MAKALAH SISTEM PENCERNAAN HAPUS AJA
MAKALAH SISTEM PENCERNAAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
”ULKUS PEPTIKUM”
Disusun Oleh:
Kelompok III
PUTRA PURNOMO
ELI FAHMIATI
MARLINA
DEDI DORES
: 1026010234
: 1026010216
: 1026010230
: 1026010233
Dosen Pembimbing
: Ns. Hanifah, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................................
1
1.3 Manfaat......................................................................................................
2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Teori....................................................................................
3
2.1.1 Anatomi Fisologi................................................................................
3
2.1.2 Pengertian...........................................................................................
4
2.1.3 Etiologi................................................................................................
5
2.1.4 Patofisiologi.........................................................................................
7
2.1.5 Klasifikasi...........................................................................................
9
2.1.6 WOC.................................................................................................... 10
2.1.7 Manifestasi Klinis................................................................................ 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan................................................................................... 13
2.1.10 Komplikasi......................................................................................... 15
2.2 Konsep Dasar Askep................................................................................. 16
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................... 16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.................................. 19
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan........................................................... 21
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 30
3.2 Saran........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Peptikum”” ini dengan baik. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan dan juga sebagai
panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama dosen Pengajar, dan teman-teman yang telah mendukung.
Bengkulu, Oktober 2012
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami
ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah menurun
sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih
sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 – 60
tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada wanita, tetapi
terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak dari
pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang ulkus
dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara mengatasinya. Maka
dari itu penulis mengangkat sebuah makalah dengan judul Askep Klien Dengan Ulkus
Peptikum.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
ulkus peptikum.
b. Tujuan Khusus :
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya
iv
1.2 Manfaat
1. Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus
peptikum.
3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit dan
askep pada ulkus peptikum.
v
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Teori
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen
yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi
usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk
lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit
(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).
vi
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688
Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga
menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai
ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus
akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan
dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner.
2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadangkadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first
portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
vii
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan
benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan
terjadinya tukak duodeni adalah 38%
lebih besar dibandingkan golngan
lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik
berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat
dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan
hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya
pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
viii
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan
juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7.
Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. .Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat
hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa
perlu ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat
timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih
banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan
sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
ix
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi
dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi
oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung
sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ionion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus,
kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat
dari cairan pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh
x
salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa
lambung, atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk
berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum
menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa
duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat
berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan obat anti bacterial.
Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan penetrasi sawar mukosa lambung, baik
dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan melepaskan
enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat
pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di
sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl,
2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum,
jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat
dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh
infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan
berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita
ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti
pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin,
Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase
sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemiktermasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan
sekresi HCO3 sehingga memperlemah perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek
lain dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel
mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan
xi
meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila
kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus
peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan
epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut
pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan
terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung.
2.1.5
Klasifikasi
No Ulkus duodenal
1
Insidens
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita → 3:1
Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
2
Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat badan
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
Makan makanan menghilangkan nyeri
Muntah tidak umum
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada milena lebih umum
daripada hematemesis.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada
ulkus lambung
Ulkus Lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita → 2:1
3
Kemungkinan Malignansi
Jarang
Kemungkinan malignansi Kadangkadang
4
Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
Faktor Risiko
Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
stres
xii
Tanda dan gejala
Normal sampai hiposekresi asam
lambung
Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
makan; jarang terbangun pada malam
hari;
dapat hilang dengan muntah.
Makan makanan tidak membantu dan
kadang meningkatkan nyeri.
Muntah umum terjadi
Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.
1.1.5
WOC
Infeksi bakteri H.
pylori
OAINS(Indometasin,ibu
propen,Asam salisilat)
Stress fisik ( syok, luka
bakar,sepsis, trauma,
pembedahan, gagal
nafas, gagal ginjal,
kerusakan susunan saraf
pusat, dan refluks ususlambung
Sintesis
prostaglandin
menurun
Perlindungan mukosa
Sekresi h+ dan
sekresi pepsinogen
Fungsi barrier
terganggu
Agregasi bahan kimia
Kerusakan epitel
Ulkus peptikum
Intervensi bedah
perdarahan
Hematemesis melena
gastrektomi
perporasi
Respon
psikologis
Pascaoperasi
Kerusakan jaringan
pascaoperasi
MK : Nyeri
Keluarnya asam lambung,
pepsin, dan makanan ke
peritonium
peritonitis
Penurunan
kemampuan
batuk
MK : Kecemasan
pemenuhan
informasi
Obstruksi
pintu
keluar
lambung
kematian
xiii
Gawat
sirkulasi,
anemia dan
defisiensi besi
Penurunan
Volume darah
Mual,
muntah dan
anoreksia
Syok septik
Luka
pascaoper
asi
Garam empedu,enzim
pankreas
MK : risiko
tinggi syok
hipovolemi
k
MK :
Resiko
infeksi
MK : Resiko
MK :Resiko
ketidakseimbang
Intake nutrisi yang tidak
ketidakseimbangan
an cairan dan
adekuat,
kehilangan cairan
nutrisi: nutrisi
kurang
elektrolit
dan elektrolit
dari kebutuhan
tubuh.
MK : Resiko
bersihan
jalan nafas
tidak efektif
xiv
1.1.6
Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah
suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna
seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas :
1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia
akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul
waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam,
rasa sakit hilang setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food
Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda
dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster sebelah
kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung.
Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami
komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak
gaster karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama,
juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut.
Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya
tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa
perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic disebabkan
edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui
terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri
tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
xv
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative
terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes
serologis terhadap antibody pada antigen H. pylori.
1.1.8
Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
Penatalaksanaan Farmakologis
Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat
reversible.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
xvi
contoh-contoh obat anti ulkus
a. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan
meningkatkan pH.
1. ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium
hidroksida 200 mg, Simetikon
20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis.
Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping:
Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe,
antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
2.
ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon
25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan.
Dosis: Tukak peptik :
2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas
lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn”
pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi
usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
3. ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium
Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi :
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.
2.1.10 Komplikasi
xvii
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan
indikasi pembedahan (Price, 1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang
berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat.
Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja,
memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti
program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan
baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak
semula sudah bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir.
Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa mengalami
degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton,
1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan,
namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena
pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria
gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus
tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan
dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif
dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan
massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok,
dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price,
1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung
karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien
dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang
parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis
xviii
kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang
menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien
takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada
saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat
didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya
udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen
anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga
peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul
lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus
lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan kembung
setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul kehilangan berat
badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)
2.2
Konsep Dasar Askep
2.2.1
Pengkajian
1.
Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal
lahir,agama dan tanggal pengkajian.
2.
Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut,
ulu hati dan mual serta muntah.
3.
Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah makan
atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam
Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)
4.
Riwayat kesehatan keluarga
xix
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
5.
Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.
6.
Data Dasar Pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
uan untuk tidur.
Tanda :
periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
2. Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda :
Depresi, ansietas.
3. Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
4. Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda :
penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.
5. Higiene
Tanda :
peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7. Nyeri/kenyamanan
xx
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8. Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.
7.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum :
Penampilan umum
:Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit
Kesadaran
: sadar
GCS
: E4V5M6
BB
: 50 Kg
TB
: 165 cm
b.
Tanda- tanda vital :
TD
: 120/80 mmHg
ND
: 80x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 37 oC
c.
Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat
Kelembapan
: kering
Turgor kulit
: baik
Ada/tidaknya oedema
: tidak ada oedema
d.
Mata
Fungsi penglihatan
: baik
Palpebra
: terbuka / tertutup
Ukuran pupil
: .Normal
Konjungtiva
:
Sklera
:
Lensa / iris
:
Oedema palpebra
: Tidak ada oedema
xxi
Mulut dan tenggorok
Membran mukosa
: Kering
kebersihan mulut
: Baik
Keadaan gigi
: Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah)
: tidak ada
Trismus
:
Kesulitan menelan
: Tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi
: ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
Perkusi
: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya
penimbunan cairan diperut(kembung).
Auskultasi
: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan
lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai
dengan mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan.
Nyeri dapat digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering
hilang dengan makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi
pasien asimtomatik
2.2.2
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak
pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat
hematemesis dan melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca
operasi
xxii
5. Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah
berlebihan, respon perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi,
dan rencana pembedahan.
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
N
Diagnosa
o
Keperawatan
Tujuan
Kriteria
Intervensi
Hasil
xxiii
Rasional
1
1). Nyeri b.d Dalam
-secara subjektib -Jelaskan
iritasi
melaporkan
mukosa waktu 1 x
dan
pasien
lambung,
24 jam dan
nyeri berkurang memberikan
perporasi
3 x 24 jam
atau
mukosa,
pascabedah
diadaptasi.
kerusakan
gastrekotom -Skala nyeri 0-1 -lakukan
bantu -pendekatan
dengan
dengan menggunakan
tehnik
pereda relaksasi
dan
terapi
dapat nyeri non farmakologi nonfarmakologi
dan noninvasive
telah
menunjukkan
keefektifan
manajemen dalam mengurangi nyeri.
jaringan lunak i, nyeri
(0-4).
nyeri.
pasca operasi
berkurang/h
Dapat
1). Istirahatkan pasien akan menurunkan kebutuhan
ilang atau
mengidentifikasi pada saat nyeri muncul
teradaptasi.
aktifitas
yang 2).
1). istirahat secara fisiologis
Ajrkan
relaksasi
nafas
atau
saat nyeri
menurunkan
3).
nyeri.
distraksi pada saat nyeri
tidak 4).
gelisah
Meningkatkan
tehnik oksigen
sehingga
akan
menurunkan nyeri sekunder
3).
Distraksi
(pengalihan
tenang, Panggilan
)
dapat
batasi pengunjung, dan menurunkan
istirahatkan pasien.
stimulus
internal.
5). lakukanManajemen Lingkungan
sentuhan
asupan
Manajemen dari iskemia intestinal
Lingkungan:
Lingkungan
diperlukan
pada metabolism basal.
2).
Ajarkan
yang
tehnik untuk memenuhi kebutuhan
meningkatkan
-pasien
oksigen
tenang
menurunkanstimulus
eksternal
dan
akan
nyeri
pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan
oksigen
ruanganyang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang
berada
di
ruangan.
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5). Manajemen sentuhan pada
saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
xxiv
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian:
1).
Pemakaina Simetidin
penghambat
(
seperti
penghambat
H2 histamine H2 menurunkan
Simetidin produksi
asam
lambun,
/Ranitidin).
meningkatkanpH
2). Antasida
dan menurunkan iritasi pada
mukosa
untuk
Lambung
lambung,
penting
penyembuhan
dan
pencegahan lesi.
2).
Antasida
untuk
mempertahankan
2
Risiko
tinggi Dalam
-pasien
-Kaji
syok
wkatu 3 x menunjukkan
hipovolemik
24
jam perbaikan sistem melena
hematemesis.
jauh
tinkat
dan pemberian intervensi yang
diberikan
sesuai
dengan
-hematemesis
kemampuan individu.
sekunder akibat hivopolemi
dan
1). Penurunan kualitas dan
hematemesis
terkontrol
denyut jantung merupakan
-konjungtivitis
parameter penting gejala awal
tidak anemis
syok
-pasien
2). Hipotensi dapat terjadi
dan
masif
darah syok
lambung pada tingkat 4,5
dan Deteksi
awal
mengenai
respon perdarahan dari sevberapa
b.d penurunan tidak terjadi kardiovaskuler
volume
sumber
pH
melena
k
melena -monitor TT
tidak
mengeluh
pada
pusing,
tersebut
memebran
manifestasi terlibatnya sistem
mukosa lembab,
kardiovaskuler
turgor
melakukan kompensasi dalam
kulit
normal,
dan
hipovolemia,
memberikan
mempertahankan
akral hangat.
darah.
-TTV
dalam
3).
batas
normal,
hal
Peningkatan
dalam
tekanaan
frekuensi
nafas merupakan manifestasi
CRT > 3 detik,
dri
urine > 600 ml/
untuk mengambil sebanyak-
xxv
kompensasi
respirasi
hari
banyaknya oksigen, akibat
Laboratorium:
penurunan
nilai
haemoglobin sekunder dari
haemoglobin,
penurunan volume darah.
sel darahmerah,
4). Hipotermi dapat terjadi
hematokrit, dan
pada perdarahan massif.
BUN/kreatinin
dalam
kadar
Monitor status cairan Jumlah
batas (turgor kulit, membrane penganti
normal.
dan
tipecairan
darah
ditentukan
mukosa dan keluaran dari keadaan status cairan.
urine).
Penurunan
volume
darah
mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitor yang
ketat pada produksi urine<
600ml/
hari
merupakan
tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Lakukan
kolaborasi Pemberian PRC disesuaikan
pemberian
paket sel dengan
banyaknya
keluar
dan
darah
darah
yang
hasil
merah(PRC=Pocked
pemeriksaan
Red Cells).
Apabila dalam kondsi kritis,
hemoglobin.
sementara persediaan darah
masih belum didapatkan dari
segera,
maka
pemberian
cairan pengganti darah dapat
diberikan untuk menurunkan
risiko syok.
Evaluasi adanya respon Secara fisiologis tubuh pasien
seklinik dari pemberian akan bereaksi terhadap darah
transfusi.
yang masuk melalui transfuse
sehingga
memiliki
kecenderungan
reaksi
xxvi
alergi
menjadi
transfuse.
Perawat melakukan monitor
untuk
mencegah
respon
klinik pada pasien.
Lakukan
gastric
cooling.
Intervensi pemberian cairan
ke lambung bertujuan untuk
melakukan
vasokontriksi
pembuluh darah lambung dan
diharapkan
dapat
menurunkan pendarahan.
Evaluasi kondisi pasien Perubahan
setiap pergantian shift.
akibat
kardiovaskuler
hematemesis
dan
melena massif masih bisa
bervariasi
tingkat
sesuai
dengan
toleransi
individu.
Penemuan perubahan sebagai
deteksi awal untuk mencegah
meningkatnya risiko syok.
Kolaborasi
pemberian Intervensi terapi endoskopik
terapi endoskopik.
dilakukan dengan melakukan
hemostasis koagulasi
atau
thrombosis terapi. Beberapa
intervensi
elektrokoagulasi,
heater probe atau laser YAG
dilakukan untuk mengontrol
perdarahan
dari
ulkus
peptikum( Shoemaker, 1995).
Lakukan
dokumentasi Setiap perubahan yang terjadi
intervensi
yang pada pasien harus diketahui
telahdilakukan
dilaporkan
didapatkan
dan oleh
tim
apabila mendapat
medis
untuk
asuhan
medis.
perubahan Dokumentasi yang baik dapat
kondisi mendadak.
menunjang
asuhan
yang
berkelanjutan.
Kolaborasi : dilakukan Perporasi
xxvii
ulkus
peptikum
tindakan
pembedahan yang tidak membaik dengan
gastrektomi.
terapi
farmakologi
dan
endoskopi akan mendapatkan
terapi
bedah
untuk
menghilangkan
sumber
perdarahan pada lambung dan
3
Resiko
Injuri Dalam
-TTV
duodenum.
dalam -Lakukan perawatan di -menurunkan risiko injuri dan
b.d
waktu 2 x batas normal.
pascaprosedur
24
gastreoktomi
ruang infensif.
jam -Tidak
terjadi
pasca
infeksi
pada
intervensi
daerah insisi.
memudahkan
intervensi
pasien selama 48 jam di
ruang intensif.
-monitor
adanya -Komplikasi
yang
terjadi
gastrektomi
komplikasi
pada
pasien tidak
pascaoperasi
adalahperdarahan, kebocoran
mengalamii
gastrektomi.
pada
njuri.
operasi
daerah
infeksi
ini
anastosmis,
luka
gangguan
operasi,
respirasi,
masalah
yang
dan
berkaitan
dengan balance cairan dan
elektrolit
-Kaji factor-faktor yang -keterampilan
meningkatkan
injuri.
risiko kritis
keperawatan
diperlukan
pengkajian
vital
agar
dapat
dilakukan secara sistematis.
- kaji status neurologis -Pengkajian status neurologis
dan laporkan apabial dilakukan
terdapat
pada
setiap.
perubahan pergantian sift jaga. Setiap
status neurologi.
adanya
perubahan
status
neurologis merupakan salahsatu
tanda
terjadinya
komplikasi bedah. Penurunan
resposivitas, perubahan pupil,
gangguan
yang
xxviii
atau
bersifat
kelemahan
satu
sisi
(unilateral), ketidakmampuan
mengontrol
nyeri,
atau
perubahan neurologi lainnya
perlu dilaporkan pada tim
medis
untuk
mendapatkan
intervensi selanjutnya.
-Perubahan
status Pasien akan mendapat cairan
hemodinamik
yang intravena
optimal.
1).
Lakukan
sebagai
pemeliharaan haemodinamik
hidrasi 1).
awal pasca bedah.
Jenis
cairan
yang
digunakan adalah kombinasi
dari NaCl 0,9% dan RL
dengan
jumlah
100-200
ml/jam dan dilakukan pada
12-16
jam
setelah
pembedahan.
Cairan ini akan membantu
memelihara
sirkulasi
yang
adekuat dari volume darah
sebagai proteksi pada organ
vital dan mencegah kondisi
hivopolemia pascabedah.
2). Pantau pengeluaran Pasien
urine rutin.
pascaoperasi
gastrektomi akan mengalami
transudasi
cairan
ke
intertisisal.
Perawat
akan
memantau
kondisi
urine
dalam
kisaran
30
ml/
jamhidrasi optimal sebagai
batas
dalam
pemberian
rehidrasi
optimal.
(Shoemarker, 1995).a
3). Evaluasikan secara Perawat mendokumentasikan
hati-hati
xxix
dan jumlah
urine
dan
waktu
dokumentasikan intake pencatatan, serta memeriksa
atau output cairan.
kepatenan saluran urine
-Monitor kondisi selang Drainase pasca opeasi harus
pasca operasi.
dipantau,
perhatikan
kepatenan
selang
dan
aadanya thrombosis, selang
terlipat
dan
adanya
perdarahan baru yang ada
-Monitor kondisi selang didalam selang.
nasogastrik
Secara umum pasien pasca
bedah
gastroktomi
akan
terpasang selang nasogastrik.
Perawat berusaha untuk tidak
mengangkat,
posisi,
meamnipulasi
engirigasi
untuk
mengubah
selang
terapi.
atau
kecuali
Hal
ini
dilakukan untuk menurunkan
3.
risiko kerusakan anastosmis.
napas -Kaji dan monitor jalan Deteksi awal u/ intervensi
Resiko
Dalam
ketidakefektifa
waktu 2 x bersih dan tidak napas.
n jalan nafas 24
b.dkemampuan
-jalan
jam ada
pascabedah
akumulasi
melihat pasien bernafas/ tidal
darah.
batuk menurun, gastrektomi, -
adalah dengan meletakkan
Suara
normal,
nafas
telapak
tidak
mulut/hidung pasien.
nyeri
kebersihan
pascaoperasi.
jalan nafas ada bunyi nafas -Beri
pasien tetap tambahan
optimal.
slnjutnya. Salah- satu cara u/
oksigen
liter/menit.
3 Pemenuhan
membantu
tangan
oksigen
diatas
dapat
meningkatkan
seperti stridor.
paO2 di cairan otak yang
-
akan
tidak
ada
penggunaan otot
mempengaruhi
pengaturan pernafasan.
bantu
-bersihkan sekresi pada -kesulitan napa sdapat terjadi
pernafasan.
jalan napas dan lakukan apabila sekresi mucus yang
-
RR
dalam suctioning
xxx
apabila berlebihan.
batas normal 12- kemampuan
20x/menit.
mengevakuasi
secret
tidak efektif.
-Instruksikan
pasien -pada
pasien
pascabedah
untuk melakukan napas dengan toleransi yang baik,
dalam
dan
batuk pernafasan difragma dapat
efektif.
meningkatkan ekspansi paru.
U/
memperbesar
ekspansi
dada dan pertukaran gas,
contohnya meminta pasien u/
menguap
atau
inspirasi
maksimal.
-memfasilitasi
-Lakukan
pembersihan
fisioterapi jalan napas dari secret yang
dada.
tidak
dapat
dikeluarkandengan
batuk
efektif.
1) Lakukan auskultasi agar
1) tetapkan lokasi dapat menentukan area paru
dari
setiap dengan bunyi napas ronkhi.
segmen
paru-
paru.
2) apabila tingkat toleransi
2) Jaga
posisi dari pasien tidak optimal,
pasien
agar perawat
jangan
sampai menjaga
jatuh,
gunakan dari
pagar
yang ada pada
tempat tidur.
xxxi
dan
trauma
sekunder
intervensi
seperti
memasang pagar pengaman.
pengamanan
setiap
mencegah
sisi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
xxxii
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus
kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang
terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan
maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca
mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
xxxiii
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran
indonesia
xxxiv
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
”ULKUS PEPTIKUM”
Disusun Oleh:
Kelompok III
PUTRA PURNOMO
ELI FAHMIATI
MARLINA
DEDI DORES
: 1026010234
: 1026010216
: 1026010230
: 1026010233
Dosen Pembimbing
: Ns. Hanifah, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................................
1
1.3 Manfaat......................................................................................................
2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Teori....................................................................................
3
2.1.1 Anatomi Fisologi................................................................................
3
2.1.2 Pengertian...........................................................................................
4
2.1.3 Etiologi................................................................................................
5
2.1.4 Patofisiologi.........................................................................................
7
2.1.5 Klasifikasi...........................................................................................
9
2.1.6 WOC.................................................................................................... 10
2.1.7 Manifestasi Klinis................................................................................ 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan................................................................................... 13
2.1.10 Komplikasi......................................................................................... 15
2.2 Konsep Dasar Askep................................................................................. 16
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................... 16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.................................. 19
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan........................................................... 21
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 30
3.2 Saran........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Peptikum”” ini dengan baik. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan dan juga sebagai
panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama dosen Pengajar, dan teman-teman yang telah mendukung.
Bengkulu, Oktober 2012
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami
ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah menurun
sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih
sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 – 60
tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada wanita, tetapi
terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak dari
pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang ulkus
dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara mengatasinya. Maka
dari itu penulis mengangkat sebuah makalah dengan judul Askep Klien Dengan Ulkus
Peptikum.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
ulkus peptikum.
b. Tujuan Khusus :
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya
iv
1.2 Manfaat
1. Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus
peptikum.
3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit dan
askep pada ulkus peptikum.
v
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Teori
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen
yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi
usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk
lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit
(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).
vi
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688
Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga
menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai
ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus
akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan
dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner.
2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadangkadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first
portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
vii
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan
benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan
terjadinya tukak duodeni adalah 38%
lebih besar dibandingkan golngan
lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik
berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat
dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan
hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya
pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
viii
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan
juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7.
Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. .Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat
hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa
perlu ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat
timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih
banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan
sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
ix
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi
dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi
oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung
sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ionion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara
hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus,
kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat
dari cairan pancreas- yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh
x
salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa
lambung, atau (2) berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk
berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum
menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa
duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat
berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan obat anti bacterial.
Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan penetrasi sawar mukosa lambung, baik
dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan melepaskan
enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat
pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di
sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl,
2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum,
jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat
dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh
infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan
berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita
ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti
pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin,
Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase
sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemiktermasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan
sekresi HCO3 sehingga memperlemah perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek
lain dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel
mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan
xi
meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila
kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus
peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan
epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut
pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan
terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung.
2.1.5
Klasifikasi
No Ulkus duodenal
1
Insidens
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita → 3:1
Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
2
Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat badan
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
Makan makanan menghilangkan nyeri
Muntah tidak umum
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada milena lebih umum
daripada hematemesis.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada
ulkus lambung
Ulkus Lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita → 2:1
3
Kemungkinan Malignansi
Jarang
Kemungkinan malignansi Kadangkadang
4
Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
Faktor Risiko
Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
stres
xii
Tanda dan gejala
Normal sampai hiposekresi asam
lambung
Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
makan; jarang terbangun pada malam
hari;
dapat hilang dengan muntah.
Makan makanan tidak membantu dan
kadang meningkatkan nyeri.
Muntah umum terjadi
Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.
1.1.5
WOC
Infeksi bakteri H.
pylori
OAINS(Indometasin,ibu
propen,Asam salisilat)
Stress fisik ( syok, luka
bakar,sepsis, trauma,
pembedahan, gagal
nafas, gagal ginjal,
kerusakan susunan saraf
pusat, dan refluks ususlambung
Sintesis
prostaglandin
menurun
Perlindungan mukosa
Sekresi h+ dan
sekresi pepsinogen
Fungsi barrier
terganggu
Agregasi bahan kimia
Kerusakan epitel
Ulkus peptikum
Intervensi bedah
perdarahan
Hematemesis melena
gastrektomi
perporasi
Respon
psikologis
Pascaoperasi
Kerusakan jaringan
pascaoperasi
MK : Nyeri
Keluarnya asam lambung,
pepsin, dan makanan ke
peritonium
peritonitis
Penurunan
kemampuan
batuk
MK : Kecemasan
pemenuhan
informasi
Obstruksi
pintu
keluar
lambung
kematian
xiii
Gawat
sirkulasi,
anemia dan
defisiensi besi
Penurunan
Volume darah
Mual,
muntah dan
anoreksia
Syok septik
Luka
pascaoper
asi
Garam empedu,enzim
pankreas
MK : risiko
tinggi syok
hipovolemi
k
MK :
Resiko
infeksi
MK : Resiko
MK :Resiko
ketidakseimbang
Intake nutrisi yang tidak
ketidakseimbangan
an cairan dan
adekuat,
kehilangan cairan
nutrisi: nutrisi
kurang
elektrolit
dan elektrolit
dari kebutuhan
tubuh.
MK : Resiko
bersihan
jalan nafas
tidak efektif
xiv
1.1.6
Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah
suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna
seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas :
1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia
akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul
waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam,
rasa sakit hilang setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food
Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda
dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster sebelah
kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung.
Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami
komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak
gaster karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama,
juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut.
Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya
tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa
perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic disebabkan
edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui
terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri
tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
xv
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative
terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes
serologis terhadap antibody pada antigen H. pylori.
1.1.8
Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
Penatalaksanaan Farmakologis
Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat
reversible.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
xvi
contoh-contoh obat anti ulkus
a. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan
meningkatkan pH.
1. ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium
hidroksida 200 mg, Simetikon
20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis.
Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping:
Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe,
antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
2.
ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon
25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan.
Dosis: Tukak peptik :
2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas
lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn”
pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi
usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
3. ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium
Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi :
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.
2.1.10 Komplikasi
xvii
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan
indikasi pembedahan (Price, 1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang
berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat.
Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja,
memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti
program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan
baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak
semula sudah bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir.
Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa mengalami
degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton,
1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan,
namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena
pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria
gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus
tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan
dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif
dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan
massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok,
dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price,
1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung
karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien
dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang
parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis
xviii
kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang
menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien
takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada
saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat
didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya
udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen
anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga
peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul
lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus
lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan kembung
setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul kehilangan berat
badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)
2.2
Konsep Dasar Askep
2.2.1
Pengkajian
1.
Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal
lahir,agama dan tanggal pengkajian.
2.
Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut,
ulu hati dan mual serta muntah.
3.
Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah makan
atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam
Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)
4.
Riwayat kesehatan keluarga
xix
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
5.
Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.
6.
Data Dasar Pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
uan untuk tidur.
Tanda :
periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
2. Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda :
Depresi, ansietas.
3. Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
4. Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda :
penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.
5. Higiene
Tanda :
peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7. Nyeri/kenyamanan
xx
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8. Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.
7.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum :
Penampilan umum
:Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit
Kesadaran
: sadar
GCS
: E4V5M6
BB
: 50 Kg
TB
: 165 cm
b.
Tanda- tanda vital :
TD
: 120/80 mmHg
ND
: 80x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 37 oC
c.
Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat
Kelembapan
: kering
Turgor kulit
: baik
Ada/tidaknya oedema
: tidak ada oedema
d.
Mata
Fungsi penglihatan
: baik
Palpebra
: terbuka / tertutup
Ukuran pupil
: .Normal
Konjungtiva
:
Sklera
:
Lensa / iris
:
Oedema palpebra
: Tidak ada oedema
xxi
Mulut dan tenggorok
Membran mukosa
: Kering
kebersihan mulut
: Baik
Keadaan gigi
: Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah)
: tidak ada
Trismus
:
Kesulitan menelan
: Tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi
: ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
Perkusi
: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya
penimbunan cairan diperut(kembung).
Auskultasi
: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan
lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai
dengan mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan.
Nyeri dapat digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering
hilang dengan makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi
pasien asimtomatik
2.2.2
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak
pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat
hematemesis dan melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca
operasi
xxii
5. Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah
berlebihan, respon perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi,
dan rencana pembedahan.
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
N
Diagnosa
o
Keperawatan
Tujuan
Kriteria
Intervensi
Hasil
xxiii
Rasional
1
1). Nyeri b.d Dalam
-secara subjektib -Jelaskan
iritasi
melaporkan
mukosa waktu 1 x
dan
pasien
lambung,
24 jam dan
nyeri berkurang memberikan
perporasi
3 x 24 jam
atau
mukosa,
pascabedah
diadaptasi.
kerusakan
gastrekotom -Skala nyeri 0-1 -lakukan
bantu -pendekatan
dengan
dengan menggunakan
tehnik
pereda relaksasi
dan
terapi
dapat nyeri non farmakologi nonfarmakologi
dan noninvasive
telah
menunjukkan
keefektifan
manajemen dalam mengurangi nyeri.
jaringan lunak i, nyeri
(0-4).
nyeri.
pasca operasi
berkurang/h
Dapat
1). Istirahatkan pasien akan menurunkan kebutuhan
ilang atau
mengidentifikasi pada saat nyeri muncul
teradaptasi.
aktifitas
yang 2).
1). istirahat secara fisiologis
Ajrkan
relaksasi
nafas
atau
saat nyeri
menurunkan
3).
nyeri.
distraksi pada saat nyeri
tidak 4).
gelisah
Meningkatkan
tehnik oksigen
sehingga
akan
menurunkan nyeri sekunder
3).
Distraksi
(pengalihan
tenang, Panggilan
)
dapat
batasi pengunjung, dan menurunkan
istirahatkan pasien.
stimulus
internal.
5). lakukanManajemen Lingkungan
sentuhan
asupan
Manajemen dari iskemia intestinal
Lingkungan:
Lingkungan
diperlukan
pada metabolism basal.
2).
Ajarkan
yang
tehnik untuk memenuhi kebutuhan
meningkatkan
-pasien
oksigen
tenang
menurunkanstimulus
eksternal
dan
akan
nyeri
pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan
oksigen
ruanganyang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang
berada
di
ruangan.
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5). Manajemen sentuhan pada
saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
xxiv
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian:
1).
Pemakaina Simetidin
penghambat
(
seperti
penghambat
H2 histamine H2 menurunkan
Simetidin produksi
asam
lambun,
/Ranitidin).
meningkatkanpH
2). Antasida
dan menurunkan iritasi pada
mukosa
untuk
Lambung
lambung,
penting
penyembuhan
dan
pencegahan lesi.
2).
Antasida
untuk
mempertahankan
2
Risiko
tinggi Dalam
-pasien
-Kaji
syok
wkatu 3 x menunjukkan
hipovolemik
24
jam perbaikan sistem melena
hematemesis.
jauh
tinkat
dan pemberian intervensi yang
diberikan
sesuai
dengan
-hematemesis
kemampuan individu.
sekunder akibat hivopolemi
dan
1). Penurunan kualitas dan
hematemesis
terkontrol
denyut jantung merupakan
-konjungtivitis
parameter penting gejala awal
tidak anemis
syok
-pasien
2). Hipotensi dapat terjadi
dan
masif
darah syok
lambung pada tingkat 4,5
dan Deteksi
awal
mengenai
respon perdarahan dari sevberapa
b.d penurunan tidak terjadi kardiovaskuler
volume
sumber
pH
melena
k
melena -monitor TT
tidak
mengeluh
pada
pusing,
tersebut
memebran
manifestasi terlibatnya sistem
mukosa lembab,
kardiovaskuler
turgor
melakukan kompensasi dalam
kulit
normal,
dan
hipovolemia,
memberikan
mempertahankan
akral hangat.
darah.
-TTV
dalam
3).
batas
normal,
hal
Peningkatan
dalam
tekanaan
frekuensi
nafas merupakan manifestasi
CRT > 3 detik,
dri
urine > 600 ml/
untuk mengambil sebanyak-
xxv
kompensasi
respirasi
hari
banyaknya oksigen, akibat
Laboratorium:
penurunan
nilai
haemoglobin sekunder dari
haemoglobin,
penurunan volume darah.
sel darahmerah,
4). Hipotermi dapat terjadi
hematokrit, dan
pada perdarahan massif.
BUN/kreatinin
dalam
kadar
Monitor status cairan Jumlah
batas (turgor kulit, membrane penganti
normal.
dan
tipecairan
darah
ditentukan
mukosa dan keluaran dari keadaan status cairan.
urine).
Penurunan
volume
darah
mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitor yang
ketat pada produksi urine<
600ml/
hari
merupakan
tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Lakukan
kolaborasi Pemberian PRC disesuaikan
pemberian
paket sel dengan
banyaknya
keluar
dan
darah
darah
yang
hasil
merah(PRC=Pocked
pemeriksaan
Red Cells).
Apabila dalam kondsi kritis,
hemoglobin.
sementara persediaan darah
masih belum didapatkan dari
segera,
maka
pemberian
cairan pengganti darah dapat
diberikan untuk menurunkan
risiko syok.
Evaluasi adanya respon Secara fisiologis tubuh pasien
seklinik dari pemberian akan bereaksi terhadap darah
transfusi.
yang masuk melalui transfuse
sehingga
memiliki
kecenderungan
reaksi
xxvi
alergi
menjadi
transfuse.
Perawat melakukan monitor
untuk
mencegah
respon
klinik pada pasien.
Lakukan
gastric
cooling.
Intervensi pemberian cairan
ke lambung bertujuan untuk
melakukan
vasokontriksi
pembuluh darah lambung dan
diharapkan
dapat
menurunkan pendarahan.
Evaluasi kondisi pasien Perubahan
setiap pergantian shift.
akibat
kardiovaskuler
hematemesis
dan
melena massif masih bisa
bervariasi
tingkat
sesuai
dengan
toleransi
individu.
Penemuan perubahan sebagai
deteksi awal untuk mencegah
meningkatnya risiko syok.
Kolaborasi
pemberian Intervensi terapi endoskopik
terapi endoskopik.
dilakukan dengan melakukan
hemostasis koagulasi
atau
thrombosis terapi. Beberapa
intervensi
elektrokoagulasi,
heater probe atau laser YAG
dilakukan untuk mengontrol
perdarahan
dari
ulkus
peptikum( Shoemaker, 1995).
Lakukan
dokumentasi Setiap perubahan yang terjadi
intervensi
yang pada pasien harus diketahui
telahdilakukan
dilaporkan
didapatkan
dan oleh
tim
apabila mendapat
medis
untuk
asuhan
medis.
perubahan Dokumentasi yang baik dapat
kondisi mendadak.
menunjang
asuhan
yang
berkelanjutan.
Kolaborasi : dilakukan Perporasi
xxvii
ulkus
peptikum
tindakan
pembedahan yang tidak membaik dengan
gastrektomi.
terapi
farmakologi
dan
endoskopi akan mendapatkan
terapi
bedah
untuk
menghilangkan
sumber
perdarahan pada lambung dan
3
Resiko
Injuri Dalam
-TTV
duodenum.
dalam -Lakukan perawatan di -menurunkan risiko injuri dan
b.d
waktu 2 x batas normal.
pascaprosedur
24
gastreoktomi
ruang infensif.
jam -Tidak
terjadi
pasca
infeksi
pada
intervensi
daerah insisi.
memudahkan
intervensi
pasien selama 48 jam di
ruang intensif.
-monitor
adanya -Komplikasi
yang
terjadi
gastrektomi
komplikasi
pada
pasien tidak
pascaoperasi
adalahperdarahan, kebocoran
mengalamii
gastrektomi.
pada
njuri.
operasi
daerah
infeksi
ini
anastosmis,
luka
gangguan
operasi,
respirasi,
masalah
yang
dan
berkaitan
dengan balance cairan dan
elektrolit
-Kaji factor-faktor yang -keterampilan
meningkatkan
injuri.
risiko kritis
keperawatan
diperlukan
pengkajian
vital
agar
dapat
dilakukan secara sistematis.
- kaji status neurologis -Pengkajian status neurologis
dan laporkan apabial dilakukan
terdapat
pada
setiap.
perubahan pergantian sift jaga. Setiap
status neurologi.
adanya
perubahan
status
neurologis merupakan salahsatu
tanda
terjadinya
komplikasi bedah. Penurunan
resposivitas, perubahan pupil,
gangguan
yang
xxviii
atau
bersifat
kelemahan
satu
sisi
(unilateral), ketidakmampuan
mengontrol
nyeri,
atau
perubahan neurologi lainnya
perlu dilaporkan pada tim
medis
untuk
mendapatkan
intervensi selanjutnya.
-Perubahan
status Pasien akan mendapat cairan
hemodinamik
yang intravena
optimal.
1).
Lakukan
sebagai
pemeliharaan haemodinamik
hidrasi 1).
awal pasca bedah.
Jenis
cairan
yang
digunakan adalah kombinasi
dari NaCl 0,9% dan RL
dengan
jumlah
100-200
ml/jam dan dilakukan pada
12-16
jam
setelah
pembedahan.
Cairan ini akan membantu
memelihara
sirkulasi
yang
adekuat dari volume darah
sebagai proteksi pada organ
vital dan mencegah kondisi
hivopolemia pascabedah.
2). Pantau pengeluaran Pasien
urine rutin.
pascaoperasi
gastrektomi akan mengalami
transudasi
cairan
ke
intertisisal.
Perawat
akan
memantau
kondisi
urine
dalam
kisaran
30
ml/
jamhidrasi optimal sebagai
batas
dalam
pemberian
rehidrasi
optimal.
(Shoemarker, 1995).a
3). Evaluasikan secara Perawat mendokumentasikan
hati-hati
xxix
dan jumlah
urine
dan
waktu
dokumentasikan intake pencatatan, serta memeriksa
atau output cairan.
kepatenan saluran urine
-Monitor kondisi selang Drainase pasca opeasi harus
pasca operasi.
dipantau,
perhatikan
kepatenan
selang
dan
aadanya thrombosis, selang
terlipat
dan
adanya
perdarahan baru yang ada
-Monitor kondisi selang didalam selang.
nasogastrik
Secara umum pasien pasca
bedah
gastroktomi
akan
terpasang selang nasogastrik.
Perawat berusaha untuk tidak
mengangkat,
posisi,
meamnipulasi
engirigasi
untuk
mengubah
selang
terapi.
atau
kecuali
Hal
ini
dilakukan untuk menurunkan
3.
risiko kerusakan anastosmis.
napas -Kaji dan monitor jalan Deteksi awal u/ intervensi
Resiko
Dalam
ketidakefektifa
waktu 2 x bersih dan tidak napas.
n jalan nafas 24
b.dkemampuan
-jalan
jam ada
pascabedah
akumulasi
melihat pasien bernafas/ tidal
darah.
batuk menurun, gastrektomi, -
adalah dengan meletakkan
Suara
normal,
nafas
telapak
tidak
mulut/hidung pasien.
nyeri
kebersihan
pascaoperasi.
jalan nafas ada bunyi nafas -Beri
pasien tetap tambahan
optimal.
slnjutnya. Salah- satu cara u/
oksigen
liter/menit.
3 Pemenuhan
membantu
tangan
oksigen
diatas
dapat
meningkatkan
seperti stridor.
paO2 di cairan otak yang
-
akan
tidak
ada
penggunaan otot
mempengaruhi
pengaturan pernafasan.
bantu
-bersihkan sekresi pada -kesulitan napa sdapat terjadi
pernafasan.
jalan napas dan lakukan apabila sekresi mucus yang
-
RR
dalam suctioning
xxx
apabila berlebihan.
batas normal 12- kemampuan
20x/menit.
mengevakuasi
secret
tidak efektif.
-Instruksikan
pasien -pada
pasien
pascabedah
untuk melakukan napas dengan toleransi yang baik,
dalam
dan
batuk pernafasan difragma dapat
efektif.
meningkatkan ekspansi paru.
U/
memperbesar
ekspansi
dada dan pertukaran gas,
contohnya meminta pasien u/
menguap
atau
inspirasi
maksimal.
-memfasilitasi
-Lakukan
pembersihan
fisioterapi jalan napas dari secret yang
dada.
tidak
dapat
dikeluarkandengan
batuk
efektif.
1) Lakukan auskultasi agar
1) tetapkan lokasi dapat menentukan area paru
dari
setiap dengan bunyi napas ronkhi.
segmen
paru-
paru.
2) apabila tingkat toleransi
2) Jaga
posisi dari pasien tidak optimal,
pasien
agar perawat
jangan
sampai menjaga
jatuh,
gunakan dari
pagar
yang ada pada
tempat tidur.
xxxi
dan
trauma
sekunder
intervensi
seperti
memasang pagar pengaman.
pengamanan
setiap
mencegah
sisi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
xxxii
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus
kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang
terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan
maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca
mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
xxxiii
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran
indonesia
xxxiv