Makalah Dasar Dasar Filsafat Ipa Docx

MAKALAH
FILSAFAT DAKWAH
Tentang
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI SUBJEK DAN OBJEK MELIPUTI:
MANUSIA DALAM PANDANGAN FILOSOF AL-QUR’AN DAN
TEOLOGI

Disusun Oleh:

ANA KHAIRINA
1512020062

Dosen Pembimbing
ROSDIALENA, M.Ag

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1438H/2016M


1

A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an memandang manusia adalah makhluk biologis, psikologis
dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan
makhluk lain. Manusia sebagaiinsan dan al-nas bertalian dengan hembusan
ilahi atau roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk
atau menentang takdir Allah.1
Manusia adalah sosok makhluk yang sangat sulit untuk dipahamai.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan wahyu
yang pertama turun di Gua Hira’ manusia merupakan makhluk pertama yang
disebut sebanyak dua kali. Manusia banyak mempunyai keistimewaan di
banding makhluk lainnya, diantaranya adalah potensi untuk menerima dan
mengembangkan ilmu dan ajaran Islam.
Upaya untuk mengetahui hakikat manusia secara utuh telah banyak pendapat
para pakar, baik dikalangan filosof, ilmuan, pakar agama mereka kesulitan untuk
mengungkapkannya. Kesulitan mengungkap hakikat manusia tersebut terungkap
dalam temuan Alexis Carrel, bahwa manusia adalah makhluk unik dan misterius yang
tak mampu ditelusuri secara keseluruhan.2


Menurut Quraish Shihab keterbatasan manusia dalam substansi dirinya
secara sempurna disebabkan oleh tiga faktor pertama manusia itu lebih
tertarik meneliti tentang alam materi yang kongkrit dibanding hal-hal yang
bersifat immateri, kedua keterbatasan akal manusia yang hanya mampu
memikirkan hal-hal yang bersifat instrument dan ketiga manusia tidak mampu
memikirkan yang bersifat subsantsial dan komplek, Dalam memahami hakikat
manusia sebagai pemberi dan penerima ajaran Islam, itu berbeda di pandang
dari berbagai aspek, oleh karena itu lebih lanjutnya pada makalah ini akan
dibahas bagaimana hakikat manusia sebagai subjek dan objek dakwah yaitu
hakikat manusia dalam perspektif filosof dan Al-Qur’an.3
B. PEMBAHASAN
1

Abd. Rachman Assegaf,Studi Islam Kontekstual, (Yokyakarta:Gama Media, 2005), hal

57
2

Salmadanis, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003),hal. 62
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hal 277-278


3

1

Berbicara mengenai pandangan filsafat tentang hakekat manusia
sebagai subjek dan objek, ada 4 aliran yang ditawarkan oleh para ahli filsafat.
Adapun keempat aliran tersebut, seperti yang dikutip Jalaluddin dan Abdullah
(1997:107-108) dan Zuhairini (1995:71-74) adalah sebagai berikut:
1. Aliran Serba Zat
Aliran ini menyatakan bahwa yang sungguh-sunguh ada hanyalah
zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat sesuatu. Alam ini adalah zat
atau materi, dan manusia adalah unsur alam. Oleh karena itu, hakikat
manusia adalah zat atau materi.
2. Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu yang ada di
dunia ini ialah ruh, termasuk juga hakikat manusia. Adapun zat atau materi
adalah manifestasi ruh di atas dunia ini. Dengan demikian, jasad atau
badan manusia hanyalah manifestasi atau penjelmaan ruh.
3. Aliran Dualisme

Aliran ini menggabungkan pendapat kedua aliran di atas. Aliran ini
berpandangan bahwa hakikatnya manusia terdiri dari dua substansi, yaitu
jasmani dan rohani. Kedua substansi ini merupakan unsur asal, tidak
tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari ruh, dan
sebaliknya, ruh tidak berasal dari badan. Dalam perwujudannya, manusia
tidak serba dua, melainkan jadi hubungan sebab akibat yang keduanya
saling mempengaruhi.
4. Aliran Eksistensialisme
Aliran ini memandang manusia dari segi eksistensinya. Menurut
aliran ini, hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan
sesungguhnya dari manusia. intinya, hakikat manusia adalah apa yang
menguasai manusia secara menyeluruh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif filsafat,
manusia dinamai berdasarkan fungsi dan potensinya. Dan manusia juga
dipandang dalam bentuk aliran-aliran oleh para ahli filsafat.

2

1. Manusia Dalam Perspektif Filosof
Manusia dalam jagad raya ini adalah makhluk yang unik.

Keunikannya sangat menarik dimata manusia sendiri, sehingga banyak
kajian-kajian tentang manusia terus berkembang karena memang
pengetahuan manusia tentang dirinya terbatas. Beberapa pendapat para
filosof tentang manusia diantaranya:4
a. Protagoras (481-411 SM)
Manusia adalah ukuran segala-galanya, baik dan buruk, benar
dan salah ditentukan oleh manusia itu sendiri (man is measure of all
things), artinya segala sesuatu untuk menuju kebaikan dan keburukan
ditentukan oleh manusia sendiri, oleh karena konsep kebenaran
baginya bersifat sama, bahkan cendrung tidak ada yakni bersifat relatif.
[1]
b. Socrates (w. 399 SM)
Socrates berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua unsur
yaitu unsur materi yakni badan kasar dan non materi disebut juga jiwa
sebagai jati diri dari kepribadian manusia. Dapat di pahami bahwa
manusia itu terdiri dari jasmani dan rohani. Yang mana tujuan hidup
manusia adalah untuk mencari kebahagiaan, kebahagiaan itu dapat
dicapai dengan mempotensikan jiwa dengan sifat-sifat utama,
keutamaan tersebut terletak pada pengetahuan.
c. Plato (428-348 SM)

Pemikiran Plato bersifat dualistis, dimana ia membagi seluruh
yang realitas ini kepada dua bagian, yaitu jasmani (dunia realitas) dan
bentuk abstrak (dunia ide). Ide yang dimaksudkan tidak sama dengan
“pemahaman” atau “pandangan”, akan tetapi sebagai bentuk riil dan
merupakan hakikat dari segala yang ada. Kemudian Plato membagi
manusia kepada tiga bagian yaitu:5
1) Bagian rasional (mere logistikon)
2) Bagian keberanian (mere thymoeidos)
4
5

Salmadanis, Op.Cit. hal. 62-63
Salmadanis, Ibid, hal 63

3

3) Bagian keinginan (mere apithymetikon).
Dari tiga komponen diatas saling berkaitan satu sama lainnya.
Rasioanal adalah digunakan sebagai alat untuk membedakan yang
benar dan yang salah. Keberanian merupakan hal untuk mendapatkan

sesuatu yang diinginkan sedangkan keinginan merupakan nafsu untuk
mendapatkan segala-galanya.
d. Aristoteles (384 – 348 SM)
Manusia adalah hewan yang berbicara. Dia membagi jiwa
kepada tiga golongan menurut kenyataan yang ada pada makhluk
hidup di alam wujud ini yakni jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa
kehewanan dan jiwa berakal.6
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat manusia.
Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada
pada manusia itu. Berdasarkan potensi yang ada, para ahli pikir dan
ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia di muka bumi
ini, yaitu dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
1) Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
2) Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
3) Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa
dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata
yang tersusun.
4) Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat
perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang
yang pandai membuat alat.

5) Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul
dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
6) Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada prinsipprinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
7) Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama.
6

Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997),hal.158

4

Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin juga
mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam semester), antologi
(pengabdi penciptanya), philosophy of mind (potensi), epistemology
(proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan aksiologi (terikat
nilai-nilai).
2. Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada
diri kita sendiri makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara
ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci.

Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan
makhluk yang lain.
Menurur M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an
dijelaskan bahwa ada tiga kata istilah manusia dalam Al-Qur’an yakni:7
a. Kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin seperti insan, ins,nas atau
unas.
b. Kata Basyar
c. Kata Bani Adam dan Zuriyat Adam.
Adapun istilah Bani Adam dan Zuriyah Adam maksudnya ialah
manusia itu turunan Adam.
Sementara menurut Salamadanis bahwasanya secara garis besar
dalam Al-Qur’an makna manusia itu adalah Al-Basyar, Al-Insan dan
Annas.8
a. Kata Al-Basyar di ungkapkan dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali yang
terdapat dalam 26 surat, yang menurut bahasa berarti kepala wajah dan
tubuh

yang

menjadi


tempat

tumbuhnya

rambut.

Indikasinya

menunjukan bahwa secara biologis yang dominan pada manusia adalah
kulitnya dibanding rambut atau bulunya. Kata Al-Basyar juga dapat
diartikan persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan. Artinya
manusia mempunya sifat makhluk biologis yang memiliki segala sifat
kemanusiaan seperti makan, minum dan seks.
7
8

M. Quraish Shihab, Op.Cit , hal. 278-280
Salmadanis, Op.Cit , hal.65


5

Menurut Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata
yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan
indah. Dari akar kata yang sama muncul katabasyarah yang berarti
kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan
berbeda dengan kulit binatang. Di bagian lain dari Al Qur’an
disebutkan bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses
kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga
mencapai kedewasaan. Disini tampak bahwa kata basyar dikaitkan
dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia yang menjadikannya
mampu memikul tanggung jawab, sebab itu pula tugas kekhalifahan
dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al
Hijr ayat 28, Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 110, dan Q.S Ar-Rum : 20.
b. Kata al-Insan/al ins,

diungkapkan dalam Al-Qur’an oleh Allah

sebanyak 88 kali yang terdapat pada 43 surat. Secara bahasa arti alInsan adalah harmonis, jinak (lemah lembut), tampak atau pelupa.
Kata ini dijelaskan oleh Tuhan bahwasanya manusia terdiri dari unsur
jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut menunjukkan bahwa
manusia

adalah

makhluk

istimewa,

sempurna

dan

memiliki

ketergantungan antara individual antara satu dengan yang lainnya.
Perpaduan aspek fisik dan psikis menjadikan manusia menjadi
makhluk yang berbudaya, yang memiliki kemampuan bicara dan akal
untuk dapat mengetahui antara yang benar dengan yang salah dan
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kata Al-Insan juga digunakan untuk menunjukkan proses
kejadian manusia setelah Adam As dalam rahim yang mempunyai
pengertian yaitu proses biologis yang berasal dari saripati tanah
melalui makanan. Maknanya bahwa proses kehidupan manusia itu
tidak terlepas dari alam dan isinya seperti tumbuhan yang diberikan
oleh Allah sebagai kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia.
Kemudian juga mempunyai arti psikologis (spiritual) yakni proses
ditiupkannya ruh pada diri manusia. Maknanya mengisyaratkan bahwa

6

selain kebutuhan materi, ia juga tak lepas dari kebutuhan immateri
yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT tanpa ada
batasnya, tanpa ilat dan tanpa akhir. Sikap tersebut berhubungan
dengan kebaikan dan kesetiaannya terhadap sang Khaliknya. 9
c. Kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin. Atas dasar
ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial
antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat
mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui
apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika
akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan
pengertian ini, tampak bahwa manusia mampunyai potensi untuk
memberi dan diberi pengajaran yang baik.
3. Manusia Dalam Pandangan Teologi
Qadi al-Quda’ Abdul Jabbar, seorang teolog rasional, melihat
manusia dari dua sudut pandang, pertama manusia secara lahir, kedua
manusia sbagai esensi (hakikat). Manusia dalam bentuk lahir adalah tidak
ada lagi lafaz yang dapat mewakili dan lebih jelas selain dari kata al-Insan.
Bagi Abdul Jabar, manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan
(al-Qadir), mengetahui (al-Ilm), mempersepsi, hidup, berkehendak.
Hakikat manusia seperti ni dilatar belakangi oleh jalan fikiran bahwa
Tuhan tidak membebani suatu perbuatan kepada Manusia kecuali kepada
yang mampu untuk mewujudkannya, tahu tata pelaksanaannya dan
mempunyai kehendak untuk melakukan atau untuk tidak melakukan.
Diantara syarat-syarat uyang dikemukakannya yang berkaitan
langsung dengan mukallaf adalah:
a. Memiliki Kemampuan untuk mengerajakan atau meninggalkan taklif.
b. Memiliki kesempurnaan akal. Dengan kesempurnaan akal, manusia
dapat mengetahui atau meungkinkan untuk dapat mengetahui taklif.
Selain kedua syarat di atas, masih ada persyaratan lainnya seperti
mempunyai keinginan, tidak terpaksa, mempunyai maksud atau dorongan
9

Salmadanis, Ibid, hal.66

7

untuk melakukannya. Ke semua itu mengacu kepada kebebasan dan
kemandirian manusia untuk melaksanakan taklif, karena hal itu adalah
sebagai amanah yang dipikulnya sebagai suatu kebutuhan hidup bagi
manusia.10
C. PENUTUP
Kajian mengenai manusia sangat luar biasa sekali uniknya. Sangatlah
pantas manusia itu dikatakan makhluk yang paling mulia. Dilihat dari proses
penciptaan sampai kepada fungsinya, sudah menunjukkan bahwa manusia
merupakan makhluk yang terpilih oleh Allah.
Dalam uraian singkat makalah di atas, terdapat beberapa hal yang perlu
digaris bawahi berkaitan tentang manusia, yaitu:
1. Hakikat manusia itu sangat beragam sekali, mulai dari hakikatnya sebagai
makhluk Allah SWT dan hakikatnya sebagai makhluk social
2. Pandangan tentang manusia itu dapat dilihat dari tiga perspektif.

DAFTAR PUSTAKA
Fuad, Ahmad Al-Ahwani, 1997. Filsafat Islam, Jakarta:Pustaka Firdaus.
Quraish, M. Shihab, 1997. Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.
Rachman, Abd. Assegaf, 2005. Studi Islam Kontekstual, Yokyakarta:Gama
Media.
Salmadanis, 2003. Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau.

10

Salmadanis, Ibid, hal.73

8

9