BAB II DESKRIPSI PROYEK - Siosar Islamic Research and Education Centre

DESKRIPSI PROYEK

  12 BAB II

BAB II DESKRIPSI PROYEK

2.1. Tinjauan Umum

2.1.1. Pengertian Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

  Masjid berasal dari kata Sajada yang artinya tempat sujud. Secara teknis sujud (sujudun) yaitu meletakkan dahi ke tanah. Sujud mengandung arti hormat

  1

  kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung . Sajada dari kata sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak digunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salah orang per orang. Dengan demikian masjid menjadi tempat orangorang bersujud atau shalat.

  Masjid (masjidun) memiliki dua arti yakni arti secara umum dan arti secara khusus. Arti secara umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud disebut masjid, oleh karena itu Nabi Muhammad berkata “Di mana saja engkau berada, jika waktu shalat tiba, dirikanlah shalat karena di situ masjid” (HR. Muslim), dalam pengertian itu seluruh muka bumi adalah masjid kecuali tempat najis (sesuatu yang keluar dari dalam tubuh manusia, missal air kencing, kotoran manusia dan hewan) seperti kuburan dan toilet. Sedangkan masjid dalam arti khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjamaah. Masjid bukan hanya untuk tempat bersujud, pensucian, tempat shalat dan bertayamum, masjid juga sebagai tempat melaksanakan aktivitas kaum muslim berkaitan dengan kepatuhan kepada

  1 http://manarulamal.mercubuana.ac.id diakses pada tanggal 4 Mei 2011

  Tuhan yaitu tempat membina umat muamalah. Al Quran menyebutkan fungsi masjid antara lain dalam firman Allah:

  

“Bertasbihlah kepada Allah di majid-masjid yang telah

diperintahkan untuk memuliakan dan disebut-sebut nama-Nya di

dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak

dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli, atau

aktivitas apapun dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat,

membayar zakat, mereka takut pada suatu hari yang (hari itu) hati

dan penglihatan menjadi terguncang” (QS. An-Nur 24.36-37)

  Semakin berkembangnya kegitan-kegiatan di dalam masjid telah menyebabkan ruang-ruang pada bangunan masjid tersebut bertambah pula ukuran luas dan jumlahnya. Sebagai gabungan dari ruang-ruang yang semakin bertambah itu maka masjid menjadi bangunan yang mempunyai ukuran besar dengan penampilan ekspresif yang menunjukkan kekhususannya sebagai tempat pelaksanaan ajaran Islam. Hal itu yang kemudian menjadi watak penampilan dari masjid sebagai bagian dari perkembangan arsitektur Islam. Dengan demikian masjid merupakan tempat umat muslim beribadah secara berjamaah dan merupakan bangunan yang mempengaruhi arsitektur Islam di tempat masjid itu didirikan.

2.1.2. Klasifikasi Masjid

  Masjid bagi umat muslim merupakan suatu institusi yang sangat penting untuk membina masyarakat muslim dalam bidang keagamaan masjid berfungsi sebagai tempat melakukan shalat yang dalam hadits disebutkan sebagai tiang agama, baik fardu maupun sunah. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ke masjid atau pulang dari masjid, maka Allah menyediakan untuknya jamuan dalam surga setiap pergi dan pulang itu.” (HR. Bukhari dan Ahmad bin Hambali).

  Fungsi masjid sesuai dengan maknanya sebagai tempat ibadah dan pusat

  2

  kebudayaan Islam. Ibadah dalam Islam mencakup antara lain :  Hubungan manusia dengan Tuhannya: Shalat, I‟tikaf, dan lain-lain  Hubungan manusia dengan manusia: zakat, fitrah, nikah, dan lain-lain  Hubungan manusia dengan dirinya sendiri: mencari ilmu, mengaji, dan lain-lain  Hubungan manusia dengan alam: memelihara, memanfaatkan dan tidak merusak alam.

  Namun di antara fungsi yang tersebut di atas, fungsi utama masjid adalah sebagai tempat shalat dan tempat beribadah kepada Allah seperti yang dinyatakan pada ayat berikut:

“Kerjakanlah shalat dengan sempurna.

  Sesungguhnya shalat itu diwajibkan untuk melakukannya pada waktunya atas kalian mukmin.” (QS. An Nissa‟: 105)

“Kerjakanlah shalat dan bayarkanlah zakat.” (QS. Al Baqarah: 42)

“Diwajibkan atasmu puasa, sebagaimana diwajibkan atas orangorang

sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

  Fungsi masjid sebagai pusat kebudayaan Islam maksudnya adalah masjid menampung semua jenis kegiatan kemasyarakatan yang berada dalam batas-batas takwa atau yang menunjang tercapainya kondisi rohani dan takwa, sebagaimana 2 yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam pendirian Masjid Quba (masjid pertama

Zein M. Wiryoprawiro, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, Surabaya, PT.

  Bina-Ilmu, p.15

  Islam) dan masjid-masjid selanjutnya dalam kurun Rasulullah. Urusan duniapun asal berada dalam batas-batas takwa patut diadakan di dalam komplek masjid.

  Pada masa Rasulullah masjid sebagai pusat kebudayaan berfungsi: 1. Sebagai pusat pemerintahan

  • Tempat administrasi pemerintahan
  • Tempat peradilan
  • Tempat mengadakan musyawarah baik mengenai masyarakat islam maupun yang berhubungan dengan pemerintahan 2.

  Sebagai tempat pendidikan

  • Tempat belajar dan mengajar
  • Perpustakaan sebagai himpunan khasanah ilmu pengetahuan 3.

  Sebagai pusat urusan kemasyarakatan

  • Tempat kesenian
  • Tempat pernikahan
  • Tempat mengurus barang wakaf dan zakat
  • Tempat bermalam bagi musafir
  • Tempat kegiatan lainnya yang berhubungan dengan umat Islam Masjid sebagai pusat kebudayaan Islam pada masa Rasulullah dan menjadi termpat orang-orang berkumpul sehingga menimbulkan interaksi sesama umat manusia baik secara sosial maupun secara Islami. Masjid juga bisa digunakan sebagai tempat menuntut ilmu dan kesenian. Dengan demikian masjid sangat erat hubungannya dengan interaksi umat muslim secara agama dan juga secara sosial dengan sesamanya.

  Keberadaan sebuah masjid pada suatu wilayah dapat mempengaruhi pembangunan mental spiritual dan penyebaran agama Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda:

  “ Barang siapa membangun masjid karena Allah, maka baginya Allah akan membangunkan gedung di surga.” Hadist-hadist Rasul yang lain pun

  banyak yang memerintahkan umat Islam untuk membangun masjid. Telah dijelaska pada Al Qur‟an Surat At Taubah:

  

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah

orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian ,

serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orangorang

yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang

mendapat petunjuk”( At Taubah: 9 :18)

  Berdasarkan hadist Nabi Muhammad dan Surat At Taubah dapat disimpulkan bahwa orang-orang dan daerah yang memuliakan masjid adalah yang dilindungi dan disayang oleh Allah.

  Sebuah masjid dibangun untuk memenuhi kebutuhan ibadah umat Islam, fungsi dan peranan mesjid tersebut ditentukan lingkungan, tempat dan jaman masjid itu dibangun. Sebuah masjid yang baik adalah yang tidak dibiarkan sepi dan kosong, oleh sebab itu masjid sebaiknya ditempatkan pada tengah-tengah pemukiman penduduk, dekat dengan tempat aktifitas dan mudah dijangkau. Secara umum fungsi masjid dapat digambarkan dengan bagan berikut ini.

Gambar 2.1 Diagram fungsi masjid yang saling berhubungan

  Sumber : Penulis, 2015

  Berdasarkan Dewan Masjid Indonesia yang telah tertulis dalam buku Memakmurkan Masjid, masjid terbagi menjadi beberapa kelas atau strata. Kelas atau strata masjid ini ditentukan berdasarkan fungsi masjid, fasilitas masjid dan juga lokasi masjid. Klasifikasi masjid berdasarkan statusnya dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Masjid Negara, masjid ini berada di daerah pusat pemerintahan Negara kedudukannya sebagai Masjid yang straranya paling tinggi di Negara tersebut 2. Masjid Nasional / Akbar, masjid ini berada di ibukota Negara 3. Masjid Raya, masjid ini berada di tingkat provinsi 4. Masjid Agung, masjid ini berada di tingkat kabupaten 5. Masjid Besar, masjid ini berada di tingkat Kecamatan 6. Masjid Jami‟, masjid ini berada di tingkat kelurahan 7. Masjid / surau, masjid ini berada di tingkat RW Klasifikasi masjid di atas dapat digambarkan dalam piramida strata masjid.

  Masjid Fungsi keagam

  Fungsi sosial

  Negara Masjid Negara Nasional Masjid Nasional/Akbar

Provinsi Masjid Raya

Kabupaten Masjid Agung

   Kecamatan Masjid Besar Kelurahan Masjid Ja mi’

RT Masjid

  Gambar2.2 Piramida Strata Masjid Sumber: http://memakmurkan masjid.com/ modul (diakses pada tanggal 21 Maret

  2010) Berdasarkan klasifikasi masjid tersebut, maka dapat disusun berdasarkan tipe masjid sebagai berikut: Tipe A: Masjid Negara Tipe B: Masjid Akbar Tipe C: Masjid Raya Tipe D: Masjid Agung Tipe E: Masjid Besar Tipe F: Masjid Jami‟ Tipe G: Masjid Untuk masing-masing tipe masjid tipe ditentukan klasifikasinya, contoh untuk masjid Tipe E maka dapat ditetapkan masjid Tipe E bintang satu sampai dengan bintang lima. Klasifikasi ditentukan berdasarkan fasilitas yang disediakan masjid tersebut, sekaligus menunjukkan kualitas dari masjid. Kualitas Tipe Eb1 dapat terus meningkat menjadi Tipe Eb2 atau Tipe Eb3 jika fasilitas yang dimiliki terus bertambah.

  Fasilitas setiap masjid berbeda-beda disesuaikan dengan strata atau tingkatan masjid tersebut. Masjid Negara atau Masjid Nasional merupakan masjid yang memilki fasilitas paling lengkap dibandingkan dengan jenis masjid lainnya. Tetapi pengadaan fasilitas masjid disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat dan pemerintah. Dengan kata lain fasilitas yang diuraikan pada Tabel 2.1 merupakan fasilitas yang maksimal yang dapat dimiliki oleh suatu masjid sesuai dengan stratanya.

  

“Fasilitas masjid pada umumnya dapat digolongkan dengan

fasilitas utama dan fasilitas pendukung. Fasilitas utama seperti mimbar,

mihra b, tempat adzan, tempat wudhu‟, kamar mandi, toilet, menara, dan lain-lain.

  

Selain itu, ada fasilitas pendukung yaitu kantor pengurus, majelis taklim,

3 perpustakaan poliklinik, baitul mal, UPZ, Asy-Syifa, dan lain- lain.”

  Berikut ini tabel fasilitas masjid berdasarkan strata masjid tersebut

Tabel 2.1 Fasilitas Masjid Berdasarkan Strata Masjid

  Sumber: http://memakmurkan masjid.com/ modul (diakses pada tanggal 21 Maret 2010)

  3 http://memakmurkan masjid.com/ modul diakses pada tanggal 21 Maret 2010

  Berdasarkan tabel tersebut lebih terlihat jelas mengapa masjid tersebut dapat berbeda strata. Fasilitas masjid dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

  Kelengkapan fasilitas masjid tersebut untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim dan masjid sebagai pusat kegiatan.

2.1.3. Kegiatan di dalam Masjid

  Pada umumnya kegiatan di dalam masjid merupakan kegiatan ibadah seperti shalat dan mengaji yang biasanya dilakukan pada ruang shalat berupa ruang yang besar dan kosong, tetapi ada pula yang melakukannya di serambi masjid. Mengaji dalam hal ini ada dua macam yakni mengaji secara berkelompok maupun mengaji perorangan dengan membaca Al Quran.

  Setelah melakukan ibadah di dalam masjid, orang-orang biasanya memberikan infak pada kotak yang sudah disiapkan oleh pengurus masjid. Masjid juga digunakan sebagai tempat merenung, kondisi masjid yang tenang dapat menjerihkan pikiran dan berkonsentrasi.

  Masjid sebagai tempat orang-orang menimba ilmu salah satunya dengan mendengarkan ceramah atau khotbah dan juga pendalaman ilmu agama. Biasanya masjid yang dekat dengan pemukiman penduduk mengadakan TPA (Taman Pendidikan Al Quran) bagi anak, tak jarang pula terdapat pendidikan formal di dalam kompleks masjid dan menyelipkan pendidikan agama. Masjid menjadi tempat memperoleh informasi ilmu agama dan juga ilmu pengetahuan umum.

  Saat bulan Ramadhan kegiatan yang di lakukan dalam masjid lebih banyak lagi. Kegiatan seperti pengumpulan zakat, buka puasa bersama, shalat tarawih, dan sebagainya. Pada bulan ramadhan jumlah pengguna masjid lebih meningkat karena pada bulan itu pahala orang yang beribadah berlipat ganda, sehingga beberapa orang ingin lebih taat menunaikan ibadah. Pada saat bulan puasa semakin banyak orang yang mendatangi masjid. Masjid menjadi fasilitas yang menampung banyak kegiatan di dalamnya terutama pada saat bulan Ramadhan.

  Fungsi masjid sebagai tempat yang mencakup hubungan manusia dengan manusia seperti nikah juga menjadi kegiatan yang cukup sering dilakukan di dalam masjid. Akad nikah yang dilakukan secara teknis dihadiri oleh keluarga dekat kedua pengantin dan dihadiri serta disahkan oleh pejabat KUA (Kantor Urusan Agama). Akad nikah menjadi salah satu contoh interaksi antar umat manusia yang terjadi di dalam masjid. Dengan demikian kegiatan di masjid. merupakan interaksi secara hablumminallah dan hablumminannas, karena hubungan yang terjadi merupakan hubungan kepada Tuhan dan hubungan kepada sesama.

2.1.4. Prinsip Bangunan Masjid Prinsip bangunana masjid merupakan pembeda dengan bangunan lainnya.

  Prinsip bangunan masjid yang paling utama adalah perletakan masjid, bentuk masjid, arah kiblat, ruang shalat, dan beberapa bagian bangunan pelengkap masjid. Prinsip bangunan masjid berikut meliput prinsip-prinsip arsitektural secara umum mengenai peruangan pada bangunan masjid.

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai penemapatan masjid adalah: a.

  Memungkinkan dapat / tidaknya untuk dipindah-pindah, berkaitan dengan status kepemilikan Masjid, yaitu:

  • demikian Masjid boleh dipindah dan di bongkar atas persetujuan pemiliknya dengan pemberian ganti rugi dan lain sebagainya.

  Apabila Masjid merupakan milik seseorang / badan hokum, dalam keadaan

  • tempat Masjid itu di dirikan tidak diwakafkan, dalam keadaan demikian Masjid boleh dipindahkan atau dibongkar tetapi struktur utama Masjid harus dipindahkan dan dipergunakan di tempat baru.

  Apabila Masjid itu telah dinyatakan sebagai wakaf, sedangkan tanah

  • demikian Masjid tidak dapat dipindahkan dan apabila bangunan ini telah runtuh sekalipun, di atas tanah wakaf inipun tidak dapat dibangun bangunan baru. Dengan demikian wakaf yang demikian dapat berlaku hingga akhir jaman.

  Apabila Masjid dan tanahnya telah diwakafkan maka dalam keadaan

  • untuk dapat menciptakan kekhusyukan. Serta menciptakan kerukunan umat beragama Di dalam Al Quran dan Hadist tidak ditentukan mengenai bentuk masjid.

  Perletakan Masjid harus netral terhadap tempat-tempat ibadah agama lain

  Bentuk masjid berkaitan dengan fungsi yang sangat dipengaruhi oleh tempat di dirikan dan waktu pendirian bangunan masjid. Di dalam Al Quran dan Hadist tidak ditentukan mengenai bentuk masjid. Bentuk masjid berkaitan dengan fungsi yang sangat dipengaruhi oleh tempat di dirikan dan waktu pendirian bangunan masjid.

  Suatu ketentuan yang harus dimiliki oleh sebuah masjid salah satunya adalah menghadap ke Kiblat. Awalnya semua umat muslim shalat ke arah mana saja yang mereka kehendaki. Kemudian atas permintaan Nabi Muhammmad SAW, arah kiblat ini ditentukan di Masjidil Aqsa di Jerusalem, tetapi kemudian diubah kea rah yang sekarang yakni di Masjidil Haram di Makkah.

  “Sesuai dengan ketentuan solat yang harus mengadap ke kiblat, maka masjidpun senantiasa mempunyai arah kiblat ini, yakni

salah satu sisi dari dindingnya menghadap ke kiblat, yakni kea rah

masjidil Haram tempat Ka‟bah berada. Oleh sebab itulah pada

dinding arah kiblat ini akann selalu tidak berubah dan biasanya pada dinding arah kiblat itu dilengkapi dengan mihrab, sedangkan dinding 4 yang berlawanan dengannya menjadi bagian muka masjid.”

  Ruang salat adalah ruang yang paling penting pada sebuah masjid. Ruang ini berupa ruang kosong tanpa prabot, lantainya dilapisi sajada atau karpet sebagai alas shalat tapi ada pula masjid yang sejak awal lantainya telah diberi pola sebagai pengganti sajada.

  Bentuk ruang shalat ada dua kemungkinan berkaitan dengan arah kiblat, kemungkinan pertama berbentuk bujur sangkar, bentuk ini banyak dijumpai pada masjid-masjid tradisional, karena panjang masing-masing sisinya sama maka penghargaan terhadap keemapt sisinya sama. Sebenarnya berntuk ini merupakan bentuk yang memusat.

  Bentuk denah ruang shalat yang kedua yaitu bentuk empat persegi panjang, bentuk ini mempunyai dua varian pokok dalam perletakkannya yaitu sisi panjang mengarah sejajar arah kiblat dan yang kedua sisi panjangnya tegak lurus arah kiblat.

4 Abdul Rochym, 1983,Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, Bandung, Penerbit Angkasa

2.1.5. Perkembangan Arsitektur Masjid

  Ada tiga kebudayaan yang berpengaruh pada zaman sebelum kebudayaan Islam lahir. Kebudayaan-kebudayaan ini ikut serta mewarnai kebudayaan Islam yang muncul kemudian. Berikut ini penjelasan tentang tiga kebudayaan yang mempengaruhi kebudayaan Islam.

  Kebudayaan yang pertama yaitu Kebudayaan Romawi berlangsung pada tahun 142SM- 550M, bangsa Romawi menaklukkan bangsa dan wilayah Yunani yang sudah memilki kebudayaan yang bermutu tinggi. Hasil kebudayaan ini adalah kesenian dan kesusastraan maju dengan amat pesat, dibangunnya sebuah gereja dengan beratapkan kubah yaitu Gereja Aya Sophia. Hal ini yang kemudian menjadi pengaruh kebudayaan Islam menggunakan kubah.

  Kedua, Kebudayaan Persia. Istana-istana bergaya Iwan menggunakan kubah dan bangsa ini menghasilkan barang-barang berukir dan tenunan dari sutera. Kebudayaan ini kemudian memberikan ide penggunaan barang-barang berukir pada bangunan Islam.

  Ketiga, Kebudayaan Arab Jahiliyah, kebudayaan ini merupakan kebudayaan Arab sebelum lahirnya agama Islam. Tata masyarakatnya masih cenderung membangkang dari kebenaran meskipun mereka tahu bahwa hal itu tidak benar. Hal ini yang mempengaruh kebudayaan Islam meluruskan tatanan masyarakat yang cenderung membangkang dengan mengenal agama.

  Meskipun dalam kehidupan bermasyarakat terjadi hal-hal yang tidak terpuji, namun dalam bidang ilmu pengetahuan dan seni bahasa mereka sangat menonjol terutama Ilmu Perbintangan, Ilmu Meteorologi, Ilmu Mitologi / Astronomi, Ilmu Tenung, Ilmu Kesehatan, serta kepandaian berpidato dan sebagainya.

  Masjid pertama yang didirikan yaitu masjid Quba pada tahun 622M bersamaan dengan hari pertama datangnya Nabi dalam rangka Hijrah dari Mekah ke Madinah. Masjid ini memiliki bentuk yang sangat sederhana dengan denah berbentuk segi empat, berdinding pagar batu gurun, bagian tengah masjid berupa lapangan terbuka dibuat sumur sebagai tempat mengambil air wudhu.

  Selanjutnya pembangunan masjid pada jaman Nabi Muhammad SAW mencontoh dasar-dasar pendirian Masjid Quba yaitu: Atas dasar taqwa terhadap Allah

  • Cara pembangunan gotong royong dan penggunaan material setempat
  • Kegiatan-kegiatan mencakup penyatuan fungsi ibadah dan muamalah
  • Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW perkembangan masjid dipengaruhi oleh pasang surutnya dunia Islam akibat pemahaman tentang hukum Islam.

  Perkembangan masjid di Indonesia dimulai dengan dibangunnya masjid tradisional. Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-14. Faktor cultural sangat mempengaruhi bentuk-bentuk masjid tradisional. Berawal dari cara walisongo menyebarkan agama Islam yang menggunakan seni yang bersifat tradisional agar mudah diterima. Tradisional merupakan sesuatu yang bersifat lokal. Hal yang penting mengenai masjid tradisional sebagai berikut:

  Masjid hanya sebagai tempat ibadah

  • Pola khusus ( tidak mengikuti pola masjid dari dunia islam lainnya )

  • Gaya arsitekturalnya mengikuti gaya setempat
  • Biasanya mempunyai atap susun yang memusat ke atas ( tajug / tajub )

  Sedangkan ciri-ciri masjid tradisional Jawa yaitu:

  • Hanya sebagai tempat ibadah
  • Denah persegi empat dengan dilengkap ruang-ruang seperti serambi, ruang wanita dan mihrab
  • Adanya kolam yang mengelilingi bangunan
  • Adanya makam yang diletakkan pada sisi Barat (sebagai usaha peningkatan sacral)
  • Bangunan menghadap tepat ke timur
  • Tidak memiliki menara ( kecuali masjid Kudus )
  • Gaya arsitektur dipengaruhi oleh arsitektur hindu sebagai tradisi asli yang lebih dahulu hidup di masyarakat Sedangkan masjid modern dirasakan oleh umat Islam di Indonesia pada abad ke-19 Masehi. Adanya masjid modern dipengaruhi oleh masyarakat Indonesia yang sudah behubungan dengan dunia luar. Masjid modern yang berkembang di Indonesia memilki ciri:
  • Masjid berfungsi sebagai pusat kegiatan ibadah dan muamalah
  • Adanya kecenderungan megikuti pola masjid kuno
  • Biasanya beratap datar ( pengaruh gaya arsitektur dari dunia islam )
  • Mengarah ke arah ka‟bah ( kiblat ) secara tepat
  • Tata ruang beragam, logis, rasional, dan fungsional terhadap tuntutan fungsinya

  Perkembangan masjid secara umum tergolong lambat karena sudah memiliki kaidah-kaidah atau prinsip baku tetapi dalam penampilan bangunan masjid disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuannamun tidak meninggalkan sesuatu yang baik dari masa lalu dan tetap mempertahankan nilai lokalitas.

2.2. Tinjauan Khusus

2.2.1. Pengertian Islamic Research and Education Centre

   Islamic Islamic berarti Islam;bernafaskan Islam. Islam menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Badudu-Zain ) berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Islam menurut Al-Quran adalah agama yang dianut oleh umat muslim. Firman Allah SWT : “Hari ini aku sempurnakan agamamu dan aku akan lengkapkan nikmatKu padamu dan rela Islam itu sebagai agamamu”.  Research

  • – Menurut Kamus Lengkap Bahasa Inggris ( Prof.Drs. S. Wojowasito WJS. Poerwadaminta ) berarti peneyelidikan; penelitian. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Badudu-Zain ) berarti pemeriksaan yang teliti, yang berhati-hati, penelitian tentang suatu ilmu; penganalisaan suatu objek yang dilakukan berdasarkan teori-teori serta cara-cara yang sistematis untuk memperoleh jawaban atas suatu masalah yang bersifat keilmuan, atau menguji hipotesis dalam pengembangan prinsip-prinsip umum.

   Education

  • – Menurut Kamus Lengkap Bahasa Inggris ( Prof.Drs. S. Wojowasito WJS. Poerwadaminta ) berarti pendidikan. Pendidikan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Badudu-Zain ) berarti hal, cara, hasil, atau proses kerja mendidik.

   Centre

  • – Menurut Kamus Lengkap Bahasa Inggris ( Prof.Drs. S. Wojowasito WJS. Poerwadaminta ) berarti pusat, pokok. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia pusat berarti segala sesuatu yang dianggap berada atau terletak di tengah, atau bagian yang berada di tengah suatu benda. Pusat dapat juga berarti tempat yang mempunyai konsentrasi tinggi dalam hal aktifitasnya sehingga menarik orang-orang untuk mendatanginya tempat tersebut. Berdasarkan uraian di atas, pengertian Islamic Research and Education Centre adalah :

  “Suatu tempat yang merupakan pusat kegiatan pendidikan, pengkajian dan dakwah yang berorientasi pada islam, dimana di samping pelaksanaan

pendidikan agama sebagai dasar, pusat pendidikan dan pengkajian islam ini juga

menyelenggarakan pendidikan / pelatiahan ilmu pengetahuan dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat korban relokasi bencana Gunung Sinabung .”

2.2.2. Fungsi Islamic Research and Education Centre

  Islamic Research and Education Centre merupakan suatu lembaga pendidikan dan keagamaan yang berorientasi pada Islam. Fungsi utamnya adalah tempat Ibadah serta dakwah dan penyelenggaraan kegiatan pendidikan, ilmu pengetahuan serta kegiatan pengkajian / penelitian agama Islam. Adapun fungsi- fungsinya dapat diuraikan sebagai berikut :  Tempat ibadah / Masjid Sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk beribadah menurut ajaran agama atau kepercayaan mereka masing-masing. Masjid mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan khusus. Dalam arti umum, Masjid adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud, sedangkan dalam arti khusus masjid adalah tempat yang dibangun khusu untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjamaah.

   Pendidikan Menyelenggarakan pendidikan bagi umat atau generasi muda islam untuk mempersiapkan diri dalam menatap dimulainya era perdagangan bebas dengan tetap menekankan ilmu keagamaan di atas segala-galanya sebagai dasar atau modal awal untuk mencapai insan yang soleh dan menguasai ilmu pengetahuan.

   Dakwah Fungsi bertujuan melaksakan kegiatan dakwah di kalangan internal Islamic Research and Education Centre maupun di kalangan masyarakat luat agar nantinya lembaga pendidikan dan keagamaan ini dapat membina hubungan langsung dengan masyarakat deengan pelaksanaan kegiatan informal tanpa harus melalui kegiatan yang formal, sehingga keberadaannya akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi masyarakat.

   Informasi Fungsi informasi ini dalam pengertian yang luas memberikan informasi kalangan internal Islamic Research and Education Centre juga bagi masyarakat luas akan segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan serta informasi mengenai agama terutama agama islam. Fungsi diwujudkan dalam bentuk pengadaan perpustakaan yang dapat digunakan oleh siapa pun bagi kebutuhan pendidikan yang terutama, juga bagi kebutuhan fungsi dakwah di atas.

2.2.3. Site Perencanan

2.2.3.1. Lokasi

  Pada tahap ini perancang melakukan survey di daerah Kabanjahe,Berastagi untuk mengidentifikasikan lokasi perancangan. Perancang mengambil daerah tersebut karena daerah tersebut telah terjadi bencana alam yaitu gunung meletus. Gunung Sinabung yang merupakan gunung berapi aktif di daerah tersebut terus- menerus mengeluarkan debu-debu vulkanik dan awan panas yang mengakibatkan warga sekitaran gunung berapi tersebut harus berpindah tempat untuk beberapa waktu atau mengungsi ke tempat daerah yang aman. Pemerintah sudah melakukan tidakan seperti bantuan sandang pangan untuk korban sinabung, tapi itu saja belum cukup karena tempat tinggal mereka yang dulu sudah tidak ada lagi akibat peristiwa bencana alam tersebut.

  Perancang memilih lokasi yaitu Hutan Siosar. Hutan Siosar yang merupakan lokasi resmi dari pemerintah daerah setempat untuk merelokasi masyarakat daerah Gunung Sinabung. Lahan ini sudah mendapatkan izin secara resmi dari daerah setempat dan merupakan satu-satunya alternative lokasi perancangan untuk pemukiman baru relokasi masyarakat sekitaran daerah gunung sinabung.

  Secara geografis Hutan Siosar terletak di 02°58′56.9″LU dan

  98°30′18.5″BT dengan jarak terhadap Gunung Sinabung yaitu sekitar 23.7 Km, dan jarak terhadap Kabanjahe yaitu sekitar 6 Km. Hutan Siosar mempunyai batasan wilayah yaitu Kec. Tigapanah dari Utara, Kec. Merek dari sebelah Selatan, Hutan Pinus dari sebelah Timur dan Hutan Lindung dari sebelah Barat.

  Peta Lokasi Proyek:

  Gambar2.3 Peta Lokasi Perancangan - Hutan Siosar

  Sumber : Google Maps

  

Sumber : Penulis

Gambar 2.4 Site Perancangan

  • – Hutan Siosar

  Perancang melakukan tinjauan kondisi eksisting pada daerah tersebut yaitu Survey lansgung ke daerah Hutan Siosar yang menjadi tempat pemukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung. Adapun tinjauan eksisting yang dilakukan oleh perancang yaitu kondisi aksesbilitas, kondisi lingkungan, dan kondisi fisik bangunan yang sudah dibangun.

   Kondisi Aksesibilitas Setelah melakukan survey langsung di Hutan Siosar tempat pemukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung. Hanya terdapat satu jalur utama untuk bisa masuk ke pemukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung ini, yaitu dengan dari jalur masuk dari Kabanjahe dengan jarak tempuh sekitar 5 Km. Kondisi site yang berkontur megakibatkan jalan akses kesana sedikit berliuk-liuk sebagai solusi terhadap lahan berkontur. Dan kondisi fisik jalan menurut perancang sudah memasuki tahap finishing perkerasan. Berdasarkan survey pengamatan perancang, jalur aksesibilitas hanya berupa tanah keras yang sudah dilapisi oleh agregat kasar (bahan kasar), yang dimana karateristik dari bahan kasar ini merupakan komposisi dari jalan Aspal, yang akan diselesaikan nantinya oleh anggota TNI yang perancang wawancarai di Hutan Siosar tersebut.

Gambar 2.5 Kondisi fisik permukaan jalan menuju Hutan Siosar

  

Sumber : Data Penulis Gambar2.6 Kondisi jalan yang berliku-liku dan naik turun

  

Sumber : Data Penulis

   Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan Hutan Siosar yang merupakan tempat pemukiman relokasi Gunung Sinabung setelah perancang melakukan survey langsung memiliki ketenangan dan kenyamanan yang luar biasa, sangat bagus untuk pemulihan psikologo warga korban bencana Gunung Sinabung.

  Udara sejuk dan dingin, jauh dari kebisingan kota, kemacetan, terik matahari yang tidak menusuk tajam dan kehijauan atau pepohonan yang mengelilingi site tersebut menjadikan tempat ini layak untuk dijadikan tempat hidup baru bagi masyarakat korban bencana Gunung Sinabung secara permanen.

  Tapi faktor itu saja tidak cukup untuk warga korban bencana Gunung Sinabung, melainkan ada faktor lainnya seperti pengadaan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan yang terpenting adalah ketersediaan lahan perkebunan yang merupakan salah satu mata pencaharian utama masyarakat tersebut.

Gambar 2.7 Signage Entrance Perkampungan Siosar

  Sumber : Data Penulis

  Gambar2.8 Kondisi Lingkungan Perkampungan Siosar dalam tahap konstruksi

  Sumber : Data Penulis Fasilitas-fasilitas umum dan fasilitas-fasilitas sosial belum ada di bangun di site lokasi yang akan menjadi tempat pemukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung. Hanya ada beberapa pemukiman rumah tinggal yang sudah dibangun saat ini.

Gambar 2.9 Hunian yang sedang dalam proses konstruksi

  

Sumber : Data Penulis

  Adapun pepohonan di sekitar site yaitu pohon pinus yang berfungsi sebagai bantuan dari pekerjaan konstruksi pekerjaan pemukiman, pohon pinus sendiri hanya bisa di pakai untuk futniture bangunan, tidak bisa jadi bahan konstruksi pada bangunan.

Gambar 2.10 Pohon pinus di sekitaran site

  

Sumber : Data Penulis

   Kondisi Fisik Bangunan Yang Telah Di Bangun Pada saat perancang survey di hutan Siosar, banyak pertanyaan yang timbul dengan kondisi fisik bangunan yang telah dibangun. Kondisi fisik bangunan yang telah dibangun pada saat perancang survey adalah rumah tinggal penduduk relokasi. Banyak beberapa pertanyaan yang timbul tentang kodisi fisik rumah tinggal tersebut antara lain adalah mulai dari karateristik pemukiman mereka yang dulu dengan yang sekarang, pola pemukiman yang berbeda, menggunankan material yang berbeda, dan karateristik ruang yang berbeda. Dan sampai saat ini hanya rumah tinggal aja yang masih dibangun saat perancang survey ke hutan Siosar.

Gambar 2.11 Rumah tinggal bagi masyarakat relokasi

  

Sumber : Data Penulis

2.2.3.2. Batas-batas Tapak Yang Akan Mau Dirancang

  : Sekolah  Sebelah Utara : Rumah Tinggal Penduduk  Sebelah Selatan : Puskesmas  Sebelah Barat : Jambur  Sebelah Timur

  2.2.3.3. Kondisi Fisik

   Luas Tapak : 13702m

  2

   Topografi : Kondisi Tanah Berkontur  Sarana utilitas seperti listrik, dan air sudah cukup memadai

  2.2.3.4. Program Kegiatan

  Islamic Research and Education Centre ini menampung berbagai macam kegiatan. Secara garis besar, di bawah ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan tersebut berdasarkan jenisnya : 1.

  Pengkajian

  • Pengkajian ilmu Al-Quran dan Hadist dan sejarah ke-Islaman
  • Diskusi / seminar permasalahan ke-Islaman 2.
  • Pelaksanan ibadah dan dakwah / pengajian yang terbuka bagi masyarakat 3.
  • Pendidikan dasar agama
  • Pelatihan keagamaan

  Dakwah dan Ibadah

  Pendidikan

   Pengadaan pendidikan ilmu tafsir

   Pendidikan aqidah dan akhlaq

   Sejarah keislaman

   Pendidikan ilmu hadis

   Pendidikan ilmu hukum islam

   Pelatihan bahasa dan sastra Arab  Pelatihan seni kaligrafi

  4. Penyediaan Informasi

  • Pengadaan kepustakaan yang bebas diakses oleh masyarakat luas disamping kalangan kompleks Islamic Research and Education Centre sendiri.

  5. Kegiatan Pameran

  • Pelaksanaan pameran seni kaligrafi Islam secara temporer serta pameran / kegiatan eksibisi lain.

  6. Kegiatan Pendukung

  • Pengelola / administrasi
  • Koperasi -

  Took buku

  • Poliklinik -

  Unit pengumpulan zakat

2.2.4. Pengguna (user) Bangunan

Tabel 2.2 Pengguna bangunan Islamic Research and Education centre

  Kegiatan Pelaku kegiatan sekaligus pengguna bangunan 1.

  Pengkajian 1.

  Pengajar ataupun kalangan internal Islamic Research and Education Centre umumnya dan Masyarakat luas.

  2. Ibadah dan Dakwah 2. Masyarakat luas serta sarana dakwah dapat digunakan oleh kalangan internal Islamic Research and Education Centre.

  3. Pendidikan 3.

  Anak usia sekolah baik putra mupun putri dan pengajar.

  4. Penyediaan Informasi 4. Kalangan internal Islamic Research and Education Centre dan masyarakat luas.

  Pengguna bangunan dapat dikelompokkan menurut kategori kegiatan yang ada pada bangunan Islamic Research and Education Centre. Kegiatan dan pengguna bangunan tersebut dapat diuraikan seperti pada table berikut ini : Tabel 2.2, sambungan 5. Kegiatan Pameran 5. Kalangan internal Islamic Research and Education Centre dan masyarakat luas.

  6. Kegiatan Pendukung 6. Pengelola, pengajar, siswa, pelayan bangunan, dan masyarakat luas/

2.3. Studi Banding

2.3.1. Mesjid Besar Kauman Semarang

  Masjid Besar Kauman Semarang adalah sebuahDahulu masjid ini bernama Masjid Agung Semarang sesuai dengan nama yang tertulis di gerbang Masjid dan tertulis di fasad depan masjid. Tulisan dengan aksara arab cukup besar, namun masyarakat lebih mengenal masjid ini dengan sebutan Masjid Besar Kauman Semarang.

   Lokasi Mesjid Besar Kauman Semarang Letak Masjid Besar Kauman Semarang tadinya berdiri megah di depan alun-alun kota Semarang. Namun, sejak tahun 1938 alun alun tersebut beralih fungsi menjadi kawasan komersil yaitu dengan adanya Pasar Johar , Pasar Yaik, gedung BPD dan Hotel Metro yang kemudian menjadi areaMasjid Besar Kauman Semarang kini terjepit di antara bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid Kauman beralamat di Jl. Alun-alun Barat Nomor 71 Semarang. Sekarang Masjid Kauman atau Masjid Besar Semarang letaknya tidak lagi berada dalam wilayah Kampung (Kelurahan) Kauman, tetapi masuk dalam wilayah Kelurahan Bangunharjo Semarang Tengah.

Gambar 2.12 Alun-alun kota Semarang

  Sumbe

  Masjid Besar Kauman Semarang dengan latar depan Alun Alun Kota Semarang, tahun 1935 . Alun alun kota Semarang sendiri sudah beralih fungsi sejak tahun 1938 kini sudah penuh sesak menjadi kawasan pertokoan Pasar Yaik, Pasar Johar, gedung BPD dan Hotel Metro

   Sejarah Mesjid Besar Kauman Semarang Menurut inskripsi berbahasa dan berhuruf jawa yang terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Besar Kauman Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1749M. lengkapnya inskripsi tersebut berbunyi seperti berikut :

  

“Tanda peringatan ketika kanjeng Tuan Nicoolass Hartingh,

Gubernur serta Direktur tanah Jawa pada saat Kanjeng Kyai Adipati Suramanggala

membangun hingga jadinya masjid ini pada tahun 1170 Hijrah”

  Tuan Nicoolass Hartingh sendiri seperti yang disebutkan dalam inskripsi tersebut adalah tokoh utama penggerak lahirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang memecah wilayah Kesultanan Mataram atau dikenal dengan Palihan Nagari menjadi wilayah kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat berpusat di Yokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Atas upayanya Nicoolas Hartingh kemudian dihadiahi rumah dinas oleh pemerintah penjajahan Belanda (VOC) di daerah tugu muda dengan nama De Vredestein atau Wisma Perdamaian.

  Masjid Besar Kauman Semarang ini yang kini masih berdiri kokoh adalah bangunan yang didirkan oleh Adipati Suradimanggala (Kiai Terboyo) menggantikan masjid lama yang rusak parah akibat kebakaran selama geger pecinan di Semarang tahun 1741. Lokasi masjid lama ini berada di sebelah timur alun alun diseberang barat kali Semarang. Masjid tua ini pernah dipugar pada masa penjajahan, pada tahun 1889 sampai 1904 dikarenakan pernah terjadi kebakaran pada masjid tersebut. Pada waktu pemugaran Masjid Kauman ditangani seorang arsitek Belanda bernama Gakampiyan.

Gambar 2.13 Masjid Kauman Semarang tahun 1953

  Sumber: wisatanesia.com

   Arsitektur Bangunan Masjid Besar Semarang yang ada sekarang adalah bangunan yang keempat, yang merupakan lanjutan dari masjid keadipatian sebelumnya Pertama kali masjid dibangun di kawasan Mugas (Mugasari), tetapi karena penduduknya tidak berkembang masjid dipindahkan ke Bubakan yang penduduknya lebih ramai sehubungan kawasan ini telah berkembang menjadi kota pelabuhan. Bersamaan timbulnya pemberontakan orang-orang Cina terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda, terjadi kebakaran yang menimpa perumahan termasuk bangunan masjid.

  Atas pertimbangan lokasi masjid yang terlalu dekat dengan perkampungan Cina, maka oleh Bupati Semarang Suro Hadimenggolo II (1713 - 1751) pembangunannya kembali dipindahkan ke kawasan Kanjengan,. Pembangunan masjid selesai tahun 1760, di masa pemerintahan Bupati Suro Hadimenggolo III (1751-1773). Namun bangunan masjid baru ini pada tahun 1885 kembali mendapat musibah, terbakar karena disambar petir. Pembangunan kembali masjid di lokasi yang sama baru dimulai pada tahun 1889 atas bantuan Bupati Raden Tumenggung Tjokrodipuro, dan selesai pada tahun 1890.

Gambar 2.14 Gerbang Mesjid Besar Kauman Semarang

  Sumber:

  Arsitektur Masjid Besar Kauman Semarang ini sering disebut dengan konsep tektonika. Sistem yang mirip dengan struktur tumpang pada bangunan tumpang berpenyangga berpilar lima pada bangunan bangunan pra Islam di tanah Jawa. Menurut Ir. Totok Roesmanto, diterapkannya sistem tektonik dalam pembangunan Masjid Besar Kauman Semarang ini bukan menggunakan soko guru layaknya Masjid Agung Demak, menunjukkan ketidakmampuan ahli bangunan Belanda pada masa itu mencerna aplikasi sistem konstruksi brunjung empyak pada bangunan tajuk tradisional.

  Penggunaan sistem tektonik ini mengarah kepada struktur bangunan yang rigid. Empat sokoguru digantikan dengan pilar pilar bata penopang rangkaian pilar dan balok kayu di atasnya. Pada rangkaian bangunan ini juga dikenal sistem dhingklik yang menopang pilar pilar balok kayu yang lebih kecil di atasnya dan bntuk bangunan itu dan seterusnya. Dari tahun pendirian Masjid Besar Kauman Semarang ini, menjadikan Masjid Kauman Semarang sebagai masjid pertama di Jawa yang bercitra tradisional, namun menggunakan konstruksi modern. Karya demikian dikenal dengan sebutan arsitektur masjid modern tradisionalistik.

  Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dengan atap limas besusun tiga yang mempunyai arti filosofi Iman, Islam, dan Ikhsan. Bentuknya seperti bangunan Majapahit, disokong 36 pilar. Tajug paling bawah menaungi tempat ibadah, tajug kedua lebih kecil, dan tajug tertinggi berbentuk limas. Limas tersebut berhias mustika, sementara pintunya dari rangkaian daun waru. Semua tajug ini ditopang kayu jati. Ciri khas yang mengacu pada tradisi Arab atau Persia. Ornamen seperti ini hampir serupa pada Masjid Agung Demak.

Gambar 2.15 Interior Masjid Kauman Semarang

  Sumber:

  Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dengan atap limas besusun tiga yang mempunyai arti filosofi Iman, Islam, dan Ikhsan. Bentuknya seperti bangunan Majapahit, disokong 36 pilar. Tajug paling bawah menaungi tempat ibadah, tajug kedua lebih kecil, dan tajug tertinggi berbentuk limas. Limas tersebut berhias mustika, sementara pintunya dari rangkaian daun waru. Semua tajug ini ditopang kayu jati. Ciri khas yang mengacu pada tradisi Arab atau Persia. Ornamen seperti ini hampir serupa pada Masjid Agung Demak.

  Pada bagian utama masjid, yaitu ruang salat, hanya diperbolehkan bagi muslim laki-laki. Di sini berdiri seperti singgasana nan megah, kursi mimbar tempat khotbah. Ukiran kayu mimbar ini tampak rumit. Lengkungan- lengkungannya indah. Pahatan halus menunjukkan kelenturan tangan berseni pembuatnya. Di pojok terdapat pula jam bandul kuno yang masih digunakan. Untuk mencapai ruang salat utama, jamaah melewati beberapa pintu di sisi kanan dan kiri (bagi perempuan). Barisan pintu ini pun terbuat dari kayu jati bermotif pahatan kotak-kotak sederhana.

  Masjid aslinya sendiri kini cukup sulit untuk dilihat karena sudah tertutup oleh bangunan masjid baru dibagian depan masjid asli ditambah dengan himpitan gedung gedung disekitarnya.aslinya masjid ini beratap seng, kini sudah diganti dengan genteng beton. Sebuah menara yang cukup tinggi juga sudah menjadi pelengkap bagi Masjid Besar Kauman Semarang ini. Tampakan depan nya sudah jauh lebih modern tanpa kehilangan keaslian bangunan aslinya.

2.3.2. Masjid Al-Irsyad Bandung

  Masjid Al-Irsyad merupakan sebuah masjid yang terletak di Bandung, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun

  Bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar laiknya bentuk bangunan Kubah diDengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dinding masjid.

  Masjid Al-Irsyad diresmikan pada 17 Ramadan 1431 Hijriah tepatnya 27 Agustus 2010 silam. Bangunannya unik, megah, dan kokoh. Beberapa bulan setelah dibangun, masjid yang memiliki arsitektur memukau ini langsung menyabet penghargaan bergengsi tingkat dunia.

   Arsitektur Desain masjid dirancang mirip Kakbah. Warna dasarnya abu-abu.

  Penataan batu bata pada keseluruhan dinding terlihat sangat mengagumkan. Batu bata disusun berbentuk lubang atau celah di antara bata solid. Pembangunan masjid ini diarsiteki olehDia menciptakan desain unik sebuah masjid yang memanfaatkan sinar matahari. Pembangunan masjid menghabiskan dana sebesar Rp 7 miliar. Desain arah kiblat dibuat terbuka dengan pemandangan alam. Saat senja, semburat matahari akan masuk dari bagian depan masjid yang tak berdinding itu. Dilihat dari kejauhan, akan menghadirkan lafaz Arab yang terbaca sebagai dua kalimat tauhid, Laailaha Ilallah Muhammad Rasulullah, yang artinya Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kekuatan desain Masjid Al-Irsyad tampak pada embedding teks kaligrafi Arab dengan jenis tulisan khat kufi. Bentuknya, dua kalimah tauhid yang melekat pada tiga sisi bangunan dalam bentuk susunan batu bata, yang dirancang sebagai kaligrafi tiga dimensi raksasa.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tablet 2.1.1. Tablet Secara Umum - Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 2.1.1 Pengertian air - Analisis Cemaran Mikroba Terhadap Kualitas Treated Water Dengan Metode Pour Plate di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal - Pengaruh Pengumuman Bond Rating Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Index Kompas 100 Tahun 2010-2014)

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi - Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi - Persepsi Orangtua Tentang Kualitas Hidup Anak Dihubungkan Dengan Pengalaman Karies Anak Usia 6-7 Tahun Di SD Namira Dan SDN 060922

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkoba dan Penggolongannya Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya. Narkoba merupakan bahan atau zat yang dimasukkan ke tubuh manusia dengan cara diminum, dihirup

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Penambahan Serat Kaca Terhadap Kekasaran Permukaan Dan Penyerapan Air Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

0 1 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penambahan Serat Kaca Terhadap Kekasaran Permukaan Dan Penyerapan Air Bahan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik

0 2 7

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Liquefied Petroleum Gas (LPG) 2.1.1. Definisi Umum LPG - Rancangan Sistem Pengontrolan dan Pengamanan Kebocoran LPG Berbasis Mikrokontroler ATMega32 dengan Menggunakan Media Informasi SMS

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis 2.1.1 Pengertian Analisis - Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah Di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah

0 1 22