Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Siswa Kelas 5 SDN Sidorejo Kidul 02 Tahun Ajaran 2017/2018

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran tematik

  Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang digunakan didalam pelaksanaan kurikulum 2013, pembelajaran tematik lebih menekankan pada praktik pengetahuan berbentuk tema yang dekat dengan aktivitas siswa sehari- hari. satu hal penting yang ditekankan pada proses pembelajaran tematik adalah proses pembelajaran yang dijalankan tidak hanya memperkenalkan pengetahuan mata pelajaran dalam konsepi-konsepsi atau teori-teorinya yang bersifat hafalan. Melainkan lebih menekankan dimensi afeksi, atau kepedulian dan keterikatan siswa terhadap hal-hal nyata yang dialami siswa untuk dapat beraktivitas secara mandiri dan menjaga hak orang lain disekitarnya (kemendikbud, 2017:7-8). Pada hakikatnya pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang berintegrasi kedalam berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran kedalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan pada proses pembelajaran, serta integrasi dalam berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.

  Pelaksanaan pembelajaran tematik berawal dari tema yang dikembangkan oleh guru sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran bertujuan untuk mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisah antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya.

  Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu atau kegiatan tertentu (learning by doing). Oleh sebab itu, guru harus mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. pengalaman belajar yang diberikan diharapkan dapat menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa bisa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu melalui penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.

  Pembelajaran tematik dalam penerapannya memiliki beberapa manfaat yaitu : 1. Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran maka akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan bisa dihilangkan.

  2. Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna hal ini dikarenakan isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat , bukan tujuan akhir.

  3. Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi pelajaran yang tidak terpisah-pisah.

  4. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penugasan konsep akan semakin baik dan meningkat.

  Dalam penerapannya pembelajaran tematik memiliki beberapa prinsip, berikut prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran tematik, yaitu: a.

  Prinsip dalam penggalian tema 1.

  Tema tidak terlalu luas sehingga mudah untuk memadukan mata pelajaran.

  2. Bermakna, sehingga bisa digunakan sebagai bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.

  3. Sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

  4. Mampu menunjukkan sebagian besar minat siswa.

  5. Mempertimbangkan peristiwa otentik.

  6. Sesuai dengan kurikulum dan harapan masyarakat.

  7. Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

  1. Guru tidak bersikap otoriter dan berperan sebagai single actor yang mendominasi dalam proses pembelajaran.

  2. Pemberian tanggung jawab terhadap individu dan kelompok harus jelas dan mempertimbangkan kerjasama kelompok.

  3. Guru bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang muncul pada saat proses pembelajaran yang tidak direncanakan.

  4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping penilaian lain (Shobirin, 2016: 92-94).

2.1.2. Model pembelajaran Discovery Learning

  Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk

  menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh dengan melalui pengamatan atau percobaan. Dicovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yag digunakan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan sehingga tidak akan mudah dilupakan oleh siswa (Kristin, 2016: 86). Menurut Wahyudi & Siswanti, (2015: 27)

  

Discovery Learning merupakan proses pembelajaran dimana siswa tidak disajikan

  pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri,

  

Discovery Learning lebih menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang

  sebelumnya tidak diketahui. Menurut Hanifah., & Wasitohadi, 2017: 95)

  

Discovery Learning merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan

  siswa untuk belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Dengan belajar penemuan, siswa dapat berpikir analisis dan mencoba untuk memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

  Discovery Learning sebenarnya adalah proses dari inkuiri. Discovery

Learning adalah metode belajar kognitif yang menuntut guru lebih kreatif

  menciptakan situasi yang membuat peserta didik untuk belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Model Discovery Learning ini sesuai dengan teori Bruner yang menyarankan supaya peserta didik mampu belajar secara aktif untuk membangun konsep dan prinsip (Sani, 2014: 97-98). Menurut Maharani., & penyampaian materinya tidak utuh, karena model Discovery Learning menuntut siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan menemukan sendiri suatu konsep pembelajaran.

  Dalam model Discovery Learning guru hanya sebagai fasilitator. Ciri utama dari model Discovery Learning adalah; 1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) Berpusat pada siswa; 3) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Kristin, 2016: 92).

  Prinsip belajar yang terlihat jelas didalam model Discovery Learning mencakup bahan atau materi pelajaran yang akan disampaikan sampai akhir, akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian siswa mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka kethahui dan mereka pahami kedalam suatu bentuk akhir. Dengan mengaplikasikan model Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu atau siswa yang bersangkutan. Discovery Learning bertujuan untuk merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang berbasis teacher centered menjadi student centered, mengubah model ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke model

  

disceovery dimana siswa menemukan informasi sendiri. Konsep belajar model

Discovery Learning merupakan pembentukan konsep-konsep ataupun kategori-

  kategori yang dapat memberikan kemungkinan terjadinya generalisasi (Darmadi, 2017 : 108).

  Adapun langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Discovery Learning didalam kelas (Darmadi, 2017 : 113- 114). adalah : a.

  Langkah Persiapan Metode Discovery Learning 1.

  Menentukan tujuan pembelajaran.

  2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainnya).

  3. Menentukan atau memilih materi pelajan.

  4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (contoh- contoh generalisasi)

  5. Mengembangkan bahan-bahan dengan memberikan contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

  6. Mengatur topik-topik pelajaran berawal dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke abstrak, dan dari tahap enaktif, ikonik sampai ke tahap simbolik.

  7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa b. Posedur Aplikasi Model Discovery Learning

  Menurut Syah, (Dalam Darmadi, 2017 : 114-117) terdapat prosedur yang harus digunakan dalam mengaplikasikan Model Discovery Learning, sebagai berikut : 1.

  Stimulation (Stimulasi atau pemberian rangsangan) Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberikan generalisasi kepada siswa agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Selain itu guru dapat memulai kegiatan proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran untuk membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang tertuju pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berguna untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang bisa mengembangkan serta membantu siswa dalam mengekspolari bahan. Dalam hal ini stimulation diberikan dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mampu menghadapkan siswa pada kondisi internal agar mendorong eksplorasi.Dengan demikian seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan untuk mengaktifkan siswa dalam mengeksplorasi dapat tercapai.

  2. Problem Statement (pertanyaan atau identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah berikutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin salah satunya dipilih dan dirumuskan kedalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan atas pertanyaan masalah), selanjutnya permasalahan yang dipilih itu harus dirumuskan kedalam bentuk pertanyaan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang telah diajukan. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi serta menganalisis permasalahan yang mereka hadapi merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

  3. Data Collection (pengumpulan data) Saat eksplorasi berlangsung guru juga memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Dengan begitu siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.Dalam tahap ini siswa dituntut untuk belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan begitu secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

  4. Data Processing (Pengolahan Data) Pengolahan data merupakan suatu kegiatan untuk mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui observasi, wawancara, dan sebagainnya kemudian ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan pengkodean (coding) atau kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan memperoleh pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

  5. Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa diarahkan untuk melakukan pemeriksaan secara cermat dengan temuan alternatif kemudian dihubungkan dengan hasil data processing.

6. Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi)

  Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang bisa dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penugasan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip luas yang mendasari pengalaman seseorang, dan pentingnya proses pengaturan serta generalisasi dan pengalaman-pengalaman itu. Model pembelajaran Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan

  (Putrayasa, 2014 : 3) antara lain :

  a) Menambah pengalaman siswa dalam belajar.

  b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih dekat lagi dengan sumber pengetahuan selain buku.

  c) Menggali kreatifitas siswa.

  d) Mampu meningkatkan rasa percaya diri pada siswa

  e) Meningkatkan kerja sama antar siswa.

  Sedangkan kelemahan teori Dicovery Learning (Lefudin, 2014: 109) anatara lain: a)

  Discovery Learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi serta sistem yang belum mendukung penemuan sendiri, sementara secara realistis didominasi hanya menerima dari guru.

  b) Semua murid belum tentu mahir untuk melakukan proses pembelajaran menggunakan Dicovery Learning.

  c) Discovery Learning kurang tepat jika diterapkan bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan yang mereka peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas uji coba.

2.1.3. Kemampuan berpikir kreatif

  Berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan berbagai macam kemungkinan jawaban (Siswono., & Novitasari, 2015: 2). Berpikir kreatif merupakan suatu pemikiran yang berusaha untuk melahirkan sesuatu yang baru, dan disandarkan kepada prinsip-prinsip kemungkinan. Berpikir kreatif berkaitan erat dengan pemikiran kritis, hanya saja pemikiran kritis merupakan pemikiran yang sangat jauh dan mendalam sedangkan berpikir kreatif merupakan pemikiran yang dekat (sederhana ). Berpikir kreatif dapat terwujud dengan adanya beberapa sistem dan pola pandang yang mewakili salah satu kondisi otak, serta nampak sebagai suatu pemikiran yang diarahkan oleh keinginan-keinginan dalam mencari orisinalitas dan sesuatu yang benar-benar asli. Berpikir kreatif akan taampak jelas dalam upaya-upaya penemuan, dan yang menuntut fleksibilitas , serta bergantung kepada keberagaman, sehingga berpikir kreatif ini menyerupai pemecahan masalah seperti usaha mencapai produksi kreatif.

  Beberapa kemampuan berpikir kreatif menggunakan strategi dalam menyelesaikan suatu permasalahan, mengambil keputusan, dan menciptakan suatu pemahaman. Dalam berpikir kreatif mencakup kebiasaan-kebiasaan dalam berpikir, sebagai berikut : a.

  Ikut memberikan perhatian kedalam berbagai kepentingan, terutama ketika belum ditemukan jawaban atau solusi dengan segera.

  b.

  Menghilangkan batasan-batasan antara wawasan dan taksiran.

  c.

  Melahirkan, memelihara, dan mengabadikan tingkat standarisasi.

  d.

  Menciptakan cara baru untuk melihat prinsip-prinsip luar dan batasan-batasan tradisonal yang diikuti (Al-Khalili, 2005: 37-39).

  Tiga kriteria penilaian berpikir kreatif siswa yang meliputi, kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan, sebagai berikut :

Tabel 2.1. Kriteria Penilaian Berpikir Kreatif

  Pemecahan Masalah Komponen Kreativitas Pengajuan Masalah

  • masalah dengan banyak masalah yang bermacam-macam dapat dipecahkan. interpretasi solusi dan
  • Kefasihan Siswa menyelesaikan Siswa membuat
  • jawaban.

  Siswa berbagi masalah

  yang diajukan

  • masalah dengan satu masalah yang dapat cara lalu dengan cara dipecahkan dengan lain.
  • Fleksibilitas Siswa menyelesaikan Siswa mengajukan

  cara yang berbeda- - Siswa mendiskusikan beda.

  • berbagaimetode

  Siswa menggunakan penyelesaian. pendekatan ‘‘bagaimana jika tidak’’ untuk mengajukan masalah. Kebaruan Siswa memeriksa

  • jawaban dengan beberapa masalah yang berbagai metode diajukan kemudian penyelesaian dan mengajukan suatu kemudian membuat masalah yang berbeda.

  Siswa memeriksa

  metode baru yang berbeda. Berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen yaitu : a.

  Fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide) b. Flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi) c. Originality (kemampuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada).

  d.

  Elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail Silver (Dalam Siswono, 2004:3).

2.1.4. Hasil belajar

  Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah melewati proses belajar (Septiyani., & Rosnita, 2018: 4). Sedangkan menurut Kristin (2016: 92) hasil belajar adalah puncak dari keberhasilan belajar peserta didik terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan, hasil belajar peserta didik dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Berdasarkan pendapat diatas hasil belajar merupakan kemampuan baru yang dimiliki oleh peserta didik yang didapatkan setelah melewati proses belajar sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Hasil belajar merupakan proses yang cukup kompleks, artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung, yaitu: 1) faktor internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) faktor eksternal meliputi: faktor lingkungan sosial dan non lingkungan sosial, serta peran siswa, peran guru, serta model yang digunakan dalam pembelajaran (Widayanti., & Slameto, 2016: 187). Tugas pokok tenaga kependidikan adalah mengevaluasi taraf keberhasilan kegiatan belajar-mengajar peserta didik secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliable). Keberhasilan proses belajar mengajar tergantung pada tingkat ketepatan, keobyektifan, kepercayaan, dan informasi yang representative. Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar atau tes prestasi belajar ataupun achievement test. Dalam tes hasil belajar diperlukan tes baku atau tes standar. Dan tes hasil belajar ini biasanya disusun dan dibuat sendiri oleh guru. Hasil belajar juga tidak lepas dengan proses belajar (Anugraheni, 2017: 249-250).

  Tenaga kependidikan dapat mengungkapkan jenis hasil belajar sebagai berikut : a.

  Jenis belajar kognitif Kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang paling sering dipergunakan,mencakup beberapa indikator yaitu :

  1. Pengamatan persepsual dengan indikator dapat menunjukkan, membandingkan, serta menghubungkan. Hafalan atau ingatan dengan

  2. Pengertian atau pemahaman dengan indikator dapat menjelaskan, mendefinisikan dengan kata-kata sendiri.

  3. Aplikasi atau penggunaan menggunakan indikator dapat menguraikan, mengklasifikasikan.

  4. Sintesis dengan indikator mampu menghubungkan, menyimpulkan dan menggeneralisasikan.

  5. Evaluasi dengan indikator mampu menginterpretasikan, memberikan kritik, memberikan pertimbangan penilaian.

  b.

  Jenis belajar afektif Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang mampu menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu, mencakup beberapa indikator yaitu : 1.

  Penerimaan dengan indikator bersikap menerima, menyetujui atau sebaliknya.

  2. Sambutan dengan indikator bersedia terlibat, berpartisipasi, memanfaatkan atau sebaliknya. Cara pengungkapan melalui pertanyaan tes skala sikap, tugas dan observasi.

  3. Penghargaan atau apresiasi dengan indikator memandang penting, bernilai, berfaedah, indah, harmonis, kagum dan sebaliknya. Cara pengungkapan melalui skala penilaian, observasi, dan tugas.

  4. Internalisasi atau pendalaman menggunakan indikator mengakui, mempercayai, meyakinkan atau sebaliknya. Cara pengungkapannya menggunakan skala penilaian, tugas, dan observasi.

  5. Karakterisasi atau penghayatan dengan indikator melembagakan, menjelmakan, membinasakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari.Cara pengungkapannya observasi.

  c.

  Jenis belajar psikomotorik Psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, dan tindakan yang memerlukan koordinasi antara saraf dan otot, mencakup beberapa indikator yaitu : 1.

  Keterampilan bertindak atau bergerak dengan indikator koordinasi mata,

  2. Keterampilan ekspresi verbal dan non verbal, menggunakan indikator gerak dan ucapan. Cara pengungkapanya menggunakan tugas, observasi, tindakan dan tes (Aisyah, 2015: 40-43).

2.2. Kajian hasil penelitian yang relevan.

  Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain :

  1. Hasil penelitian Putray asa, dkk (2014) yang berjudul ‘‘Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar

  IPA Siswa’’. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. (2) Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan minat terhadap hasil belajar IPA siswa. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning dan minat belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. (3) Pada kelompok siswa yang memiliki minat tinggi, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery

  Learning dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

  pembelajaran konvensional. (4) Pada kelompok siswa yang memiliki minat rendah, tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery

  Learning dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

  2. Hasil penelitian Rudyanto (2014) yang berjudul ‘‘Model Discovery Learning dengan Pendekatan Saintifik Bermuatan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

  Kreatif’’. Hasil pengembangan perangkat model

  Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter mengacu

  pada model pengembangan pendidikan umum dari Plomp yang terdiri atas fase investigasi awal (preliminary investigation), fase desain (design), fase

  (test, evaluation, and revision). Dari uji kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan penerapan pembelajaran model l Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan valid, praktis, dan efektif. Perangkat pembelajaran materi bangun ruang model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan valid berdasarkan hasil validasi para ahli. Hasil validasi ahli menunjukan rata-rata silabus berada pada kriteria baik, RPP sangat baik, LKS sangat baik, Buku Ajar Siswa baik; dan tes KBK berada pada kriteria baik. Sehingga perangkat dapat digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika materi bangun ruang dengan menggunakan perangkat pembelajaran model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan praktis, yaitu (1). Aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik berada pada kriteria sangat baik (2). Rata-rata aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran berada pada kriteria baik. (3). Berdasarkan perhitungan yang diperoleh bahwa persentase rata-rata respon positif dan baik (4). Dari hasil respon siswa setelah mendapatkan pembelajaran berada dalam kriteria sangat baik. Pembelajaran matematika materi bangun ruang dengan menggunakan perangkat pembelajaran model Discovery Learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter dinyatakan efektif, yaitu : (1). Kemampuan bepikir kreatif siswa tuntas secara individual dan mencapai ketuntasan klasikal (2). Rata-rata kemampuan berpikir kreatif kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model Discovery Learning berpendekatan saintifik bermuatan karakter lebih baik dari pada rata-rata kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran ekspositori (3). Adanya peningkatan sedang kemampuan berpikir kreatif (4). Adanya pengaruh yang signifikan antara karakter rasa ingin tahu dan keterampilan mengkomunikasikan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

3. Hasil penelitian Yupita dan Tjipto, 2013 yang berjudul ‘‘Penerapan Model

  Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada kelas IV SDN Surabaya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Penerapan model pembelajaran Discovery

  Learning dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran IPS di kelas

  IV SDN Surabaya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari rata-rata aktivitas guru dan persentase keberhasilan yang telah dicapai dari siklus I hingga siklus

  III; 2) Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN Surabaya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari rata-rata aktivitas siswa dan persentase keberhasilan yang telah dicapai dari siklus I hingga siklus III; 3) Hasil belajar siswa kelas IV SDN Surabaya pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning meningkat secara signifikan. Peningkatan ini bisa dilihat mulai dari siklus I sampai siklus III, yang ditunjukkan dengan meningkatnya persentase klasikal yang terus meningkat pada setiap siklusnya; 4) Kendala-kendala yang dihadapi selama pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran Discovery

  Learning adalah sebagai berikut: (a) Siswa belum terbiasa dengan model

  pembelajaran yang mengharuskan siswa mandiri dan aktif dalam membangun dan mencari sendiri pemahaman mereka, (b) Siswa sangat kesulitan dalam memilih dan menentukan sumber yang tepat untuk informasi yang mereka butuhkan serta tidak terbiasa menganalisis informasi dari berbagai sumber berbeda, (c) Siswa tidak terbiasa membagi tugas kelompok dengan baik, siswa terbiasa bekerja dalam kelompok dengan hanya beberapa orang saja yang mengerjakannya.

4. Hasil penelitian Kristin, (2016) yang berjudul ‘‘Pengaruh Penerapan Model

  Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas 4 SD’’. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery Learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD. Hal ini ditunjukkan dengan hasil hitung menggunakan signifikasi 2 tailed pada independent sample test yang telah

  (0,000<0,05), karena signifikasi 2 tailed pada independent sample test lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.

5. Hasil penelitian Supriyadi, (2013) yang berjudul ‘‘Peningkatan Hasil Belajar

  Metode Discovery Pembelajaran IPA Kelas 4 SD N 03’’ Berdasarkan hasil penelitian perencanaan pelaksanaan pembelajaran IPA materi bentuk daun dan fungsinya melalui metode Discovery Learning dikelas 4 SDN 03 Sungai Ambawang dapat ditingkatkan yang ditunjukkan dengan hasil penilaian yang dilakukan oleh guru mitra yaitu pada siklus I sebesar 78,72 dan setelah siklus II meningkat menjadi 97,76. Pelaksanaan bentuk dan fungsi daun melalui metode

  Discovery Learning pada pembelajaran IPA di kelas 4 SDN 03 Sungai

  Ambawang dapat ditingkatkan yaitu pada siklus I dengan nilai 75 dan setelah melalui perbaikan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 95. Penerapan metode Discovery Learning pada pembelajaran IPA materi bentuk daun dan fungsinya di kelas 4 SDN 03 Sungai Ambawang dapat meningkatkan hasil belajar 65,55 pada siklus I dan setelah perbaikan pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 75,55. Maka terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 10%.

2.3. Kerangka berpikir

  Kegiatan belajar mengajar dikelas berlangsung kurang efektif, siswa kurang aktif dan bersemangat didalam mengikuti pembelajaran, selain itu kemampuan berpikir kreatif siswa juga kurang hal ini dikarenakan guru menggunakan model pembelajaran yang kurang efektif. Aktivitas yang kurang dalam pembelajaran dikarenakan pembelajaran hanya terpusat kepada guru meskipun guru sudah mencoba beberapaa model pembelajaran namun model pembelajaran itu kurng efektif didalam meningkatklan aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode ceramah merupakan metode yang seringkali digunakan guru didalam proses pembelajaran, dengan metode ceramah pola pembelaajaran yang berpusat pada guru mengurangi aktivitas siswa untuk lebih aktif sedangkan siswa dituntut untuk menguasai materi, penugasan, dan lain sebagainya.

  Salah satu alternatif untuk memperbaiki pembelajaran tersebut adalah dengan peraga, model Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap serta menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam menemukan sendiri sebuah konsep ataupun prinsip yang belum mereka ketahui. Dengan belajar penemuan siswa akan dilatih belajar secara mandiri dan siswa mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Jadi model Discovery Learning merupakan salah satu pembelajarn yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswsa dan pengetahuan siswa secara seimbang. Hasil yang diharapkan yaitu, meningkatnya kemampuan berpikir kreatif siswa serta hasil belajar siswa sesuai dengan indikator yang ditetapkan, yaitu : a.

  Presentase ketuntasan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh predikat minimal terampil mencapai >70% dari jumlah siswa dikelas tersebut.

  b.

  Presentase ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh nilai >60% mencapai >75% dari jumlah siswa dikelas tersebut.

  Adapun kerangka berpikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

  Siswa

Guru

  Kemampuan berpikir kreatif Guru belum menerapkan Kondisi siswa rendah, kebanyakan model pembelajaran yang awal dapat melatih kemampuan siswa terbiasa dengan pembelajaran yang berpikir kreatif siswa, konvensional. Kebanyakan beberapa model siswa merasa takut dan malu pembelajaran yang digunakan lebih berpusat apabila harus menyampaikan ide dan gagasannya, sehingga kepada guru dan hal ini mempengaruhi kebanyakan sumber kemampuan berpikir kreatif belajar hanya terpaku siswa dan hasil belajar. kepada guru .

  Penerpan model SIKLUS I Langkah-langkah Discovery Learning model Discovery berbantuan alat

  Learning. peraga dalam

  1. Stimulasi/pemberian pembelajaran dapat rangsangan 2. meningkatkan hasil Pernyataan/identifikasi belajar dan masalah

  3.Pengumpulan data kemampuan berpikir Tindakan

  4. Pengolahan data kreatif siswa dalam

  5.Pembuktian pembelajaran

  6. Menarik tematik. kesimpulan/generalisasi

SIKLUS II

  Langkah-langkah model Discovery Learning :

  Kemampuan berpikir

  1. Stimulasi/pemberian kreatif dan hasil belajar rangsangan siswa kelas V SD N 02

  2.Pernyataan/identifikasi Sidul Tingkir kota Salatiga Kondisi masalah pada pembelajaran

  3. Pengumpulan data akhir tematik.

  4.Pengolahan data

  5.Pembuktian

  6.Menarik kesimpulan/generalisasi

2.4. Hipotesis

  Berdasarkan teori pembelajaran dan hasil observasi yang telah dipaparkan pada latar belakang dan penelitian sebelumnya, maka peneliti dapat menyusun hipotesis tindakan sebagai berikut : a.

  Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat peraga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar melalui langkah-langkah sebagai berikut, menentukan tujuan, melakukan identifikasi, menentukan atau memilih materi pelajaran, menentukan topik, mengembangkan bahan, mengatur topik-topik pelajaran, melakukan penilaian .

  b.

  Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

  c.

  Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media alat peraga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam proses pembelajaran siswa kelas 5 SD N Sidorejo Kidul 02 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Desain dan Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Problem Based Learning dengan Problem Solving terhadap Hasil Belajar Kelas IV Gugus Sudirman Kecamatan Tingkir

0 0 11

BAB IV HASIL PENELIATIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Problem Based Learning dengan Problem Solving terhadap Hasil Belajar Kelas IV Gugus Sudirman Kecamatan Tingkir

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Problem Based Learning dengan Problem Solving terhadap Hasil Belajar Kelas IV Gugus Sudirman Kecamatan Tingkir

0 1 6

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

0 0 8

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

0 0 36

BAB III - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

0 0 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

0 0 25

I. Pendahuluan - PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENGANGGARAN DAN PERAN MANAJERIAL PENGELOLA KEUANGAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi Pada Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Ciamis)

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar

0 0 16

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Siswa Kelas 5 SDN Sidorejo Kidul 02 Tah

0 0 7