BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim 2.1.1 Krim secara umum - Uji Mutu Krim Ketokonazol Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim

2.1.1 Krim secara umum

  Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Ditjen POM, 1995).

  Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumya berupa surfaktan- surfaktan anionik, kationik dan nonionik (Anief, 2008).

  Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai

  2.1.2 Persyaratan Krim

  Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut: a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

  b.

  Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi lunak serta homogen.

  c.

  Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.

  d.

  Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan. (Widodo, 2013)

  2.1.3 Penggolongan Krim

  Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni: 1.

  Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream. Cold

  cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.

2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing

  cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk

  membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. (Widodo, 2003)

  Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifatnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air (Lachman, dkk., 1994).

  Dasar salep emulsi, ada dua macam yaitu: 1. Dasar salep emulsi tipe A/M seperti lanolin dan cold cream.

2. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream dan hydrophilic ointment .

  (Anief, 1994) a. Lanolin cream suatu bentuk emulsi tipe A/M yang mengandung air 25% dan digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan mudah dipakai.

  b.

  Cold cream suatu emulsi tipe A/M dibuat dengan pelelehan cera alba, Cetaceum dan Oleum Amydalarum ditambahkan larutan boraks dalam air panas, diaduk sampai dingin. Dasar salep ini harus dibuat baru dan digunakan sebagai pendingin, pelunak dan bahan pembawa obat.

  c.

  Vanishing cream, sebagai dasar untuk kosmetik dengan tujuan pengobatan kulit.

  (Anief, 1994)

2.1.4 Metode Pembuatan Krim

  Secara umum, pembuatan/peracikan sediaan krim meliputi proses peleburan dan emulsifikasi. Biasanya, komponen yang tidak tercampur dengan air, seperti minyak dan lilin, dicairkan bersama-sama didalam penangas air pada suhu 70-75ºC. Sementara itu, semua larutan berair yang tahan panas dan komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama pada komponen lemak. Kemudian, larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, sementara temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.

  Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengandukan yang terus menerus sampai mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dan fase cair (Widodo, 2003).

  2.1.5 Pembentukan Krim

  Dibawah pengaruh gravitasi, partikel-partikel atau tetesan-tetesan tersuspensi cenderung meningkat atau mengendap, tergantung pada perbedaan dalam gravitasi spesifik antar fase tersebut. Jika pembentukan krim berlangsung tanpa agregasi apapun, emulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan atau pengadukan. Pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers, dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan biasanya menyebabkan rusaknya tetesan (Lachman, dkk., 1994).

  2.1.6 Penyimpanan Krim

  Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube bias saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk

2.2 Antifungi

  Infeksi jamur pada manusia berlangsung melalui sporanya dan dapat dibagi dalam mycose umum dan mycose permukaan.

  1) Mycose umum (sistemis). Pada infeksi umum, jamur atau ragi tersebar ditubuh atau mengakibatkan infeksi dalam organ tubuh, yang kadang- kadang dapat membahayakan jiwa. Contohnya adalah actynomicose,

  aspergillose, dan candidiasis yang menyebabkan infeksi pada saluran cerna dan alat pernapasan.

  2) Mycose permukaan (Tinea). Infeksi ini yang sering terjadi, terbatas pada kulit, rambut, kuku, dan mukosa. Mycose kulit juga disebut dengan Tinea, misalnya Tinea corporis, cruris, capitis, dan pedis, masing-masing berarti infeksi di tubuh, lipat paha, kepala, dan kaki penyebabnya adalah dermatofit dari suku trichophyton (kulit, rambut, kuku). Jamur-jamur ini yang mengakibatkan kutu air, panu, kurap, dan kuku kapur. (Tjay dan Rahardja, 2002)

  Beberapa jenis infeksi jamur pada kulit yang sering ditemukan: a. Kutu air (tinea pedis). Kutu air disebabkan oleh jenis Trychofyton dan merupakan dermatofytose yang paling banyak timbul. Gejalanya berupa gatal- gatal diantara jari kaki, kemudian terbentuk gelembung yang kemudian pecah dan mengeluarkan cairan. Pengobatan dengan krim mikonazol dan ketokonazol peroral. b.

  Kuku kapur (onychomycose). Kuku kapur bercirikan kuku menebal, mengeras, dan mudah patah. Infeksi ini sering menular dari kuku ke kuku. Pengobatan dengan terbinafin oral atau griseofulvin oral.

  c.

  Panu (pityriasis versicolor). Infeksi permukaan ini banyak terjadi di Indonesia dan daerah tropis lain. Infeksinya berupa bercak-bercak putih dan kecoklatan- merah ditengkuk, dada, punggung, dan lengan. Pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan bercak-bercak dengan krim mikonazol/ketokonazol selama 2- 3 minggu.

  d.

  Ketombe (dandruff). Ketombe bercirikan terlepasnya serpihan-serpihan berlebih dari kulit kepala yang biasanya disertai gatal-gatal. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan shampo yang mengandung selensulfida 2.5%, seng-pirithion 2%, dan piroctone olamine.

  e.

  Candidiasis kulit. Terutama timbul pada bagian tubuh yang lembab dan hangat, misalnya ketiak dan lipatan paha. Kebanyakan infeksi menghinggapi orang gemuk dan orang penderita diabetes. Gejalanya berupa kulit memerah dan mengeluarkan cairan. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan krim ketokonazol atau mikonazol (Tjay dan Rahardja, 2002)

2.3 Ketokonazol

  Ketokonazol adalah suatu obat anti jamur turunan imidazol yang memiliki

aktivitas antifungi yang efektif terhadap dermatofit, ragi, misalnya tricophyton,

epidermophyton , microsporum, candida albicans (Katzung, 2004).

  Ketokonazol krim diindikasikan untuk pengobatan topikal pada

pengobatan infeksi dermatofit pada kulit, seperti Tinea corporis, crusis, dan tinea

  

pedis yang disebabkan oleh Trichopyton, Epidermophyton. Juga untuk pengobatan

Candidiasis kulit dan mycose permukaan atau disebut tinea (Katzung, 2004).

  2.3.1 Sifat Fisika Kimia Gambar 2.1

  26 28 l2

  4

4 Rumus molekul : C H C N O

  Berat molekul (BM) : 531,44 Nama Lain : Ketokonazolum Pemerian : Serbuk hablur, Putih, Tidak berbau (Ditjen POM,1995).

2.4 Mutu

  Mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik suatu produk yang dihasilkan atau layanan yang mendukung kemampuan produk atau layanan itu untuk memuaskan kebutuhan atau yang tersirat (Siregar dan Wikarsa, 2010).

  Pengendalian mutu adalah suatu fungsi analis yang mengendalikan produk, ingredient (komposisi), dan bahan pengemas dengan metode fisik, kimia, dan metode lain. Hal ini mencakup pengendalian kertas kerja dan memastikan kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan. Sistem pengendalian mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dan memiliki mutu dan jumlah yang sesuai dengan yang telah Pengedalian mutu meliputi semua fungsi analis yang dilakukan dilaboratorium termasuk pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.5 Pengujian Mutu Krim

  Beberapa pengujian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan mutu krim, antara lain Organoleptik (pemerian), Homogenitas, Stabilitas sediaan, pH, Keseragaman sediaan, Penetapan kadar zat aktif (Widodo,2003).

  2.5.1 Organoleptik

  Uji organoleptik lakukan dengan menggunakan panca indra atau secara visual. Komponen yang dievaluasi meliputi bau, warna, tekstur sediaan, dan konsistensi. Adapun pelaksanaannya dengan menggunakan subjek responden atau dengan menggunakan kriteria tertentu dengan menetapkan kriteria pengujiannya (Widodo, 2003).

  2.5.2 Homogenitas

  Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen sehingga krim yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Krim harus tahan terhadap gaya gesek yang timbul akibat pemindahan produk, maupun akibat aksi mekanis dari alat pengisi.

  (Anief, 1994).

2.5.3 Stabilitas

  Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut. Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia proses kerusakan yang sering meliputi hidrolisis dan oksidasi (Ansel, 1989).

  Untuk mengevaluasi kestabilan emulsi dengan cara sentrifugasi. Umumnya diterima bahwa shelf-life pada kondisi penyimpanan normal dapat diramalkan dengan cepat dengan mengamati pemisahan dari fase terdispersi karena pembetukan krim atau penggumpalan bila emulsi bila dipaparkan pada sentrifugasi. Sentrifugasi jika digunakan dengan bijaksana, merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi emulsi (Lachman, dkk., 1994).

  Tujuan pengujian stabilitas obat adalah untuk memberikan bukti tentang mutu suatu bahan obat atau produk obat yang berubah seiring waktu dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya. Tujuan pengujian tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji ulang untuk obat tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan uji stabilitas untuk menetapkan masa edar suatu produk harus dilakukan sesuai dengan kondisi iklim ditempat produk obat tersebut akan dipasarkan (Watson, 2009).

  2.5.4 pH

  Harga pH adalah harga yang ditunjukkan oleh pH meter yang telah dibakukandan mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel dan elektroda perak- perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu ±250C, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi ( Ditjen POM, 1995 ).

  Penetapan pH dilakukan dengan mengguakan alat bernama pH meter. Karena pH meter hanya bekerja pada zat yang berbentuk larutan, maka krim harus dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu. Krim dan air dicampur dengan perbandingan 60 g : 200 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan dibiarkan agar mengendap. Setelah itu, pH airnya diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH meter (Widodo, 2003).

2.5.5 Keseragaman Sediaan

  Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragam bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot , dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen POM, 1995).

2.6 Penetapan Kadar Zat Aktif

  Ketokonazol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket dengan rumus molekul

  26 28 l2

  4

4 C H C N O dan memiliki berat molekul (BM 531,44) (Ditjen POM, 1995).

2.6.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

  Pengujian ketokonazol dapat dilakukan dengan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat berkembang. Metode ini baik untuk analisis sediaan obat karena sederhana dan kepekaannya tinggi. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, sehingga dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang akurat. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien (Munson, 1991).

  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid

  

Chromatography (HPLC), digunakan untuk senyawa dengan karakteristik titik

  didih tinggi dan tekanan uap rendah (sulit menguap). Komponen dasar pada KCKT hampir sama dengan Kromatografi Gas (KG) namun untuk KCKT fase geraknya adalah cairan. Komponen dasar dari KCKT adalah sistem fase gerak cairan, Alat penginjeksi sampel (sample injector), Kolom, Detektor, dan sistem pencatatan (recording system) (Lestari, 2009).

  2.6.2 Sejarah Kromatografi cair kinerja Tinggi

  Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Cromathography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangn KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan anlisis senyawa-senyawa kiral (Rohman, 2007).

  Kegunaan KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa yang tidak menguap (non-volatil), penentuan molekul- molekul netral, ionik, maupun zwiter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama (Rohman, 2007).

  2.6.3 Peralatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

  Alat utama KCKT pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, tempat penyuntikan sampel, pipa, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu computer atau integrator atau perekam (Munson, 1991).

1. Wadah fase gerak dan fase gerak

  Wadah fase gerak harus lembam (inert). Wadah ini biasanya dapat me nampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak atau eluen keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil dan adanya gas dalam fase gerak (Munson, 1991).

  2. Pipa Sifat pipa penyambung seluruh bagian sistem harus diperhatikan. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, harus tahan tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai (Munson, 1991).

  3. Pompa Pompa untuk HPLC harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan sampai 3 ml/menit. Pompa yang digunakan untuk skala preparatif perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit (Munson, 1991).

  4. Suntik Penyuntikan ke dalam kolom merupakan suatu masalah karena tekanan tinggi dari HPLC. Teknik penyuntikan harus tiner ulang untuk mencapai keseksamaan maksimum analisis kualitatif (Munson, 1991).

  5. Kolom Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dijalur antara penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. Untuk menghubungkan kolom ke pipa dan pipa ke pipa harus mempunyai volume kecil untuk menekan pelebaran karena perpanjangan kolom (Munson, 1991).

  6. Detektor HPLC Detektor HPLC hendaknya mempunyai beberapa sifat, dapat memberi tanggapan kepada terokan, kepekaan tinggi, hasilnya tiner ulang dan tanggapannya dapat diramalkan (Munson, 1991).

  7. Perekam Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak

  (puncak).Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa (Munson,1991).

  Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal dan fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak (Munson, 1991).

  Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu perubahan yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dapat digunakan dalam metode KCKT tetapi harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini :

  1. Murni tanpa cemaran

  2. Tidak bereaksi dengan kemasan

  3. Sesuai dengan detektor

  4. Dapat melarutkan cuplikan

  5. Mempunyai viskositas rendah 6. Mudah memperoleh kembali cuplikan dan terjangkau (johnson,1991).

2.6.4 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

  Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solute dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel. Prinsip dari metode KCKT adalah bila sampel telah dimasukkan dengan suatu penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak akibat adanya tekanan dari pompa. Data yang dihasilkan ditunjukkan berupa puncak oleh suatu perekam (Rohman, 2007).

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Plak gigi didefinisikan sebagai massa organisme yang berupa deposit lunak, membentuk suatu lapisan tipis biofilm, melekat pada permukaan gigi, permukaan kasar lainnya pada rongga mulut seperti restorasi yang permanen atau a

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Jiwa - Perbandingan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART) dalam Menentukan Perusahaan Asuransi Terbaik

0 0 19

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)

0 0 22

Lampiran 1 Hasil Analisa Aitem Uji Coba Skala Sikap Terhadap Menopause

0 1 33

BAB II LANDASAN TEORI - Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

0 0 12

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Sistem Pengandaan bahan Pustaka Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Kampus II

0 0 23

Kinerja Pramusaji Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Prime Steak House J.W Marriott Hotel Medan

2 7 22

BAB II LANDASANTEORI - Perbandingan Kinerja Jaringanmetropolitan Area Network dengan internet Protocol Versi 4 Dan Versi 6

1 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim 2.1.1 Krim secara umum - Uji Mutu Krim Ketokonazol Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 15