BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Sungai - Analisis Total Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) Dan Total Zat Padat Trsuspensi (Total Suspended Solid) Pada Air Badan Air Khususnya Air Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Sungai

  Sebagian besar air hujan turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat- tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Bagian yang senantiasa tersentuh aliran air ini disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai atau air badan air (Sosrodarsono, 1985).

2.1.1 Sumber air sungai

  Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air permukaan dan air tanah (Chandra, 2012).

  Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika kimia dan komponen biologi. Penilaian kualitas suatu badan air harus mencakup ketiga komponen tersebut (Effendi, 2003).

2.1.1.1 Air Angkasa (Hujan)

  Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen dan ammonia (Chandra, 2012).

  2.1.1.2 Air Permukaan

  Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (suface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds atau

  

drainage basins. Air yang mengalir dari suatu daratan menuju badan air disebut

  limpasan permukaan (surface run off) dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run off). Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju dan sisanya berasal dari air tanah. Wilayah disekitar daerah aliran sungai yang menjadi tangkapan air disebut catchment basin (Effendi, 2003).

  2.1.1.3 Air Tanah

  Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra, 2012).

  Air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Air tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral seperti magnesium, kalsium dan logam berat misalnya besi dapat menyebabkan kesadahan air. Untuk menghisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa (Chandra, 2012).

  2.1.2 Peranan air dalam kehidupan Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

  Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain (Chandra, 2012).

  Makhluk hidup yang ada di bumi tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Wardhana, 1995).

  2.1.3 Pencemaran air sungai

  Berdasarkan definisinya pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan kegunaannya, yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut diatas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagi tolak ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada kegunaannya (Designated benefical water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya, oleh karena itu penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan kegunaannya perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi air akan dapat dihitung berapa beban pencemar yang dapat ditenggang oleh air penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi sesuai dengan kegunaannya. Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar Nasional, maupun standar perusahaan.

  Di dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang kualitas dan pengendalian pencemaran air disebutkan bahwa mutu air telah diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang terdiri dari :

  1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.

  2. Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  3. Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yang persyaratan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

  4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.1.4 Pengendalian pencemaran air sungai

  Sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai sarana penunjang utama dalam meningkatkan pembangunan nasional. Sebagai sarana transportasi yang relatif aman untuk menghubungkan wilayah satu dengan lainnya. Pemerintah memperhatikan manfaatnya sungai yang tidak kecil dalam kehidupan, maka untuk pelestariannya dipandang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai dari segala bentuk pencemaran yang berakibat rusaknya dan tidak berfungsinya kembali sungai yang tidak sesuai dengan kualitas sebenarnya (Subagyo, 1992).

  Air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka apabila tidak dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya. Dengan tercemarnya air oleh zat-zat kimia selain mematikan kehidupan yang ada disekitarnya juga merusak lingkungan dan apabila dari segi pengamanan tidak dilakukan pengawasan atau tanggul-tanggul tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor dan sebagainya (Subagyo, 1992).

  Penggunaan sungai ini disesuaikan dengan kualitas air sungainya yaitu dengan melihat komposisi zat-zat kimia yang ada di dalam air tersebut. Mengingat air itu semakin langka karena rusaknya sumber-sumber air sebagai akibat tidak terkendalinya pemanfaatan air melalui sumur-sumur artesis sehingga pencemaran dalam bentuk perembesan air laut terjadi dikawasan yang tidak jauh dengan daerah lautan. Untuk penggunaan/pengelolaannya dilakukan dengan monitoring Pemerintah atau melalui pejabat yang ditunjuk. Sungai dengan segala bentuknya merupakan tulang punggung kehidupan sehingga pemanfaatannya secara terkoordinir, pencemaran terhadap air tersebut akan membawa dampak yang lebih luas mengingat antara lain perikanan, peternakan, pertanian sangat menggantungkan sekali air sungai, maka dengan kewaspadaan Pemerintah melakukan pemantauan kualitas air limbah melalui program kali bersih (PROKASIH) (Subagyo, 1992).

2.2 Total Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid)

  Kelarutan zat padat dalam air atau disebut sebagai Total Dissolved Solid (TDS) adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa senyawa, koloid di dalam air, sebagai contoh adalah air permukaan apabila diamati setelah turun hujan akan mengakibatkan air sungai maupun kolam, kelihatan keruh yang disebabkan oleh larutnya partikel tersuspensi di dalam air, sedangkan pada musim kemarau, air kelihatan berwarna hijau. Konsentrasi kelarutan zat padat ini dalam keadaan normal sangat rendah, sehingga tidak kelihatan oleh mata telanjang (Situmorang, 2007).

  Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan ini kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis, apabila sinar matahari tidak ada maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung, akibatnya kehidupan mikroorganisme jadi terganggu (Wardhana, 1995).

  TDS biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula, akibatnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut (Slamet, 1994).

  Zat padat terlarut di dalam air perlu diketahui untuk mengetahui produktivitas air, karena produktivitas air terhadap kehidupan air sangat ditentukan oleh kelarutan zat padat di dalamanya. Produktivitas air akan tinggi terhadap kehidupan organisme seperti tumbuhan dan mikroba apabila zat padat terlarut tersebut berupa nutrien berarti mempunyai daya dukung rendah terhadap organisme disebut oligotrofik (Situmorang, 2007).

  Zat padat didalam air juga merupakan indikasi ketidak normalan air, yaitu terjadi penyimpangan air dari keadaan yang sebenarnya. Penyimpangan keadaan air ini paling banyak disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pembuangan sampah dapat berupa kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga dll. Dengan demikian kesadaran manusia terhadap lingkungan dapat mengurangi kelarutan zat padat di dalam air (Situmorang, 2007).

  Dalam kenyataan sesuatu molekul organis polimer tetap bersifat yang terlarut, walaupun panjangnya lebih dari 10 µm sedangkan beberapa jenis zat padat koloid mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat zat-zat yang terlarut (Alearts, 1987).

  Pengukuran zat padat terlarut dapat dilakukan secara percobaan di laboratorium melalui penguapan air di dalam oven, kemudian mengukur berat beker sebelum dan sesudah pengeringan air, dinyatakan sebagai total zat padat terlarut yang dinyatakan sebagai mg per liter atau part permillion (ppm) (Situmorang, 2007).

2.3 Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid)

  Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspense dapat bertahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain sehingga mengakibatkan terjadi penggumpalan, kemudian diikuti dengan pengendapan (Fardiaz, 1992).

  TSS adalah zat-zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid dan partikel tersuspensi biasa (Alearts, 1987).

  Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan moleku-molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi, sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena sebenarnya air diantara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang (Alearts, 1987).

  Kekeruhan yang terjadi karena zat padat yang tersuspensi baik organik maupun anorganik. Zat organik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik biasanya berasal dari lapukan tanaman dan hewan. Buangan industri dapat menjadi sumber utama kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri sehingga mendukung perkembangbiakan. Bakteri ini merupakan zat organik tersuspensi sehingga pertumbuhannya akan menambah pula kekeruhan air. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindungi oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan bila mikroba itu patogen (Slamet, 1994).

  Analisis padatan tersuspensi dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan).

  Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalsis menjadi senyawa lain yang murni dan stabil sehingga dapat diketahui berat tetapnya (Rohman, 2007).

  Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya (Rohman, 2007).

  Penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan, dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri: cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1990).

  Syarat-syarat endapan gravimetri yang perlu diperhatikan agar hasil analisa dapat dianggap baik dan benar. Faktor-faktor tersebut adalah kesempurnaan endapan, kemurnian endapan dan susunan endapan (Harjadi, 1990).

  Menurut Harjadi (1990), kalau ketiga sifat endapan tersebut diatas bersumber pada syarat-syarat teoritis, maka untuk mempermudah pembicaraan diatas ketiga persoalan ini, sebaiknya kita tinjau proses analisa gravimetri. Proses ini terdiri dari tahap-tahap : a.

  Melarutkan analit b. Mengatur keadaan larutan, misalnya pH dan tempratur c. Membentuk endapan d. Menumbuhkan kristal-kristal endapan (digestion atau aging) e. Menyaring dan mencuci endapan f. Memanaskan atau memijarkan untuk memperoleh endapan kering dan dengan susunan tertentu dan untuk menghilangkan kertas saring g.

  Mendinginkan lalu menimbang endapan Nilai TSS biasanya ditentukan dengan cara menuangkan air dengan volume tertentu, biasanya dalam ukuran liter, melalui sebuah filter dengan ukuran pori-pori tertentu. Sebelumnya, filter ini ditimbang dan kemudian beratnya akan dibandingkan dengan berat filter setelah dialirkan air setelah mengalami pengeringan. Berat filter tersebut akan bertambah disebabkan oleh terdapatnya partikel-partikel tersuspensi yang terperangkap dalam filter tersebut. Padatan yang tersuspensi ini dapat berupa bahan-bahan organik dan anorganik. Satuan TSS adalah milligram per liter (mg/l) (Suharto, 2011).

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Metode Simulasidan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu-Ibu Rumah TanggaDalam PenanggulangandanPencegahan Diaredi Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh UtaraTahun

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication 2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Konseptual 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan - Pengaruh Efisiensi Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Rokok Di Indonesia (Studi Kasus Pada Industri Rokok Go-Public Yang Listing Dibursa Efek Indonesia

0 0 18

KATA PENGANTAR - Pengaruh Efisiensi Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Rokok Di Indonesia (Studi Kasus Pada Industri Rokok Go-Public Yang Listing Dibursa Efek Indonesia (Bei) Tahun 2004-2011

0 0 14

BAB II TINJAUAN UMUM DINAS A. Sejarah Singkat Dinas - Penggunaan Internet Dalam Pencarian Berita Di Dinas Komunikasi Dan Informatika Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN - Peranan Agrowisata Dalam Mendukung Pendapatan Asli Kabupaten Karo

0 0 19

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata - Kampung Ladang Outbound Camp Sebagai Wadah Alternatif Wisata Outdoor Di Kota Medan

0 1 11