BAB II LANDASAN TEORI - Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

BAB II LANDASAN TEORI A. Menopause

1. Pengertian Menopause

  Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur). Selanjutnya dikatakan apabila seseorang tidak mengalami haid selama satu tahun penuh, maka dapat disimpulkan bahwa menopause terjadi saat terakhir kali ia mendapat haid (Ali, dalam Kasdu, 2002).

  Menurut Kasdu (2002), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18

  

menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita

  setelah menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi. Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen (Varney, 2007). Diagnosis

  

menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun.

  Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang dengan perdarahan yang berkurang (Wiknjosastro, 2005).

  Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju

  perubahan secara perlahan

  • –lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh

  (Kuntjoro, 2002). Hal ini juga sejalan dengan Aqila (2010) dimana menopause merupakan suatu masa ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai menghentikan produksi estrogen yang mengakibatkan haid tidak muncul lagi. Hal tersebut dapat diartikan sebagai berhentinya kesuburan.

  Berdasarkan pengertian-pengertian tentang menopause di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menopause berarti berhentinya menstruasi secara permanen, yang ditandai dengan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi dan merupakan kejadian normal dalam kehidupan setiap wanita.

2. Usia Memasuki Menopause

  Rahman (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa menopause terjadi pada usia 48-50 tahun. Namun rata-rata seseorang memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa mengalami menopause sekitar usia 47 tahun.

  Selain itu Morgan (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa kecenderungan bawaan, penyakit, stress, dan pengobatan dapat mempengaruhi waktu terjadinya menopause. Di Amerika Utara, usia rata-rata wanita yang mengalami menopause adalah sekitar 51 tahun. Data statistik menunjukkan bahwa wanita perokok cenderung mendapat menopause lebih awal dan wanita yang kelebihan berat badan cenderung mendapat menopause lebih lambat.

  Spencer & Brown (2007) menyatakan bahwa usia wanita memasuki

  

menopause adalah 51 tahun, namun menopause juga dialami wanita pada rentang mengalami menopause sangat bervariatif. Jika diambil rata-ratanya, seseorang akan mengalami menopause sekitar usia 45-55 tahun.

3. Gejala-gejala Menopause

  Akibat perubahan organ reproduksi maupun hormon tubuh pada saat

  

menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh seorang wanita. Menurut

  Kasdu (2002) perubahan fisik selama menopause meliputi: a.

  Hot flushes (perasaan panas)

  Hot flushes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian

  atas (seperti leher dan dada). Gejala ini sering timbul pada malam hari sehingga mengakibatkan kesulitan tidur. Pada keadaan cuaca yang dingin, gejolak panas terjadi lebih jarang dan singkat dibandingkan jika cuaca panas. Dalam keadaan stress lebih sering timbul. Gejolak panas bisa terjadi beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam.

  b.

  Keringat berlebihan c. Vagina kering d.

  Tidak dapat menahan air seni e. Hilangnya jaringan penunjang f. Penambahan berat badan g.

  Gangguan mata h. Nyeri tulang dan sendi

  Sedangkan menurut Aqila (2010) beberapa dan gejala menopause antara lain :

  1. Fisik Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala menopause antara lain : Ketidakteraturan siklus haid, gejolak rasa panas (hot flash), berkeringat di malam hari, kekeringan vagina, perubahan kulit, sulit tidur, perubahan pada mulut, kerapuhan tulang, badan menjadi gemuk, penyakit, linu dan nyeri otot sendi, perubahan pada indra pengecap.

  2. Psikologis Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause yaitu : ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress dan depresi.

B. Sikap 1. Pengertian Sikap

  Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang akan kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2007).

  Tokoh lain yang mengungkapkan tentang pengertian sikap di antaranya pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan

  Menurut Thurstone (dalam Edwards, 1957), sikap adalah derajat afek positif atau afek negative terhadap suatu objek psikologis. Tokoh lainnya yang mengungkapkan tentang pengertian sikap adalah Fishbein (dalam Shaw & Coztanzo, 1982) yang mengungkapkan sikap sebagai respon implicit yang dipelajari, yang intensitas dan kecendrungannya mengarahkan respon overt individu terhadap suatu objek dapat bervariasi. Menurutnya, individu memiliki sikap terhadap terhadap semua objek, yang dapat bersikap positif, negative, atau netral.

  Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

  Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema tiradik. Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

  Berdasarkan pengertian-pengertian tentang sikap di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu keteraturan dalam merespon suatu objek di berinteraksi untuk merespon objek tersebut sehingga individu tersebut dapat bersikap positif, negative atau netral terhadap objek sikap.

2. Komponen Sikap

  Menurut Azwar (2007), sependapat bahwa struktur sikap melibatkan 3 (tiga) komponen yang saling berhubungan yaitu: a.

  Komponen Kognitif Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Kepercayaan ini dapat terus berkembang. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional individu merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Namun, kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Terkadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

  b.

  Komponen Afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif pada umumnya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar bagi objek yang dimaksud. c.

  Komponen Konatif Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu komponen kognitif (kepercayaan), komponen afektif (perasaan), dan komponen konatif (kecenderungan berperilaku) yang berhubungan dengan objek sikap.

3. Fungsi Sikap

  Katz (dalam Azwar, 2007) merumuskan empat fungsi sikap bagi manusia, yaitu : a.

  Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan merugikan dirinya. b.

  Fungsi pertahanan ego Fungsi ini bekerja ketika individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan mengancam egonya atau ketika mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya sehingga akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

  c.

  Fungsi pernyataan nilai Nilai merupakan konsep dasar mengenai apa yang dipandang sebagai baik dan diinginkan. Dengan fungsi nilai ini seseorang sering kali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

  d.

  Fungsi pengetahuan Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturial agar dunia sekitar tampak logis dan masuk akal.

4. Faktor-Faktor Pembentukan Sikap

  Azwar (2007) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap yaitu :

1. Pengalaman pribadi

  Apa yang telah dan sedang dialami oleh seorang individu akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatannya terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan dan penghayatan, seorang individu harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologi. Penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif atau sikap negatif yang juga tergantung pada berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

  2. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Skinner (dalam Azwar, 2007) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

  3. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain yang berada di sekitar kita merupakan salah datu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap individu. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Orang yang dianggap penting bagi individu biasanya adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lainnya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

  Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuaru hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi secara langsung, namun dalam proses pembantukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya.

  5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

  6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Suatu bentuk sikap terkadang merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

C. Dewasa Madya 1. Pengertian Dewasa Madya

  Masa dewasa madya atau usia setengah baya adalah masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, yang dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini (40-50 tahun) dan usia madya lanjut (50-60 tahun). Masa dewasa madya ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental (Hurlock, 1999).

2. Karakteristik Usia Madya

  Hurlock (1999) mengungkapkan terdapat sejumlah karakteristik usia dewasa madya, yaitu : a. Periode yang sangat ditakuti

  Periode usia madya merupakan masa yang lebih menakutkan bila dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Beberapa alasannya adalah banyaknya

  stereotipe yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu adanya

  kepercayaan tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan menurunnya fungsi reproduksi seseorang. Selain itu adanya penekanan terhadap pentingnya masa muda. Hal ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya b. Masa transisi Usia madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan keperasaan dan wanita mengalami perubahan dalam kesuburan. Transisi juga berarti penyesuaian diri terhadap minat, perilaku dan peran. Terjadi perubahan hubungan yang awalnya berpusat pada keluarga (family

  centered relationship ) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair centered relationship ). Pada perubahan peran, pria harus menyesuaikan diri

  terhadap perubahan kondisi pekerjaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Bagi wanita, ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan- perubahan yang terjadi, baik dalam rumah tangga maupun dalam pekerjaan.

  c. Masa stress Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak keseimbangan fisik dan psikologis seseorang dan membawanya ke masa stres. Misalnya kebanyakan wanita mengalami gangguan saat mereka mengalami menopause, anak-anak yang meninggalkan rumah, dan hal ini memaksa mereka melakukan penyesuaian dalam pola hidup mereka. Bagi pria, umumnya pada usia 50-an mereka melakukan penyesuaian terhadap masa pensiun. d. Usia yang berbahaya Beberapa hal yang dianggap berbahaya diantaranya adalah mengalami kesulitan kondisi fisik sebagai akibat terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

  e. Usia canggung Usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”, dimana seseorang yang berusia madya tidak lagi muda tetapi juga tidak tua. Orang yang berusia madya seolah-olah berdiri di antara generasi yang lebih muda dan generasi yang lebih tua.

  f. Masa berprestasi Selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti beraktivitas dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi.

  Apabila orang berusia madya memiliki kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya dan menikmati hasil dari kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

  g. Masa evaluasi Pada umumnya seseorang pada usia madya mencapai puncak prestasinya, maka pada masa ini merupakan saat untuk mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman.

  h. Masa sepi Usia madya dialami sebagai masa sepi, masa ketika anak-anak tidak lagi daripada pria. Hal ini terjadi khususnya pada wanita yang menghabiskan waktu mereka dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat untuk mengisi waktu senggang. Kondisi yang serupa juga dialami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan atau karena pensiun. i. Masa jenuh

  Pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Sedangkan wanita banyak menghabiskan waktu untuk memelihara rumah dan membesarkan anak- anaknya.

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya

  Tugas-tugas perkembangan usia madya menurut Hurlock (1999), adalah : a.

  Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi seperti sebelumnya saat mereka masih kuat. Mereka juga harus menerima kenyataan bahwa kemampuan reproduksi mereka sudah berkurang atau bahkan mereka akan kehilangan dorongan serta daya tarik seksual.

  b. Penyesuaian diri terhadap minat yang berubah Perubahan minat yang ada pada usia madya terjadi sebagai akibat dari perubahan tugas, tanggung jawab, kesehatan dan peran dalam hidup.

  c. Penyesuaian sosial Usia madya sering membawa perubahan minat dalam kehidupan sosial.. menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah dewasa dan berkeluarga. Selain itu apabila seseorang mulai memasuki masa pensiun, kegiatan masyarakatnya pun akan berkurang. Akibatnya seseorang cenderung menghabiskan waktunya dengan keluarga dekat.

  d. Penyesuaian pekerjaan Banyak orang usia madya tidak dipekerjakan lagi akibat dari meningkatnya penggunaan alat-alat kerja dan adanya kecenderungan penggabungan perusahaan. Penyesuaian terhadap pekerjaan bagi orang usia madya menjadi sulit karena sejumlah kondisi baru dalam lingkungan pekerjaan.

  e. Penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga Pola kehidupan keluarga banyak mengalami perubahan selama periode usia madya. Penyesuaian terhadap perubahan ini biasanya lebih sulit bagi wanita daripada pria karena kehidupan wanita berpusat pada rumah dan anggota keluarga selama tahun-tahun sebelumnya. Penyesuaian terhadap perubahan keluarga sering dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung. Selain itu pria dan wanita yang kecewa terhadap perkawinannya memiliki alasan yang berbeda. Pria kecewa dengan perkawinannya apabila ia merasa kurang berhasil dalam pekerjaannya ataupun adanya masalah dalam keluarga. Sedangkan wanita kecewa dengan perkawinannya apabila ada masa ini ia merasa tidak berguna karena tanggungjawabnya sebagai ibu berkurang, atau ia merasa suami tidak memperhatikannya.

  Perubahan pola keluarga membuat seseorang melakukan beberapa penyesuaian, diantaranya adalah penyesuaian terhadap perubahan peran. Hal ini dapat terlihat saat anak-anak mereka meninggalkan rumah, dan orangtua harus menghadapi penyesuaian kehidupan yang biasa disebut periode sarang kosong (empty nest). Selain itu dengan berakhirnya tanggung jawab sebagai orangtua, suami dan isteri menjadi saling bergantung satu sama lain.

  f. Penyesuaian diri dengan hilangnya pasangan Kehilangan pasangan karena kematian ataupun perceraian akan menimbulkan masalah penyesuaian diri bagi seseorang. Hal ini lebih terasa menyulitkan bagi wanita daripada pria. wanita usia madya yang kehilangan pasangan akan mengalami kesepian yang mendalam. Sedangkan pria yang kehilangan pasangan akan mengalami kekacauan pola hidup dalam rumah tangganya.

  g. Penyesuaian diri pada masa pensiun Masalah penyesuaian yang paling umum dalam masa pensiun adalah masalah yang berhubungan dengan anggota keluarga. Selain itu penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun lebih sulit bagi pria, dan kesulitan tersebut akan bertambah apabila tidak ada dukungan dari anggota keluarga.

  Sebaliknya hal ini tidak terlalu sulit bagi wanita, mereka tidak sulit mengisi waktu luang, dan mereka juga terbebas dari tekanan yang disebabkan oleh peran ganda yang disandangnya. h. Penyesuaian diri dengan ambang usia lanjut Orang pada usia madya sering mengalami ketakutan menghadapi usia lanjut, dan akibatnya mereka sering merasa tidak tenang. Biasanya mereka tidak mempersiapkan diri secara memadai dalam melakukan penyesuaian yang diperlukan semasa usia lanjut. Dengan demikian banyak dari mereka yang menghadapi usia lanjut sebagai salah satu periode hidup yang paling mengecewakan. Oleh karena itu apabila seseoang ingin menyesuaikan diri dengan baik pada masa tuanya, ia harus membuat persiapan yang baik agar dapat menghadapi masa tua dengan lebih baik.

D. Wanita Bekerja 1. Pengertian Wanita bekerja

  Wanita bekerja sering disebut juga wanita karir. Istilah ini dimaksudkan bagi wanita yang memperoleh mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lainnya. Jadi arti pertama dari wanita karir adalah wanita yang bekerja demi mencari uang. Pengertian kedua lebih cenderung kepada pemanfaatan kemampuan jiwa/ karena memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lainnya (Hendrick & Hendrick,1992).

  Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working Mother Forum, 2000). Maheshwari (1999) mengatakan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang pergi keluar rumah dan

  Menurut Matlin (1987), wanita bekerja memiliki dua arti, yaitu wanita yang bekerja di luar rumah dan wanita yang bekerja di dalam rumah. Unger (2004) mengemukakan istilah wanita bekerja atau ibu bekerja itu menunjukkan bahwa wanita itu tidak benar-benar bekerja sampai dia mendapatkan penghasilan.

  Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya namun ada juga yang merasa kesulitan hingga akhirnya menimbulkan persoalan.

  Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki status bekerja adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumahnya penghasilan.

2. Faktor-faktor yang Melandasi Wanita Bekerja

  Menurut Yulia (2007), faktor-faktor yang mendasari kebutuhan wanita untuk bekerja di luar rumah adalah : a.

  Tuntutan Hidup Ada beberapa wanita yang bekerja bukan karena mereka ingin bekerja tetapi lebih karena tuntutan hidup. Gaji suami tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehingga mereka terpaksa bekeja. Sepertinya tidak mungkin membina suatu rumah tangga baru jika si istri tidak mendukung keuangan keluarga khususnya bagi karyawan dengan gaji yang terbatas. Hal yang menyedihkan terjadi, pada wanita tersebut tiga beban yaitu menjadi ibu, menjadi istri, dan menjadi pencari nafkah. Hal ini bisa terjadi secara tiba-tiba karena suami terkena pemutusan hubungan kerja atau karena sakit sehingga tidak bisa bekerja lagi.

  b. Pendapatan tambahan untuk keleluasaan finansial Bagi beberapa wanita, jika mereka mempunyai penghasilan sendiri, mereka merasa lebih bebas dalam menggunakan uang. Mereka bisa mendukung keuangan keluarga mereka sendiri seperti member uang untuk orangtua, ikut membiayai kuliah adik, memberi sumbangan untuk keluarga yang sakit dan sebagainya.

  c. Aktualisasi diri dan prestise Manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi merupakan bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi ataupun karir, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di zaman sekarang ini, terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karir yang tinggi. Bagi wanita yang sejak sebelum tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan kebanggaan diri selain mendapatkan kemandirian secara finansial.

  d. Pengembangan bakat menjadi komersial Banyak juga ibu rumah tangga yang menjadi pengusaha atau tokoh terkenal bukan karena mengejar karir tetapi karena dengan sendirinya mereka berkembang oleh bakat yang dimilikinya. Ada banyak karir gemilang yang didapat oleh kaum ibu yang bermula dari sekedar hobi, seperti hobi menjahit, memasak, merangkai bunga, bahkan bergaul dan berbicara.

  e. Kejenuhan di rumah Ada juga para ibu yang rela meninggalkan anak-anak di rumah bukan karena desakan ekonomi dan bukan pula karena desakan batin untuk mengaktualisasikan dirinya. Mereka hanyalah ibu-ibu yang merasa bosan jika harus mengurus anak di rumah. Mereka lebih senang jika bisa mempunyai kesibukan dan berkesempatan untuk bercanda ria dengan rekan-rekan kerja.

E. Wanita Tidak Bekerja 1. Pengertian wanita tidak bekerja

  Adiningsih (2004) mengatakan bahwa dalam UU Perkawinan No.1/1974

  pasal 31 ayat 3, seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah tangga. Definisi ini menunjukkan bahwa seorang istri bertanggung jawab akan urusan rumah tangga,

  Wanita tidak bekerja dapat disebut juga dengan ibu rumah tangga (housewife). Menurut kamu Oxford, pengertian housewife adalah :

  “ a married woman whose main occupation is carrying for her family and running the household”

  Vivian (1999) mengatakan bahwa di Austria kata ibu rumah tangga adalah wanita 18 tahun atau diatas 18 tahun, yang mengurus rumah. Di Perancis ibu rumah tangga diartikan sebagai female shopper.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak bekerja adalah seorang wanita yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekerjaan diluar rumah.

  F.

  

Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Bekerja Dan Tidak

Bekerja

  Peristiwa penting dalam kehidupan seorang wanita yang akan dialami oleh wanita yang memasuki usia madya adalah menopause. Sebagian besar wanita menganggap bahwa menopause adalah suatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan, meskipun hal tersebut merupakan hal yang alami. Menopause akan memunculkan perubahan-perubahan fisik yang menyebabkan permasalahan psikologis. Perubahan fisik tersebut antara lain hambatan fungsi ingatan, mudah marah, cemas dan mudah tersinggung (Bromwich, 1992). Menurut hasil penelitian Wilujeng (2008) tentang perubahan fisik dan psikologis ibu pada masa menopause di Medan Johor data yang diperoleh dari perubahan fisik 107 orang responden keriput 52,3% dan bertambah berat badan 50,5%. Sedangkan yang mengalami perubahan psikologis wanita menopause di Kelurahan Medan Johor sebanyak 71,0%, dan gangguan yang timbul dengan keluhan cepat marah 35,5%, mudah tersinggung 37,4%.

  Perubahan yang diikuti dengan gejala-gejala menopause tersebut terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti. Dalam masa ini juga wanita menopause sering mengalami depresi (menopausal depression) yang ditandai dengan the emptyness syndrom. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di Menopause Clinic

  

Australia bahwa ditemukannya 31,3 % pasien yang mengalami kecemasan dan

  depresi dari 300 pasien usia menopause. Keadaan-keadaan tersebut secara psikologis sangat menekan meskipun ada juga wanita yang tidak merasakan apa- apa atau tidak ada keluhan-keluhan fisik saat datangnya menopause (Palupi, 2007) Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berat ringannya stress yang dialami wanita dalam menghadapi masa menopause sebagai akibat penilaiannya terhadap

  menopause (Retnowati Noor, 2001).

  Apa yang dialami oleh seseorang akan menentukan bagaimana sikap seseorang terhadap hal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Azwar (2007) bahwa dalam kehidupan sehari-hari selalu saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku seorang individu terhadap sesuatu yang dihadapi. Sikap tidak hanya ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi saat sekarang, serta harapan-harapan individu untuk masa yang akan datang. Sikap positif terhadap menopause diyakini dapat memudahkan transisi

  

menopause , sedangkan sikap negatif dapat menyebabkan stress dan tekanan

psikologis (Berger, 1999).

  Saat memasuki menopause, ada wanita yang menyambutnya dengan biasa bahkan ada juga dengan sikap positif karena menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupan alamiah. Sebaliknya ada yang menyambutnya dengan sikap negatif dan penuh kecemasan. Kondisi emosi tidak stabil ini bisa dikarenakan pengaruh perubahan hormon, atau bisa karena faktor yang sifatnya sangat individual. Selain itu, fase menopause sering diringi dengan keadaan menegangkan lain dalam kehidupan wanita seperti merawat orang tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, melihat anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah serta penyesuaian

  • –penyesuaian lain dalam kehidupan setengah baya (Palupi, 2007).

  Dalam hal ini, Gluckman (1979) berpendapat bahwa pada umumnya wanita yang banyak mengalami masalah pada masa menopause adalah wanita tidak bekerja. Wanita tersebut yang hidupnya selalu tertekan dan tidak bebas, sehari-hari hanya berurusan dengan anak-anak, mereka lebih mudah terkena depresi. Berbeda dengan wanita yang bekerja, apapun jenis pekerjaannya mereka lebih sulit terserang depresi karena dapat melibatkan dirinya secara aktif dalam suatu peran dan bisa memuaskan kebutuhannya (Sadli, 1983). Seseorang bisa melakukan interaksi dan sosialisasi dengan orang lain dengan bekerja sehingga sejalan dengan pendapat Jatman (2000), wanita menopause yang berpendidikan tinggi dan bekerja di luar rumah, juga tidak mudah terkena depresi karena dapat melibatkan dirinya secara aktif sehingga dapat dilihat bahwa wanita yang tidak bekerja akan merasa transisi dalam memasuki masa menopause lebih berat daripada wanita yang bekerja.

  Namun tidak semua wanita yang bekerja merasakan hal positif. Wanita yang bekerja memiliki peran ganda selain sebagai istri, ibu rumah tangga, juga sebagai pencari nafkah, dan menjalankan peran tersebut sering mengalami stres (Astrini, 2001). Sebagai pencari nafkah, wanita bekerja sering mengalami stres yang bersumber dari lingkungan kerja. Alasan yang menyebabkan terjadinya stres antara lain, tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan social yang buruk, pendidikan rendah, peningkatan jenjang karir serta merasa tidak nyaman dalam bekerja (Hardjana, 1994).

  Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, gejala yang dialami wanita bekerja mulai dari sedang sampai parah sangat mengganggu dalam bekerja bahkan ada yang sampai berhenti bekerja (Sarrel, 1991). Gejala yang dialami dalam menopause yang berdampak pada pekerjaan adalah konsentrasi yang buruk, kelelahan, memori yang buruk, kurang percaya diri. Gejala rasa panas yang dialami di tempat kerja merupakan sumber utama penderitaan bagi banyak wanita bekerja (Griffiths, MacLennan & Vida Wong, 2010). Gejala-gejala menopause dapat menimbulkan masalah dan rasa malu bagi beberapa wanita, sehingga mereka merasa kurang percaya diri dan bertentangan dengan citra profesional yang diinginkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja .

G. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan sikap dalam menghadapi

  menopause pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 12

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Garam 2.1.1. Pengertian Garam - Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Konsumsi Beriodium Dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri

0 1 17

Efektivitas Obat Kumur Ekstrak Daun Serai 3% (Cymbopogon Nardus (L.)Rendle) Dalam Menurunkan Akumulasi Plak Pada Mahasiswa Fkg Usu Angkatan 2014

1 2 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Plak gigi didefinisikan sebagai massa organisme yang berupa deposit lunak, membentuk suatu lapisan tipis biofilm, melekat pada permukaan gigi, permukaan kasar lainnya pada rongga mulut seperti restorasi yang permanen atau a

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Jiwa - Perbandingan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART) dalam Menentukan Perusahaan Asuransi Terbaik

0 0 19

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)

0 0 22

Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)

0 1 8

Lampiran 1 Hasil Analisa Aitem Uji Coba Skala Sikap Terhadap Menopause

0 1 33