BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut U

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup 1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi

  salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti

   perseroan terbatas.

  Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi

  23 bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan

   hukum.

  Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis

   terhadap status perusahaan grup.

  Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk

   perusahaan.

  Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan- 24 25 Ibid. 26 Ibid. perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai

   kesatuan ekonomi.

  Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan

   berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.

  Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu, perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan grup.

  Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan 27 28 Ibid.

  polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan

   ekonomi.

  Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada

   suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.

  2. Holding Company di Indonesia Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda 29 30 Ibid., hlm. 22.

  sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap

   kali disebut “group”.

  Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi

   kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.

  Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental

  Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company : A holding company heads a group of company, a company(ies) which is directly or indirectly under the control of holding company is termed a

   subsidiary company(ies).

  Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan.

  Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau 31 32 Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144. 33 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.

  Stephen Griffin, Company Law Fundamental Principles (US: Pearson Education mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi sebagai holding company.

  Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak- anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham

   dan mengelola manajerial.

  Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding

  

company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi,

  mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan

   saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.

  Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan

  

  usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut: 1.

  Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan; 34 35 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24. 36 Ibid.

2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.

  Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.

  Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu

   kegiatan usaha.

  Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa memiliki saham di perusahan lain bukan merupakan kegiatan usaha perseroan yang bersangkutan sehingga tidak diperkenankan untuk dimasukkan sebagai salah satu kegiatan usaha perseroan dan dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Pernyataan ini menegaskan bahwa UUPT tidak mengizinkan adanya investment holding company. Pada praktiknya, selain menjalankan pengendalian terhadap anak perusahaan, sebagian besar induk perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha sendiri.

  Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu konstruksi perusahaan terdapat lebih dari satu holding company. Dari sudut 37 pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi

  

holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan

  arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya

   kepada subholding company.

F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup

  Keberadaan perusahaan dalam bentuk holding bukanlah suatu hal yang baru dalam perusahaan Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia dan ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan makin maraknya perusahaan- perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa melakukan holding.

  Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan

   grup.

  38 39 Ibid.

  Keberadaan perusahaan grup menimbulkan perdebatan terkait pengetian yuridis mengenai perusahaan grup. Perbedaan pandangan mengenai aspek yuridis perusahaan grup ini ditimbulkan oleh dimasukannya pengendalian induk terhadap anak perusahaan dalam ranah hukum perseroan yang berdampingan dengan prinsip hukum mengenai pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Implikasinya, suatu perseroan dapat dikendalikan oleh perseroan lain, walaupun memiliki status

   sebagai subjek hukum mandiri.

  Pada awal perkembangannya, pengendalian suatu perseroan terhadap perseroan lain dianggap melanggar prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis suatu perseroan sebagai suatu subjek hukum mandiri karena suatu perseroan tidak mungkin menjadi badan hukum yang mandiri yang dikendalikan oleh perseroan lain. Perubahan drastis terjadi ketika hukum perseroan memberikan legitimasi terhadap suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain. Kepemilikan suatu perseroan atas saham perseroan lain melahirkan keterikatan induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki

  

  kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan. Hukum perseroan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk perusahaan.

  Perbuatan hukum dalam mendirikan anak perusahaan, pemisahan usaha, atau pengambilalihan saham berimplikasi pada timbulnya keterkaitan antara induk 40 41 Ibid., hlm. 32.

  dan anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham induk pada anak perusahaan, kontrak pengendalian induk terhadap anak perusahaan, maupun kendali dalam penempatan direksi/komisaris anak perusahaan. Keterkaitan antara induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasi anak-anak perusahaan dalam tatanan manajemen sehingga terbentuk kesatuan

   ekonomi.

  Pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup. Fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidak dapat dikualisifikasikan hanya berdasar jumlah kepemilikan induk atas saham anak perusahaan saja. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan melalui kebijakan atau instruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan

   ekonomi.

  Secara yuridis, fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis badan hukum anak perusahaan. Hal ini menyebabkan dualitas anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri tunduk di bawah kendali induk perusahaan. Pengakuan yuridis terhadap keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri menimbulkan kontradiksi antara realitas bisnis perusahaan grup

  42 43 Ibid.

  sebagai kesatuan ekonomi dan aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis.

  Perkembangan dan dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan. UUPT mengizinkan kepada seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk perusahaan grup. Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham.

  Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memuat pengertian perusahaan grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UUPT No. 40 Tahun 2007, Undang-Undang Perseroan Terbatas sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kausa lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Memori Penjelasan Pasal

  29 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995. Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : a.

  Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya; b.

  Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaanya; dan atau c.

  Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.

  Berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 yang memuat sedikitnya lima pasal yang mengatur mengenai relasi antara induk dan anak perusahaan, yaitu diantaranya Pasal 30, “Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan : a.

  Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan undang- undang ini.

  b.

  Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.

  Pasal 33 Ayat (2), “Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalama menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini atau Anggaran Dasar.” Pasal 56 huruf (b), “Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan unttuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya: b.

  Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.” Pasal 72 Ayat (3), “Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.” UUPT hanya memuat satu Pasal yang menyebutkan tentang “induk dan anak perusahaan” yang terdapat pada

  Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), “Saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.” Berdasarkan analisis mengenai kerangka pengaturan mengenai keterkaitan antara induk dan anak perusahaan pada UUPT No. 40 Tahun 2007, melalui ketentuan Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), kedudukan induk dan anak perusahaan sebenarnya diakui. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai siapa yang disebut induk perusahaan dan siapa yang menjadi anak perusahannya. Jadi, perusahaan grup sebenarnya tidak dikenal dalam UUPT.

  Perusahaan grup didirikan oleh orang perorangan atau perseroan terbatas sebagai subjek hukum. Konsep perusahaan grup yang berkembang saat ini, dasarnya adalah kepemilikan saham. Kepemilikan saham lebih dari 50% yang dianggap sebagai induk perusahaan merupakan pemahaman yang dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, dan berkembang hingga saat ini. Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan ini tidak menghilangkan status induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.

  Induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap satu kesatuan jika dipandang melalui pendekatan ekonomi. Apabila ditinjau secara hukum, maka masing-masing induk dan anak perusahaan tersebut berkedudukan mandiri. Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri adalah hubungan lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal kepemilikan saham dalam RUPS.

G. Realitas Bisnis Perusahaan Grup 1.

  Alasan pembentukan perusahaan grup Adopsi konstruksi perusahaan grup baik bagi perusahaan nasional maupun multinasional membuktikan bahwa perusahaan grup merupakan bentuk organisasi yang bersifat fleksibel dan menjawab kebutuhan kegiatan dalam skala yang besar. Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan permasalahan operasional perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi yang berbeda.

  Secara umum, berikut adalah dua alasan utama pembentukan perusahaan

  

  grup a.

  Upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan Peraturan perundang-undangan yang mendorong pada pembentukan perusahaan grup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1)

  Perintah peraturan perundang-undangan. Perintah peraturan perundang-undangan biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelola kekayaan negara/daerah dari badan usaha milik negara atau daerah. Peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada

  44 terbentuknya perusahaan grup antara lain terdapat pada peraturan- peraturan berikut ini : a)

  Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer yang berimplikasi pada terbentuknya perusahaan grup melalui pemisahan usaha.

  b) Surat Menteri Keuangan No.5-326/MK.016/1995 mengenai konsolidasi tiga pabrik semen milik Pemerintah, yaitu PT. Semen

  Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik. Konsolidasi terhadap ketiga pabrik milik Pemerintah berimplikasi pada terbentuknya Grup Semen Gresik yang terdiri dari PT. Semen Gresik sebagai induk perusahaan, sedangkan PT. Semen Tonasa, dan PT. Semen Padang sebagai anak perusahaan.

  c) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 mengenai pengalihan kepemilikan seluruh saham Pemerintah pada industri pupuk PT.

  Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk., dan PT. Petrokimia Gresik yang dialihkan kepemilikannya kepada PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).

  d) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan

  

Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan

(Persero) PT. Perkebnunan Nusantara III Medan. Peraturan ini berimplikasi pada terbentunya grup BUMN perkebunan yang terdiri dari PTPN III sebagai induk perusahaan, sedangkan PTPN I, PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, PTPN VII, PTPN VIII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, PTPN XIII, PTPN XIV sebagai anak perusahaannya.

  2) Respons pelaku usaha terhadap escape claused atau aturan pengecualian yang terdapat dalam suatu peraturan perundang- undangan. Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral yang hanya mengatur sektor usaha atau industri saja. Pembentukan perusahaan grup disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada suatu sektor usaha atau industri untuk menghindari pembatasan yang dipersyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain

a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.

  UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas mengatur dua ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana yang dimaksud, kecuali kegiatan usaha tersebut dijalankan melalui konstruksi perusahaan grup. Ketentuan escape claused pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah sebagai berikut : (1)

  Larangan bagi suatu badan usaha untuk menjalankan kegiatan usaha hulu dan hilir migas secara bersamaan, kecuali dibentuk badan hukum terpisah, antara lain secara holding company.

  (2) Pembatasan pengusahaan wilayah kerja migas.

   Dalam hal

  badan usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja.

  

  b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006. Peraturan Bank

  Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 memuat ketentuan mengenai

  escape claused yang berimplikasi pada terbentuknya bank holding company . Tujuan pembentukan bank holding company b.

  Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi perusahaan grup. adalah membentuk suatu badan hukum yang dibentuk atau dimiliki oleh pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung aktivitas bank-bank yang merupakan anak perusahaannya.

  Suatu perusahaan atau perusahaan grup melakukan ekspansi usaha atau memperkuat posisi strategis di pasar dengan melakukan integrasi vertikal/horizontal atau diversifikasi usaha yang bekerja sama dengan perusahaan lain, baik melalui pengambilalihan saham, kerja sama operasi, serta joint venture maupun mengalokasikan sebagian kegiatan usaha melalui pendirian anak perusahaan atau pemisahan usaha.

  45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 1. 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 2. 47

2. Pembentukan perusahaan grup

  Proses pembentukan perusahaan grup dapat dilakukan melalui dua proses

  

  sebagai berikut : a.

  Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali terhadap input (backward) dan output (forward), ataupun keduanya.

  Melalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi.

  Sementara itu, integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara menggabungkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan melalui merger dan akuisisi.

  b.

  Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang berbeda dengan pasar yang berbeda. Ada dua jenis diversifikasi, yaitu diversifikasi terkait (consentric) atau diversifikasi dalam industri yang berbeda, tetapi salah satunya berkaitan dengan suatu cara operasional perusahaan yang masih berlangsung, serta diversifikasi tidak terkait atau diversifikasi ke dalam industri yang sama sekali berbeda.

  48

  Sementara itu, pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui

  

  tiga prosedur yaitu : a.

  Prosedur residu. Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal yang berubah menjadi perusahaan induk, yang memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.

  b.

  Prosedur penuh. Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan holding ini dapat berupa : 1) dibentuk perusahaan baru; 2) diambil salah satu dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan;

  3) diakuisisi perusahaan yang lain sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak ada mempunyai keterkaitan satu sama lain.

49 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisinis Menata Bisnis Modern di Era Global

  c.

  Prosedur terprogram. Adakalanya, sudah sejak pelaku bisnis telah sadar akan pentingnya perusahaan holding, sehingga dari awal, para pelaku bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding. Karenanya, perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grup nya adalah perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Maka, jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perekembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.

3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding

  Pihak pemegang saham pada dasarnya adalah pemilik dari perseroan tersebut, maka banyak hak yang oleh hukum diberikan kepada pemegang saham.

   Akan tetapi, yang terpenting diantaranya adalah hak-hak sebagai berikut : a.

  Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); b. Hak untuk menerima dividen; c. Hak untuk menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.

  Prinsip tanggung jawab badan hukum yang mandiri juga dapat diterobos dengan adanya ikatan-ikatan kontrak, yang memang dimaksudkan sebagai terobosan. Kontrak-kontrak tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian,

  

  yaitu :

  50 51 Munir Fuady 2, Op.Cit., hlm. 40.

  a.

  Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat kebendaan Perusahaan holding dapat melakukan kontrak-kontrak yang bersifat kebendaan dalam hubungan dengan kegiatan anak perusahaan, sehingga tanggung jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai batas- batas tertentu dapat dibebankan kepada perusahaan holding. Hal ini dapat terjadi misalnya dalam hal aset-aset dari perusahaan holding yang ikut menjadi collateral terhadap utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan.

  Ikatan kontraktual bersifat kebendaan yang dilakukan oleh perusahaan holding terhadap bisnis anak perusahaan, dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

  

  1) Saham-saham anak perusahaan yang dipegang oleh perusahaan holding digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga.

  2) Saham-saham perusahaan lain tetapi masih dalam satu perusahaan grup yang sama, saham-saham mana dimiliki oleh perusahaan holding, kemudian digadaikan atau difidusiakan untuk menjamin utang anak perusahaan.

  3) Aset-aset perusahaan holding yang dijaminkan ke kreditur karena utang yang diambil oleh anak perusahaan, lewat bentuk-bentuk jaminan utang seperti gadai, hipotik, ataupun fidusia.

  b.

  Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat personal Kontrak ini dilakukan perusahaan holding terhadap anak perusahaan untuk menjamin utang-utang anak perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara corporate guarantee, personal guarantee, atau garansi terbatas.

  

Corporate guarantee, perusahaan holding bertujuan untuk menjamin utang- 52 utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga. Personal guarantee, dapat disebut bahwa pemilik grup konglomerat merupakan pemegang saham pada perusahaan holding, akan tetapi personal guarantee ini bertujuan untuk

  

  menjamin utang-utang anak perusahaan terhadap pihak ketiga. Garansi terbatas, dalam praktiknya bahwa perusahaan holding maupun pemilik grup usaha konglomerat tidak mau mengambil resiko dengan mempertaruhkan seluruh harta bendanya yang dimiliki oleh grup usaha konglomerat maupun

   oleh pribadi konglomerat tersebut.

  Holding company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan

  merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya. Fenomena

  holding company dapat dilihat dari banyaknya badan usaha baik swasta maupun

  Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang membentuk

  holding . Bentuk holding company memiliki beberapa keuntungan. Jika dilihat dari

  sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan mengevaluasi dan memilih portofolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang ditanamkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan perencanaan pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi non finansial terdapat sederet manfaat. Bentuk holding company memungkinkan perusahaan membangun, mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga 53 54 Ibid., hlm. 131.

  menjamin, mendorong, serta memfasilitasi perusahaan induk, anak-anak perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan kinerja. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah membangun sinergi diantara perusahaan yang tergabung dalam

  

holding company serta memberikan support demi terciptanya efisiensi. Dari sisi

  kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan individual ke dalam sistem.

   a.

  Kemandirian resiko Keuntungan yang diperoleh apabila suatu badan usaha membentuk perusahaan

  holding adalah sebagai berikut :

  Setiap kewajiban, resiko, dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut masih dalam suatu grup usaha, atau dimiliki oleh pihak yang sama.

  b.

  Hak pengawasan yang lebih besar Perusahaan holding, dalam praktiknya dapat melakukan pengawasan atau kontrol yang lebih mudah dan efektif, sehingga ikatan grup nya lebih mudah diawasi.

  c.

  Operasional yang lebih efisien Anak perusahaan dengan induk perusahaan dalam perusahaan holding dapat saling bekerja sama dan saling berkoordinasi. Misalnya dalam hal promosi bersama, pelatihan bersama, pemanfaatan sumber daya manusia.

  55 (diakses

  Selain itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak overlapping, sehingga dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.

  d.

  Kemudahan sumber modal Kemungkinan anak perusahaan untuk mendapatkan modal atau dana relatif besar dari pihak ketiga induk perusahaan. Sebagai perusahaan yang belum terlalu dikenal, anak perusahaan bisa mendapatkan kontrak dan pinjaman karena induk perusahaannya sudah dikenal dan dipercaya oleh pihak investor.

  e.

  Keakuratan keputusan yang diambil Keputusan yang diambil secara sentral oleh perusahaan holding memiliki tingkat akurasi yang terjamin dan lebih prospektif, karena dari segi kinerja, perusahaan induk dianggap mampu memimpin dan mengonsolidasikan anak-anak perusahaannya.

  H.

  

Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi Perusahaan

Grup di Indonesia.

1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi

  Kesatuan induk dan anak perusahaan berlaku baik terhadap grup investasi maupun grup manajemen. Jika melalui pendekatan secara ekonomi suatu kelompok perusahaan dianggap merupakan suatu kesatuan, maka lain hal nya apabila ditinjau dari segi hukum. Jika melalui pendekatan ilmu hukum diajarkan bahwa sebagai badan hukum, masing-masing induk dan anak perusahaan berkedudukan terpisah satu sama lain. Apabila dicari hubungan antara satu anak perusahaan dengan perusahaan lainnya, ataupun perusahaan holding, hubungan yang terjadi adalah lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal RUPS yang secara yuridis mempunyai

  

  kedudukan dan menentukan dalam suatu perusahaan. Dengan demikian jelaslah bahwa pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara perusahaan-perusahaan dalam suatu grup konglomerat ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi hukum. Di satu sisi, pendekatan secara ekonomi lebih dilatarbelakangi dan didasari oleh kebutuhan dalam praktik bisnis, jadi lebih praktis dan pragmatis, sementara pendekatan yuridis lebih bersifat konvensional, sehingga lebih

   teoritis.

  Fenomena yang ada dalam dunia bisnis, bahwa perusahaan grup konglomerat cenderung dianggap merupakan suatu kesatuan ekonomi, maka dalam prakteknya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas- batas kemandirian badan hukum anak perusahaan maupun perusahaan holding.

   Sebagai konsekuensi logis, berkembanglah teori hukum tentang : a.

  Ikut ditariknya induk perusahaan, maupun anak perusahaan lain dalam suatu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan.

  b.

  Berwenangnya pihak perusahaan holding dalam batas-batas tertentu untuk 56 mencampuri urusan bisnis anak perusahaan. 57 Ibid., hlm. 134. 58 Ibid., hlm. 135. Dengan demikian, ikut campurnya perusahaan holding ke dalam bisnis anak perusahaan dapat dilakukan lewat sarana-sarana yuridis yang konvensional, yaitu secara organik (penunjukan organ perusahaan), atau secara kontraktual, maka dalam batas-batas tertentu hukum harus pula mentolerir ikut campurnya

  

  Sektor hukum memainkan peranan penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan induk perusahaan untuk ikut campur ke dalam dunia bisnis perusahaan dengan kepentingan anak perusahaan dan/atau pihak ketiga untuk membebankan tanggung jawab hukum tertentu kepada induk perusahaan.

2. Kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan

  Keterkaitan induk dan anak perusahaan tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap induk atau anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.

  Ketekaitan induk dan anak perusahaan menciptakan kontradiksi antara bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi.

  Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup menyebabkan induk dan anak perusahaan masih diberlakukan sebagaimana status badan hukum masing-masing induk atau anak perusahaan. Bagi induk dan anak perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas, hukum perseroan memperlakukan keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus yang terjadi di antara perseroan-perseroan tunggal.

  Dengan demikian, tergabungnya induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan status badan hukum induk dan anak 59 perusahaan. Status badan hukum perseroan tetap sebagai subjek hukum mandiri atau separate legal entity.

  Perseroan terbatas memiliki kemandirian terlepas dari orang perorang yang berada dalam perseroan tersebut. Perseroan memiliki kemandirian yuridis untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, sehingga keuntungan yang diperoleh dianggap sebagai hak dan kekayaan perseroan itu sendiri, sedangkan utang dan kerugian dianggap sebagai beban perseroan itu sendiri.

  Latar belakang penerapan prinsip kemandirian suatu perseroan meliputi

  

  relasi internal dan eksternal sebagai berikut : a.

  Hubungan internal perseroan Hubungan internal perseroan menyangkut distribusi kekuasaan dari pihak- pihak yang memegang kekuasaaan pengambilan keputusan dalam perseroan.

  Perseroan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bertindak sebagai badan hukum yang mandiri ; dan b.

  Hubungan eksternal perseroan Hubungan eksternal perseroan menyangkut distibusi tanggung jawab hukum dari pihak-pihak yang menjalankan tanggung jawab atas konsekuensi dari perbuatan hukum perseroan. Perseroan merupakan subjek hukum yang memiliki tanggung jawab hukum atas segala resiko dan biaya yang timbul dari kegiatan bisnis nya, sedangkan pemegang saham dijamin dengan limited liability, atau tanggung jawab terbatas pada saham yang dimilikinya.

60 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia,

3. Keterkaitan induk dan anak perusahaan

  Perkembangan dan dominasi dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari legitimasi peraturan perundang- undangan. UUPT telah memberikan legitimasi kepada suatu perseroan untuk memiliki saham pada perseroan lain. Perusahaan memiliki berbagai macam cara untuk menciptakan keterkaitan di antara anggota perusahaan grup, baik melalui kontrak, kepemilikan saham, ataupun kendali dalam penempatan direksi.

  Keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham ini menjadi alasan keberadaan bagi lahirnya keterkaitan antara induk dan anak perusahaan, baik melalui pendirian perseroan, pengambilalihan saham, pemisahan usaha, maupun joint venture .

  Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain melahirkan keterkaitan antara induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan dapat menggunakan hak suara dalam RUPS anak perusahaan, mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan, ataupun mengalihkan pengendalian terhadap anak perusahaan kepada perseroan lain melalui kontrak pengendalian.

  Keterkaitan antara induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi

  

  perusahaan kelompok disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini : a.

  Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai 61 pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan manajemen. Salah satu fungsi kepemilikan saham induk perusahaan pada anak perusahaan adalah zeggenschapsfunctie. Zeggenschapsfunctie dari kepemilikan saham pada anak perusahaan memberikan hak suara kepada induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui berbagai mekanisme pengendalian yang ada, seperti Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) untuk mendukung beleggingsfunctie dari konstruksi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.

  Dengan menggunakan prinsip one share one vote, sebagaimana terdapat pada Pasal 84 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Kepemilikan lebih besar dari 50% (lima puluh persen) saham anak perusahaan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang lebih besar kepada induk perusahaan dibandingkan pemegang saham lainnya, sehingga induk perusahaan dapat mengarahkan jalannya Rapat Umum Pemegang Saham.

  Control threshold ini berlaku apabila tidak ada ketentuan lain dalam

  anggaran dasar perseroan yang digunakan untuk menentukan pihak yang menjadi pemegang saham pengendali. Induk perusahaan akan mengonsolidasikan anak- anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan, apabila kepemilikan saham induk perusahaan baik langsung atau tidak langsung pada anak-anak perusahaannya adalah di atas 50% (lima puluh persen) jumlah saham anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat ditimbulkan dari keterkaitan saham, atau kepemilikan saham dari anak perusahaan oleh induk perusahaan biasanya menggunakan control threshold kepemilikan lebih dari 50% (lima puluh persen) saham pada anak perusahaan, sehingga induk perusahaan sebagai pimpinan sentral dapat mengendalikan dan mengoordinasikan anak perusahaan.

  b.

  Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak

  

  perusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan. Dalam RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal strategis yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi, antara lain melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam bentuk business

  

plan selama lima tahun yang dikenal sebagai rencana strategis. Dalam rencana

  strategis ini, direksi induk perusahaan menetapkan kebijakan dasar perusahaan yang terdiri dari visi, misi, budaya, sasaran, serta strategi perusahaan. Kebijakan dasar induk perusahaan ini diikuti oleh semua anak perusahaan dalam menyusun perencanaan masing-masing.

  c.

  Penempatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan Melalui kepemilikan atas saham anak perusahaan, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau komisaris anak perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada anak-anak perusahaan merupakan bentuk pengendalian operasional secara tidak langsung. 62 Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan menyebabkan induk perusahaan

  

memiliki hak suara dalam RUPS anak perusahaan. Induk perusahaan dapat mengangkat anggota

direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap sebagai anggota direksi

  Dengan fungsi pengendalian tersebut, induk perusahaan dapat mengetahui perkembangan kegiatan usaha dari masing-masing anak perusahaan. Penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan merupakan bentuk pengintegrasian pengurusan anak perusahaan yang menjadi bagian dari strategi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat lebih efektif, karena direksi/komisaris yang ditempatkan dianggap memahami kepentingan bisnis perusahaan grup, sehingga pengurusan anak perusahaan sehari-hari tidak melenceng dari kepentingan perusahaan sebagai kesatuan ekonomi.

  Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup dapat disebabkan oleh keterkaitan melalui Perjanjian Hak Bersuara dan keterkaitan melalui kontrak. Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat terjadi karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham pendiri yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri. Sementara itu, keterkaitan melalui kontrak dapat dilakukan ketika suatu perseroan menyerahkan kendali atas manajemen kepada perseroan lain melalui Perjanjian Pengelolaan Perusahaan.

  d.

  Keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat terjadi karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham pendiri, yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri. Perjanjian semacam ini terjadi pada perusahaan kelompok yang merupakan badan usaha milik negara, yang sering disebut dengan saham merah putih dan biasanya disebut dengan saham seri A.

  e.

  Keterkaitan melalui kontrak Perseroan dapat menyerahkan kendali atas manajemen kepada perseroan lain melalui Perjanjian Pengelolaan Perusahaan.

Dokumen yang terkait

Konstruksi Pemahaman Wartawan Terhadap UU KIP (Studi Dengan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Wartawan Aliansi Jurnalis Independen Cabang Medan Dalam Memahami Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik)

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Efektifitas Saluran Komunikasi dalam Pemilu (Studi Deskriptif Kualitatif Efektifitas Saluran Komunikasi dalam Menentukan Pilihan pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Desa Pasar IV Namutrasi Kabupaten Langkat)

0 1 30

BAB I PENDAHULUAN - Efektifitas Saluran Komunikasi dalam Pemilu (Studi Deskriptif Kualitatif Efektifitas Saluran Komunikasi dalam Menentukan Pilihan pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Desa Pasar IV Namutrasi Kabupaten Langkat)

0 0 7

2. Apa saja kendala yang sering ditemui oleh para seniman jalanan ketika ingin membuat karya seni di dinding kosong ataupun rumah masyarakat setempat? - Komunikasi Seni Jalanan (Studi Analisis Unsur-unsur Komunikasi Seni Jalanan Oleh Komunitas Seniman Jal

0 0 20

BAB II TINJAUAN TEORITIS - Komunikasi Seni Jalanan (Studi Analisis Unsur-unsur Komunikasi Seni Jalanan Oleh Komunitas Seniman Jalanan di Jalan Adam Malik, Medan)

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Seni Jalanan (Studi Analisis Unsur-unsur Komunikasi Seni Jalanan Oleh Komunitas Seniman Jalanan di Jalan Adam Malik, Medan)

0 0 7

A. PROMOSI JABATAN - Pengaruh Promosi Jabatan dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Sumut Kantor Cabang Utama Medan)

0 1 10

2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Promosi Jabatan dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Sumut Kantor Cabang Utama Medan)

0 0 27

1.1 Latar Belakang - Pengaruh Promosi Jabatan dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Sumut Kantor Cabang Utama Medan)

0 0 8

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

0 1 15