera serta hewan akuatik lain terhadap serangan infeksi (Gatesoupe 1999; Rengpipat et al. 2000; Verschuere et al. 2000).

  Istilah "probiotik" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Lilley dan Stillwell. Berbeda dengan antibiotik, probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang dalam jumlah cukup memberikan manfaat positif bagi kesehatan inang (Reid 1999). Fuller (1989) mendefenisikan probiotik sebagai produk yang tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami dengan bentuk mikroskopik yang menguntungkan dan memberikan dampak bagi keseimbangan mikroba saluran usus hewan inang. Verschuere et al. (2000) mendefenisikan bahwa probiotik sebagai penambahan mikroorganisme yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroorganisme lingkungan hidupnya, mengoptimalkan penggunaan pakan atau meningkatkan nilai nutrisinya, berkompetisi dengan mikroorganisme yang patogen, memperbaiki kualitas air dan mampu berinteraksi dengan fitoplankton.

  Banyak kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) yang digunakan sebagai probiotik. Namun demikian tidak semua bakteri probiotik merupakan kelompok BAL. Genus bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus (Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus reuteri) (Gatesoupe 1994; Nikoskelainen et al. 2001), Bifidobacterium (Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium breve,

  Bifidobacterium animalis, Bifidobacterium adolescentis, dan Bifidobacterium longum), Bacillus (Bacillus subtilis, Bacillus cereus) (Rengpipat et al. 1998; Gullian et al. 2004;

  Ghosh et al. 2004), Vibrio (Vibrio alginolyticus) (Austin et al. 1995), Micrococcus

  al. 1999; Feliatra et al. 2004).

  Penggunaan probiotik di akuakultur telah banyak dilakukan dan dilaporkan lebih aman dibandingkan penggunaan antibiotik sintetik yang dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan. Probiotik dapat memproduksi bakteriosin yang bersifat selektif. Probiotik juga memproduksi senyawa penghambat seperti asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, laktoperoksidase dan lipopolisakarida. Di dalam tubuh inang probiotik menghasilkan sejumlah nutrisi penting yang berfungsi dalam metabolisme inang seperti asam folat, kobalamin, biotin dan antioksidan (Balcazar et al. 2006).

  Beberapa karakter penting yang digunakan dalam memilih jenis bakteri probiotik yang akan diaplikasikan dilapangan diantaranya adalah: (1) tidak bersifat patogen pada inang dan konsumen (jika diproduksi massal), (2) tidak mengganggu keseimbangan ekosistem usus, (3) bakteri yang digunakan dapat diproduksi dan memiliki potensi yang tinggi dalam membunuh bakteri patogen, (4) mudah diperbanyak dan dipelihara, (7) dapat hidup, bertahan dan berkembangbiak di dalam usus inang, (8) mampu hidup pada kisaran pH yang lebar, (9) dapat hidup dan berkembang didalam wadah pemeliharaan ikan, (10) dapat disiapkan sebagai produk sel hidup pada skala industri, (11) dapat bertahan pada waktu yang lama pada penyimpangan maupun dilapangan (Fuller 1989; Verschuere et al. 2000; Feliatra et al. 2004).

  Di Akuakultur probiotik dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu: (1) ditambahkan ke dalam pakan buatan (pelet), (2) ditambahkan ke dalam pakan hidup (artemia, rotifera), (3) ditambahkan ke dalam air pemeliharaan, dan (4) melalui perendaman. Secara skematik mekanisme kerja probiotik (Gambar 2.1) menunjukkan bahwa probiotik dapat mempengaruhi tiga komponen penting dalam infeksi inang yaitu melalui produksi komponen penghambat dan kompetisi, memperbaiki kualitas air di lingkungan perairan dan meningkatkan sistem imunitas inang.

  

k

io

rob

P

  LINGKUNGAN Kontrol kualitas Air

  Antibiotik & Obat-obatan ik

  Probiot

INANG PATOGEN

  Probiotik Imunostimulan PENYAKIT & vaksin

Gambar 2.1 Skema pengaruh pemberian probiotik pada budidaya ikan dihubungkan dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi inang (Sumber: Rahayu 2009; Van de Braak 2002, yang telah dimodifikasi).

  Mekanisme kerja (modes of action) dari probiotik bakteria menurut Fuller (1989); Verschuere et al.

  (2000) dan Balca’zar et al. (2006) sebagai berikut :

  (1) Penghambatan Kompetitif

  Kemampuan bakteri probiotik menghasilkan senyawa antimikroba berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri patogen di saluran pencernaan. Populasi probiotik di usus diduga mampu memproduksi antimikroba yang dapat menghambat (bakteriostatis) atau mematikan (bakteriosida) bakteri lain. Beberapa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri probiotik adalah antibiotik (Fuller 1989), bakteriosin, lisozim, hidrogen peroksida dan enzim-enzim ekstraseluler (Gatesoupe 1999).

  Enzim ekstraseluler yang berperan sebagai antimikroba diantaranya ialah kitinase. Pada kelompok bakteri, enzim kitinase digunakan sebagai sumber nutrisi dan parasitisme (Patil et al. 2000). Aktivitas enzim kitinolitik mampu mendegradasi kitin sehingga dihasilkan N-asetilglukosamin sebagai sumber karbon yang selanjutnya akan diuraikan kedalam bentuk yang sedehana yaitu energi, CO 2 , H

  2 O dan NH 3 (Thompson et al. 2001). Beberapa genus bakteri yang menghasilkan enzim kitinase adalah Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Serratia, dan Aeromonas. peptida yang dapat berperan sebagai antibiotik dan antifungi seperti nisin, leusin, subtilin, serein, dan beberapa peptida lain. Adanya enzim protese diperlukan untuk mekanisme hidrolisis dinding sel mikroorganisme patogen. Nahar (2004) melaporkan bahwa enzim kitinolitik dan proteolitik mampu melisiskan hifa jamur patogen yang terdapat pada kutikula serangga.

  Kelompok bakteri probiotik seperti Lactobacillus dan Streptococcus memproduksi senyawa acidhopilin, acidolin, rutrin dan nisin yang mampu menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolitycus dan Salmonella (Robetson et al. 2000). Imada et

  al. (1985) melaporkan bahwa monastasin yang diproduksi bakteri Alteromonas sp

  mampu menghambat bakteri Vibrio anguillarum dan Aeromonas hydrophila yang patogen pada ikan. Penghambatan lain terbentuk karena adanya kolonisasi bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan terjadinya kompetisi nutrisi (glukosa) dan tempat adhesi (penempelan sel bakteri di sel epitel usus).

  (2) Peningkatan Respon Imunitas

  Imunostimulan merupakan komponen kimia yang mengaktifkan sistem imun pada organisme sehingga lebih resisten terhadap infeksi bakteri patogen (Rao 1998; Edelman

  et al. 2002). Sistem imun non spesifik yang dimiliki ikan dewasa lebih baik dari hewan

  invertebrata, crustaceae, artemia, rotifera dan larva ikan. Probiotik memiliki kemampuan meningkatkan sistem imunitas inang dengan cara meningkatkan aktivitas makrofag, modulasi profil sitokin pada sel imun sehingga mengaktifkan interferon-

  γ, menginduksi pembentukan IgA (Saulnier et al. 2007) dan hyporesponsif pada manusia (Gill & Guarner 2004). Bakteri probiotik umumnya terdiri dari komponen dinding sel seperti peptidoglikan (30-70 %), polisakarida, asam teikoik yang merangsang aktivitas

  adjuvant di permukaan mukosa dinding sel usus inang. Dengan demikian Penggunaan

  probiotik di akuakultur yang diberikan pada hewan akuatik diduga mampu meningkatkan sistem imunitas sehingga inang akan lebih resisten terhadap serangan patogen.

  Bacillus sp yang diberikan pada hewan akuatik mampu meningkatkan pertumbuhan dan

  resisten terhadap infeksi bakteri patogen Vibrio. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh keberadaan bakteri probiotik yang meningkatkan sistem imunitas tubuh inang tersebut.

  (3) Memperbaiki Kualitas Air

  Aplikasi probiotik di air pemeliharaan telah dilaporkan mampu memperbaiki kualitas air. Bacillus spp. salah satu contoh bakteri probiotik yang efisien digunakan dalam budidaya perairan karena mampu mengkonversi bahan organik (sisa pakan) menjadi CO yang digunakan dalam metabolisme sel. Jamilah (2011) melaporkan bahwa

2 Bacillus cereus memiliki isoenzim yang mampu mendegradasi dan mendetoksifikasi sisa pakan yang terdapat dikolam budidaya.

  Namun demikian, tidak semua bakteri probiotik memiliki kemampuan memperbaiki kualitas air. Rengpipat et al. (1998) melaporkan bahwa bakteri lain seperti

  

Nitrobacter, Pseudomonas, Enterobacter, Cellulomonas dan Rhodopseudomonas spp.

  hanya mampu melakukan proses nitrifikasi pada kolam pemeliharaan dengan kadar amoniak tinggi.

  (4) Berinteraksi Dengan Fitoplankton

  Dalam budi daya perairan fitoplankton memiliki manfaat besar dalam perkembangan hewan akuatik. Beberapa kelompok hewan akuatik bersifat omnivora yang memakan organisme kecil diperairan sebagai makanan tambahan, salah satunya adalah fitoplankton. Beberapa penelitian melaporkan bahwa banyak strain bakteri yang bersifat patogen terhadap mikroalga. Akibatnya proses rantai makanan antara mikroalga dan hewan akuatik tingkat tinggi akan terganggu.

  Boyd (1998) menyatakan bahwa konsorsium beberapa kelompok bakteri seperti

  

Bacillus, Nitrobacter, Pseudomonas, Enterobacter, Cellulomonas dan

Rhodopseudomonas spp. mampu menurunkan atau menekan populasi bekteri patogen

Cyanobacteria pada kolam budi daya. Dengan demikian, probiotik mampu meningkatkan pertumbuhan mikroalga di dalam kolam budi daya.