Revitalisasi Pancasila sebagai solusi at (1)

0
REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI SOLUSI ATAS
PERMASALAHAN YANG DI HADAPI BANGSA INDONESIA
Oleh : Eko Eddya Supriyanto1

A. PENDAHULUAN
Pancasila mempunyai peranan penting dalam mempersatukan dan
membangun sendi-sendi persatuan bangsa, karena pancasila diambil dari falsafah
bangsa secara historis sebagai suatu ideologi atau pandangan hidup bangsa
indonesia.
Terjadinya kemerosotan akhlak dan moral generasi muda saat ini menjadi
tonggak kenapa harus dimulainya revolusi peranan moral dalam tatanan peran
kepemudaan bagi keberlanjutan genarasi kehidupan bangsa. Kita bukan
kehilangan arah semata saja tetapi juga kebingungan dalam menilai mana yang
merupakan kepribadian bangsa.
Seperti yang di tegaskan oleh Mohammad Hatta Pada tanggal 11 Juni
1957. "Revolusi kita menang dalam menegakkan negara baru, dalam
menghidupkan

kepribadian


bangsa.

Tetapi

revolusi

kita

kalah

dalam

melaksanakan cita-cita sosialnya. Krisis ini dapat diatasi dengan memberikan
kepada negara pimpinan yang dipercayai rakyat! Oleh karena krisis ini
merupakan krisis demokrasi, maka perlulah hidup politik diperbaiki, partaipartai mengindahkan dasar-dasar moral dalam segala tindakannya. Korupsi
harus diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan tidak memandang bulu. Jika
tiba di mata tidak dipicingkan, tiba di perut tidak dikempiskan. Demoralisasi
yang mulai menjadi penyakit masyarakat diusahakan hilangnya berangsurangsur dengan tindakan yang positif, yang memberikan harapan kepada
perbaikan nasib." (Deliar Noer, Mohammad Hatta: Biografi Politik, LPE3S,


1

Makalah tugas kuliah di pascasarjana

1
Jakarta, 1990, halaman 504-505. Bandingkan, Mohammad Hatta, Bung Hatta
Berpidato Bung Hatta Menulis, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1979, halaman 73-93).
Menyaksikan praksis kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia akhirakhir ini, potensi kemungkinan Indonesia menjadi “negara gagal” semakin besar.
Mengacu pada kenyataan Francis Fukuyama, ancaman terbesar abad ke-21 adalah
“negara gagal”, ditandai antara lain kemiskinan, pengangguran, konflik antar
kelompok, dan merebaknya aksi teror. (St. Sularso Sila Pertama : Kesalehan
Sosial Bangkrut dalam Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Penerbit Kompas,
Jakarta, 2010, halaman 3).
Itu karena yang kita hadapi tidak hanya krisis identitas, tetapi juga krisis
intelektual dan hati nurani (akhlak dan moral) yang mencerminkan krisis karakter
bangsa (Sumarno Soemarsono, Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju
Terang, PT Elex Komputindo, 2009). Karena pembangunan karakter diabaikan,
kondisi bangsa indonesia sekarang ibarat “gunung es”, kelihatannya gagah
perkasa, tetapi jiwa atau fondasinya rapuh.
Repotnya, warisan luhur yang dipuji berbagai tokoh dunia itu, karena

kesalahan praktik pemerintahan Orde Baru yang menjadikannya mesin
indoktrinasi politik, pancasila dianggap sudah apak-basi, kelima sila dengan inti
dasarnya kemanusiaan (N. Drijarkara, Karya Lengkap Drijarkara, Kanisius,
2006) mengerucut pada sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa, itu dianggap
tidak relevan. Tidak hanya tidak di hayati, dihafalkan anak sekolah pun tidak,
apalagi dipraktikan dalam praksis kehidupan bernegara dan berbangsa. Go to hell
Pancasila!
Menyangkut bentuk negara, berdasarkan agama atau nasionalisme, terjadi
perdebatan panjang sebelum akhirnya ditemukan kesepakatan, antara lain
mengerucut dalam kelima sila pancasila. Karena itu, anjuran aktualisasi dan
revitalisasi merupakan suatu keharusan, yang ditempatkan tidak hanya dalam

2
konteks ini sila pertama-tetapi lebih jauh lagi dalam kaitan hubungan agama dan
negara.
Namun

munculnya

perda-perda


syariah

bermasalah

menyangkut

keberagamaan, merebaknya partai-partai politik berdasarkan agama, menunjukan
belum selesai tuntasnya hubungan agama dan negara, yang menyangkut dua hal
pokok : pertama, hubungan negara dan agama dan kedua, implementasi prinsip
negara. dari latar belakang tersebut tentunya perlu pemahaman yang sangat
seksama dari sebuah keragaman adalah sebuah berkah yang menjadikan dasar
mengapa kita harus merevitalisasi dan mengaktualisasi Pancasila.
B. PERMASALAHAN DALAM KEMEROSOTAN MORAL BANGSA :
Sebagai ideologi bangsa Indonesia tentunya pancasila mempunyai
semacam magnet permersatu bagi bangsa ini, sehingga oleh para penggalinya
salah satu diantaranya adalah Ir. Soekarno dijadikan sebagai jargon untuk
menyatukan setiap perbedaan yang ada dan beliau menyadari betul bahwa
keragaman ini adalah sebuah berkah, realitas kemajemukan itu perlu disyukuri,
dikembangkan, dan ditempatkan dalam batu sandi dasar ideologi bernegara.

Pancasila sebagai basis ideologis dan garis haluan bersama negara
Indonesia yang plural dan multikultural masih tetap marjinal dalam diskursus
kehidupan nasional. Lalu bagaimana cara merevitalisasi dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kondisi kontemporer negara ini.
berikut adalah beberapa penjelaslan dalam merevitalisasi Pancasila dalam
mencegah krisis moralitas yang dihadapi bangsa ini.
1. Kendala apa saja yang menyebabkan Revitalisasi Pancasila terhambat
2. Bagaimana Kondisi Kontemporer Pancasila?
3. Bagaimana Kondisi Moral bangsa ini?
4. Peran Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam menanggulangi permasalahan
bangsa.

3

C. REVITALISASI

PANCASILA

DALAM


RANGKA

MENGATASI

PERSOALAN YANG DIHADAPI BANGSA
1. Kendala Revitalisasi Pancasila
Menurut Azyumardi Azra, Revisitasi Pancasila dalam kumpulan Esai
Merajut Nusantara Rindu Pancasila, ada tiga faktor yang membuat Pancasila
tetap masih marjinal dalam hiruk biru perkembangan politik Indonesia.
Pertama, dalam ingatan bersama banyak kalangan, Pancasila masih
dipandang tercemar karena kebijakan rezim Soeharto yang pernah
menjadikan Pancasila sebagai alat politik mempertahankan status qou
kekuasaan. Rezim Soeharto juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang
diindoktrinasikan melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4).
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh
Presiden B.J. Habibie tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap
organisasi yang memberikan peluang bagi asas-asas ideologi lain, khususnya
yang berbasiskan agama.
Ketiga, desentralisasi dan otonomi daerah yang sedikit banyak

memperkuat semangat kedaerahan, berbau nasionalisme lokal yang tumpang
tindih dengan etno-nasionalisme dan bahkan sentimen agama.
Tetap kurangnya perhatian publik terhadap Pancasila cukup
mencemaskan: lampu kuning jika kita ingin Indonesia tetap terintegrasi.
Padahal, Pancasila sebagai dasar negara dan garis haluan bersama dalam
kehidupan negara-negara Indonesia merupakan aktualisasi tekad bersama
segenap warga untuk tetap bersatu ditengah berbagai keragaman. Pancasila
sebagai kerangka dan dasar ideologis negara-bangsa Indonesia merupakan
sebuah deconfessional ideology, ideologi yang tidak berbasiskan agama

4
manapun. Khususnya dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa,
Pancasila adalah sebuah ideologi yang sesuai dan bersahabat dengan agama.
Sebagai deconfessional ideology, Mark Juergensmeyer, guru besar
radikalisme agama UC Santa Barbara, pernah mengatakan bahwa Pancasila
adalah rahmat terselubung bagi bangsa indonesia sebab Pancasila adalah
rligiously frienfly ideology yang membuat tidak ada alasan yang valid untuk
mengganti pancasila dengan ideologi yang lainnya.
Yang menjadi kelandala revitalisasi Pancasila selanjutnya adalah
radikalisme atas nama agama, kebencian dan kekerasan atas nama agama

mungkin karena sebagian masyarakat kita lebih memuliakan agama dari pada
tuhan. Mereka lupa bahwa agama-betapapun mulianya-adalah sarana untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, dan Tuhan Yang Maha Suci hanya bisa
didekati dengan kesucian hati yang terpancar dalam perbuatan penuh kasih
dan sayang: memberi dan melayani. Karena itu pula. Tuhan disebut Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. (Raka Santeri Masyarakat Pancasilais,
dalam Merajut Nusantara Rindu pancasila).
Kendala-kendala tersebut sangat santer terdengar dipermukaan, akibat
dari steatment terhadap Pancasila yang dianggap oleh bangsa ini sudah usang.
Padahal dulu para pendiri negeri ini, Menurut sejarawan dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam Gelombang pertama
ketika Pancasila diciptakan saat Soekarno berpidato di depan BPUPKI, 1 Juni
1945.

Gelombang

kedua

ketika


konstituante,

pasca-Pemilu

1955,

memperdebatkan apakah Pancasila terus jadi dasar negara atau ideologi lain.
Hal itu berujung pada Dekrit Presiden tahun 1959. Gelombang ketiga terjadi
ketika

Pancasila

dimanipulasi,

disalahgunakan,

dan

hanya


boleh

diterjemahkan, diinterpretasikan, dan bahkan dipakai menjadi alat untuk
”memukul” musuh-musuhnya oleh satu kekuatan Orde Baru di bawah rezim
kepemimpinan Soeharto. Akibatnya, ketika rezim Orde Baru tumbang pada

5
masa reformasi, kejatuhan Soeharto berdampak buruk terhadap Pancasila
yang makin dilupakan.
Namun, sekarang untuk merevitalisasi Pancasila tidak mudah. Jika
pada masa Soekarno mereka (para bapak pendiri bangsa) menempatkan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa di urutan pertama karena dianggap penting untuk
menyatukan semua pihak, pada masa sekarang justru harus dimulai dari sila
kelima karena memang di situlah tuntutan zamannya.
Para pembuat kebijakan beranggapan, penjabaran nilai-nilai Pancasila
hanya dalam bentuk kebijakan-kebijakan, seperti peraturan dan perundangundangan. Namun, yang terjadi kemudian, aturan, UU, dan kebijakan boleh
saja terbentuk, tetapi melenceng sama sekali dari nilai-nilai Pancasila sendiri.
Pancasila, Apalagi saat ini masyarakat Indonesia mengalami kondisi
kebebasan yang benar-benar nyaris diterapkan tanpa memedulikan batasan
nilai-nilai yang ada.

Upaya perwujudan nilai-nilai selama ini terkesan setengah hati. Tidak
banyak yang peduli jika Pancasila diganggu oleh ideologi lain. Lemahnya
dukungan juga terlihat pada wacana tentang Pancasila yang cenderung
melemah. Upaya pemerintah lewat program empat pilar kebangsaan juga
dinilai kurang mengena kepada kajian tema-tema kebangsaan karena
dibawakan dalam ranah reses yang di bawakan dengan suasana politis,
sehingga terkesan di paksakan pemberian program sosialisasi tersebut.
2. Bagaimana kondisi Pancasila Pada Saat ini
Menegakkan hak asasi manusia (HAM) dan melakukan gerakan
revitalisasi pancasila merupakn upaya cerdas mempertahankan keutuhan
bangsa indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya kekerasan
dan pelanggran ham di negara kita negara indonesia. pancasila bukan hanya
simbol negara dan falsafah tertinggi yang bisa mempersatukan warga negara
tanpa melihat latar belakang Suku, Agama maupun Ras. Tetapi juga

6
merupakan tutorial hidup berbangsa dan bernegara negara Indonesia. Lima
dasar atau yang lebih di kenal dengan sebutan pancasila akhir-akhir ini
sedang mengalami pergeseran nilai fungsi dan peranannya akibat ulah
kelompok yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa
indonesia.
Sampai sekarang belum terlihat jelas upaya mewujudkan nilai sila-sila
Pancasila secara sungguh-sungguh. Tidak pernah sepenuh hati dilaksanakan
secara konkret. Jangankan dilaksanakan dengan kesungguhan, keinginan
membicarakannya saja cenderung ogah-ogahan belakangan ini. Sudah mati
angin. Pancasila terkesan seperti ditelantarkan.
Sebaliknya, godaan menggantikannya sebagai ideologi negara tidak
pernah surut meski tidak selalu terbuka. Upaya diam-diam, pelan-pelan, dan
terselubung lebih berbahaya ketimbang terbuka karena lazimnya sulit
diantisipasi. Lebih memprihatinkan lagi dan sungguh tidak adil jika pancasila
sampai dijadikan kambing hitam atas segala kemacetan dalam sosial, politik,
ekonomi, dan keamanan selama ini. segala kegagalan mewujudkan Indonesia
yang sejahtera dan berkeadilan antara lain karena tidak ada kesungguhan
mewujudkan pembangunan yang mengacu pada nilai-nilai visioner Pancasila.
(Rikard Bagun Pancasila Janganlah diabaikan, dalam Merajut Nusantara
Rindu Pancasila, Penerbit Kompas).
a. Pancasila dalam Bingkai Demokrasi Indonesia
Demokrasi Pancasila menjadi masih ideal, paling tidak dalam
pandangan sejumlah member di facebook dan twitter yang coba penulis
tanyakan dari tanggal 20-29 September 2012. Pandangan-pandangan
filosofis itu terkait dengan bingkai Pancasila dalam demokrasi. Sejumlah
pendapat mengatakan bahwa demokrasi Pancasila dikaitkan dengan
kelima Sila dalam pancasila. Sementara yang lain berpandangan cukup
dikaitkan dengan sila keempat saja. Pendapat lain, mengaitkan sila
keempat dengan sila kelima.

7
Terus terang, terasa indah sekali defenisi atau perspektif
masyarakat Indonesia tentang demokrasi Pancasila. Dari yang sudah
dipahami, terlihat masyarakat belum bisa menjangkau secara spesifik apa
yang dinamakan dengan demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila tentu
dikaitkan dengan penggalinya, yakni Soekarno. Tanggal kelahiran juga
disebut, yakni I Juni 1945. Demokrasi Pancasila bahkan dikaitkan dengan
kultur bangsa Indonesia yang berdemokrasi berbeda dengan cara-cara
Barat (dalam hal ini Eropa dan Amerika Serikat).
Namun, pandangan ideal tentang Demokrasi Pancasila menjadi
gugur ketika melihat dan mengikuti pelaksanaannya bahkan di tangan
Soekarno. Dalam keadaan terdesak akibat himpitan perang dingin antara
Uni Sovyet dan Amerika Serikat, Soekarno muncul dengan pandanganpandangan baru yang mencoba menyatukan bangsa-bangsa Asia Afrika
dengan membentuk Gerakan Non Blok. Soeharto meneruskan apa yang
dilakukan Soekarno, yakni dengan beberapa kali menghadiri pertemuanpertemuan Gerakan Non Blok ini. Pancasila sendiri, sebagai ideologi, bisa
didefenisikan menurut :
Satu : Teisme.
Dua : Humanisme.
Tiga : Nasionalisme
Empat : Demokrasi
Lima : Sosialisme
Hanya saja, kelima paham dalam Pancasila itu kadung menghadapi
masalah jika dikaitkan dengan universalisme atau internasionalisme.
Gempuran paham-paham yang menderas masuk ke Indonesia berasal dari
ideologi-ideologi internasional, baik dari sebelah kiri maupun dari sebelah
kanan. Dari sebelah kiri adalah komunisme, sementara dari sebelah kanan
adalah teologi.
Tentu variasi-variasi ideologis, baik kiri atau kanan, bahkan
campuran keduanya, juga mempengaruhi pola pikir para penyusun

8
Pancasila. Pengaruh itu ikut masuk ke dalam konstitusi. Namun,
pergulatan pemikiran yang intensif di kalangan pendiri bangsa
menyebabkan terjadinya proses “naturalisasi” dengan konteks Indonesia.
Walaupun begitu, konstitusi Indonesia termasuk yang paling moderen di
zamannya, sehingga hanya bisa dibandingkan dengan konstitusi Amerika
Serikat.

http://indrapiliang.com/2010/07/13/demokrasi-pancasila-dlm-

budaya-politik-amp-etika-politik/ (diakses 19/11/2011).
b. Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa
Jalan tengah Pancasila itu bukanlah pilihan oportunis yang timbul
dari lemahnya kepercayaan diri, melainkan pancaran dari karakter
keindonesiaan. Bung Karno menyatakan, “Tidak ada dua bangsa yang cara
berjoangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoang sendiri,
mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa
sebagai individu mampunyai keperibadian sendiri. Keperibadiaan yang
terwujud

dalam

pelbagai

hal,

dalam

kebudayaannya,

dalam

perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya.”
Karakter keindonesiaan itu pertama-tama tercetak karena pengaruh
ekosistemnya. Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai
negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau, karakter keindonesiaan juga
merefleksikan

sifat

lautan.

Sifat

lautan

adalah

menyerap

dan

membersihkan; menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan
juga dalam keluasannya mampu menampung segala keragaman jenis dan
ukuran.
Sebagai “negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di
titik strategis persilangan antar benua dan antarsamudera, dengan daya
tarik kekayaan sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi
titik-temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban.
Maka, jadilah Indonesia sebagai tamansari peradaban dunia dengan mental
penduduknya yang berjiwa kosmopolitan. Karakter keindonesiaan juga
merefleksikan sifat tanahnya yang subur, terutama akibat debu muntahan

9
deretan pegunungan vulkanik. Tanah yang subur, memudahkan segala hal
yang ditanam, sejauh sesuai dengan sifat tanahnya, untuk tumbuh. Seturut
dengan itu, karakter keindonesiaan adalah kesanggupannya untuk
menerima dan menumbuhkan. Di sini, apapun budaya dan ideologi yang
masuk, sejauh dapat dicerna oleh sistem sosial dan tata nilai setempat,
dapat berkembang.
Penindasan

ekonomi-politik

oleh

kolonialisme-kapitalisme

memang banyak menggerus sifat-sifat kemakmuran, kosmopolitan,
religius, toleran dan kekeluargaan dari tanah-air ini. Di sisi lain,
kolonialisme-kapitalisme

juga

mengandung

kontradiksi-kontradiksi

internalnya tersendiri yang membawa unsur-unsur emansipasi baru,
seperti humanisme, perikebangsaan, demokrasi dan keadilan, yang dapat
memperkuat karakter keindonesiaan. Persenyawaan antara anasir karakter
asal yang mengendap laten dalam jiwa penduduk dan visi emansipasi baru
itu diidealisasikan oleh para pendiri bangsa sebagai sumber jatidiri,
falsafah dasar dan pandangan hidup bersama.
Oleh karena itu, kategorisasi yang bersifat saling mengucilkan
antara “golongan kebangsaan” dan “golongan Islam”, dengan identifikasi
turunannya bahwa yang satu disebut pro-Pancasila dan yang lain kontraPancasila,

sesungguhnya

merupakan

keserampangan.

Dalam

kenyataannya, baik anggota golongan kebangsaan maupun golongan Islam
tidaklah monolitik. Lebih dari itu, secara substantif, kedua golongan
memiliki kesepahaman yang luas. Terbukti, para pengusul untuk setiap
sila dalam BPUPK sama-sama datang baik dari “golongan kebangsaan”
maupun “golongan Islam”. Apa yang mereka idealisasikan sebagai dasar
kehidupan bersama itu disarikan oleh Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945
ke dalam lima sila, yang disebutnya sebagai “dasar falsafah”
(philosofische grondslag) atau “pandangan dunia” (weltanschauung)
negara/bangsa Indonesia. Kelima sila, menurutnya, merupakan unsur
“meja statis” yang menyatukan bangsa Indonesia, sekaligus Leitstar

10
(bintang pimpinan) dinamis, yang memandu perkembangan bangsa ke
depan.

3. Kondisi Moralitas Bangsa Indonesia
Hampir

enam

belas

tahun

setelah

Reformasi

digulirkan,

perkembangan demokrasi di Indonesia belum memberi manfaat besar bagi
perbaikan kehidupan bangsa. Bahkan banyak orang mulai sangsi dengan janji
demokrasi di negeri ini. Dari penjelajahan hampir setiap pekan mengarungi
cakrawala Nusantara, dari jarak dekat dengan bau keringat dan kaki
kebangsaan, dengan mudah terpergoki retakan-retakan dari arsitektur
kenegaraan kita. setelah reformasi demokratis digulirkan, Indonesia adalah
tenunan yang robek, karena simpul yang rapuh.
Dari Danau Sentani di Papua hingga Danau Toba di Sumatera Utara,
kebeningan air kearifan memang masih tersisa, tetapi polusi yang ditimbulkan
oleh limbah politik kian mendekat mengancam ketahanan ekosistem
kebudayaan. Tentu merisaukan, karena Indonesia adalah pertautan politik dari
keragaman budaya. Jika politik sebagai simpul pertautan itu rapuh, kekayaan
warisan budaya Nusantara itu tidak bisa diikat menjadi sapu lidi yang kuat,
tetapi sekadar serpihan lidi yang berserak, mudah patah.
Indonesia lebih merupakan state-nation ketimbang nation-state. Dasar
mengada dari bangsa ini tidak lain karena eksistensi negara. Bangsa Indonesia
dipersatukan bukan karena kesamaan budaya, agama, dan etnisitas, melainkan
karena adanya negara persatuan, yang menampung cita-cita politik bersama,
mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Jika negara merupakan
faktor pemersatu bangsa, negara pula yang menjadi faktor pemecah-belah
bangsa. Dengan demikian, lebih dari negara mana pun di muka bumi ini,
politik kenegaraan bagi Indonesia sangatlah vital untuk menjaga keutuhan
dan keberlangsungan bangsa.

11
Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain
karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa
kekeluargaan.

Peraturan

daerah

berbasis

eksklusivisme

keagamaan

bersitumbuh menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan; lembagalembaga finansial dan korporasi internasional dibiarkan mengintervensi
perundang-undangan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan
beradab; tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah menguat dalam
pemilu kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan; anggota parlemen
bergotong royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangan ”dana aspirasi”
seraya

mengabaikan

aspirasi

rakyat,

melupakan

kegotongroyongan

berdasarkan hikmah kebijaksanaan; ekspansi neoliberalisme, kesenjangan
sosial dan tindak korupsi melebar menjegal keadilan sosial.
Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang,
membawa kembali rakyat pada periode prapolitik, saat terkungkung dalam
hukum besi sejarah survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada jarak yang
lebar antara voices dan choices; antara apa yang diargumentasikan dengan
pilihan institusi dan kebijakan yang diambil. Demokrasi yang diidealkan
sebagai wahana untuk memperjuangkan kesetaraan dan persaudaraan lewat
pengorganisasian kepentingan kolektif justru menjadi instrumen bagi
kepentingan privat.
Distorsi ini terjadi karena orang-orang bekerja dari politik, bukan
untuk politik. Di sinilah pintu masuk bagi persekongkolan antara pengusaha
hitam dan politisi hitam dalam proses institutional crafting dan legal drafting.
Suatu penyanderaan demokrasi yang mengarah pada legalisasi kejahatan.
Tiba-tiba saja nubuat Pramoedya Ananta Toer dalam Rumah Kaca menjadi
kenyataan, ”Akan ada permainan politik oleh orang-orang kriminal dan
permainan kriminal oleh orang-orang politik.” (Pramoedya Ananta Toer,
Rumah Kaca, )
Yang ditakutkan adalah negara ini menjadi “negara gagal”, apa
mungkin bangsa kita ini tidak bisa maju, mungkinkah bangsa ini akan gagal?

12
Melihat kenyataan Republik ini yang ditinjau dari beberapa kondisi yang
memang cukup serius antara lain :
a. Perekonomian yang lemah
b. Adanya gerakan separatis yang tak kunjung terselesaikan
c. Konflik sosial dan brutalisme masyarakat
d. Permusuhan etnis, agama, terror
e. Kurangnya perlindungan lingkungan (ekosistem yang rusak)
f. Pertumbuhan ekonomi yang tersendat
g. Keputusan-keputusan elit yang tidak merakyat (kenaikan harga, impor,
dsb)
h. Factor geografis
i. Factor sejarah
j. Banyaknya pengungsi di negeri sendiri
k. Penduduk miskin yang setiap tahun semakin meningkat
l. Administrasi pemerintahan yang buruk
m. Korbankan generasi muda (kurang seriusnya bidang pendidikan)
n. Menuju krisis energy
Menjadi sangat berbakat memasuki “Zona Merah” atau “Zona
Bahaya” dari sebuah Negara bangsa (Nation State) yang lemah dan sedang
bergerak menuju Negara Yang Gagal. (Prof. Dr. Robert. J. Rotberg, Direktur
Program Konflik John F. Kenedy School of Government, Harvard
University).

4. Peran

Pancasila

Sebagai

Ideologi

Bangsa

Dalam

Mengatasi

Permasalahan Bangsa
Revolusi

mental-kebudayaan

itu

bisa

dilakukan

dengan

menghidupkan kembali karakter (kedalaman dan keluasan) para pendiri
bangsa dan semangat dasar pendirian negara. Seperti diungkapkan Bung
Karno dalam pidato 1 Juni, ”Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita

13
semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat
Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat
Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat
Indonesia, melainkan Indonesia buat Indonesia—semua buat semua! Jikalau
saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah
saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ’gotong royong’.
Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong!”
Diplesetkannya Pancasila menjadi “PANCAGILA” oleh sebuah LSM
yang tak mau disebutkan namanya di salah satu kota di daerah Jawa Barat ini
katanya Rindu Pancasila dengan memplesetkan butir sila pancasila menjadi
sebagai berikut :
1. Keuangan Yang Maha Kuasa (Ketuhanan Yang Maha Esa)
2. Korupsi Yang Adil dan Merata (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia (Persatuan Indonesia)
4. Kekuasaan Yang dipimpin oleh Nafsu Kebejatan dalam Persengkongkolan
dan Kepura-puraan (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa
dalam permusyawaratan/perwakilan).
5. Kenyamanan Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat Indonesia
(Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Plesetan sila dalam pancasila diatas menjadikan indikasi bahwa
pancasila yang menjadi ideologi dan sebuah falsafah bangsa sengaja
dipendam hidup-hidup oleh oknum-oknum yang punya kepentingan dalam
kekuasaan, entah itu dilakukan sebagai bumper untuk menjatuhkan rezim
atau mungkin benar-benar panggilan hati untuk mengkritisi kebijakan rezim.
Lalu bagaimana Pancasila bisa mengatasi seluruh solusi bangsa ini
apabila Pancasila ini sendiri tidak dimasyarakatkan oleh para Rezim di

14
Negara ini? memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk dapat
memasyarakatkan Pancasila sendiri, bahkan rezim orde baru yang katanya
memperjuangkan penegakan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa
pun masih jauh dari harapan masyarakat, karena pemasyarakatan pancasila
cenderung bersifat memaksa dan seolah-olah Pancasila dijadikan jargon yang
diselewengkan oleh pemerintah orde baru pada masa itu. Meskipun banyak
yang menghujat sistem pemasyarakatan Pancasila oleh rezim orde baru
(Orba) atau biasa yang disebut sistem Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) tapi bagi penulis banyak pengalaman yang bisa diambil atau
bahkan sesuatu yang positif dari sistem pemasyarakatan orba atau P4
tersebut. Seperti misalnya tidak ada organisasi yang berideologi selain
pancasila sehingga pancasila menjadi kuat secara ideologis.
Pancasila bisa menjawab semua persoalan-persoalan bila Revitalisasi
Pancasila bisa diterapkan secara berkelanjutan (Sustainable) lalu bagaimana
caranya melanjutkan cita-cita Proklamasi-Rerformasi yang katanya terdapat
banyak permasalahan mulai yang sifatnya sosial, politik, ekonomi, sampai ke
permasalahan keadilan atau hukum yang katanya tak bisa terselesaikan
karena setiap masalah akan diselesaikan datang permasalahan-permasalahan
yang baru sehingga permasalahan yang lama ditanggalkan dan dibiarkan
tinggal kenangan sehingga karena permasalahan yang menumpuk tersebut
lama-lama permasalahan tersebut menjadi bom waktu bagi masa depan
negeri ini karena tak pernah diselesaikan secara tuntas hingga ke akarnya.
Berikut adalah cara-cara bagaimana agar pancasila itu bisa menjawab semua
permasalahan bangsa.
1. Memasyarakatkan kembali ideologi Pancasila
Apabila kita mempersoalkan pemasyarakatan pancasila, kita
berhadapan dengan permasalahan yang nampaknya kontradiktif: disatu
pihak Pancasila sudah merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia:
Pancasila bukan impor dari luar negeri, bukan suatu ideologi yang

15
dipikirkan oleh satu dua orang pintar, melainkan merupakan milik
masyarakat Indonesia sendiri sebagai kesadaran dan cita-cita moralnya.
Dilain pihak masyarakat dianggap masih harus lebih meresapkan
Pancasila, hal mana berarti bahwa Pancasila belum secukupnya menjadi
milik masyarakat.
Beberapa

pertimbangan-pertimbangan

yang

menunjukan

kontrasiksi kalau pancasila masih harus dimasyarakatkan, padahal di lain
pihak sudah merupakan milik masyarakat indonesia sejak beribu-ribu
tahun Pancasila masih tetap perlu dimasyarakatkan dalam sekurangkurangnya dua arti (Frans Magnis Suseno dalam Kuasa dan Moral, yang
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001)
Pertama. Dalam arti kesediaan untuk membangun kehidupan
bersama atau kehidupan nasional atas dasar Pancasila itu – hanya atas
dasar Pancasila, dan tidak atas dasar segala macam nilai, pandangan,
harapan, dan cita-cita lain yang dimiliki oleh masing-masing kelompok
masyarakat, tetapi tidak atas dasar segala macam nilai, pandangan,
harapan, dan cita-cita lain yang dimiliki oleh masing-masing kelompok
masyarakat, tetapi tidak dimiliki oleh semua. Jadi dalam arti semua pihak
bersedia untuk tidak memaksakan pandangan khusus mereka sendiri
kepada seluruh masyarakat. Bahwa semua bersedia untuk menghormati
kompromis nasional yang menjadi prasyarat bahwa seluruh bangsa
bertekad membangun kehidupan nasional bersama, dan untuk tidak –
belakangan – berusaha untuk mendominasi masyarakat dan mengurangi
kesamaan kedudukan pihak-pihak lain.
Kedua. Dalam arti bahwa nilai-nilai, pandangan-pandangan, dan
harapan-harapan yang terungkap dalam Pancasila dan sudah sejak
sediakala dihayati menurut implikasi-implikasi bagi kehidupan bersama
bangsa Indonesia bersama sekarang. Kepribadian suatu bangsa dan nilainilai yang dihayati oleh masyarakat bukanlah sesuatu yang statis tak

16
berubah, melainkan selalu berkembang berhadapan dengan tantangantantangan yang bisa dihadapi bangsa itu pada setiap zaman. Hal ini berarti
bahwa bangsa indonesia pun selalu harus memantapkan kembali identitas
kepribadiannya berhadapan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi
bangsa indonesia pun selalu harus memantapkan kembali identitas
kepribadiannya berhadapan dengan tantangan-tantangan baru. Dan oleh
karena itu maka nilai-nilai yang terungkap dalam Pancasila belum tentu
seluruhnya memasyarakat menurut implikasi-implikasinya pada masa
sekarang. Situasi sekarang adalah situasi Indonesia sebagai negara modern
yang terdiri dari sekian banyak suku, agama, kebudayaan, dan golongan
yang memperoleh kemerdekaanya dalam suatu perjuangan berat melawan
penjajah,

yang

sekarang

berhadapan

dengan

tantangan-tantangan

pembangunan yang dulu sama sekali belum terimpikan.
Walaupun hal tersebut dapat dimengerti, namun tidak dapat
dibiarkan lagi kalau kesatuan dan persatuan nasional tidak mau
dibahayakan. Dalam memasyarakatkan kita terdapat banyak tendensi
sentrifugal yang mempunyai potensial destruktif. Mempersoalkan attau
menggerogoti konsensus nasional Pancasila membahayakan kesatuan
nasional bangsa Indonesia. sudah terlalu mahal harga yang harus dibayar
oleh bangsa Indonesia selama enam puluh enam tahun kemerdekaan
karena adanya keragu-raguan akan Pancasila sebagai filsafat dasar negara
kita.
Maka memasyarakatkan pancasila akan berarti: membangun dan
mengokohkan kesadaran dan kesediaan untuk membangun kehidupan
nasional atas dasar Pancasila, dan hanya atas dasar Pancasila. Hal itu
memuat kesediaan untuk menerima bahwa Republik Indonesia adalah
negara sebuah bangsa yang majemuk; kesediaan untuk melihat dengan
senang bahwa semua golongan dapat kerasan dalam republik ini; rasa
tanggung jawab agar Republik Indonesia dipertahankan dalam keadaan

17
itu; kesadaran bahwa masing-masing pihak berhak hidup menurut cita-cita
dan keyakinan mereka sendiri, tetapi bahwa dalam hidup bersama mereka
mendasarkan diri pada Pancasila. Perlu dilihat bahwa apa yang terungkap
dalam Pancasila sungguh-sungguh sesuai dengan keyakinan dasar semua
pihak tentang bagaimana kita dapat hidup secara manusiawi, dan sekaligus
harus diterima bahwa tak perlu golongan-golongan masing-masing tidak
boleh mencoba untuk memaksakan segala keyakinan mereka pada kita
semua. Pendek kata, semua pihak dalam masyarakat diharapkan dapat
menerima dengan lega bahwa negara kita memang berdasarkan pancasila
sebagai satu-satunya asas.
Selanjutnya bagaimana cara untuk memasyarakatkan pancasila,
mengingat sekarang program Penataran P4 sudah tidak ada lagi.
Setidaknya ada beberapa hambatan terhadap penghayatan Pancasila pada
masa orde baru yang seharusnya hambatan tersebut bisa dihapuskan agar
Pancasila dapat dipercayai dan dipeluk pada masa itu, hambatan tersebut
adalah (1) Masih juga dibiarkan berlangsungnya pelanggaran terhadap
Pancasila. (2) Pelbagai bentuk penyelewengan dan korupsi dalam aparatur
pemerintahan. (3) Kadang-kadang terjadi kesan bahwa himbauan pada
Pancasila merupakan kedok untuk melindungi kepentingan pribadi atau
golongan sendiri dalam masyarakat. Untuk kondisi bangsa yang sedang
sakit ini tentunya perlu semacam obat yang berisi ramuan yang barang
tentu ramuan itu sesuai dosis dan takaran pada kondisi dan keadaan bangsa
ini, dan menurut penulis obat itu adalah Pancasila.
Kemudian Pancasila yang seperti apa yang bisa menjadi ramuan
untuk penyakit bangsa ini? ramuannya tetap Pancasila seperti apa yang
sudah digali oleh para founding father bangsa ini. mereka menggali
pancasila tentu saja karena mereka tahu pasti apa yang menjadi
kekurangan dan kelemahan bangsa ini. sehingga dibentuklah falsafah yang
berisi tentang kebiasaan-kebiasaan sesuai budaya yang terbentuk sejak

18
lama dalam tubuh bangsa ini. lalu bagaimana penerapannya dalam kondisi
bangsa yang sedang sakit ini? harus ada kebijakan untuk memasukan
pancasila dalam kurikulum pendidikan kita secara serius, dalam artian
suplemen pancasila harus dibuat semenarik mungkin dengan metode yang
bisa menggambarkan bahwa Pancasila itu sebenarnya menarik untuk
dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kesan
bahwa penyelewengan-penyelewengan dan tindak korupsi dalam aparatur
pemerintah belum ditindak dengan tegas, akan sangat merugikan usaha
untuk memasyarakatkan pancasila. Dan sebaliknya kalau masyarakat
melihat para pembesar dan pemimpin mereka hidup dengan sederhana dan
jujur, puas dengan seadanya,masyarakat akan terangsang untuk meniru
mereka dan juga yakin terhadap kata-kata mereka.
2. Penguatan Kembali Ideologi Pancasila Sebagai alternatif ideologi-ideologi
lain.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka
Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan
atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologiideologi lain didunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adatistiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara,
dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan)
Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia
sendiri, sehingga bangsa ini merupakan Kausa materalis (asal bahan)
Pancasila.
Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan
oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar
negara ideologi bangsa dan negara Indonesia. dengan demikian Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan
hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil

19
ideologi bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya merupakan
ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan
suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari
nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada hakikatnya
untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara komperhensif. Oleh
karena ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa
Indonesia.
Untuk menerapkan unsur-unsur pancasila tersebut, perlu adanya
penguatan Ideologi bangsa (Pancasila) dalam tataran kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan bangunan ideologi yang telah tergali sejak lama ini
yang juga merupakan produk asli bangsa ini untuk tetap dipertahankan dan
dihayati sebagai tutorial menjadi manusia Indonesia secara murni
(Manusia Pancasilais).

20

PENUTUP

Kiranya tidak perlu diperlihatkan dengan panjang lebar lagi bahwa suatu
pembangunan yang pragmatis-positivistik tidak sesuai dengan tuntutan Pancasila.
Pancasila adalah sistem nilai-nilai dasar dan kepribadian bangsa Indonesia.
pembangunan di Indonesia tidak boleh pragmatis, tidak boleh berdasarkan salah
satu ideologi, melainkan harus sesuai dengan Pancasila.
Tetapi perlu juga ditekankan: apakah pembangunan masyarakat kita betulbetul sesuai dengan Pancasila itu belum terjamin asal saja dimana-mana Pancasila
di akui, melainkan hanyalah kalau sikap-sikap Pancasila betul-betul terwujud
dalam hukum, peraturan, dan terutama dalam praktek dan kebiasaan bertindak
aparatur negara. Jadi Pancasila baru terwujud apabila hak-hak asasi manusia
Indonesia sebagai manusia, yaitu hak-hak yang mengungkapkan keyakinan
bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa umat manusia seluruhnya tentang
martabat segenap manusia, dimana pun juga dan terhadap siapa pun juga suci
adanya.

21

DAFTAR PUSTAKA

Deliar Noer, Mohammad Hatta: Biografi Politik, LPE3S, Jakarta, 1990
Kumpulan Esai Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Kompas Media
Nusantara, Jakarta : 2010
Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2010
Magnis Suseno, Frans, Kuasa dan Moral, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2000
Mohammad Hatta, Bung Hatta Berpidato Bung Hatta Menulis, Penerbit
Mutiara, Jakarta, 1979
N. Drijarkara, Karya Lengkap Drijarkara, Kanisius, 2006
Saksono,Ign. Gatut, Pancasila Soekarno (Ideologi alternatif terhadap
globalisasi dan Syariat Islam), Rumah Belajar Yabinkas, Yogyakarta, 2007

Media dan Internet
http://nasional.kompas.com/read/2010/05/20/03574547/
Keinginan.Revitalisasi.Pancasila.Makin.Menguat (diakses pada 23/11/2011)
http://indrapiliang.com/2010/07/13/demokrasi-pancasila-dlm-budayapolitik-amp-etika-politik/ (diakses 19/11/2011)
http://www.dkj.or.id/articles/sastra/pidato-politik-pancasila-rumahbersama (diakses pada tanggal 20/11/2011)
http://ekoeddya-s.blogspot.com/130605/Indonesia Masuk Zona Merah