Pengembangan Potensi Kopi sebagai Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi
PEENGEMBA UN PROGR DEPA U ANGAN PO GGULAN KA JUJUR RAM STUD ARTEMEN FAK UNIVERSI SKRIP OTENSI KO KAWASA ABUPATEN OLEH
R T N SITA 0905010 DI EKONO N EKONOM KULTAS E ITAS SUM MEDA 2013 PSI OPI SEBAG AN AGROP N DAIRI H ANGGANG 069 OMI PEMB MI PEMBA EKONOMI MATERA U AN 3 GAI KOM POLITAN G BANGUNA ANGUNAN UTARA MODITAS AN N
(2)
ABSTRAK
PENGEMBANGAN POTENSI KOPI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN DAIRI
Kopi merupakan komoditas unggulan Kabupaten Dairi yang potensinya belum digali secara maksimal. Munculnya program pengembangan wilayah Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) membuka harapan baru akan tergalinya potensi pengembangan kopi di Kabupaten Dairi secara maksimal.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: bagaimana program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi, bagaimana faktor-faktor eksternal dan internal pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi, serta bagaimana strategi pengembangan potensi kopi Dairi. Tujuan penelitian adalah untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kopi sebagai komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi.
Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu di kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sumbul. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan potensi kopi Dairi seperti pemerintah, petani kopi, dan pengusaha industri kopi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil publikasi BPS, baik BPS Kabupaten Dairi dan juga BPS Sumatera Utara.
Identifikasi dan analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Dairi merupakan daerah yang sangat potensial dalam pengembangan Kopi karena terdapat banyak keunggulan yang tidak dimiliki wilayah lain seperti: agroklimat yang sesuai untuk tanaman kopi, petani-petani kopi yang berpengalaman dan lain-lain. Metode yang digunakan untuk menemukan strategi yang tepat adalah metode analisis SWOT.
Strategi komprehensif yang ditemukan sebagai hasil analisa metode SWOT adalah sebagai berikut: (1) Pembentukan Lembaga Riset dan Pengembangan Kopi ; (2) Peningkatan Peranan Pemerintah ; (3) Pembentukan Asosiasi Petani Kopi Kabupaten Dairi ; (4) Implementasi Konsep Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi dalam pengembangan Kopi Kabupaten Dairi.
(3)
ABSTRACT
POTENTIAL DEVELOPMENT OF COFFEE AS A LEADING COMMODITY DAIRI REGENCY AGROPOLITAN AREA
Coffee is a leading commodity seed of Dairi Regency that has not been excavated the potential optimally. The emergence of development programs of The Dairi Regency Agropolitan Area (KAKD) open a new hope to open up the development potential of the Dairi Regency coffee the most.
Synthesis problem in this research is : How’s the development program of The Dairi Regency Agropolitan Area, how’s the external and internal potential development factors of Dairi Regency coffee, and how the potential development strategy of coffee Dairi. Research purposes is to formulate potential development strategy of coffee as a leading commodity Dairi Regency Agropolitan Area.
The research singled out purposive of sampling that is in sub-district Sidikalang and sub-district Sumbul. The data used in this research is the primary and secondary data. The primary data were obtained from the parties involved in the development of potential Dairi Coffee including the government, coffee farmers and coffee industry entrepreneurs. While secondary data were obtained from the publication of the Central Bureau of statistics, both the Central Bureau of Statistics Dairi Regency and Central Bureau of Statistics of North Sumatra.
Identification and analysis of the results showed that Dairi Regency is a highly potential areas in the development of Coffee because there is a lot of excellence which is not possessed in other areas such as: Agroklimat that is appropriate for the coffee plant, the experienced coffee farmers and many more. The methods used to find the exact strategy is a SWOT analysis method.
The comprehensive strategy that is found as a result of SWOT analysis method is as follows : (1) The formation of Coffee Research and Development Institution; (2) Government role improvement; (3) The formation of The Coffee Farmers Association Dairi Regency ; (4) The implementation of the concept of The Dairi Regency Agropolitan Development in Coffee County Dairi.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul: “Pengembangan Potensi Kopi sebagai Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi”. Salah satu tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak-pihak yang telah memberikan bantuan tersebut, yaitu kepada:
1. Bapak alm. Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku mantan dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, P.Hd selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin S., S.E., M.Ec selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan masukan dan bimbingan untuk perbaikan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si., selaku dosen pembaca penilai.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(5)
10.Bapak Kepala BAPPEDA Kabupaten Dairi, Sebastianus Tinambunan, SH, M.Pd., Bapak/Ibu staff Dinas Perkebunan Kabupaten Dairi dan secara khusus warga Kecamatan Sidikalang dan Sumbul yang berjasa dalam pengumpulan data dan informasi penelitian.
11.Keluarga tercinta yang merupakan sumber motivasi dan semangat terbesar penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
12.Semua rekan seperjuangan di bangku perkuliahan terutama teman-teman di jurusan Ekonomi Pembangunan Stambuk 2009 dan teman-teman di Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA).
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon maaf bila ada kata-kata dan tulisan yang salah. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati.
Medan, Mei 2013
Penulis,
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Karakteristik Kopi ... 12
2.2 Budidaya Kopi ... 13
2.2.1 Kopi Arabika ... 14
2.2.2 Kopi Robusta ... 16
2.3 Perencanaan Pembangunan Daerah ... 22
2.3.1 Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sumber Daya ... 23
2.3.2 Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Komoditas Unggulan ... 26
2.4 Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 28
2.4.1 Prinsip Pemberdayaan Agropolitan ... 29
2.4.2 Penerapan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan 29 2.5 Agribisnis... 31
2.6 Kaitan Agropolitan Dengan Agribisnis ... 33
2.7 Analisis SWOT ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Lokasi Penelitian ... 39
3.2 Sumber Informasi ... 40
3.3 Jenis Data ... 41
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 42
3.5 Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Deskripsi dan Kondisi Kabupaten Dairi ... 44
4.1.1 Administratif Kabupaten Dairi ... 44
(7)
4.1.3 Geologi dan Jenis Tanah ... 46
4.1.4 Tata Guna Lahan ... 47
4.1.5 Pertanian dan Perkebunan ... 48
4.1.6 Perekonomian ... 50
4.2 Hasil Penelitian ... 51
4.2.1 Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi 51 4.2.1.1 Tujuan Pengembangan KAKD ... 53
4.2.1.2 Tahap Pengembangan KAKD ... 53
4.2.1.3 Strategi Pengembangan KAKD ... 55
4.2.1.4 Pusat Distrik dan Pusat KAKD ... 56
4.2.1.5 Program Pengembangan Agribisnis Tanaman Kopi 59 4.2.1.6 Skenario Pencapaian (Road Map) Peningkatan Pendapatan Perkapita pada KAKD dengan agribisnis kopi ... 61
4.2.2 Faktor-faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Potensi Kopi Kabupaten Dairi ... 63
4.2.2.1 Faktor-faktor Internal ... 63
4.2.2.1.1 Kekuatan (Strenghts) ... 63
4.2.2.1.2 Kelemahan (Weaknesses) ... 66
4.2.2.2 Faktor-faktor Eksternal ... 70
4.2.2.2.1 Peluang (Opportunities) ... 71
4.2.2.2.2 Ancaman (Threats) ... 74
4.2.3 Formulasi Strategi Pengembangan Kopi Kabupaten Dairi 76 4.2.3.1 Strategi Pengembangan Kopi Analisis SWOT ... 76
4.2.3.2 Strategi Komprehensif Pengembangan Potensi Kopi Dairi... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 91
(8)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul
1.1 Produksi Kopi Negara-Negara Produsen Kopi Dunia ... 3 1.2 Jumlah Ekspor Kopi Negara-Negara Eksportir Kopi Dunia ... 4 1.3 Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun
2005-2009 ... 4 1.4 Produsen Kopi Terbesar di Indonesia Menurut Propinsi 2010. .... 5 1.5 Perkembangan Jumlah Kopi Produksi Indonesia ... 5 1.6 Data Produksi, Luas Lahan dan Produktifitas Komoditi
Kopi Sumatera Utara Tahun 2010 ... 8 2.1 Matriks SWOT ... 37 3.1 Produksi Kopi Kabupaten Dairi Berdasarkan Kecamatan
Tahun 2011 ... 40 4.1 Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Dairi ... 44 4.2 Penggunaan Lahan di Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 47 4.3 Luas Lahan dan Jumlah Produksi Komoditas Perkebunan
Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 49 4.4 PDRB Kabupaten Dairi ... 50 4.5. PDRB Per Kapita Kabupaten Dairi ... 51 4.6. Pusat Distrik, Distrik, Lokalitas serta Komoditas
Unggulan KAKD ... 57 4.7. Analisis Usaha Agribisnis Per HA Selama 10 Tahun (Umur
Ekonomis >20 Tahun) ... 62 4.8. Tabel Matriks Analisis SWOT ... 76
(9)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul `
4.1. Wilayah Kabupaten Dairi Menurut Kondisi Tanah ... 46 4.2. Tata Guna Lahan Kabupaten Dairi ... 48
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul `
1 Rekomendasi Telah Melaksanakan Penelitian ... 93
(11)
ABSTRAK
PENGEMBANGAN POTENSI KOPI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN DAIRI
Kopi merupakan komoditas unggulan Kabupaten Dairi yang potensinya belum digali secara maksimal. Munculnya program pengembangan wilayah Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) membuka harapan baru akan tergalinya potensi pengembangan kopi di Kabupaten Dairi secara maksimal.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: bagaimana program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi, bagaimana faktor-faktor eksternal dan internal pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi, serta bagaimana strategi pengembangan potensi kopi Dairi. Tujuan penelitian adalah untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kopi sebagai komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi.
Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu di kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sumbul. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan potensi kopi Dairi seperti pemerintah, petani kopi, dan pengusaha industri kopi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil publikasi BPS, baik BPS Kabupaten Dairi dan juga BPS Sumatera Utara.
Identifikasi dan analisa hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Dairi merupakan daerah yang sangat potensial dalam pengembangan Kopi karena terdapat banyak keunggulan yang tidak dimiliki wilayah lain seperti: agroklimat yang sesuai untuk tanaman kopi, petani-petani kopi yang berpengalaman dan lain-lain. Metode yang digunakan untuk menemukan strategi yang tepat adalah metode analisis SWOT.
Strategi komprehensif yang ditemukan sebagai hasil analisa metode SWOT adalah sebagai berikut: (1) Pembentukan Lembaga Riset dan Pengembangan Kopi ; (2) Peningkatan Peranan Pemerintah ; (3) Pembentukan Asosiasi Petani Kopi Kabupaten Dairi ; (4) Implementasi Konsep Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi dalam pengembangan Kopi Kabupaten Dairi.
(12)
ABSTRACT
POTENTIAL DEVELOPMENT OF COFFEE AS A LEADING COMMODITY DAIRI REGENCY AGROPOLITAN AREA
Coffee is a leading commodity seed of Dairi Regency that has not been excavated the potential optimally. The emergence of development programs of The Dairi Regency Agropolitan Area (KAKD) open a new hope to open up the development potential of the Dairi Regency coffee the most.
Synthesis problem in this research is : How’s the development program of The Dairi Regency Agropolitan Area, how’s the external and internal potential development factors of Dairi Regency coffee, and how the potential development strategy of coffee Dairi. Research purposes is to formulate potential development strategy of coffee as a leading commodity Dairi Regency Agropolitan Area.
The research singled out purposive of sampling that is in sub-district Sidikalang and sub-district Sumbul. The data used in this research is the primary and secondary data. The primary data were obtained from the parties involved in the development of potential Dairi Coffee including the government, coffee farmers and coffee industry entrepreneurs. While secondary data were obtained from the publication of the Central Bureau of statistics, both the Central Bureau of Statistics Dairi Regency and Central Bureau of Statistics of North Sumatra.
Identification and analysis of the results showed that Dairi Regency is a highly potential areas in the development of Coffee because there is a lot of excellence which is not possessed in other areas such as: Agroklimat that is appropriate for the coffee plant, the experienced coffee farmers and many more. The methods used to find the exact strategy is a SWOT analysis method.
The comprehensive strategy that is found as a result of SWOT analysis method is as follows : (1) The formation of Coffee Research and Development Institution; (2) Government role improvement; (3) The formation of The Coffee Farmers Association Dairi Regency ; (4) The implementation of the concept of The Dairi Regency Agropolitan Development in Coffee County Dairi.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIndonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang paling besar di dunia. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen, Kalimantan sebesar 6 persen, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen, serta Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Jumlah tersebut membuat Indonesia berada di urutan ke-4 jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data yang dipublikasikan BPS daerah administrasi Indonesia terdiri dari kurang lebih 78.609 desa dan 98 kota. (Biro Pusat Statistik, 2010 )
Wilayah perdesaan adalah wilayah yang kegiatan dan perekonomian utamanya adalah pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Perdesaan yang ada di Indonesia tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.
(14)
penyokong hidup penduduk Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perdesaan. Karena kegiatannya yang berpusat di kawasan perdesaan serta dapat dikerjakan oleh setiap lapisan masyarakat, maka sering disimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah sektor pertanian.
Salah satu subsektor pertanian yang memiliki basis sumberdaya alam adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi. Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan lapangan kerja terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak. Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja cukup strategis karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor perkebunan berlokasi di perdesaan sehingga mampu mengurangi arus urbanisasi. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto. Dari segi nilai absolut berdasarkan harga konstan tahun dasar 2000, PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 45,5 triliun pada tahun 2009 menjadi sekitar Rp 51,7 triliun pada tahun 2012, atau meningkat dengan laju sekitar 13,6 persen dalam 3 tahun. (Biro Pusat Statistik, 2012)
(15)
Dalam perjalanannya menyokong perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan juga mempunyai peran strategis. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menunjukkan peran strategisnya yang mana saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan. Pada tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan laju pertumbuhan -13 persen. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan yang tetap positif yaitu antara 4-6 persen per tahun. (Tiur, 2010)
Salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan adalah kopi. Kopi merupakan produk yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbanyak di dunia. Menurut data statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbanyak ke-3, setelah Brazil dan Vietnam.
Tabel 1.1
Tabel Produksi Kopi Negara-Negara Produsen Kopi Dunia
Negara Jumlah Produksi Kopi (000 bags) 1bags=60kg
2009 2010 2011 2012
Brazil 39.470 48.095 43.484 50.826
Vietnam 17.825 19.467 24.058 22.000
Indonesia 11.380 9.129 8.620 10.950
Kolombia 8.098 8.523 7.653 8.000
India 4.794 5.033 5.233 5.288 Sumber : ICO (International Coffee Organization) (diolah).
(16)
Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan negara eksportir ke-4, setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia.
Tabel 1.2
Tabel Jumlah Ekspor Kopi Negara-Negara Eksportir Kopi Dunia
Negara Eksportir Jumlah Ekpor Kopi 2011 (bags)
Persentase Ekspor (%)
Brazil 33.507.086 33,96
Vietnam 17.675.000 17,91
Colombia 7.733.365 7,84
Indonesia 6.158.795 6,24
India 5.839.542 5,92
Negara-negara eksportir lain 27.763.352 25,14
Total Ekspor 98.677.140 100
Sumber : ICO (International Coffee Organization) (diolah).
Sebagai salah satu negara eksportir kopi terbesar, perkebunan kopi Indonesia dapat meningkatkan devisa ekonomi. Dari segi sosial, perkebunan kopi juga menyediakan lapangan kerja cukup besar, karena pengusahaannya banyak dilakukan oleh rakyat perdesaan dengan pendidikan yang menengah ke bawah. Walaupun Indonesia merupakan eksportir kopi terbesar ke-4 di dunia, ternyata Indonesia juga mengimpor kopi.
Tabel 1.3
Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2005-2009 Tahun Ekspor (ton) Impor (ton)
2005 445.829 3.195
2006 413.500 6.404
2007 321.404 49.994
2008 468.749 7.582
(17)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kopi nasional sehingga mengambil kebijakan impor. Kebutuhan yang belum terpenuhi tersebut memang bisa saja dalam bentuk kuantitas ataupun kualitas, tetapi Indonesia harus dapat melihat celah tersebut dan segera berbenah sebelum akhirnya Indonesia menjadi negara yang kekurangan kopi dan mengimpor dalam jumlah yang lebih besar. Berikut ini merupakan tabel sentra produksi kopi Indonesia serta perkembangan jumlah produksi kopi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir:
Tabel 1.4
Produsen Kopi Terbesar di Indonesia Menurut Propinsi Tahun 2010 No Propinsi Produksi Kopi
(ton)
Persentase (%)
1 Lampung 145.025 21,11
2 Sumatera Selatan 138.385 20,15
3 Jatim 56.200 8,18
4 Bengkulu 55.992 8,15
5 Sumatera Utara 55.345 8,06
6 Nanggroe Aceh Darussalam 47.739 6,95
7 Sulawesi Selatan 36.555 5,32
8 Sumatera Barat 30.693 4,47
9 Nusa Tenggara Timur 20.280 2,95
10 Banten 20.280 2,95
(18)
Tabel 1.5
Perkembangan Jumlah Produksi Kopi Indonesia
Tahun Jumlah Produksi (ton) Pertumbuhan (%)
2005 640.365 -0,01
2006 682.158 0,07
2007 676.475 -0,01
2008 698.016 0,03
2009 682.591 -0,02
2010 686.921 0,01
Sumber : Ditjenbun 2012, (diolah).
Berdasarkan Tabel 1.5, perkembangan produksi kopi Indonesia berfluktuasi dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Pada tahun 2006 produksi kopi meningkat, namun pada tahun 2007 produksi kopi menurun. Pada tahun 2008 produksi kopi naik, namun pada tahun 2009 produksi kopi kembali turun. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh karena teknik budidaya kopi masih tradisional dan berkerakyatan, harga yang berfluktuatif serta biaya produksi yang tinggi.
Peluang untuk mengembangkan kopi sebagai penggerak perekonomian daerah sebenarnya sangat besar, khususnya bagi daerah-daerah sentra produksi kopi. Peluang ini semakin besar dan terbuka lebar terutama setelah dirintisnya konsep kawasan agropolitan di beberapa wilayah perdesaan di Indonesia. Agropolitan adalah upaya menjadikan suatu kawasan perdesaan menjadi kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha
(19)
pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Dalam upaya mempercepat pembangunan perdesaan yang berbasis agribisnis serta meningkatkan daya saing produk-produk unggulan pertanian yang dihasilkan, pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan dukungan Pemerintah Pusat, khususnya Departemen Pertanian, dan departemen terkait lainnya sepakat untuk mempromosikan pengembangan kawasan agropolitan di Sumatera Utara. Untuk tahap pertama, pengembangan kawasan dimulai di Dataran Tinggi Sumatera Utara dengan nama Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) yang mencakup Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Pematang Siantar, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir (BPS Sumatera Utara, 2007).
Penetapan kawasan tersebut didasari dengan nota kesepakatan antara lima bupati yang dikenal dengan Kesepakatan Berastagi yang ditandatangani tanggal 28 September 2002. Setelah adanya pemekaran beberapa kabupaten yang mengakibatkan bertambahnya tiga kabupaten di kawasan ini, maka pada tanggal 11 April 2005 ditandatangani pernyataan kesepakatan bersama delapan sekda kabupaten yang terdapat di kawasan ini. Untuk mempercepat implementasi, Gubernur Sumatera Utara membentuk Kelompok Kerja (POKJA) dan TIM TEKNIS Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.050/1467.K, Tanggal 3 Desember 2002 dan diperbaharui dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.050/286.K tentang Pembentukan Badan Koordinasi dan Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan
(20)
Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara, tanggal 26 April 2005 (BPS Sumatera Utara 2007).
Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Kabupaten Dairi juga termasuk dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) Sumatera Utara. Komoditas perkebunan terbesar Kabupaten Dairi adalah kopi. Kopi merupakan komoditas unggulan Kabupaten Dairi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kabupaten Dairi merupakan penghasil kopi terbesar di Sumatera Utara, dimana pada tahun 2010 memberi kontribusi sebesar 12.847 ton terhadap kopi Sumatera Utara. (Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara, 2012)
Hingga saat ini pengelolaan kopi di salah satu sentra produksi kopi Sumatera Utara ini masih tergolong sederhana. Dari segi produktifitas, Kabupaten Dairi masih belum sanggup menghasilkan kopi sebanyak 1 ton per hektar, masih kalah dibandingkan dengan Kabupaten Simalungun yang sudah mampu menghasilkan kopi sebanyak 1.03 ton per hektar. Sebagian besar output yang dihasilkan dan yang akan di jual ke luar daerah ataupun ke ibukota propinsi masih berupa biji kopi mentah (bahan mentah) sehingga tidak banyak nilai tambah yang dihasilkan dan tinggal di Kabupaten Dairi (Capital Drain).
(21)
Tabel 1.6.
Data Produksi, Luas Lahan dan Produktifitas Komoditi Kopi Sumatera Utara Tahun 2010
Kabupaten Produksi Kopi (ton) Persentase (%) Luas Lahan (ha) Persentase (%) Produktifitas (ton/ha)
Dairi 12.847 23,21 19.000 24,73 0,68
Tapanuli Utara 10.457 18,89 15.359 19,99 0,56
Simalungun 9.915 17,91 9.610 12,51 0,74
Karo 6.798 12,28 7.926 10,32 0,71
Humbang Hasundutan 5.656 10,22 5.540 7,21 1,23
Samosir 2.471 4,46 4.092 5,33 0,33
Tobasamosir 2.238 4,04 3.788 4,93 0,17
Pakpakbharat 1.524 2,75 3.034 3,95 0,71
Mandailing Natal 1.474 2,66 2.619 3,41 0,39
Tapanuli Selatan 658 1,19 2.042 2,66 0,10
Deliserdang 572 1,03 1.364 1,78 0,10
Padang Lawas Utara 332 0,60 769 1,00 0,04
Padang Lawas 166 0,30 679 0,88 0,07
Langkat 76 0,14 290 0,38 0,12
Tapanuli Tengah 65 0,12 146 0,19 0,49
Kota Gunung Sitoli 23 0,04 127 0,17 0,75
Nias Utara 21 0,04 107 0,14 0,60
Labuhanbatu 16 0,03 107 0,14 1,03
Nias Barat 13 0,02 103 0,13 0,22
Asahan 10 0,02 52 0,07 0,45
Nias 10 0,02 49 0,06 0,68
Nias Selatan 2 0,00 18 0,02 0,85
Labuhan Batu Selatan 1 0,00 6 0,01 0,21
Sumatera Utara 55.345 100 76.827 100 0,72
Sumber : Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara 2012, (diolah).
Program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD), membawa angin segar dan harapan akan terwujudnya pengembangan potensi-potensi komoditas pertanian Kabupaten Dairi, khususnya potensi-potensi kopi yang diharapkan akan mampu mendongkrak perekonomian dan pembangunan serta
(22)
tentang pengembangan potensi kopi sebagai komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi tersebut. Oleh karena itu penulis membuat sebuah penelitian yang berjudul “Pengembangan Potensi Kopi Sebagai Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi” .
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian muncul karena adanya tantangan untuk kita mengetahui sesuatu secara lebih mendalam, serta membantu kita untuk menjawab kebingungan-kebingungan, rasa keingintahuan akan suatu permasalahan atau fenomena atau peristiwa yang sedang terjadi di sekitar kita. Berdasarkan uraian dalam latar belakang serta untuk memudahkan melaksanakan penelitian, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD)?
2. Bagaimana faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi?
3. Bagaimana Pengembangan Potensi Kopi sebagai komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi?
(23)
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Untuk melihat dan mengetahui program pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD)
2. Menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dalam pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi.
3. Untuk merumuskan strategi pengembangan potensi kopi, sebagai komoditas unggulan KAKD.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Terhadap penulis, penelitian ini bermanfaat mengembangkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan suatu penelitian, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
2. Secara akademis, penelitian ini bisa menjadi bahan masukan dan sebagai bahan perbandingan ataupun referensi dalam penelitian yang identik atau berkaitan dengan pengembangan potensi komoditas pertanian maupun pengembangan konsep wilayah agropolitan.
3. Secara praktis, penelitian ini bisa menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan potensi kopi maupun pengembangan kawasan agropolitan khususnya Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Kopi
Kopi (Coffea sp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain.
Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu. Zona terbaik pertumbuhan kopi adalah antara 200 LU dan 200 LS. Indonesia yang terletak pada zona 50 LU dan 100 LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-100 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-50 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang banyak berpengaruh terhadap budidaya kopi adalah elevasi (tinggi tempat), temperatur dan tipe curah hujan.
Tanaman kopi menuntut persyaratan tanah yang berpori, sehingga memungkinkan air mengalir ke dalam tanah secara bebas. Tanaman kopi tidak cocok untuk ditanam ditanah liat yang terlalu lekat karena menahan terlalu banyak air, sebaliknya tidak pula cocok untuk ditanam di daerah yang berpasir karena
(25)
kedalaman 1,8 m karena pohon kopi mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dan memperluas sistem perakaran. Tanah yang dalam akan memberi bahan-bahan makanan (nutrient yang diperlukan dengan cukup). Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik pada tanah yang agak asam dengan derajat keasaman pH 6. Jenis tanahnya bervariasi, mulai dari tanah basalt, granite atau crystalline. Derajat kemiringan lereng yang cocok antara 25-300.
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang mempunyai perakaran yang dangkal dan memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Bibit tanaman kopi berasal dari bibit stek, cangkokan, bibit okulasi. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur kurang lebih dua tahun. Bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama dan cabang reproduksi tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol. (Tiur, 2010)
2.2. Budidaya Kopi
Untuk mendapatkan hasil kopi yang optimal dalam pembudidayaan kopi diperlukan persyaratan dan teknik-teknik tertentu. Dalam hal ini ada dua jenis
(26)
budidaya kopi yang akan dibahas yaitu budidaya kopi Arabika dan kopi Robusta yaitu sebagai berikut :
2.2.1. Kopi Arabika
Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m dpl, dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari 45 % dan pH 5,5 - 6,5. Iklim sangat berpengaruh terhadap produktifitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga membuka sampai dengan berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan pembentukan bunga akan semakin cepat.
Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan bahan tanaman dan persiapan areal. Persiapan bahan tanaman meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan.
a. Persemaian
Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan yang terbaik. Kulit dan daging buah dipisahkan dan lender
(27)
dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.
b. Penanaman
Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian diberaikan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi empat yaitu : 2,5m x 2,5m; pagar 1,5m x 2,5m untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2 - 4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.
Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dapdap dan sengon. Pohon pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan, dan
(28)
agar tidak banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar, bibit ditanam rata dengan permukaan tanah.
c. Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan.
d. Panen dan Pasca Panen
Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam
selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai 10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah.
b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3-4 hari dan dicuci bersih.
2.2.2. Kopi Robusta
Penanaman kopi Robusta memiliki syarat tumbuh ketinggian 400-800 m dpl, rata-rata temperatur harian 21-24 o C. Untuk curah hujan rata-rata
(29)
membutuhkan 2000-3000 mm/tahun dan pH atau keasaman 5,5 - 6,5. Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa proses yang berkesinambungan. Proses-proses itu antara antara lain adalah sebagai berikut:
1. Persemaian
Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lender dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan.
Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada musim hujan. Untuk itu tiga sampai enam bulan sebelumnya harus dibuat dengan ukuran 0,4 x 0,4 x 0,4 m. Pembuatan lubang dan luasnya tergantung pada struktur tanah. Makin berat struktur tanah makin lama lubang harus dibuat, makin besar dan luas. Setelah itu baru dilakukan penanaman serta diberi serasah.
(30)
Untuk memperoleh produksi yang optimal jarak kopi perlu diperhatikan. Jarak tanam harus dipilih sesuai dengan jenis kopi, kesuburan tanah dan tipe iklim. Untuk tanah lebih subur atau yang mempunyai iklim lebih basah diperlukan jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang kurang subur atau mempunyai iklim kering.
3. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan pemeliharaan meliputi :
a. Pemeliharaan Tanah atau Lahan
Pemeliharaan tanah dimaksudkan untuk menjaga agar media tanam kopi tetap dalam kondisi baik. Disini yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan gulma yang dapat menyaingi pengambilan makanan. Untuk itu pemberian serasah perlu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma. Serasah dapat diperoleh baik dari rembesan pohon pelindung atau dari hasil siangan.
b. Pemeliharan Tanaman Pokok
Pemeliharaan dapat berupa pemangkasan dan penyulaman. Tujuan pemangkasan adalah untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Terdapat tiga macam pemangkasan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi serta pemangkasan rejuvinasi. Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang. Sedangkan pemangkasan
(31)
produksi bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk. Sementara itu, pemangkasan rejuvinasi bertujuan untuk peremajaan batang. Dilihat dari jumlah batang terdapat dua sistem dalam pemangkasan yaitu pemangkasan berbatang ganda dan pemangkasan berbatang tunggal. Pemangkasan berbatang ganda dilakukan biasanya diperkebunan rakyat sedangkan pemangkasan berbatang tunggal dilakukan di perkebunan besar.
Sistem pemangkasan batang dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan jenis kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi yang banyak membentuk cabang-cabang sekunder. Oleh karena itu bila peremajaan batang kurang diperhatikan produksi cepat menurun karena pohon menjadi berbentuk payung. Sistem berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang. Oleh karena itu lebih sesuai bagi daerah yang basah dan letaknya rendah dimana pertumbuhan batang baru berjalan lebih cepat. Peremajaan tidak hanya mengganti tanaman yang rusak atau tua dengan tanaman yang baru, tetapi juga perlu pergantian varietas atau klon yang unggul serta perbaikan kultur teknis. Rejuvinasi sebaiknya dilakukan pada akhir suatu panen besar, pada waktu akhir musim kemarau. Rejuvinasi dilakukan secara :
Total, yaitu mengganti seluruh pohon kopi dari suatu area.
Selektif, yaitu rejuvinasi selektif yang dipilih pada pohon-pohon yang jelas sudah tua atau rusak dan produksinya rendah.
(32)
c. Pemupukan
Pupuk diperlukan karena adanya pengambilan hara oleh tanaman dan persediaan dalam tanah. Kopi mengambil hara dalam tanah untuk pertumbuhan vegetatif serta untuk pertumbuhan buah. Tujuan pemupukan adalah :
Memperbaiki kondisi tanaman, tanaman yang dipupuk secara optimal dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan yang ekstrim.
Peningkatan produksi dan mutu, walaupun pada tahun pertama pemupukan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, tetapi pemupukan ini juga meningkatkan mutu yaitu besarya biji kopi dan rendemen lebih tinggi.
Stabilisasi produksi, tanaman kopi bersifat biannual bearing(panen raya setiap empat tahun sekali). Oleh karena itu untuk menjaga agar produksi tidak turun terlalu banyak maka perlu pemupukan yang teratur dosis dan jenis pupuk harus disesuaikan sebab pemberian pupuk yang salah tidak hanya tidak efektif tetapi juga menurunkan produksi.
Demikian pula dengan waktu pemupukan yang harus sesuai dengan kebutuhan tanaman dan iklim. Dosis dan waktu pemupukan baiknya dilakukan pada awal musim dan akhir musim hujan
(33)
d. Hama dan Penyakit
Terdapat banyak sekali hama dan penyakit yang dapat menyerang kopi diantaranya :
Serangan bubuk buah akan mengakibatkan gugurnya buah muda, menurunkan mutu akibat biji berlubang dan penyusustan berat. Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan pemusnahan sumber infeksi (petik bubuk, lelesan) dan pemutusan siklus hidup.
Bubuk cabang, yang menyerang cabang dan wiwilan yang masih muda dan mengakibatkan cabang kering atau patah. Untuk mengatasi serangan hama bubuk cabang, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi tanaman kopi, menghambat pertumbuhan cendawan, memusnahkan cabang-cabang yang terserang.
Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi menjadi kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka dilakukan pemberantasan semut, membabat tanaman yang disenangi kutu, memusnahkan tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot obatobatan.
Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas maka tanaman yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian diisolasi dengan pembuatan parit.
(34)
4. Panen dan Pasca Panen
Kopi berbuah tidak serentak maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah, yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menghasilkan mutu yang tinggi yaitu :
a. Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia delapan bulan.
b. Panen raya atau sistem petik merah, yakni pemetikan buah yang sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat sampai lima bulan dengan giliran sepuluh sampai 14 hari.
c. Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih, petik ini dilakukan bila sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu dilakukan penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).
2.3. Perencanaan Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah dilaksanakan dalam upaya menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan tersebut, pemerintah merupakan aktor yang penting karena memiliki wewenang dan kemampuan dalam membuat strategi, perencanaan dan kebijakan-kebijakan serta mengimplementasikannya di lapangan. Walau demikian dalam mewujudkan
(35)
perencanaan pembangunan tersebut harus didukung oleh pihak-pihak lain seperti pihak swasta dan juga masyarakat.
Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas
(productivity growth), memeratakan distribusi pendapatan (income distribution),
memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran
(unemployment rate), serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara
berkesinambungan (sustainable development).
Berikut ini beberapa konsep perencanaan pembangunan di suatu daerah menurut Komet Mangiri dan Ati Widiati (Urbanus dan Socia, 2002:101-108) :
2.3.1. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sumberdaya
Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan manusia, baik dalam bentuk tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja, keahlian, keindahan alam, maupun sosial budaya. Potensi-potensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan daerah yang bersangkutan.
Dalam kenyataannya, kualitas dan kuantitas yang dipunyai suatu daerah berbeda dengan daerah yang lainnya. Di Indonesia misalnya, ada beberapa propinsi yang memiliki sumberdaya melimpah dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kalimantan Timur dan Papua kaya akan potensi dan hasil migas. Maluku dan Maluku Utara memiliki potensi dan hasil laut yang berlimpah. Sebaliknya, Bengkulu memiliki sumber daya alam yang sangat terbatas. Begitu juga dengan Papua yang kualitas sumber daya
(36)
manusianya masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya di Indonesia.
Karena adanya perbedaan kuantitas dan kualitas sumberdaya tersebut maka di dalam konsep perencanaan pembangunan daerah menurut sumberdaya ini terdapat beberapa pilihan, yakni :
a) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya manusia. Dalam teori ekonomi klasik, strategi seperti ini dikenal pula dengan istilah
labor surplus strategy. Bagi daerah yang memiliki sumber daya manusia
yang sangat banyak, tetapi lahan dan sumber daya alamnya terbatas, maka
labor surplus strategy cukup relevan untuk diterapkan. Tujuan utama strategi
ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat karya dan mengupayakan ekspor tenaga kerja ke daerah lain.
b) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya alam.
Strategi ini mengupayakan berbagai upaya dalam memaksimalkan sumber daya alam yang mengalami surplus sehingga bisa diekspor ke daerah lain. Hasil ekspor nantinya dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan/mengimpor sumber daya yang dibutuhkan namun tidak tersedia di daerah tersebut.
c) Pembangunan daerah berbasis sumberdaya modal dan manajemen.
Sebagian daerah mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup. Namun daerah tersebut tidak memiliki sumber daya modal yang mencukupi untuk menciptakan pembangunan daerah. Oleh karena itu strategi pembangunan daerah yang tepat adalah dengan
(37)
pengembangan lembaga keuangan (perbankan dan nonperbankan) yang kuat dan sistem manajemen yang baik.
d) Pembangunan daerah berbasis seni, budaya, dan keindahan alam.
Di Indonesia ada banyak daerah yang memiliki sumber daya berupa pantai dan panorama yang indah, iklim yang sejuk, cagar alam yang fantastis, seni yang atraktif, serta budaya yang unik. Contohnya Pantai-pantai di Bali, pesona bawah laut Wakatobi di Sulawesi, Bunaken di Manado, Raja Ampat di Papua. Dengan sumberdaya seperti itu, daerah yang bersangkutan dapat mengembangkan wilayahnya dengan cara pembangunan transportasi, perhotelan, restoran, kerajinan cinderamata dan sarana- sarana serta usaha yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata.
e) Pembangunan Daerah berbasis penataan ruang (lokasi strategis).
Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang dapat dilakukan melalui penetapan lokasi-lokasi strategis untuk berbagai kegiatan pembangunan (fisik maupun nonfisik). Pemilihan lokasi-lokasi strategis tersebut bisa didasarkan pada basis input (bahan baku dan tenaga kerja), basis transformasi produksi, ataupun basis output (market/consumer oriented). Untuk mengembangkan lokasi-lokasi strategis tersebut, ada tiga alternatif yang bisa dipilih, yakni dalam bentuk pusat-pusat pertumbuhan (growth poles), integrasi fungsional
(functional integration), dan pendekatan desentralisasi (dezentralization
(38)
2.3.2. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Komoditas Unggulan
Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah terletak pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Ada beberapa kriteria megenai komoditas unggulan, di antaranya :
a) Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime power) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan tersebut dapat memberikan konstribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran. Misalnya adalah cengkeh di Sulawesi, minyak bumi dan gas alam di Aceh, jasa perdagangan di Jakarta, jasa pariwisata di Bali.
b) Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
(forward linkages and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas
unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya.
c) Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis dari daerah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupum aspek-aspek lainnya.
d) Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain
(complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan
bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali).
(39)
e) Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.
f) Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.
g) Komoditas unggulan bosan bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growing), puncak (maturity), hingga penurunan (decreasing).
h) Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. i) Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk
dukungan, misalnya dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
j) Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Apabila komoditas unggulan sudah memasuki fase penurunan, maka pengembangan selanjutnya dapat diteruskan dengan cara :
a) Memperkuat strategi pemasaran agar dapat mempengaruhi konsumen untuk terus mengkonsumsi komoditas tersebut. Misalnya melalui eksebisi, potongan harga, keringanan pajak, hingga promosi ekspor.
b) Meningkatkan kualitas produk agar tetap memiliki daya saing, sehingga permintaan terhadap komoditas tersebut tidak menurun secara drastis.
(40)
c) Menciptakan permintaan oleh industri antara (intermediary industry) yang berarti sekaligus menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian daerah yang bersangkutan.
2.4. Pengembangan Kawasan Agropolitan
Agropolitan adalah wilayah pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya. Sedangkan kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dengan sistem agribisnis.
Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan alternatif solusi yang tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan perkotaan. Melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian. Melalui pendekatan sistem Kawasan Agropolitan, produk pertanian akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai tambah tetap berada di Kawasan Agropolitan (Daidullah, 2006. Hal.1)
(41)
2.4.1. Prinsip Pemberdayaan Agropolitan
Agropolitan memiliki 4 (empat) prinsip pemberdayaan yang harus diterapkan dalam mengembangkan kawasan agropolitan yaitu:
a) Prinsip Kerakyatan
Pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan perorangan ataupun kelompok.
b) Prinsip Swadaya
Bimbingan dan kemudahan (fasilitas) yang diberikan harus mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan.
c) Prinsip Kemitraan
Memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan keputusan dan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam melaksanakan pembangunan.
d) Prinsip Bertahan dan Berkelanjutan
Pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.4.2. Penerapan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan
Penerapan Strategi untuk mengembangkan agropolitan berbasiskan komoditi unggulan sebagai berikut:
(42)
a) Peningkatan kemandirian masyarakat (tokoh petani, tokoh masyarakat dan LSM) dengan memberikan peran kepada masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
b) Penguatan kapasitas kelembagaan tani yang mengarah pada pengembangan koperasi atau asosiasi atau bentuk lain yang cocok dengan kondisi kawasan, pada kelembagaan ini juga dikembangkan kegiatan simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro untuk membantu permodalan masyarakat perdesaan.
c) Di Kawasan Agropolitan perlu dikembangkan Klinik Konsultasi Agribisnis (KKA) yang berfungsi sebagai sumber informasi (modal, pasar, tehnologi dan pelatihan) bagi petani sekitarnya. Kegiatan ini sebaiknya merupakan kegiatan kerjasama lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, masyarakat dan atau swasta.
d) Pemberian fasilitas sarana dan prasarana strategis yang dibutuhkan masyarakat (pasar, jalan, irigasi, jaringan telepon / listrik, air bersih dan lain-lain) yang sesuai dengan master plan.
e) Pemberian insentif kepada pelaku agribisnis untuk mengembangkan produksi dan produk komoditi unggulan (harga dasar, pajak, permodalan dan lain-lain). f) Pemberian insentif dan penghargaan terhadap aparatur dan petugas (seperti
Camat, penyuluh/petugas lapangan, Kepala Desa/Kepala Dusun) yang terkait dengan pelaksanaan Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan (Djakapermana, 2007 Hal 1).
(43)
2.5. Agribisnis
Menurut Suryanto, B (2004 Hal 4), pengertian agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Keterkaitan setiap aktivitas itu sebagai upaya memaksimalkan potensi pertanian agar dapat menjadi andalan di sektor perekonomian. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki komponen-komponen atau yang disebut dengan sistem agribisnis.
Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia ; (2) subsistem budaya dan usaha tani ; (3) subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri ; dan (4) subsistem pemasaran hasil pertanian.(Rahim dan Diah, 28 : 188 )
Sedangkan Hermawan, (2008 Hal 4) menyatakan bahwa Agribisnis terdiri dari lima subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interdepedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas, dengan kelima subsistem sebagai berikut :
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Subsistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran, mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input
(44)
usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usaha Tani atau Proses Produksi
Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka.
c. Subsistem agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
(45)
Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi : Sarana Produksi dan Tataniaga, Perbankan/Perkreditan, Penyuluhan Agribisnis, Kelompok tani, Infrastruktur agribisnis, Koperasi Agribisnis, BUMN, Swasta, Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, Transportasi, Kebijakan Pemerintah (Hermawan, 2008 P 4).
2.6. Kaitan Agropolitan Dengan Agribisnis
Konsep Agropolitan dikembangkan sebagai strategi baru pembangunan daerah karena konsep lama yaitu Growth Pole (Pusat Pertumbuhan) yang diaplikasikan mulai tahun 1970-an dinilai memperlebar ketimpangan antara kota dan desa. Konsep Pusat Pertumbuhan ternyata telah mengakibatkan aliran ke pusat jauh lebih besar daripada aliran ke desa. Akibatnya terjadi perbedaan kota dengan desa, serta ketimpangan antara si kaya di kota dan si miskin di desa juga semakin lebar. Dengan demikian terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar (urbanisasi).
Menyadari kegagalan ini Friedmann & Mike Douglass mengembangkan pendekatan baru yang lebih berlandaskan basic needs dan focus pembangunan di perdesaan melalui pengembangan Agropolitan, yaitu kota pertanian yang tumbuh
(46)
dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Kaitan antara Agropolitan dan Agribisnis, adalah bahwa Agropolitan berkait dengan kawasan pertanian yang dikembangkan dengan berbagai kegiatan agribisnis. Sedangkan agribisnis adalah berbagai kegiatan usaha yang menyangkut bidang pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk kegiatan penunjangnya.
Sejarah perkembangan kota-kota di Indonesia sebagian besar karena berkembangnya kegiatan agribisnis dengan dukungan kegiatan pertanian di wilayah hinterland-nya. Kota Bandung, Bogor, Malang, Cianjur, Garut dan lain-lain tumbuh karena dukungan kegiatan pertanian dan hinterlandnya. Sedikit berbeda dengan Jakarta, Semarang Surabaya, dan Cirebon yang tumbuh karena adanya pelabuhan dan industri sebagai leading sectornya. Kumpulan desa-desa berkembang membentuk pusat-pusat pertumbuhan biasanya berupa ibu kota kecamatan. Perlu diupayakan agar industri yang berkembang di Agropolitan ialah industri yang mempunyai kaitan kedepan (forward linkage) dan kaitan kebelakang
(backward linkage) dengan kegiatan pertanian yang dikembangkan di
hiterlandnya (Depnakertrans, 2005).
Sebagai contoh suatu kawasan yang lahannya sesuai untuk komoditas nenas, kemudian di kawasan agropolitan dikembangkan industri pengalengan nanas, industri pembuatan kaleng, pengangkutan dan lain-lain, sementara pemerintah pusat/provinsi memberi dukungan melalui pelatihan bagi petani nanas, dukungan pemasaran dan informasi.
(47)
Setiap kawasan dikembangkan dengan spesifikasinya sendiri (1 kawasan dengan 1 komoditi unggulan). Pembangunan suatu daerah jangan meniru (blue
print) dari daerah lain yang sudah berhasil. Tetapi setiap daerah harus mempunyai
komoditi unggulan atau karakter tersendiri (Depnakertrans, 2005).
2.7. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities, Threats)
Dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan komoditas pertanian dapat digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor-faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan suatu komoditas tersebut. Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk menemukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Setelah diketahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya dapat ditentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada. Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan
(48)
integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung pada kriteria yang digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu: 1. Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal 2. Tahap analisis
3. Tahap pembentukan alternatif-alternatif strategi
Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Faktor-faktor strategis internal dan eksternal merupakan pembentukan matriks SWOT (David, 2006Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel alternatif strategi (Tabel).
Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
2. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal 3. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal 4. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal
5. Sesuai kekuatan internal dan peluang eksternal untuk membuat strategi SO. 6. Sesuai kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO. 7. Sesuai kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST.
(49)
8. Sesuai kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.
Berikut ini merupakan matriks yang digunakan untuk membentuk strategi-strategi pengembangan metode SWOT setelah faktor internal dan faktor-faktor eksternal dikumpulkan.
Tabel 2.1 Matriks SWOT
EF STRENGTHS (S)
Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal
WEAKNESSES (W)
Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang
TREATHS (T)
Tentukan 5-10 faktor ancaman Eksternal
STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : (Rangkuti, 2008).
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu
stakeholders mengembangkan empat tipe strategi, yakni (1) strategi SO yaitu
(50)
eksternal, (2) strategi WO yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal, (3) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dan ancaman eksternal serta (4) strategi WT merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN
2.4. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan lokasi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Kabupaten Dairi terbagi menjadi 15 Kecamatan, sedangkan lokasi penelitian dipilih di 2 Kecamatan, yaitu yang paling banyak menghasilkan produk pertanian kopi, dan paling banyak mempunyai kegiatan agribisnis menonjol di Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kecamatan Sidikalang dan Kecamatan Sumbul.
Kecamatan Sidikalang merupakan pusat Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi, dan juga merupakan lokasi dengan jumlah kegiatan agribisnis dan industri kopi bubuk yang paling banyak. Menurut data BPS dalam publikasinya Dairi Dalam Angka 2012 bahwa di Kecamatan Sidikalang terdapat 7 unit usaha pengolahan kopi bubuk, kemudian di Kecamatan Parbuluan terdapat 4 unit usaha dan di Kecamatan Berampu terdapat 2 unit usaha. Berdasarkan hasil wawancara peneliti juga mengetahui bahwa sebagian besar pedagang pengumpul hasil pertanian kopi juga berdomisili di Kecamatan Sidikalang.
Kecamatan Sumbul merupakan kecamatan penghasil kopi terbesar di Kabupaten Dairi. Perbandingan hasil produksi kopi antar kecamatan di
(52)
Tabel 3.1
Produksi Kopi Kabupaten Dairi Berdasarkan Kecamatan Tahun 2011
No Kecamatan
Kopi Robusta Kopi Arabika total Luas Lahan (ha) Jumlah Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Jumlah Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Jumlah Produksi (ton)
1 Sumbul 1.380 451,65 6421 5.510 7801 5961,65
2 Parbuluan 5 2,3 2474 1.842 2479 1844,3
3 Silima Pungga‐pungga 1.315 520 57,5 21 1372,5 541
4 Lae Parira 978 346 120 87 1098 433
5 Siempat Nempu 945 322 85 62 1030 384
6 Siempat Nempu Hulu 1.255 218 200 156 1455 374
7 Pegagan Hilir 719 193,9 167 126 886 319,9
8 Sitinjo 17 8 372 295 389 303
9 Sidikalang 42 21,3 330,5 257,7 372,5 279
10 Berampu 89 35,2 233 206,7 322 241,9
11 Gunung Sitember 555 239,5 0 0 555 239,5
12 Tigalingga 725 232 0 0 725 232
13 Siempat Nempu Hilir 470 164 0 0 470 164
14 SilahiSabungan 0 0 44 6,8 44 6,8
15 Tanah Pinem 0 0 0 0 0 0
Total 8.495 2.753,80 102.07 8.570 18999 11324,05
Sumber: Dairi Dalam Angka 2012.
2.5. Sumber Informasi
Dalam penelitian ini sumber informasi yang digunakan selama proses penelitian diperoleh dari para pelaku (actors)/informan. Teknik yang digunakan dalam memilih informan sampling adalah dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan data dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini pertimbangan tersebut adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan kopi mulai dari produksinya sampai pengolahan dan distribusi hasil pengolahan kopi itu sendiri, serta pihak-pihak yang dianggap tahu tentang program Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi.
(53)
Selanjutnya, informan-informan tersebut diharapkan memenuhi kriteria berikut ini (Sanafiah Faisal : 1990) dalam (Suparmoko, M : 1987):
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.,
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. Adapun pihak-pihak yang dijadikan sebagai informan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Dairi yang diwakili oleh Bapak P.Sianturi sebagai Kepala Bidang Perekonomian di BAPPEDA Kabupaten Dairi
2. Dinas Perkebunan Kabupaten Dairi yang diwakili oleh Ibu Tresia Panggabean sebagai staff Dinas Perkebunan Kabupaten Dairi.
3. Petani-petani kopi yang berdomisili dan memiliki lahan kopi di Kecamatan Sidikalang dan juga Kecamatan Sumbul.
4. Pengusaha Industri Kopi dan pedagang pengumpul kopi yang ada di Kecamatan Sidikalang.
2.6. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
(54)
2.7. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data primer dan data sekunder. Sarana pengumpulan datanya adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan berhubungan langsung dengan pihak-pihak yang dapat membantu memberikan informasi tentang permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.
b. Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan adalah:
a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.
(55)
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
2.8. Teknik Analisis Data
Pengolahan data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, baik itu data di lapangan (data primer) maupun data sekunder. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi secara sederhana. Setelah ditabulasi maka data-data tersebut dianalisis sesuai dengan metode analisis data-data yang sesuai. Analisis data yang dilakukan meliputi tahap pemasukan data, transfer data, editing data, pengolahan data dan interpretasi data.
1. Untuk menyelesaikan masalah yang pertama digunakan analisis data deskriptif dengan cara menjelaskan dan menggambarkan secara detail pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh peneliti.
2. Untuk menyelesaikan masalah yang ke dua digunakan analisis data deskriptif yaitu dengan memilah-milah faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kopi Dairi ke dalam 4 jenis faktor yaitu, kekuatan (strenghts), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).
3. Untuk menyelesaikan masalah yang ke tiga yaitu pembentukan alternatif strategi pengembangan kopi Dairi digunakan metode analisis SWOT, dimana strategi dibentuk melalui kombinasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal serta dengan memperhatikan faktor-faktor negatif internal dan eksternal.
(56)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi dan Kondisi Umum Kabupaten Dairi 6.1.1. Administratif Kabupaten Dairi
Kabupaten Dairi merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Sumatera Utara. Ibukota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang. Luas wilayah Kabupaten Dairi 1927,80 Km2 atau 2,69% dari luas Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk sebesar 272.578 jiwa sehingga kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sebesar 141 jiwa/Km2. Data administratif Kabupaten Dairi secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Dairi
No Kecamatan Desa/
Kelurahan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)
1 Sidikalang 11 70,67 49254 696
2 Berampu 5 31,65 8029 254
3 Sitinjo 4 39,48 11968 303
4 Parbuluan 11 227 21093 93
5 Sumbul 19 149 39876 268
6 Silahisabungan 5 119,2 4473 38
7 Silima Pungga-pungga 16 101,68 12657 124
8 Lae Parira 9 42,72 13547 317
9 Siempat nempu 13 60,3 17989 298
10 Siempat nempu hulu 12 93,6 17673 189
11 siempat nempu Hilir 10 104,5 10429 100
12 Tigalingga 14 201,87 21456 106
13 Gunung Sitember 8 75,2 9094 121
14 Pegagan Hilir 13 155,3 14748 95
(57)
Secara geografis Kabupaten Dairi terletak pada kordinat 20 15’ - 30 10’ LU dan 980 00’- 980 38’ BT. Secara administratif Kabupaten Dairi berbatasan dengan: a. Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Karo,
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat c. Sebelah Timur : Kabupaten Samosir
d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)
6.1.2. Topografi dan Kemiringan Lereng
Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata antara 500 – 1700 meter diatas permukaan laut, dengan rincian sebagai berikut:
a. Ketinggian sampai dengan 500 meter terdapat seluas 53.978,40 Ha atau sekitar 28% dari total wilayah Kabupaten Dairi.
b. Ketinggian antara 500 – 1000 meter terdapat seluas 88.678,80 Ha atau sekitar 46% dari total wilayah Kabupaten Dairi.
c. Ketinggian diatas 1000 meter terdapat seluas 50.122,80 Ha atau sekitar 26% luas total wilayah Kabupaten Dairi.
Dilihat dari kemiringan lerengnya, Kabupaten Dairi memiliki keadaan lereng yang bervariasi yaitu mulai dari datar, bergelombang, curam hingga terjal, dengan rincian sebagai berikut:
(58)
c. Daera 14,07 d. Daera e. Daera 45,70
Sumber : Da
Pe 6.1.3. Ge K bermacam tanah lipa sekitar 10 lainya yai
ah yang ber %.
ah yang cura ah yang ter 0%.
airi Dalam An
ersentase W
eologi dan J
Kabupaten m-macam je
arit yang m 03.812 Ha ( itu : peroka
rgelombang am (25-40% rjal (diatas ngka 2012 Wilayah Ka Jenis Tana Dairi yang nis tanah. merupakan (53,85%) y arbon seluas (15-25%) t %) terdapat 40%) terd Gambar abupaten D ah g merupak Jenis tanah hasil peletu yang terbesa s 62.191 Ha
terdapat sek sekitar 27.8 dapat sekit r 4.1 Dairi Menu kan daerah h yang ada
usan dari G ar di seluru a (32,26%)
kitar 27.124
824 Ha atau ar 88.097
rut Kondis
dataran t umumnya m Gunung To uh kecamat
, palaegon
4 Ha atau se
u sekitar 14,4 Ha atau s
si Tanah
tinggi, mem merupakan oba dengan tan. Jenis seluas 3.52 ekitar 43%. ekitar miliki jenis n luas tanah 28 Ha
(59)
(1,83%), garbo diabase sepentijin seluas 23,018 Ha (11,94%) dan jenis tanah jura seluas 231 Ha. Tanah jenis ini sesuai untuk komoditi perkebunan kopi dan tanaman keras lainnya.
6.1.4. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Dairi umumnya didominasi oleh penggunaan lahan untuk hutan negara yaitu seluas 73.586 ha. Penggunaan lahan terbanyak ke dua adalah untuk perkebunan. Berikut ini merupakan tabel penggunaan lahan di Kabupaten Dairi
Tabel 4.2
Penggunaan Lahan di Kabupaten Dairi tahun 2011
No Penggunaan Lahan Luas(Ha) Persentase (%)
1 Hutan negara 73.586 38,17
2 Perkebunan 32.779 17,00
3 Kebun/Tegal 28.839 14,96
4 Ladang/Huma 19.500 10,12
5 Sawah 10.225 5,30
6 Bangunan 8.137 4,22
7 Tidak Diusahakan 7.313 3,79
8 Jalan, Sungai, Tandus 5.116 2,65
9 Padang Rumput 4.404 2,28
10 Lainnya 1.841 0,95
11 Hutan Rakyat 949 0,49
12 Kolam 67 0,03
13 Tambak 20 0,01
Total 192.780 Sumber: Dairi Dalam Angka 2012, (diolah).
(60)
S 6.1.5. Pe Sek memberik sektor ini sektor pe penggerak dominan hortikultur karena pad terbesar a 2011 diba yang bera palawija ju kacang m
umber: Dairi
Pers ertanian da ktor pertani kan sumbang mencapai ertanian me k perekono diusahakan ra. Tanama di adalah ta adalah padi
andingkan d arti terjadi uga mengal masing-masi Dalam Angk entase Tata n Perkebun ian merupak gan terbesa
59,55 % p erupakan se mian Kabu n oleh mas
an padi mer anaman poko
sawah den dengan tahu
kenaikan s lami kenaik ing pada ta
ka 2012.
Gambar a Guna La
nan
akan tulang ar terhadap P
pada tahun ektor yang upaten Dai syarakat me
rupakan tan kok yang me ngan jumla
un 2010 de sebesar 1,2 kan yaitu jag
ahun 2010
r 4.2 han Kabup
punggung p PDRB di K
2011. Ha g paling pe ri. Tanam encakup ta naman yang enjadi kebut h produksi engan juml 25%. Sela gung dan ka
adalah se
paten Dairi
perekonomi Kabupaten D al ini memb enting yang man pertani
naman pad g paling ban tuhan utama
78.582,24 lah produks in padi, pr acang. Prod ebesar 148.
i
ian daerah, Dairi. Kontr buktikan, b g menjadi ian yang p di, palawija nyak diusah
a. Produksi ton pada si 77.612,1 roduksi tan duksi jagun .070,40 ton yang ribusi bahwa roda paling a dan hakan, i padi tahun 0 ton naman ng dan n dan
(61)
2.924,46 ton, meningkat pada tahun 2011 masing-masing menjadi 153.335 ton dan 2.966,72. (Dairi dalam angka 2012)
Produksi jeruk Kabupaten Dairi dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan dengan angka yang sangat tinggi. Pada tahun 2008 jumlah produksi jeruk Kabupaten Dairi adalah sebesar 2.269,09 ton, namun pada tahun 2011 produksi jeruk tersebut telah mencapai 20.360 ton atau meningkat hampir 9 kali lipat dalam waktu 3 tahun. (Dairi dalam angka 2012)
Kabupaten Dairi juga merupakan wilayah perkebunan yang baik, dimana berbagai komoditas perkebunan tumbuh dengan subur bahkan beberapa komoditas perkebunan hasil produksinya lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten lain di Sumatera Utara.
Tabel 4.3
Luas Lahan dan Jumlah Produksi Komoditas Perkebunan Tahun 2011
No Jenis Tanaman
Perkebunan
Luas
Lahan(Ha)
Produksi
(Ton)
1 Gambir 750 319,2
2 Aren 63,5 26,7
3 Kopi 18999 11324,05
4 Cengkeh 50 2,1
5 Kemiri 4116,5 7191
6 Karet 245,5 124,79
7 Kelapa 567 374,9
8 Kemenjan 211 41,79
9 Kulit Manis 320 571,6
10 Tembakau 257 221,1
11 Nilam 22 2,75
12 Vanila 50,5 7,35
13 Lada 80 49,92
14 Kelapa Sawit 162 967
15 Kakao 688 243
(1)
c. Faktor Eksternal berupa Peluang (Opportunities)
1) Otonomi Daerah.
2) Pasar yang masih terbuka baik domestik maupun luar negeri.
3) Munculnya fasilitas kredit bagi umkm oleh lembaga-lembaga keuangan. 4) Perkembangan teknologi dan informasi.
d. Faktor Eksternal berupa Ancaman (Threats)
1) Pengalihan lahan ke tanaman baru yang dianggap petani lebih menguntungkan.
2) Munculnya produk-produk kopi dari wilayah lain. 3) Kenaikan harga pupuk dan peralatan pertanian. 4) Fluktuasi harga kopi.
3. Strategi pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi.
Berdasarkan analisis SWOT terhadap faktor-faktor internal dan eksternalnya, maka dibentuk strategi komprehensif pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi yaitu sebagai berikut:
1) Pembentukan Lembaga Riset dan Pengembangan Kopi 2) Peningkatan Peranan Pemerintah
3) Pembentukan Asosiasi Petani Kopi Kabupaten Dairi
4) Implementasi Konsep Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi dalam Pengembangan Kopi Kabupaten Dairi
(2)
5.2. Saran
Setelah melakukan kajian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pemerintah melalui dinas-dinas yang terkait merupakan pihak yang berkewajiban menstimulasi atau merangsang petani-petani dan pengusaha industri kopi agar menemukan dan memanfaatkan inovasi-inovasi dalam pertanian maupun industri kopi. Oleh karena itu pemerintah sudah seharusnya meningkatkan peranannya melalui program-program dan kebijakan yang mendukung dalam pengembangan potensi pertanian Kabupaten Dairi.
2. Pengembangan potensi kopi merupakan suatu sistem agribisnis yang kompleks dan tersusun atas subsistem-subsistem yang menopang dan bekerja secara terintegrasi. Subsistem-subsistem tersebut antara lain: subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha tani, subsistem agribisnis hilir dan subsistem penyedia jasa. Oleh karena itu perlu ditingkatkan pengetahuan dan pemahaman pihak-pihak yang terkait agar mampu bekerjasama demi terwujudnya kesuksesan sistem agribisnis kopi yang menguntungkan bagi setiap pihak.
3. Mengingat masih terbatasnya penelitian yang dilakukan dalam pengembangan potensi kopi Kabupaten Dairi, maka perlu dilakukan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan potensi Kopi Kabupaten Dairi.
(3)
Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ambardi, Urbanus M. Dan Prihawantoro, Socia. 2002. Pengembangan Wilayah
Dan Otonomi Daerah: Kajian Konsep Dan Pengembangan. Jakarta:
BPPT.
BAPPEDA Pemerintah Kabupaten Dairi. 2007. Revisi Rencana Detail Kawasan Agropolitan Kabupatan Dairi. Sidikalang:__________
Daidullah, Samsudin T. 2006. Strategi Pengembangan Agropolitan Dinas Tanaman Pangan Hortikula, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Boul. Yogyakarta. Thesis: Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pascasrjana Universitas Gajahmada. 2006.
David, R. F. 2006. Manajemen Strategi: Konsep. Edisi kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat.
Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi. Jakarta. 2005. Pemukiman Transmigrasi. Info Ketransmigrasian. Volume I, No. 3, 2005.
Djakapermana, R D. 2007. Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Yang Berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah R. I.
Hermawan, R. 2008. Membangun Sistem Agribisnis. Agroinfo. Yogyakarta. 2008.
Lingga, Paul Christian. 2011. Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) Dalam Usaha Pengembangan Ekonomi Berbasis Agribisnis. Skripsi: Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
(4)
Rahim, Abdul Dan Hastuti, Diah Retno Dwi. 2008. Ekonomika Pertanian: Pengantar, Teori Dan Kasus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Pustaka Utama.
Sihaloho, Tiur Mariani. 2009. Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di
Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Departemen
Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Strauss, Anselm. Dan Corbin, Juliet. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Suparmoko, M. 1987. Metode Penelitian Praktis: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Ekonomi Dan Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
Suryanto, B. 2004. Peran Usahatani Ternak Ruminansia Dalam Pembangunan Agribisnis Berwawasan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Diponegoro. Semarang. ISBN 979. 7042669.
Suyatno, Yulistyo. 2008. Penguatan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasis Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Unggulan Di Kabupaten Semarang. Thesis: Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Tambunan, Tulus T. H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia:
Beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tjokrowinoto, M. 2002. Kopi Kajian Ekonomi Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
Sumber Internet
Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk Tahun 2010: Agregat Data Provinsi.
Http://Www.Bps.Go.Id/65tahun/SP2010_Agregat_Data_Perprovinsi. Pdf (Di Akses Pada Tanggal 29 Nop 2012)
BKPM. 2013. Potensi Kopi di Sumatera Utara.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ic=62&ia= 12 (Diakses Pada 30 Januari 2013 )
(5)
__________Bab 16: Pengembangan Kawasan Agropolitan Center Berikut 5 Distrik Agropolitan Dan Agroindustri.
Http://Musi-Rawas.Go.Id/Musirawas/Images/Stories/Pdf/Bab16.Pdf (Di Akses Pada Tanggal 24 Nopember 2012)
____________Jenis Komoditi Unggulan KADTBB-SU.
Http://Www.Sumutprov.Go.Id/Agropolitan/Index.Php (Di Akses Tanggal 12 Nopember 2012)
Pedoman Umum. 2008 .Lampiran Peraturan Menteri Pertanian. No:16/Permentan/OT.140/2/2008
Http://Database.Deptan.Go.Id/PUAP/Tampil.Php?Page=Pedum (Diakses 18 Nopember)
(6)