BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Pesinyalan (Signalling Theory) - Pengaruh Asset Growth, Debt To Equity Ratio, Return On Equity dan Earning Per Share Terhadap Beta Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Eefek Ind

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Pesinyalan (Signalling Theory)

  Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan perusahaan terhadap keputusan investasi pihak diluar perusahaan.

  Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis, karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan, atau gambaran, baik keadaan masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaiman pasaran efeknya.

  Informasi yang relevan, lengkap, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.

  Menurut Jogiyanto (2011 : 392), informasi yang dipublikasikan sebagai pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.

  Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.

  Menurut Ivana (2009 : 16), pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin dalam perubahan volume perdagangan saham. Hubungan antara publikasi informasi laporan keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.

  Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak diluar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.

  Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi resiko relatif setiap perusahaan, sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi resiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor, maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan.

2.1.2 Saham

  Walaupun sejarah pasar modal di Indonesia sudah ada sebelum republik ini terbentuk, tetapi kepopulerannya dikalangan publik mulai dikenal dalam dekade 2000-an. Pada saat ini banyak korporasi atau perusahaan, individu, maupun BUMN yang saham perdananya telah di go public sehingga ikut meramaikan pasar modal ditanah air dibawah naungan BEI.

  Menurut Vibby Santo (2007 : 21), saham merupakan salah satu jenis instrumen investasi yang berarti tanda kepemilikan terhadap suatu perusahaan dan akan memberikan keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain seiring dengan pergerakan nilai harganya.

  Menurut Mukhibin (2011 : 67) saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas) atau yang biasa disebut dengan emiten.

  Saham merupakan salah satu produk keuangan yang menjadi bukti sah kepemilikan kita terhadap perusahaan yang menerbitkan sertifikat saham tersebut. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu.

  Bermain di pasar saham memang dapat memberikan keuntungan yang jauh berlipat ganda dibandingkan dengan menyimpan uang dideposito atau berinvestasi diobligasi. Namun bermain dipasar saham juga bisa menyebabkan kerugian yang cukup besar. Resiko yang semakin besar akan menghasilkan keuntungan yang semakin besar pula. Dengan demikian kalau seorang investor membeli saham, maka ia menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan tersebut. Konsekuensi dari hal ini yaitu investor bertindak sebagai pemilik perusahaan yang ikut menanggung segala kerugian dan juga menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan.

  Membeli saham merupakan alternatif lain dalam mengamankan dan juga meningkatkan nilai kekayaan berupa uang karena lebih menguntungkan sebab memberikan keuntungan yang tidak terhingga. Artinya, apabila perusahaan penerbit mampu menghasilkan laba yang besar maka para pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan yang besar juga karena dari laba yang besar itu diharapkan mampu untuk membayarkan deviden. Disamping deviden, pemilik saham juga ada kemungkinan mendapatkan penghasilan dari capital gain.

  Secara umum, semakin baik kinerja suatu perusahaan emiten maka saham perusahaan tersebut akan semakin menguntungkan investor sebab kinerja yang baik akan meningkatkan laba. Laba yang tinggi ini akan menyebabkan semakin besar kemungkinan mendapatkan pembagian deviden yang tinggi.

  Selain itu, kinerja yang baik akan membangun sentimen positif dipasar sehingga harga saham akan naik dan akan memberikan capital gain bagi investor.

  Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham (Mukhibin 2011 : 22), yaitu:

   Deviden Merupakan sebagian laba perusahaan yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Tidak semua laba dibagikan kepada pemegang saham karena sebagian lagi digunakan untuk kepentingan investasi perusahaan.

  Beberapa perusahaan rutin memberikan deviden setiap tahun, namun ada juga perusahaan yang tidak memberikan deviden. Alasan pertama perusahaan tidak memberikan deviden adalah perusahaan tidak memperoleh laba atau mendapatkan kerugian. Ada juga perusahaan yang tidak pernah memberikan deviden, namun harga sahamnya terus mengalami kenaikan. Hali ini terjadi karena laba perusahaan dimanfaatkan untuk pengembangan perusahaan terkait.

  Contoh : Microsoft, Inc.

   Capital Gain Merupakan keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga saham.

  Sebagaimana investasi dalam bidang lain, misalnya dalam bidang properti, seorang investor memperoleh keuntungan dari kenaikan harga properti tersebut, sedangkan dalam saham investor diuntungkan oleh kenaikan harga saham tersebut.

  Selain memberikan keuntungan, membeli atau memiliki saham juga dapat memberikan kerugian bagi pemiliknya. Pada dasarnya ada dua kerugian yang dapat ditanggung oleh investor, yaitu :

   Capital Loss Merupakan kebalikan dari capital gain yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.

   Resiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi. Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan maka sisa tersebut dibagi secara proporsional, jika tidak ada sisanya maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan resiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

2.1.3 Pengertian Beta Saham

  Beta Saham adalah pengukur resiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap resiko pasar.

  Beta suatu sekuritas menunjukkan resiko sistematiknya yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Mengetahui Beta masing-masing sekuritas juga berguna untuk pertimbangan memasukkan sekuritas tersebut ke dalam portofolio yang akan dibentuk.

  Dengan adanya resiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi, maka para pemodal yang menyukai resiko akan memilih untuk melakukan diversifikasi. Sebagai akibatnya semua pemodal melakukan hal yang sama, dan dengan demikian resiko yang hilang karena diversifikasi menjadi tidak relevan dalam perhitungan resiko. Hanya resiko yang tidak bisa hilang karena diversifikasi yang menjadi relevan dalam perhitungan resiko.

  Resiko dalam hal ini ditunjukkan dengan Beta (merupakan koefisien regresi antara dua variabel), yaitu kelebihan tingkat keuntungan portofolio pasar (excess return of market portofolio), dan kelebihan keuntungan suatu saham (excess return of stock).

  Investasi yang efisien adalah investasi yang memberikan resiko tertentu dengan tingkat keuntungan yang terbesar, atau tingkat keuntungan tertentu dengan resiko yang kecil. Jika ada dua usulan investasi yang memberikan dua keuntungan yang sama tetapi mempunyai resiko yang berbeda, maka investor yang rasional akan memilih investasi yang memiliki resiko yang paling kecil. Semakin besar Beta-nya semakin besar juga tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi.

  Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik investasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi Beta masa datang. Bukti- bukti empiris menunjukkan bahwa Beta historis mampu menyediakan informasi tentang Beta masa depan (Elton dan Gruber, 1994).

  Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return sekuritas dan return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan laba indeks pasar) atau data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta yang dihitung dengan data pasar disebut dengan Beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut Beta akuntansi, sedangkan Beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan Beta fundamental.

2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beta Saham

  1. Beta Pasar Beta pasar merupakan Beta yang dihitung dengan data pasar dan dapat diestimasi dengan mengumpulkan nilai-nilai historis return dari sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu (Jogiyanto, 2011). Dengan asumsi bahwa hubungan antara return-return sekuritas dan return-return pasar adalah linier, Beta dapat diestimasi secara manual dengan memplotgaris diantara titik-titik

  return atau dengan teknik regresi. Jika menggunakan teknik regresi, maka variabel

  dependennya adalah return-return sekuritas dan variabel independennya adalah return-

  return pasar. Jika Beta yang dihasilkan dari perhitungan persamaan regresi bersifat stabil,

  maka semakin lama periode observasi yang digunakan di persamaan regresi semakin baik (karena kesalahan pengukurannya semakin lebih kecil) hasil dari Beta. Jika periode obeservasi terlalu lama, anggapan Beta konstan dan stabil kurang tepat, karena sebenarnya Beta berubah dari waktu ke waktu.

  2. Beta Akuntansi Beta Akuntansi, data yang digunakan misalnya laba akuntansi

  (accounting earning) dapat digunakan untuk mengestimasi Beta. Beta

  Akuntansi ini dapat dihitung secara sama dengan Beta Pasar (yang menggunakan data return) yaitu mengganti data return dengan laba akuntansi.

  3. Beta Fundamental Beaver, Kettler, dan Scholes (1970) mengembangkan paper ball dan

  Brown menyajikan perhitungan Beta menggunakan beberapa variabel fundamental. Variabel-variabel yang dipilih oleh mereka merupakan variable-variabel yang dianggap berhubungan dengan resiko, karena Beta merupakan pengukur dari resiko. Beaver, Kettler, dan Scholes (1970) menggunakan 7 (tujuh) macam variabel yang merupakan variabel-variabel fundamental. Sebagian besar dari variabel-variabel tersebut adalah variabel akuntansi. Walaupun variabel-variabel tersebut secara umum dianggap bervariasi dengan resiko, tetapi secara resiko mungkin tidak semuanya berhubungan dengan resiko. Ketujuh variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

  1. Devidend Payout Devidend Payout diukur sebagai deviden yang dibayarkan dibagi dengan

  laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Menurut Lintner (Fauzan 2002 : 80), memberikan alasan rasional bahwa perusahaan-perusahaan enggan menurunkan deviden. Jika perusahaan memotong deviden, maka dianggap perusahaan membutuhkan dana. Perusahaan yang mempunyai resiko tinggi cenderung membayar deviden payout lebih kecil supaya tidak memotong deviden jika laba mengalami penurunan. Untuk perusahaan yang beresiko tinggi, probabilitas untuk mengalami penurunan laba sangat tinggi.

  Dari hasil pemikiran ini, maka dapat dilihat adanya hubungan yang negatif antara resiko dan deviden payout, yaitu resiko tinggi, deviden payout rendah.

  Variabel Beta merupakan pengukur resiko, maka dapat juga dinyatakan bahwa Beta dan deviden payout mempunyai hubungan yang negatif.

  2. Asset Growth

  Variabel pertumbuhan aktiva (asset growth) didefinisikan sebagai perubahan tingkat pertumbuhan tahunan dari aktiva total. Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan positif dengan Beta.

  3. Leverage Leverage didefinisikan sebagai nilai buku hutang jangka panjang total dibagi

  dengan total aktiva total. Leverage diprediksi mempunyai hubungan yang positif dengan Beta. Menurut Bowman (Arifin Zaenal 2001 : 102), menggunakan nilai pasar untuk hutang total dalam menghitung leverage dan mendapatkan hasil yang tidak berbeda jika digunakan nilai buku.

  4. Liquidity

  Likuiditas (liquidity) diukur sebagai current ratio yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Likuiditas diprediksi mempunyai hubungan yang negatif dengan Beta, yaitu secara rasional diketahui bahwa semakin likuid perusahaan, maka semakin kecil resikonya.

5. Asset Size Variabel ukuran aktiva (asset size) diukur sebagai logaritma dari aktiva total.

  Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan yang negatif dengan Beta. Ukuran aktiva dipakai sebagai wakil pengukur (proxy) besarnya perusahaan. Perusahaan yang besar dianggap mempunyai resiko yang kecil dibandingkan dengan perusahaan kecil. Alasannya adalah perusahaan besar dianggap lebih memiliki akses ke pasar modal, sehingga dianggap mempunyai Beta yang lebih kecil (Elton and Gruber, 1994)).

  Anggapan ini merupakan anggapan umum yang tidak didasarkan pada teori. Bagaimana juga, Watts dan Zimmerman (1978 dalam Muhammad Gade 2005 : 31) mencoba membuktikan hipotesis tentang hubungan ini untuk membentuk teori yang disebut Teori Akuntansi Positif (positive theory). Perusahaan yang besar merupakan subyek dari tekanan politik. Perusahaan besar yang melaporkan laba yang berlebihan menarik perhatian politikus dan akan diinvestigasi karena dicurigai melakukan monopoli (Hartono, 1996). Perusahaan besar cenderung menginvestasikan dananya keproyek yang mempunyai varian rendah dengan Beta yang rendah untuk menghindari laba yang berlebihan. Menginvestasikan keproyek dengan Beta yang rendah akan menurunkan resiko dari perusahaan. Dengan demikian dihipotesikan bahwa hubungan antar ukuran perusahaan dengan Beta adalah negatif.

  6. Earning Variability Earning variability merupakan variabilitas laba yang diukur dengan nilai

  deviasi standar dari EPR (earnings price ratio) atau rasio EP (laba perusahaan dibagi dengan harga saham). Variabilitas laba dianggap sebagai risiko perusahaan. Semakin tinggi EPR suatu perusahaan, bila harga sahamnya tetap berarti keuntungan per lembar sahamnya semakin tinggi, bila keuntungan per lembar sahamnya tetap berarti harga sahamnya semakin kecil.

7. Accounting Beta

  Beta akuntansi (accounting beta) diperoleh dari keofisien regresi dengan variabel dependen perubahan laba akuntansi dan variabel independen adalah perubahan indeks laba pasar untuk akuntansi portofolio pasar. Beta akuntansi dan beta pasar keduanya pengukur resiko yang sama, maka diprediksi keduanya mempunyai hubungan yang positif.

2.1.3.2 Beta Untuk Pasar Modal Berkembang Beta untuk pasar modal yang berkembang perlu disesuaikan.

  Alasannya Beta yang belum disesuaikan merupakan Beta yang bias yang disebabkan oleh perdagangan yang tidak sinkron (non synchronous trading).

  Perdagangan tidak sinkron ini terjadi di pasar yang transaksi perdagangannya jarang terjadi atau disebut dengan pasar yang tipis atau thin

  market. Pasar yang tipis merupakan ciri dari pasar modal yang sedang

  berkembang. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang sedang berkembang, maka terjadi perdagangan yang tidak sinkron sehingga mengakibatkan Beta bias sehingga diperlukan adanya koreksi. Perhitungan Beta akan menjadi bias jika kedua periode tersebut tidak sinkron, yaitu periode ke-t dan periode return sekuritas bukan periodek ke-t, misalnya periode ke t-1 atau t-2 dan seterusnya. Periode ke-t dapat berupa harian, mingguan atau bulanan. Ketidaksamaan waktu antara return sekuritas dengan return pasar dalam perhitungan Beta disebabkan karena perdagangan sekuritas-sekuritas yang tidak sinkron. Perdagangan tidak sinkron terjadi karena beberapa sekuritas tidak mengalami perdagangan untuk beberapa waktu. Beta koreksi merupakan salah satu cara mengkoreksi Beta bias yang terjadi di pasar yang sedang berkembang.

2.1.4 Perdagangan Tidak Sinkron

  Beta sebagai pengukur volatilitas mengukur kovarian return suatu sekuritas dengan return pasar relatif terhadap resiko pasar. Kovarian dalam perhitungan Beta ini menunjukkan return suatu sekuritas dengan return pasar pada periode yang sama, yaitu periode ke-t. Perhitungan Beta akan menjadi bias jika kedua periode tersebut tidak sinkron, yaitu periode return pasar adalah periode ke-t dan periode return sekuritas bukan periode ke-t, misalnya periode ke-t-1 atau t-2 dan seterusnya. Periode ke-t dapat berupa harian (untuk menghitung Beta harian), mingguan (untuk menghitung Beta mingguan), bulanan (untuk menghitung Beta bulanan).

  Perdagangan tidak sinkron juga sering terjadi dalam satu hari perdagangan. Perdagangan sinkron terjadi jika beberapa sekuritas hanya diperdagangkan pada pagi hari saja yang kemudian harganya dibawa sampai pasar ditutup yang kemudian harga tersebut digunakan untuk menghitung indeks pasar pada pagi hari itu. Bias ini terjadi karena anggapannya indeks pasar dihitung dari harga sekuritas-sekuritas yang diperdagangkan sampai detik terakhir pasar ditutup pada hari itu. Masalah perdagangan tidak sinkron disebabkan oleh masalah periode waktu, maka masalah ini juga disebut dengan

  periodicity problem dan intervalling problem.

2.1.5 Koreksi Terhadap Bias

  Metode yang dapat digunakan untuk mengkoreksi bias yang terjadi pada Beta sekuritas akibat perdagangan yang tidak sinkron antara lain yang diusulkan Fowler dan Rorke (1983)

  Metode Dimson merupakan metode yang sederhana. Metode ini sederhana karena (1) hanya menggunakan suatu pengoperasian regresi berganda saja dan (2) Beta yang dikoreksi didapatkan dengan hanya menjumlahkan keofisien-koefisien yang diperoleh dari hasil regresi berganda tersebut. Metode Dimson yang hanya menjumlahkan keofisien-koefisien regresi berganda tanpa memberikan bobot akan tetap memberikan Beta yang bias untuk satu periode lag dan lead.

  Koreksi Beta yang banyak menggunakan banyak periode lag dan lead bukannya mengurangi bias yang terjadi. Hal ini disebabkan frekwensi ketidaksinkronan relatif jarang terjadi. Jika perdagangan sudah sinkron, maka koreksi dengan lag dan lead bukannya mengurangi sinkron yang terjadi, tetapi sebaliknya akan membuat tidak sinkron. Koreksi dengan banyak periode lag dan lead akan memberikan hasil yang baik untuk kasus-kasus yang frekwensi tidak sinkronnya tinggi, yaitu kasus-kasus pasar modal yang sebagian besar saham-sahamnya tidak aktif dalam jangka waktu yang lama.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap Beta, diantaranya : Budiarti (1996) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi Beta saham selama periode Juli 1992-Desember 1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari enam variabel yang mempengaruhi Beta saham yaitu variabel leverage

  financial, likuiditas, pertumbuhan aktiva, variabilitas keuntungan, ukuran

  perusahaan dan Beta akuntansi, hanya 3 variabel saja yang berpengaruh signifikan secara parsial setelah dilakukan uji asumsi klasik yaitu pertumbuhan aktiva, ukuran perusahaan dan leverage financial. Hasil uji F menunjukkan secara simultan variabel-variabel independen berhubungan signifikan terhadap Beta.

  Selanjutnya Tandelilin (1997) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi resiko sistematik (Beta) pada beberapa harga saham BEJ (sekarang BEI).

  Variabel fundamental yaitu menggunakan 20 rasio keuangan yang digolongkan menjadi rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktifitas, rasio profitabilitas dan rasio pasar modal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel fundamental secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan yang positif terhadap resiko sistematik (Beta), sedangkan faktor-faktor ekonomi makro seperti PDB, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga pengaruhnya tidak signifikan dengan resiko sistematik (Beta).

  Retnaningdiah (1998) meneliti faktor-faktor fundamental terhadap Beta. Faktor- faktor tersebut adalah financial leverage, size, dan operating leverage berpengaruh signifikan terhadap Beta, sedangkan asset growth dan earning per

  share tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Beta saham.

  Natarsyah (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi Beta saham di BEJ 1997-1999. Sampelnya adalah 38 perusahaan barang konsumsi yang sudah go publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel fundamental secara simultan berhubungan positif terhadap Beta, sedangkan secara parsial variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah return on asset, debt to equity ratio dan book value.

  Indriastuti (2001) meneliti tentang analisis pengaruh faktor fundamental terhadap Beta saham. Faktor fundamental tersebut adalah financial leverage, likuiditas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum krisis moneter, variabel likuiditas, financial

  leverage, dan pertumbuhan aktiva saja yang berpengaruh terhadap Beta saham.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Variabel No Judul Hasil Penelitian Peneliti Penelitian

  Budiarti Faktor-faktor yang Hanya 3 (tiga) variabel saja

1 Variabel

  (1996) mempengaruhi yang berpengaruh secara

  independen:

  Beta saham selama leverage signifikan setelah dilakukan uji periode Juli 1992- financial, asumsi klasik, yaitu Desember 1994 likuiditas, pertumbuhan aktiva, ukuran pertumbuhan perusahaan dan leverage aktiva, financial. variabilitas keuntungan, ukuran perusahaan, beta akuntansi.

  Variabel dependen:

  Beta Saham

  2 Tandelilin Faktor-faktor yang Hasil penelitian ini

  Variabel

  (1997) mempengaruhi menunjukkan bahwa variabel

  independen:

  resiko sistematik 20 rasio fundamental secara bersama- (Beta) pada keuangan yang sama mempunyai pengaruh beberapa harga digolongkan signifikan yang positif terhadap saham BEJ menjadi rasio resiko sistematik (Beta),

  (sekarang BEI) likuiditas, rasio sedangkan faktor-faktor

  leverage, rasio ekonomi makro seperti PDB,

  aktifitas, rasio tingkat inflasi, dan tingkat suku profitabilitas bunga pengaruhnya tidak dan rasio pasar signifikan dengan resiko modal. sistematik (Beta).

  Variabel dependen:

  resiko sistematik (Beta)

  3 Retnaningdi ah (1998) Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi Beta.

  on asset, debt to equity ratio dan book value.

  growth, debt to equity ratio, return on equity, dan earning per share, sedangkan variabel dependennya adalah Beta saham.

  Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menggambarkan bagaimana hubungan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel independen adalah asset

  aktiva saja yang berpengaruh terhadap Beta saham.

  leverage, dan pertumbuhan

  Beta saham Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum krisis moneter, variabel likuiditas, financial

  Variabel dependen:

  likuiditas, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan

  Variabel independen: financial leverage,

  (2001) Analisis pengaruh faktor fundamental terhadap Beta saham.

  Beta saham Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel fundamental secara simultan berhubungan positif terhadap Beta, sedangkan secara partial variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah return

  Variabel independen:

  Variabel dependen:

  Variabel fundamental

  Variabel independen:

  Faktor-faktor yang mempengaruhi Beta saham di BEJ (sekarang BEI) periode 1997-1999

  4 Natarsyah (2000)

  berpengaruh signifikan terhadap Beta.

  financial leverage, size, dan operating leverage

  Beta saham Hasil penelitian menunjukkan

  Variabel dependen:

  Faktor-faktor fundamental.

5 Indriastuti

2.3 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan diawal, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada skema gambar di bawah ini.

ASSET GROWTH (AG) H1

  X1 DEBT TO EQUITY H2 RATIO (DER) X2 (X2) BETA SAHAM RETURN ON EQUITY H3 (Y) (ROE) X3 H4 EARNING PER SHARE (EPS) X4 H5 AG,DER,ROE, dan EPS

  X5 Gambar 2.1 Kerangka Konspetual Asset growth mempunyai pengaruh terhadap Beta saham. Beaver, Kettler,

  dan Scholes (1970), menyatakan variabel asset growth berhubungan positif dengan resiko sistematis, dikarenakan perusahaan yang tumbuh membutuhkan lebih banyak modal. Kebutuhan modal yang lebih besar (tingkat pertumbuhan tinggi) memberikan tekanan terhadap rasio pembayaran deviden. Pembayaran deviden yang kecil akan meningkatkan resiko sistematis.

  Debt to equity ratio menunjukkan perbandingan antara hutang dengan

  modal sendiri. DER yang semakin besar akan mengakibatkan resiko finansial perusahaan yang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang.

  Return on equity (ROE), yaitu menggambarkan sejauh mana kemampuan

  perusahaan menghasilkan laba yang tersedia bagi pemegang saham. Investor biasanya akan mempertimbangkan perusahaan yang mampu memberikan kontribusi ROE yang lebih besar. Semakin tinggi ROE maka semakin rendah nilai Beta.

  Earning per share (EPS), adalah perbandingan antara keuntungan bersih

  setelah pajak yang diperoleh emiten dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi earning per share maka akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi. Laba tersedia bagi pemegang saham biasa juga akan meningkat. Dalam kondisi demikian perusahaan tidak akan kesulitan dalam meningkatkan modal, baik dengan cara menarik investor dari luar atau dengan meyakinkan pemegang saham untuk meningkatkan jumlah kepemilikannya. Hal ini mengindikasikan semakin rendah Beta saham.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Perusahaan dengan tingkat aktiva yang tinggi dapat dianggap mempunyai resiko yang tinggi terhadap Beta, karena perusahaan yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi, harus mampu menyediakan modal yang cukup untuk membiayai pertumbuhannya. Semakin besar dana yang dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut makin cenderung untuk menahan sebagian besar dari laba atau keuntungan investasi dengan batas-batas tertentu. Resiko kegagalan dari pertumbuhan perusahaan akan menyebabkan aktiva perusahaan berkurang yang akan ditanggung oleh pemegang saham.

  Meskipun demikian, bahwa jika nilai aktiva naik (mungkin karena inflasi), semua keuntungan ini akan dinikmati oleh pemegang saham.

  Variabel pertumbuhan aktiva (asset growth) didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari aktiva total. Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan yang positif dengan Beta. Dengan alasan semakin cepat tingkat atau laju pertumbuhannya menggunakan dana untuk membiayai kebutuhan pertumbuhannya berarti semakin besar dana yang digunakan dan menyebabkan tingginya resiko yang akan dihadapi. Hı : Asset growth mempunyai pengaruh positif terhadap Beta saham sesudah koreksi.

  Perusahaan yang mempunyai rasio utang yang tinggi, akan menghadapi resiko rugi yang tinggi, tetapi tingkat pengembalian yang diharapkan juga lebih tinggi pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki rasio utang yang rendah tidak beresiko besar, tetapi peluang untuk melipatgandakan pengembalian atas ekuitas juga kecil. Sudah tentu prospek tingkat pengembalian yang tinggi akan dikehendaki, namun para investor enggan menghadapi resiko. Perusahaan perlu mencari keseimbangan antara tingkat pengembalian dengan resiko.

  Dengan utang, perusahaan akan mendapatkan dana untuk mengembangkan usahanya, namun semakin besar utang yang dimiliki akan menyebabkan perusahaan harus memenuhi kewajiban untuk mengembalikannya kepada kreditor secara besar pula. Resiko yang didapat perusahaan dalam mengembangkan usahanya dengan utang juga besar.

  2 :

  H Debt to equity ratio mempunyai pengaruh positif terhadap Beta saham sesudah koreksi.

  ROE (return on equity), menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari modal yang digunakan. Kelaziman yang sering dijumpai adalah bahwa semakin besar return yang diharapkan (expected), semakin besar pula peluang resiko yang terjadi. Menurut Bolten dan Weignad (Hartono 2000 :120), menyatakan ekspektasi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dimasa depan berpengaruh positif terhadap resiko. Dalam terminologi manajemen keuangan, hasil diartikan juga sebagai return (Husnan, 2005).

  Masalah hasil (return) berkaitan dengan resiko. Hubungannya adalah searah. Artinya, apabila hasilnya tinggi maka resikonya juga tinggi dan berlaku sebaliknya. Maka dapat disimpulkan bahwa suatu ROE yang tinggi dari perusahaan bisa berarti investasi di perusahaan tersebut beresiko tinggi juga.

  Demikian pula, ROE yang rendah berarti resiko investasinya juga rendah. Penggunaan modal sendiri oleh pemilik perusahaan menjadikan ROE memiliki resiko yang besar.

  3 :

  H Return on equity mempunyai pengaruh positif terhadap Beta saham sesudah koreksi.

  Alasan peneliti mengambil EPS sebagai variabel penelitian adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih perlembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan. Semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia menuju kearah yang lebih efesien, maka laporan keuangan seperti laba perusahaan akan sangat diperlukan dalam melakukan penelitian terhadap saham. Secara spesifik, ketika laba meningkat maka resiko juga cenderung naik, sedangkan ketika laba menurun, resiko juga cenderung menurun.

  Rasio harga/laba (P/E) mengaitkan harga dengan laba perlembar saham (EPS). Semakin tinggi rasio P/E, semakin banyak investor yang mau membayar lebih perlembar saham pada periode berjalan bagi perusahaan yang bertumbuh cepat, walaupun dengan resiko yang tinggi dibanding dengan perusahaan yang pertumbuhannya lambat.

  H

  4 : Earning per share mempunyai pengaruh positif terhadap Beta saham sesudah koreksi.

  Beaver, Kettler, dan Scholes (1970), mengembangkan paper ball menyajikan perhitungan Beta menggunakan beberapa variabel fundamental.

  Variabel-variabel yang dipilih oleh mereka merupakan variabel-variabel yang dianggap mempunyai hubungan dengan resiko, karena Beta merupakan pengukur dari resiko. Beaver, Kettler dan Scholes menggunakan 7 (tujuh) macam variabel yang merupakan variabel-variabel fundamental. Sebagian besar dari variabel- variabel tersebut adalah variabel akuntansi. Walaupun variabel-variabel tersebut dianggap secara umum bervariasi terhadap resiko, tetapi secara teori mungkin tidak semuanya berhubungan dengan resiko. H 5 : Asset growth, debt to equity ratio, return on equity, dan earning per share mempunyai pengaruh secara simultan terhadap Beta saham sesudah koreksi.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Earning Per Share, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Kelompok Aneka Industri Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 69 79

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efe

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal - Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Harga Saham 2.1.1.1 Pengertian Harga Saham - Pengaruh Return On Assets (Roa), Debt To Equity Ratio (Der) Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bu

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Harga Saham - Pengaruh Earning Per Share (Eps), Current Ratio (Cr), Debt To Equity Ratio (Der), Dan Total Asset Turn Over (Tato) Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Return Saham - Pengaruh Earning Per Share (EPS), Return on Equity (ROE), dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Return On Asset, Debt to Equity Ratio, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan LQ 45 yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory) - Pengaruh Debt To Equity Ratio, Laba Rugi Perusahaan, Opini Auditor, Ukuran Perusahaan, dan Return On Asset Terhadap Audi Delay Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pasar Modal - Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return on Investment dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 18

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Price Earning Ratio, Debt To Equity Ratio, Price To Book Value Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 17