BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum - Analisa Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Analitis (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall dan Condominium)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum
Pondasi merupakan bagian paling bawah dari konstruksi bangunan
yang mempunyai peranan yang sangat penting dan bertugas meletakkan
bangunan dan meneruskan beban bangunan atas

(upper structure/ super

structure) ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya. Suatu perencanaan
pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan pondasi ke tanah tidak
melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. Apabila kekuatan tanah
dilampaui, maka penurunan yang berlebihan dan keruntuhan dari tanah akan
terjadi. Kedua hal tersebut akan menyebabkan kerusakan pada konstruksi
yangberada di atas dari pondasi tersebut.
Untuk itu peran pondasi untuk menopang bangunan di atasnya harus
diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat
sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti angin, gempa
bumi dan lain sebagainya.
Berdasarkan struktur beton bertulang, pondasi berfungsi untuk :

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban – beban yang bekerja pada
struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang dapat mendukung
struktur tersebut.

2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan yang tidak sama pada
struktur di atasnya.
3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat
angin, gempa bumi dan sebagainya.
Banyak cara dalam menentukan pemilihan pondasi yang akan digunakan
antara lain beban yang direncanakan bekerja, jenis lapisan tanah dan faktor nonteknis seperti biaya konstruksi dan waktu konstruksi. Pondasi bangunan biasanya
dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi
dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan
kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama
dengan lebar pondasi (D < B) dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya
terletak dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika
lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah.
Seperti telah di jelaskan diatas bahwasanya pondasi dapat dibedakan atas dua
bagian besar yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat
dibedakan atas beberapa jenis, yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi
sarang laba – laba pondasi casing, dan pondasi grid. Sedangkan pondasi dalam terdiri

dari pondasi sumuran, pondasi tiang dan pondasi kaison. Untuk laporan tugas akhir
ini,penulis lebih memfokuskan pada penggunaan pondasi tiang(bored pile).
Tiang (pile) adalah suatu bagian konstruksi pondasi yang berbentuk batang
yang berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke tanah disekitar tiang

pada kedalaman tertentu. Penyaluran beban oleh tiang ini dapat dilakukan
melalui lekatan antara selimut tiang dengan tanah disekitar bored pile, penyaluran ini
disebut tahanan samping (skin friction), dan daya dukung ujung tiang (endbearing).
Hal- hal yang perlu dihindari dalam perencanaan pondasi adalah keruntuhan
geser dan deformasi yang berlebihan. Pada perencanaan pondasi juga harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada
pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya
2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak melebihi dari penurunan
yang diijinkan.
II.2. Penyelidikan Tanah(Soil Investigation)
Dalam merencanakan sebuah pondasi sangatlah penting untuk
mengetahui jenis, sifat terlebih karakteristik tanah tersebut. Juga apakah tanah
tersebut dapat menahan beban yang ada diatasnya maupun dari pengaruh gaya
vertical ataupun horizontal. Untuk mengetahui tentang jenis tanah tesebut dilakukan

test laboratorium dan tanahnya diambil dari berbagai lapisan maupun juga
pengamatan langsung dilapangan.
Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini yakni:
1.

Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan – lapisan tanah di lokasi
ditinjau,

2.

Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturbed) dan tidak asli
(disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk
keperluan pengujian di laboratorium.

3.

Untuk menentukan kedalaman tanah keras.

4.


Untuk mengetahui kedalaman muka air tanah di lokasi proyek.

5. Untuk mengetahui kedalam tanah pada setiap kedalaman tertentu yang
diperoleh dari hasil Standart Penetration Test(SPT)
6. Mempelajari kemungkinan timbulnya masalah perilaku bangunan yang sudah
ada di sekitar lokasi pembangunan tersebut

II.3.Pondasi Tiang
II.3.1 Pengertian Pondasi Tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang
digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut
tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul
beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah
pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.
Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban – beban yang diterimanya
dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah dalam yang mampu memikul berat
bangun tersebut.

Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain :

1.

Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atasnya atau tanah lunak,
ke tanah pendukung yang kuat.

2.

Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk
mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah
disekitarnya.

3.

Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas
akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

4. Untuk menahan gaya – gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.
5.


Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dakung tanah tersebut
bertambah.

6. Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah
tergerus air
II.3.2 Pengolongan pondasi Tiang
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut :
1.

Tiang Perpindahan besar (Large Displacement Pile)
Tiang perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan
ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi
perpindahan volume tanah yang relative besar. Termasuk dlam
tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang

beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup
pada ujungnya)
2.

Tiang perpindahan Kecil (Small Displacement Pile)

Tiang perpindahan kecil, adalah sama seperti tiang kategori
pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan
relative kecil, contohnya : tiang beton berlubang dengan ujung
terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka,
tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang ulir.

3.

Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)
Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang di
dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah.
Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bore pile, yaitu
tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil
pengeboran tanah ( pipa baja diletakkan di dalam lubang dan
dicor beton).

II.4. Pondasi Bored Pile
Pondasi Bored Pile adalah suatu pondasi yang dibangun dengan cara
mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi dengan tulangan dan
dicor. Tiang bor biasanya dipakai pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga

memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor. Jika
tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan

pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran. Pada tanah tiang keras atau
batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung
ujung tiang.
Daya dukung bored pile diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing
capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya dukung geser atau
selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau
gaya adhesi antara bored pile dan tanah disekelilingnya.Bored pile berinteraksi
dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan
memberikan keamanan pada struktur atas. Untuk menghasilkan daya dukung
yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga. Ada
dua metode yang biasa digunakan dalam penentuan kapasitas daya dukung
bored pile yaitu dengan menggunakan metode statis dan metode dinamis.

Gambar II.1. Tiang Bor

Ada berbagai jenis pondasi tiang bor, yaitu :
1. Tiang bor lurus untuk tanah keras.

2. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
3. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.
4. Tiang bor lurus untuk tanah bebatuan

Gambar II.2 Jenis jenis Bored Pile

Ada beberapa alasan digunakan pondasi tiang bor dalam konstruksi, yaitu :
1. Tiang bor tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap
2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Tiang bor dapat dikerjakan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya dalam
konstruksi.

4. Proses pengerjaan tiang bor dapat menghindari kerusakan bangunan yang ada
disekitarnya.
5. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan
membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya
bergerak ke sampaing. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi tiang bor.
6. Selama pelaksanaan pondasi tiang bor tidak ada suara yang ditimbulkan oleh
alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang.
7. Karena dasar dari tiang bor dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan

yang besar untuk daya dukung.
8. Permukaan diatas dimana dasar tiang bor didirikan dapat diperiksa secara
langsung.
9. Pondasi tiang bor mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
10. Tidak ada kenaikan muka air tanah( MAT)
11. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam sekalipun
12. Tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan
Beberapa kelemahan dari pondasi tiang bor :
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir
atau tanah kerikil.
3. Pengecoran beton sulit apabila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak
dapat dikontrol dengan baik.
4. Pembesaran ujung bawah tiang dapat dilakukan bila tanah berupa pasir.

5. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah,
sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang bor.
6. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak
dilakukan.
7. Karena diameter tiang relatife besar dan memerlukan banyak beton, untuk

proyek pekerjaan kecil dapat mengakibatkan biaya yang melonjak.
8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah
terpenuhi, terkadang terjadi tiang pendukung kurang sempurna karena adanya
lumpur yang tertimbun di dasar tiang.
9. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah
sehingga mengurangi kapsitas dukung tanah terhadap tiang , maka air yang
mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali kedalam lobang air.
Ditinjau dari segi pelaksanaanya pondasi tiang bor dapat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu :
1. Sistem Augering
Pada sistem ini selain augernya sendiri, untuk kondisi lapangan pada tanah
yang mudah longsor diperlukan casing atau bentonite slurry sebagai penahan
longsor. Penggunaan bentonite slurry untuk kondisi lapisan tanah yang
permeabilitasnya besar tidak disarankan, karena akan membuat banyak
terjadinya perembesan melalui lapangan permeable tersebut.
2. Sitem Grabbing

Pada penggunaan sistem ini diperlukan casing (continuous semirotary motion
casing) sebagai penahan kelongsoran. Casing tersebut dimasukkan ke dalam
tanah dengan cara ditekan sambil diputar. Sistem ini sebenarnya cocok untuk
semua kondisi tanah, tetapi yang paling sesuai adalah kondisi tanah yang sulit
ditembus.
3. Sistem Wash Boring
Pada system ini diperlukan casing sebagai penahan kelongsoran dan juga
pompa air untuk sirkulasi air yang dipakai untuk pengeboran. Sistem ini cocok
untuk kondisi tanah pasir lepas. Untuk jenis tiang bor ini perlu diberikan
tambahan tulangan praktis untuk penahan gaya lateral yang terjadi. Penulangan
minimum 2% dari luas penampang tiang.
Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran yaitu :
1. Metode Kering
Pada metode kering hal pertama yang dilakukan adalah sumuran digali
(dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian
dengan beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah
selesai dikerjakan. Kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai dasar
sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan
boleh diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya
mencapai kira – kira setengahnya saja.
Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tidak berlekuk
(kohesif) dan permukaan air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya

cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan dibeton
sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga biasa mempengaruhi
kekuatan beton. Rangkaian pembuatannya seperti pada (Gambar II.3)

Gambar II.3 metode kering konstruksi pilar yang dibor
2. Metode Acuan
Pada metode ini acuan dipakai pada tempat – tempat proyek yang
mungkin terjadi lekukan atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga
sumur (sharf cavity). Casing diperlukan karena runtuhan tanah dapat terjadi.
Dalam kondisi tertentu casing harus dimasukkan dengan menggunakan alat
penggetar (vibrator). Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu
adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah
acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada
kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan
site dan proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling tidak sampai
ID acuan kadang – kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak bor tanah
(auger) yang lebih baik.
Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan
jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah
(yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan
adukan encer (grout) maka adonan akan dipindahkan ke atas puncak sehingga
rongga tersebut diisi dengan adukan encer.

Gambar II.4. Metode Konstruksi Acuan yang di bor
3. Metode Adonan
Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan
acuan. Hal ini diperlukan jika tidak mungkin mendapatkan penahan air (water
seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk ke dalam
rongga sumuran (shaft cavity). Langkah langkah metode ini diuraikan dalam
.penjelasan gambar sesuai dibawah.
G

Gambar II.5. Metode adonan konstruksi pilar yang dibor

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah :
a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk
lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan
yang tebal sukar untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran.
b. Memompa adonan keluar dan partikel – partikel yang lebih besar dalam
suspensi

dipisahkan

dengan

memakai

adonan

‘conditioned’

yang

dikembalikan lagi ke dalam sumuran sebelum beton.
c. Hati – hati menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan
yang besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negative yang
bisa meruntuhkan sebagian dari sumuran.
Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan ke dalam
sumuran dan corong pipa cor (treme) di pasang, urutan ini perlu diperhatikan
sehingga corong pipa cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangkan
(cage), lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya
pembentukan lapisan adonan dalam sumuran. Beton dipompa dengan hati – hati
sehingga corong pipa cor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit
daerah permukaan yang terbuka dan terkontaminasi oleh adonan.

II.5.

Mesin Bor
SPESIFIKASI TEKNIS ALAT BOR :

a. Rangka Mesin
Rangka mesin ini mempunyai lebar 1, 20 meter dengan panjang 3, 00 meter

terbuat dari besi kanal UNP yang berfungsi sebagai dudukan winch dan diesel
penggerak.
Menara bor yang ditempatkan pada ujung rangka, terbuat dari pipa besi galvanis
ber-diameter 3-4 inch dengan ketebalan medium SII, berfungsi sebagai line /
pengarah gear box terutama untuk pelurus vertikal pada saat pengeboran. Panjang
menara bor ini bervariasi antara 6 sampai 9 meter tergantung kondisi lapangan.
Kadang menara bor dipotong pendek apabila harus dioperasikan di dalam ruangan
yang tingginya terbatas. Menara bor ini berfungsi juga sebagai penahan kerangka
tulangan bored pile saat akan dimasukkan ke lubang bor. Kerangka tulangan
bored pile yang dapat ditarik panjang maksimumnya 12 meter.
b. Penggerak Bor
Rotasi pengeboran digerakkan oleh elektromotor kapasitas 7, 50 HP dengan rotasi
1.500 rpm. Rotasi ini diperlambat dengan speed reducer dengan ratio 1 : 40
sehingga diperoleh out put 90 kgm pada 37, 50 rpm.
Sumber listrik penggerak elektro diperoleh dari pembangkit listrik tenaga diesel
berkapasitas 10 sampai dengan 15 KVA.
c. Pipa Bor / Rod
Pipa / Rod bor terbuat dari pipa besi galvanis / baja diameter 2, 50 ” dengan
ketebalan medium SII, yang mempunyai kekuatan moment torsi > 90 kgm.
d. Mata bor
Jenis mata bor yang dipakai disesuaikan dengan kondisi tanah yang dibor. Ada 2
jenis mata bor yang sering dipakai, antara lain :
1. Cross bit

Digunakan pada pengeboran dengan sistem wash boring, disini air berfungsi
sebagai media pengangkut / pendorong tanah hasil pengeboran.
2. Bor Spiral
Digunakan pada saat pengeboran dengan sistem dry drilling
e. Katrol / Diesel Winch
Diesel winch yang dipakai, dilengkapi dengan tambang baja ( wire rope) yang
mempunyai kekuatan angkat 2 ton dengan kecepatan 8 meter / per menit.
f. Pompa
Pompa hanya digunakan pada sistem wash boring. Dalam hal ini sering dipakai
pompa sentrifugal yang berdiameter isap 33 cm dan mempunyai tekanan 1, 1 kg/
𝑐𝑐𝑐𝑐2 yang dihubungkan ke stang bor menggunakan selang tekan berdiameter 23

cm.

g. Corong Cor
Corong cor digunakan sebagai penampung adukan beton yang akan dimasukkan
ke dalam pipa tremi. Corong cor ini terbuat dari plat besi tebal 3 mm dan ber
diameter 60 cm. Penyambungan corong cor dengan pipa tremie memakai sistem
drag.
h. Pipa Tremi
Pipa tremi sebagai penghantar adukan beton terbuat dari pipa galvanis
berdiameter 6 ” dengan ketebalan medium SII, panjang setiap pipa 2 meter yang
disambung dengan sistem drat
i. Alat Bantu
Alat bantu yang sering diperlukan dalam pekerjaan pengeboran antara lain :

- Kunci pipa dan kunci rantai
- Kunci pas dan kunci inggris
- Cangkul, linggis, ember
- Travo las, gerinda potong
- Gegep dll.
j. Roller / Perakit Baja Tulangan :
Roller adalah alat untuk menggulung tulangan spiral jarak / sengkang spiral.
Biasanya yang digunakan untuk spiral adalah tulangan polos karena baja tulangan
ini memiliki sifat elastis. Diameter roller dibuat lebih kecil dari diameter bored
pile sehingga didapat selimut / penutup beton yang tebalnya sekitar 5 7, 5 cm.
Untuk pemotongan dan pembengkok baja tulangan biasa digunakan mesin potong
atau gunting tulangan konvensional. Untuk mengikat baja tulangan digunakan
kawat beton dengan memakai alat gegep atau tang.

II.6. Metode Pelaksanaan Pondasi Bored Pile
Penggunaan teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.
Biasanya , aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan
pekerjaan konstruksi teknologi yang tepat sangat berguna dalam pengerjaan
konstruksi manapun.. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman
sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.
Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang bor sebagai berikut :

1.

Persiapan Lokasi Pekerjaan (Site Preparation)
Pelajari lay – out pondasi dan titik – titik bored pile, membersihkan lokasi
pekerjaan dari gangguan yang ada seperti bangunan, tanaman, pepohonan,
tiang listrik/telepon, kabel dan lain sebagainya.

2.

Rute / Alur Pengeboran (Route of Boring)
Merencanakan alur/urutan pengeboran sehingga setiap pergerakan mesin
RCD, Excavator, Crane dan Truck Mixer dapat termobilisasi tanpa
halangan.

3.

Suvey Lapangan dan Penentuan Titik Pondasi (Site Survey and Centering
of Pile)
Mengukur dan menentukan posisi titik koordinat bored pile dengan bantuan
alat Theodolit.

4.

Pemasangan Stand Pipe
Stand pipe dipasang dengan ketentuan bahwa pusat dari stand pipe harus
berada pada titik as pondasi yang telah disurvei terlebih dahulu.
Pemasangan stand pipe dilakukan dengan bantuan excavator.

5.

Pembuatan Drainase dan Kolam Air
Kolam air berfungsi untuk penampungan air bersih yang akan digunakan
untuk pekerjaan pengeboran sekaligus untuk tempat penampungan air
bercampur lumpur hasil dari pengeboran. Ukuran kolam air berkisar 3m x
3m x 2,5m dan drainase penghubung dari kolam ke stand pipe berukuran
1,2m, dan kedalaman 0,7 m (tergantung kondisi lapangan). Jarak kolam air
tidak boleh terlalu dekat dengan lubang pengeboran, sehingga lumpur

dalam air hasil pengeboran mengendap dulu sebelum airnya mengalir
kembali ke lubang pengeboran.

II.7. Prosedur Pengeboran dengan Metode RCD
Metode Reverse Circulation Drillinng atau lebih dikenal dengan metode RCD
merupakan suatu metode yang biasa digunakan dalam pengerjaan proyek bored pile.
Proses pengeboran dengan menggunakan metode ini sangatlah berguna karena tidak
perlu mengeluarkan bucket seperti pada pengerjaan menggunakan metode lain.
Metode RCD ini pada intinya mengeluarkan tanah dan air melalui pengeboran yang
sedikit berputar. Air yang terdapat dalam lubang harus dijaga ketinggiannya,yakni
hanya diizinkan setinggi 2 meter dari permukaan agar tanah sekitarnya tidak
mengalami longsor. Apabila air sudah mencapai batasnya,maka dapat dikeluarkan
hingga

habis

menuju

kolam

pengendapan

yang

sudah

dipersiapkan

sebelumnya.Proses sirkulasi air seperti mengirim air ke luar dari pipa dibor, aliran air
dengan mudah mengalir, sehingga dinding berongga yang lebih stabil, dan air yang
mengalir di dalam pipa menalir dengan cepat, yang membuat tanah dibor habis dibor
dengan mudah. Dalam metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya
dinding berlubang dan untuk mengamankan tingkat air di dalam lubang.
Adapun tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode RCD yaitu :
1.

Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation)

Setelah stand pipe terpasang, mata bor sesuai dengan diameter yang
ditentukan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam stand pipe, kemudian
beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukan
mesin RCD, kemudian mesin RCD diposisikan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Mata bor disambung dengan stang pemutar, kemudian mata bor
diperiksa apakah sudah benar – benar berada pada pusat/as stand pipe
(titik pondasi).
2. Pondasi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan dibor
(yang sudah terpasang stand tube), hal ini dapat dicek dengan alat water
pass.

Gambar II.6. Pengoperasian Dasar Metode RCD

Gambar II.7. Layout Pekerjaan RCD
2.

Proses Pengeboran (Drilling Work)
Setelah letak/posisi mesin RCD sudah benar – benar tegak lurus, maka
proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kearah kanan, dan
sesekali diputar ke arah kiri untuk memastikan bahwa lubang
pengeboran benar – benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan tanah
hasil pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah dihisap.
2. Proses pengeboran dilakukan secara bersamaan dengan proses
penghisapan lumpur hasil pengeboran, oleh karena itu air yang
ditampung pada kolam air harus dapat memenuhi sirkulasi air yang
diperlukan untuk pengeboran.
3. Setiap kedalaman pengeboran + 3 meter, dilakukan peyambungan stang
bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai.

4. Jika kedalaman yang diinginkan hampir tercapai (+ 1 meter lagi), maka
proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak diaktifkan),
sementara pengeboran terus dilakukan sampai kedalaman yang
diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang sudah masuk),
selanjutnya stang bor dinaikkan sekitar 0,5 – 1 meter, lalu proses
penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari selang buang
kelihatan lebih bersih (+ 15 menit).
5. Kedalaman pengeboran diukur dengan meteran pengukur, jika
kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada langkah
ke 4 dilakukan kembali, Jika kedalaman yang diinginkan sudah tercapai
maka stang bor boleh diangkat dan dibuka.
3.

Instalasi Tulangan dan Pipa Tremic (Steel Cage and Tremic Pipe
Instalation)
Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum
pengeboran dilakukan, sehingga proses pengeboran selesai, langsung
dilakukan instalasi tulangan, hali ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya kelongsoran dinding lubang yang sudah selesai dibor. Tulangan
harus dirakit rapi dan ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama harus
benar – benar kuat sehingga pada waktu pengangkatan tulangan oleh crane
tidak terjadi kerusakan pada tulangan (ikatan terlepas dan sebagainya).
Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut :

a. Posisi crane harus benar – benar diperhatikan, sehingga tulangan yang
akan dimasukkan benar –benar tegak lurus terhadap lubang bor, dan
juga pada waktu pengecoran tidak menghalangi jalan masuk truck
mixer.
b. Pada tulangan diikatkan dua buah sling, satu buah pada ujung atas
tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang tulangan. Pada
bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan tulangan
utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu tulangan
diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan tulangan utama
tidak lepas). Pada setiap sambungan (bagian overlap) sebaiknya dilas,
karena pada proses pengecoran, sewaktu pipa tremie dinaikkan dan
diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan yang dapat
menyebabkan sambungan tulangan terangkat ke atas.
c. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada sling
bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang,
pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian
sehingga tulangan benar – benar lurus, dan setelah tulangan terangkat
dan sudah tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan secara
perlahan ke dalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidak
menyentuh dinding lubang bor dan posisinya harus benar – benar di
tengah/di pusat bor.

d. Jika level yang diinginkan berada di bawah permukaan tanah, maka
digunakan besi penggantung.
e. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipa tremie dimasukkan. Pipa
tremie disambung – sambung untuk memudahkan proses instalasi dan
juga untuk memudahkan pemotongan tremie pada waktu pengecoran.
Ujung pipa tremie berjarak 25 – 50 cm dari dasar lubang pondasi. Jika
jaraknya kurang dari 25 cm maka pada saat pengecoran beton lambat
keluar dari tremie, sedangkan jika jaraknya lebih dari 50 cm, maka saat
pertama kali beton keluar dari tremie akan terjadi pengenceran karena
bercampur dengan air pondasi (penting untuk diperhatikan). Pada
bagian ujung atas pipa tremie disambung dengan corong pengecoran.
4.

Pengecoran dengan Ready Mix Concrete (Concreting)
Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan dan
pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya kelongsoran
pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready mix concrete
harus dapat diperkirakan waktunya dengan waktu pengecoran.
Proses pengecoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25 -50 cm diatas dasar lubang bor, air
dalam pipa tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan bola
karet atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter

dalam pipa tremie, yang berfungsi untuk menekan air campur lumpur ke
dasar lubang sewaktu beton dituang pertama sekali, sehingga beton
tidak bercampur dengan lumpur.
2. Pada awal pengecoran, penuangan dilakukan lebih cepat, hali ini
dilakukan supaya bola karet dapat benar – benar menekan air campuran
lumpur di dalam pipa tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga
beton tidak tumpah dari corong.
3. Jika beton dalam corong penuh, pipa tremie dapat digerakkan naik turun
dengan syarat pipa tremie yang tertanam dalam beton minimal 1 meter
pada saat pipa tremie dinaikkan. Jika pipa tremie yang tertanam dalam
beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses pengecoran,
sehingga

perlu

dilakukan

pemotongan

pipa

tremie

dengan

memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam
beton minimal 1 meter.
4. Proses pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi
(gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang
bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan
terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun.
5. Pengecoran dihentikan 0,5 – 1 meter diatas batas beton bersih, sehingga
kualitas beton pada batas bersih benar – benar terjamin (bebas dari
lumpur)

6. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka,
serta dibersihkan. Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.
5.

Penutupan Kembali/Back Filling
Lubang pondasi yang telah selesai di cor ditutup kembali dengan tanah
setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut
dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat – alat berat lainnya.

6.

Drainase dan pagar sementara selama pelaksanaan pekerjaan Bored Pile

Untuk menampung air dan lumpur buangan dari lubang bored pile, dibuat
proteksi sementara menggunakan karung yang diisi pasir (sand bag). Pagar
sementara dibuat dan dipasang untuk melindungi lokasi pekerjaan dari
masyarakat umum, gangguan lalulintas, dll. Berikut dibawah ini gambar dari
pelaksanaan pondasi Bored Pile secara keseluruhan

(a)

(b)

(c)

(d)

(d)

(e)

Gambar II.8. Pelaksanaan Bored Pile denga Metode RCD
Dalam penggunaan mesin RCD ini angatlah membantu dalam pengerjaan
pemasangan Bored Pile yang mana antara lain keuntungannya adalah :
1. Pada pengeboran dengan mesin RCD kita tidak perlu mengeluarkan bucket
seperti pada pengerjan metode lain.
2. Dalam proses mengeluarkan air dan tanah, hanya membutuhkan pengeboran
yang sedikit berputar.
3. Aliran air yang mengalir dengan cepat sangat membantu dan mempermudah
tanah untuk dibor.
4. Tidak memerlukan waktu yang lama dalam pengerjaannya.
5. Pemasangan alat sangat mudah dan aman dalam pemasangannya

II.8. Standart Penetration Test(SPT)

Standar penetration test atau lebih sering dikenal sebagai SPT merupakan suatu
cara yang yang dilakukan dilapangan atau lokasi pengerjaan yang bertujuaan untuk
mengetahui atau mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi proyek.
Selain itu test ini bertujuan untuk mengetahui baik perlawanan dinamik tanah
maupun pengambilan contoh tanah dengan teknik penumbukan. Uji SPT ini
merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan
memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm
dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari
ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung
sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.Pelaksanaanya dilakukan dalam
3 tahap yang mana tahap pertama merupakan dudukan sementara jumlah pukulan
untuk memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pukulan N atau perlawanan SPT dinyatakan dalam pukulan per 30 cm.
Adapun keuntungan dan kekurangan dari penggunaan test ini adalah:
Keuntungan :
1. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis tanah secara visual
2. Dapat digunakan untuk mendapatkan parameter secara kualitatif melalui
korelasi empiris
3. Test ini dapat dilakukan dengan cepat dan operasinya relatif sederhana
4. Biaya yang digunakan relatif murah
5. Prosedur pengujian sederhana dapat dilakukan secara manual

6. Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak
7. Sampel tanah terganggu dapat diperoleh untuk identifikasi jenis tanah
8. Uji SPT pada pasir,hasilnya dapat langsung digunakan untuk memprediksi
kerapatan relatife dan kapasitas daya dukung tanah
Kekurangan:
1. Profil kekuatan tanah tidak menerus
2. Perlu ketelitian dalam pelaksanaan test ini
3. Hasil yang didapat merupakan contoh tanah terganggu
4. Interpretasi hasil SPT bersifat empiris
5. Ketergantungan pada operator dalam menghitung.
6. Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar bila digunakan tanah
lempung
Secara bertahap,percoban SPT ini dilakukan dengan cara berikut :
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,
split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.
2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari
kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar
lubang bor.
3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.
4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan
palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman yang

dihasilkan, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm
(N value)
Contoh : N1 = 12 pukulan/15 cm
N2 = 6 pukulan/15 cm
N3 = 7 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan n3 yaitu 6 + 7 = 13
pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan
pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar
lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi
gangguan.
5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan
dan dibuka. Gambarkan contoh jenis – jenis tanah yang meliputi komposisi,
struktur, kosistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa
dipadatkan atau kedalam plastik, lalu ke dalam core box.
6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT.
Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT > 50 untuk 4 kali interval
pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.
Sementara secara skematis urutan uji SPT yaitu,

Gambar II.9. Skema Urutan Uji Penetrasi Standar(SPT)
Alat ini sudah populer penggunaanya di dunia karena sederhana, praktis, cepat
dan dapat mengetahui jenis tanah secara langsung. Alat ini perlu distandarisasi karena
hasil yang didapat berupa nilai N (jumlah pukulan/30 Cm) sangat bergantung pada
tipe alat yang digunakan.

Adapun Faktor Penyebab SPT perlu Distandarisasi yakni:
1. Dengan menggunakan Hammer yang berbeda ternyata mentransfer energi
yang berbeda juga
2. Dengan tipe panjang tabung(rod) yang berbeda akan menyebabkan pengaruh
energi yang ditransfer juga berbeda
3. Dengan tinggi jatuh yang berbeda,akan mempengaruhi besarnya energi
Hammer yang berbeda yang ditransfer ke batang.
4.

Tali yang telah lapuk dapat mengurangi kelancaran terjadinya tinggi jatuh
bebas.

5. Penggunaan tali Hammer yang berbeda dapat mempengaruhi perlawanan SPT

Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah.
Berdasarkan pengalaman oleh beberapa ahli, berbagai korelasi empiris dengan
parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian
SPT dan hubungan antara kepadatan relative dengan sudut geser dalam dapat dilihat
pada table di bawah ini.
Tabel II.1. Hubungan D , ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)
Nilai N

Kepadatan Relatif
𝑒𝑒𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑒𝑒
D𝛾𝛾 =
𝑒𝑒𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑒𝑒 𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚

Sudut Geser Dalam (ϕ)
)Menurut Meyerhof
Menurut Peck

0-4

Sangat Lepas

0,0-0,2

< 28,5

< 30

4-10

Lepas

0,2-0,4

28,5 – 30

30 - 35

10-30

Sedang

0,4-0,6

30 – 36

35 - 40

30-50

Padat

0,6-0,8

36 – 41

40 - 45

>50

Sangat Padat

0,8-1,0

> 41

> 45

Dalam pelaksanaan uji SPT di berbagai Negara, digunakan tiga jenis palu (donut
hammer, safety hammer, dan otomatik) dan empat jenis batang bor (N, NW, A, dan
AW). Ternyata uji ini sangat bergantung pada alat yang digunakan dan operator
pelaksana uji. Faktor yang terpenting adalah efisiensi tenaga dari sistem yang
digunakan. Secara teoritis tenaga sistem jatuh bebas dengan massa dan tinggi jatuh
tertentu adalah 48kg/m (350 ft/lb), tetapi besar tenaga sebenarnya lebih kecil karena
pengaruh friksi dan eksentrisitas beban.

Menurut ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus dikalibrasi
tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur starain gauges dan
aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang lebih teliti. Di dalam
praktek, efisiensi tenaga sistem balok Derek dengan palu donat (donut hammer) dan
palu pengaman (safety hammer) berkisar 35% samapai 85%, sementara efisiensi
tenaga palu otomatik (automatic hammer) berkisar antara 80% sampai 100%. Jika
efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat, nilai N terukur harus dikoreksi
terhadao efisiensi sebesar 60% dan dinyatakan dalam rumus

N60=(Ef/60) NM ……………………………………………..……(II.1)

dimana :
N60

= efisiensi 60 %

Ef

= efisiensi yang terukur

NM

= nilai N terukur yang harus dikoreksi

Nilai N terukur harus dikoreksi pada N60 untuk semua jenis tanah. Besaran
koreksi pengaruh efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung,
panjang batang, dan diameter lubang bor (Skempton, 1986) dan (Kulhawy &
Mayne 1990). Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti
dan memadai terhadap N60 harus dilakukan uji tenaga Ef.

Gambar II.10. Nilai N sebelum dan Setelah Koreksi

Gambar II.11. Jenis Palu yang digunakan dalam uji SPT

II.9. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari data SPT
Standard Penetration Test (SPT) adalah

sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relative (relative density), sudut geser tanah
(ϕ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N).
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bore pile pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai
berikut:
a. Daya dukung Ujung Tiang
Daya dukung ultimit pada ujung bored pile dinyatakan sebagai berikut :
Qp = qp . A

(II.2)

Dimana :
Qp = daya dukung ultimit ujung tiang (ton)
qp = tahanan ujung per satuan luas (ton/m²)
A = luas penampang bored pile (m2)
Pada tanah kohesif besar tahanan ujung per satuan luas (qp) dapat diambil sebesar 9
kali kuat geser tanah. Sedangkan pada tanah non kohesif, Reese mengusulkan
korelasi antara qp dengan NSPT.
Untuk tanah kohesif :
qp

= 9. Cu

Cu

= .N-SPT. 10

2
3

(II.3)
(II.4)

Reese & Wright mengusulkan korelasi antara qp dan NSPT seperti terlihat pada
Gambar berikut ini.

Gambar II.12. Daya dukung ujung batas bored pile pada tanah pasiran
(Reese &Wright)
Dimana :
Untuk N < 60 maka qp = 7N (t/m2) < 400 (t/m2)
Untuk N > 60 maka qp = 400 (t/m2)
N adalah nilai rata – rata SPT
Untuk tanah non kohesif rumus yang digunakan adalah
Qp

= qp. Ap

(II.5)

= 7N. Ap
Dimana, N =

𝑁𝑁1+𝑁𝑁2
2

b. Daya Dukung Selimut Tiang
Perhitungan daya dukung selimut tiang pada tanah homogen dapat dituliskan dalam
bentuk :
Qs = f . L . p
Dimana :
Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton)

(II.6)

f = gesekan selimut tiang (ton/m²)
L = panjang tiang (m)
p

= keliling penampang tiang (m)

Bila bored pile terletak pada tanah yang berlapis, maka formula tersebut dapat
dimodifikasi sebagai berikut :
Qs = ∑fs. l . p

(II.7)

Dimana :
Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton)
fs

= gesekan selimut tiang (t/m²)

l

= panjang tiang (m)

p

= keliling penampang tiang (m)

Nilai L dan p untuk perhitungan diatas diperoleh dari data tiang yang akan digunakan,
sedangkan untuk nilai f diperoleh dari perhitungan menggunakan metode Reese &
Wright (1977).
Gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan parameter
kuat geser tanah. Untuk tanah kohesif dan non kohesif dapat dihitung dengan
menggunakan formula :
f = α . Cu
Dimana :
α

= Faktor adhesi.
berdasarkan penelitian Resse & Wright (1977) α = 0,55

Cu

= Kohesi tanah (ton/m2)

pada tanah non kohesif :

(II.8)

Untuk N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)
Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT (Resse &
Wright)

Berdasarkan hasil penelitian Reese faktor koreksi (α) untuk tanah kohesif dapat
diambil sebesar 0,55. Sedangkan untuk tanah non kohesif, nilai f dapat diperoleh
dengan korelasi langsung dengan nilai NSPT.

Gambar II.13. Tahanan Geser Selimut Bored Pile pada Tanah Pasiran

II.10 Pondasi Tiang Kelompok (Pile Group)
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan pondasi tiang yang berdiri
sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang dalam bentuk
kelompok tiang (Group Pile).

Untuk mempersatukan tiang – tiang tersebut dalam satu kelompok tiang,
biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer
dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :
1.

Bila beban – beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.

2.

Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang.

II.11 Jarak antar Tiang dalam Kelompok

dimana :
S = Jarak masing – masing tiang (cm)
D = Diameter tiang (cm)

Gambar II.14 Jarak antar tiang dalam kelompok
Berdasarkan laporan dari ASCE Committee on deep Foundation (1984),
menganjurkan untuk tidak menggunakan efisiensi kelompok untuk mendeskripsikan
aksi kelompok tiang (group action). Laporan yang dihimpun berdasarkan studi dan
publikasi sejak 1963 itu menganjurkan bahwa tiang gesekan pada tanah pasiran
dengan jarak tiang sekitar 2D – 3D akan memiliki daya dukung yang lebih besar
daripada jumlah total daya dukung individual tiang. Apabila S > 3D maka tidak
ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi poer (footing).

Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara
tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu
lebar, maka luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton
menjadi bertambah besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Berikut ini adalah
contoh susunan tiang (Joseph E. Bowles, 1999) :

Gambar II.15 Pola susunan tiang pancang kelompok

II.12. Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Pondasi Bored pile
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak,
faktor aman terhadap keruntukhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak
tiang – tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah
diantara tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke bawah oleh akibat
beban, tanah diantara tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang
dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan dengan lebar yang sama dengan lebar
kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami
keruntuhan, maka model keruntuhan disebut keruntuhan blok.
Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak
kebawah bersama– sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian
dapat terjadi pada tipe – tipe tiang pancang maupun pada bored pile.
Keterangan: ------------ = Permukaan keruntuhan geser

a.Tiang Tungal

b. Kelompok Tiang

Gambar II.16 Tipe Keruntuhan dalam Kelompok Tiang

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi
diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa
keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5 D untuk kelompok tiang yang berjumlah 3 x 3,
dan lebih kecil dari 2,25 D untuk tiang yang berjumlah 9 x 9.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi
tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Eg . n. Qa

(II.9)

dimana :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan (kg)
Eg = Efisiensi kelompok tiang (%)
n

= Jumlah tiang dalam kelompok

Qa = Beban maksimum tiang tunggal (kg)
Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas
kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan –
persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan
panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan
kedalaman dan pengaruh muka air tanah.

Berikut adalah metode-metode dalam perhitungan efisiensi tiang :
1. Metode Conferse-Labare

dimana :
n = Jumlah tiang dalam 1 baris
m = Jumlah baris tiang
D = Diameter tiang
Maka persamaannya adalah :
Eg= 1 – θ

(𝑚𝑚− 1)𝑐𝑐 + (𝑐𝑐 −1)𝑚𝑚
90𝑐𝑐𝑚𝑚

dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang

D

m

= Jumlah baris tiang

n

= Jumlah tiang dalam satu baris

θ

= Arc tg D/S, dalam derajat

s

= Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar II.17)

d

= Diameter tiang

(II.10)

Gambar II.17 Definisi Jarak s dalam Hitungan Efisiensi Tiang
2. Metode Los Angeles
𝜂𝜂 = 1 −

𝐷𝐷

𝜋𝜋.𝑠𝑠.𝑐𝑐 .𝑚𝑚

�𝑐𝑐(𝑚𝑚 − 1) + 𝑚𝑚(𝑐𝑐 − 1) + √2(𝑚𝑚 − 1)(𝑐𝑐 − 1)�

(II.11)

keterangan :
η

= Efisiensi grup tiang

n

= Jumlah tiang dalam 1 baris

m

= Jumlah baris tiang

D

= Diameter tiang

s

= Jarak antar tiang (as ke as)

π

= phi lingkaran =

22
7

3. Metode Seiler –Keeney

𝜂𝜂 = �1 − �
keterangan :

11𝑠𝑠
7(𝑠𝑠 2 −1)

��

𝑐𝑐 +𝑚𝑚 −2

𝑐𝑐 +𝑚𝑚 −1

�� +

0,3
𝑐𝑐 +𝑚𝑚

(II.12)

η

= Efisiensi grup tiang

n

= Jumlah tiang dalam 1 baris

m

= Jumlah baris tiang

s

= Jarak antar tiang (as ke as)
Selain menggunakan perhitungan menggunakan nilai efisiensi di atas,

berdasarkan pengalaman beberapa peneliti juga menyarankan bahwa perilaku
grup tiang di atas tanah pasir mengikuti beberapa ketentuan berikut :
1. Untuk tiang pancang dengan jarak antar pile, pusat ke pusat, s > 3d maka
besar Qg adalah sebesar ∑ Q a.
2. Sedangkan untuk bored pile dengan jarak antar pile, s ≈ 3d maka besar Qg
2

3

3

4

diambil sebesar sampai dari ∑ Qa.
Beban maksimum :
Qi =

𝑉𝑉
𝑚𝑚

±

𝑀𝑀𝑦𝑦 𝑋𝑋 𝑚𝑚
∑𝑋𝑋 2

±

𝑀𝑀𝑚𝑚 𝑌𝑌𝑚𝑚
∑𝑌𝑌 2

dimana :
Qi

= Gaya pada tiang

X

= Absis tiang terhadap titik berat kelompok tiang

Y

= Ordinat tiang terhadap titik berat kelompok tiang

∑𝑋𝑋 2 &∑𝑌𝑌 2 = Jumlah kuadrat absis dan ordinat tiang
4. Metode Feld

(II.13)

Metode ini mereduksi daya dukung setiap tiang pada kelompok tiang dengan
1/n untuk setiap tiang yang berdekatan dan tidak memperhitungkan jarak tiang, akan
tetapi untuk jarak antar tiang S≥ 3 maka tiang yang bersebelahan itu diasumsikan
tidak berpengaruh terhadap tiang-tiang yang ditinjau.
Eff tiang = 1−

𝑗𝑗𝑗𝑗𝑐𝑐𝑗𝑗𝑚𝑚ℎ 𝑡𝑡𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡 𝑦𝑦𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡 𝑐𝑐𝑒𝑒𝑚𝑚𝑡𝑡𝑒𝑒𝑗𝑗𝑚𝑚𝑗𝑗𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡𝑚𝑚
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑐𝑐𝑗𝑗𝑚𝑚ℎ 𝑡𝑡𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡

Total eff tiang = jumlah tiang yang ditinjau x eff tiang
Eff tiap tiang =

𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑚𝑚𝑗𝑗 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑡𝑡𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡
𝜂𝜂

(II.14)
(II.15)
(II.16)

Jadi daya dukung tiap tiang menurut Feld :
Daya dukung = eff tiang x Pn

(II.17)

Dimana : Pn = daya dukung tiang tunggal
𝜂𝜂 = jumlah tiang pancang
II.13. Teori Penurunan(Konsolidasi)

Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya,
maka tanah di dibawah beban yang bekerja tersebut akan mengalami kenaikan
tegangan, ekses dari kenaikan tegangan ini adalah terjadinya penurunan elevasi tanah
dasar (settlement). Pembebanan ini mengakibatkan adanya deformasi partikel tanah,
relokasi partikel tanah, dan keluarnya air pori dari tanah yang disertai berkurangnya
volume tanah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah.

Pada umumnya tanah, dalam bidang geoteknik, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
tanah berbutir dan tanah kohesif. Pada tanah berbutir (pasir/sand), air pori dapat
mengalir keluar struktur tanah dengan mudah, karena tanah berbutir memiliki
permeabilitas yang tinggi. Sedangkan pada tanah kohesif (clay), air pori memerlukan
waktu yang lama untuk mengalir keluar seluruhnya. Hal ini disebabkan karena tanah
kohesif memiliki permeabilitas yang rendah.

Secara umum, penurunan dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu :

1. Immediate Settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi
elastis tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air.
Umumnya, penurunan ini diturunkan dari teori elastisitas. Immediate
settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung.
Parameter tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained
modulus dengan uji coba tanah yang diperlukan seperti SPT, Sondir (dutch
cone penetration test), dan Pressuremeter test.
2. Primary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi primer), yaitu
penurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama periode
keluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori secara
kontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya
air pori. Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah
kohesif (clay / lempung)
3. Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder),
adalah penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih

disebabkan oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis
dari butir-butir tanah.

Dalam hal ini akan dibahas mengenai Penurunan Konsolidasi Primer yang
akan dibahas dibawah ini

Primary Consolidation – Konsolidasi Primer

Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori
dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total (Δσ) akan terbagi ke
tegangan efektif dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil
korelasi :
Δσ = Δσ’ + Δu

(II.18)

Dimana :
Δσ’ = penambahan tegangan efektif
Δu = penambahan tegangan air pori
Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak
termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0,
seluruh penambahan tegangan, Δσ, akan dipikul oleh air (Δu = Δσ) pada seluruh
kedalaman lapisan tanah. Pen

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

0 0 21

BAB II SISTEM PERPAJAKAN DALAM DUNIA USAHA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Definisi Pajak - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial

1 21 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Analisis Yuridis Mengenai Kewajiban Pajak Terhadap Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Elektronik Di Jejaring Sosial

0 0 17

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN - Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 17

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 13

Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

0 1 13

Analisa Nilai Waktu Perjalanan Penumpang Angkutan Umum Kota Medan Dengan Menggunakan Random Regret Minimization (Studi Kasus:Rute Rencana Dalam Pembangunan Monorel Kota Medan)

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Elemen Hingga Terhadap Metode Analitik Dan Metode Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall Dan Condominium)

0 5 62

Perbandingan Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Elemen Hingga Terhadap Metode Analitik Dan Metode Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall Dan Condominium)

0 1 16