BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi (Communication )

  Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati, 2008).

  Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : Komunikator (source) adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan yang harus disampaikan. Komunikan (recevier) adalah pihak yang menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon bisa aktif dalam bentuk ungkapan ataupun pasif dalam bentuk pemahaman. Pesan (message) adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan. Unsur komunikasi yang terakhir yaitu Saluran (media), adalah alat atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan (Notoatmodjo, 2003). Teori difusi inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is

  

communicated through certain channels over time among the members of a social

system .” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang

  bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a

  new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters .”

  Teori perubahan perilaku menurut Rogers (1974): a. Awareness (kesadaran)

  Yakni individu menyadari adanya stimulus yang datang terlebih dahulu b. Interest (perhatian/tertarik)

  Individu mulai tertarik dengan adanya stimulus yang masuk c. Evaluation (menilai)

  Individu mulai menimbang-nimbang baik dan buruknya apabila mengikuti stimulus tersebut d.

  Trial (mencoba) Individu mulai mencoba perilaku baru e.

  Adoption (menerima) Individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.1. Efektivitas Komunikasi

  

Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga seni bergaul

  agar kita dapat berkomunikasi efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator. Pendeknya komunikasi efektif adalah makna bersama. Komunikasi yang efektif memberikan keuntungan dalam mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan. Siapa pun anda dan apa pun pekerjaan anda, anda tidak bisa tidak harus melakukan komunikasi.

  Kriteria komunikasi yang efektif secara sederhana, bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya, ini hanya salah satu ukuran bagi efektivitas komunikasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

  Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi adalah proses memahami. Afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang perjuangan (Rakhmat, 2002).

  Ciri-ciri efektif-tidaknya komunikasi ditunjukan oleh dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak behavioral yaitu : a.

  Dampak kognitif adalah dampak yang timbul pada diri komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.

  b.

  Dampak afektif adalah dampak yang lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar agar komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya yang dapat menimbulkan perasaan tertentu, misalnya persaan iba, terharu, bahagia dan sebagainya.

  c.

  Dampak behavioral adalah dampak yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.

  Menurut Rakhmat (2002), dalam buku psikologi komunikasi menyatakan bahwa : “etos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi dan kekuasaan”. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Atraksi, faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal : daya tarik fisik, kesamaan dan kemampuan. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.

  Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal : 1. Pengertian/pemahaman

  Seorang komunikator dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya.

  2. Kesenangan Komunikasi semacam ini biasa disebut komunikasi fatik atau mempertahankan hubungan insani. Dan komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan 3. Mempengaruhi sikap

  Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikan. Persuasif didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri”. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain, dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita.

  4. Memperbaiki hubungan/ hubungan sosial yang baik Sudah menjadi keyakinan umum bahwa bila seseorang dapat memilih kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan mengemukakannya dengan tepat pula maka hasilnya adalah komunikasi yang sempurna. Dan dapat dipastikan

5. Tindakan

  Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap, atau menumbuhkan hubungan yang baik (Rahmat, 2002).

2.1.2. Komponen Komunikasi

  Terjadinya komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak lainnya, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain memerlukan keterlibatan beberapa komponen komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, media dan efek (Notoatmodjo, 2005).

  Komponen komunikasi menurut Effendy O.U (2002), komponen komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Komunikator (pembawa berita)

  Komunikator, yaitu pemrakarsa komunikasi (pembawa berita), bisa individu, keluarga, maupun kelompok yang mengambil inisiatif dalam menyelenggarakan komunikasi. Komunikasi ini berlangsung antar individu atau kelompok lain yang menjadi sasarannya. Komunikator dapat juga berati tempat berasalnya sumber komunikasi.

  2. Message (pesan atau berita)

  Message (pesan) adalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui

  lambang-lambang, pembicaran, gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan, sinar, suara, lambaian tangan, kibaran bendera atau tanda-tanda lain, dengan interpretasi yang tepat akan memberikan arti dan makna tertentu.

  3. Channel (media atau sarana)

  

Channel (saluran) adalah, sarana tempat berlalunya pesan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan. Komunikan (penerima berita).

  4. Komunikan Komunikan adalah objek atau sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan atau lambang. Dapat berupa individu, keluarga maupun masyarakat.

  5. Efek (effect).

  Efek adalah tanggapan, seperangkat reaksi komunikan setelah menerima pesan.

2.1.3. Bentuk Komunikasi

  Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002).

  Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada dimasyarakat seperti radio, televise, film, pers, dan lain-lain. Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamphlet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002).

  Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003).

  Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal.

2.1.4. Komunikasi Interpersonal

  Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).

  Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

2.1.5. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

  Menurut Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

  1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

  Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.

  Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

  Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

  2. Empati (Empathy) Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih.

  Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

  Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

  3. Sikap Mendukung (Supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

  4. Sikap Positif (Positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

  5. Kesetaraan (Equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.2. Karakteristik Ibu 1.

  Umur Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pelaksanaan imunisasi. Ibu yang berumur tua lebih mempunyai kedewasaan dalam berpikir dalam hal ini lebih memanfaatan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan yang muda. Umur yang semakin meningkat akan lebih memikirkan hal-hal yang sangat penting termasuk untuk melaksanakan imunisasi.

2. Pendidikan

  Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

  Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

  3. Pekerjaan Menurut Labor Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan nafkah (Harymawan, 2007). Ibu yang bekerja akan memiliki sedikit waktu untuk melaksanakan imunisasi karena sibuk dengan pekerjaannya

  4. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010). lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

  Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut

5. Sikap (attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : a.

  Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

  Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

  Merespon (responding)

  Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3. Imunisasi Dasar

2.3.1. Pengertian Imunisasi

  Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.

  (Depkes RI, 2005).

  Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010).

  Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu (Alimul, 2009).

  2.3.2. Tujuan Imunisasi

  Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati, 2010).

  Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Alimul, 2009).

  2.3.3. Manfaat Imunisasi

  Manfaat imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Bagi Anak

  Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

  2. Bagi Keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

  3. Bagi Negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk

2.3.4. Jenis Imunisasi

  Jenis imunisasi adalah sebagai berikut : 1. Imunisasi Aktif

  Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.

  Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu : a.

  Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.

  b.

  Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.

  c.

  Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, d.

  Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

2. Imunisasi Pasif

  Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Proverawati, 2010).

2.3.5. Jenis Vaksin Imunisasi Lengkap

  Jenis vaksin imunisasi lengkap adalah sebagai berikut : 1. BCG

  Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan.

  Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.

  2. Hepatitis B Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuscular.

  3. Polio Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.

  Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral.

  4. DPT a.

  Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).

  Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.

  c.

  Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam.

  Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, encephalopathy, dan syok.

5. Campak

  Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.

  Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan.

  Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas (Alimul, 2009).

2.3.6. Tata Cara Pemberian Imunisasi

  a. Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut: 1.

  Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.

2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi

  3. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

  4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.

  5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.

  6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.

  7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.

  Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.

  8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.

  9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.

  10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:

  b. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang berat. c. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.

  d. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.

  e. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan (Alimul, 2009).

2.3.7. Jadwal Imunisasi

  Bayi yang kelihatannya sehat belum tentu kebal terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian 5 vaksin imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah 1 tahun. Jadwal pemberian imunisasi tersebut, meliputi :

  1. Hepatitis B a.

  Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B.

  b.

  Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B, imunisasi dapat diberikan 12 jam setelah bayi lahir atau pada bayi usia 0-7 hari.

  2. BCG a.

  Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi berusia 1 bulan.

  b.

  Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji negatif.

  3. Polio a.

  Merupakan imunisasi untuk mencegah penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kecacatan.

  b.

  Imunisasi polio diberikan 4 kali yaitu polio 1 diberikan pada saat bayi berusia 1 bulan, polio 2 pada bayi usia 2 bulan, polio 3 pada bayi usia 3 bulan dan polio 4 pada bayi usia 4 bulan.

  4. DPT-HB a.

  Merupakan imunisasi untuk mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus b. Saat ini Imunisasi DPT diberikan bersaman dengan dosis ulangan imunisasi hepatitis B. Sehingga disebut dengan DPT combo c.

  Pemberian Imunisasi DPT-HB adalah pada saat bayi berusia 2 bulan untuk DPT-HB 1, bayi berusia 3 bulan untuk DPT-HB 2, bayi berusia 4 bulan untuk DPT-HB 3.

  d.

  Pemberian DPT combo juga dikombinasikan dengan pemberian imunisasi polio.

  e.

  Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.

  5. Campak a.

  Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit campak Pemberian Imunisasi hanya sekali saja yaitu pada saat bayi berusia 9 bulan. c.

  Pemberian imunisasi campak dapat diulang pada saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah (Kemenkes, 2011).

  2.3.8. Kontraindikasi Imunisasi

  Kontraindikasi imunisasi adalah : a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38ºC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.

  b.

  Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

  c.

  Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat (Proverawati, 2010).

  2.3.9. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Imunisasi a.

  Umur dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ibu yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang imunisasi juga terbatas b. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif.

  Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi (IDAI, 2008).

  c.

  Pengetahuan/pemahaman yang salah tentang imunisasi Kurangnya pengetahuan pada ibu sangat berpengaruh terhadap imunisasi dasar.

  Beberapa temuan fakta memberikan implikasi yaitu manakala pengetahuan dari ibu kurang maka pelaksanaan imunisasi juga menurun.

  d. Sikap dan pandangan negatif masyarakat Sikap ini juga berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seseorang. Banyak mitos tentang imunisasi seperti dapat menimbulkan efek samping yaitu deman.

  e. Sosial budaya dan ekonomi

2.4. Landasan Teori

  Menurut teori komunikasi Devito (1997), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap imunisasi dasar adalah efektivitas komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality) dan Menurut teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), bahwa karakteristik individu yang memengaruhi imunisasi dasar yaitu umur,

Gambar 2.1. Kerangka Teori Devito (1997) dan Teori Menurut Green (1980)

  pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, faktor pengetahuan, pengalaman dan sikap. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, ibu akan memutuskan melaksanakan kelengkapan imunisasi dasar.

  Komunikasi Interpersonal :

  • Keterbukaan - Empati - Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan Karakteristik Individu :
  • Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

2.5. Kerangka Konsep

  Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan:

  • Keterbukaan - Empati - Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan Kelengkapan Imunisasi Dasar Karakteristik Ibu yang mempunyai bayi 12-15 bulan :
  • Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 1 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengobatan Sendiri - Evaluasi Tingkat Kesalahan Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Di Kalangan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

0 1 29

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pakar - Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Kerusakan Handphone Dengan Metode Certainty Factor (Cf) Berbasis Web

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Customer Retention, Switching Cost, dan Trust in Brand terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pemberian cookies Substitusi Tepung Tempe terhadap Pertumbuhan Anak Batita Gizi Kurang di Kelurahan Pakuan Baru Kota Jambi Tahun 2013

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Efektivitas 2.1.1. Pengertian Efektivitas - Efektivitas Metode Simulasidan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu-Ibu Rumah TanggaDalam PenanggulangandanPencegahan Diaredi Daerah Rawan Banjir di Kecamata

0 0 45

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Metode Simulasidan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu-Ibu Rumah TanggaDalam PenanggulangandanPencegahan Diaredi Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh UtaraTahun

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication 2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12