Masyarakat Dan Ekonomi ASEAN 2015

Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 : Peluang
dan Tantangan
Indonesia

Ahmad Fajar
1103015006
FT UHAMKA
Ahmad.fajar@outlook.co.id

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 :
Peluang dan Tantangan Indonesia

Sebuah Pengantar

Indonesia yang tergabung dalam suatu aliansi bertajuk Association of South East
Asian Nation atau lebih dikenal ASEAN memiliki satu visi dan misi yang menurut
saya belum begitu mensejahterakan rakyatnya. Namun, tak dapat dipungkiri
ASEAN memberikan manfaat bagi Indonesia seperti bebas visa ke Negara
anggota dan lain sebagainya. ASEAN bercermin pada Uni Eropa yang
mendeklarasikan dirinya menjadi satu kesatuan, yaitu warga Eropa. Setelah

ASEAN terbentuk, pada tahun 1997 di Kuala Lumpur para pemimpin Negara
ASEAN mentransformasikan ASEAN menjadi kawasan stabil, makmur dan
berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta
kesenjangan social ekonomi dan kemiskinan yang semakin berkurang.
Dirasa kurang jika hanya menjadi suatu kawasan terpadu, pada KTT ASEAN di
Bali, Oktober 2013 mendeklarasikan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA)
sebagai langkah untuk integrasi ekonomi regional. Selanjutnya, pertemuan ke-38
Menteri Ekonomi ASEAN, di Kuala Lumpur, Malaysia pada agustus 2006
sepakat akan menyusun “suatu cetak biru“ yang terpadu untuk mempercepat
pembentukan KEA dengan mengindetifikasi berbagai karakteristik dan elemen
KEA pada tahun 2015 sesuai Bali Concord II, dengan sasaran dan kerangka waktu
yang jelas dalam mengimplementasikan berbagai langkah serta fleksibilitas yang
telah disepakati sebelumnya guna mengkomodir kepentingan

seluruh negara

anggota ASEAN.
Pada KTT ASEAN Ke-12,para pemimpin ASEAN menegaskan komitmen yang
kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015
sejalan dengan Visi ASEAN 2020 dan BALI CONCORD II dan menandatangani

Cebu Declaration on Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community
by 2015,Secara khusus,para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan mentranformasikan kawasan
ASEAN menjadi suatu kawasan dimana terdapat aliran bebas barang, jasa,
investasi, dan tenaga kerja terampil, serta aliran modal yang lebih bebas.

Dengan demikian, Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan suatu tujuan akhir
dari integrasi ekonomi yang ingin dicapai masyarakat ASEAN sebagaimana
tercantum dalam Visi ASEAN 2020, di mana di dalamnya terdapat konvergensi
kepentingan dari negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan
memperluas integrasi ekonomi. Sebuah perekonomian yang terbuka, berorientasi
keluar, inklusif dan bertumpu pada kekuatan pasar merupakan prinsip dasar dalam
upaya pembentukan komunitas ini. Berdasarkan cetak biru yang telah diadopsi
oleh seluruh

negara anggota ASEAN, kawasan Asia Tenggara melalui

pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan ditransformasikan menjadi
sebuah pasar tunggal dan basis produksi; sebuah kawasan yang sangat kompetitif;
sebuah kawasan dengan


pembangunan ekonomi yang merata; dan sebuah

kawasan yang terintegrasi penuh dengan perekonomian global.
Sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, terdapat lima elemen inti yang
mendasari Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu (1) pergerakan bebas barang; (2)
pergerakan bebas jasa; (3) pergerakan bebas investasi; (4) pergerakan bebas
modal; dan (5) pergerakan bebas pekerja terampil. Kelima elemen inti dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi ini
dilengkapi lagi dengan dua komponen penting lainnya, yaitu sektor integrasi
prioritas yang terdiri dari dua belas sektor (produk berbasis pertanian; transportasi
udara; otomotif; e-ASEAN; elektronik; perikanan; pelayanan kesehatan; logistik;
produk berbasis logam; tekstil; pariwisata; dan produk berbasis kayu) dan sektor
pangan, pertanian dan kehutanan.
Saat ini memasuki awal tahun 2014. Hanya tersisa satu tahun sebelum Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Pertanyaan besar menyelimuti saya pribadi.
Mampukah Indonesia menghadapi MEA 2015? Terutama dari sisi mahasiswa.
Mahasiswa sebagai penerus bangsa harus mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya. Diketahui bersama bahwa MEA bercirikan oleh perdagangan bebas
barang dan jasa sesama negara ASEAN.


Bagaimana supaya tetap stabil baik ekonomi, pendidikan ataupun kesejahteraan?

Diantara 3 pelaku ekonomi, yakni: produsen, pedagang, dan konsumen, maka
pihak yang berpeluang mendapat keuntungan hanya produsen dan pedagang,
sementara pihak konsumen adalah pihak yang dirugikan. Keuntungan produsen
didapatkan dari selisih antara hasil (benefit) dan biaya (cost). Sementara
keuntungan pedagang didapatkan dari selisih antara harga penjualan dengan harga
pembelian. Konsumen sebagai pelaku ekonomi yang terakhir adalah pihak yang
dirugikan. Hal ini, sesuai dengan prinsip "zero sum game", yakni ketika terdapat
pelaku ekonomi (produsen dan pedagang) yang diuntungkan, maka akan terdapat
pelaku

ekonomi

lainnya

yang

dirugikan,


yakni

konsumen.

Untuk menjadi produsen, Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang
melimpah dan sumber daya manusia (SDM) yang terbanyak di ASEAN. Namun,
dengan terbukanya arus barang dan jasa, terutama terbukanya pergerakan tenaga
kerja (movement natural person / MNP), maka SDA Indonesia akan dikerubungi
oleh SDM Indonesia sendiri ditambah SDM dari negara-negara lainnya anggota
ASEAN.
Hanya SDM yang berkualitas yang akan mampu mengelola SDA secara lebih
efektif dan efisien. Sehingga, hanya SDM yang berkualitas yang akan terlibat
proses produksi, baik SDM sebagai pemilik perusahaan, manajer perusahaan,
maupun sebagai pekerja / buruh perusahaan. Namun, kualitas SDM Indonesia
dalam MEA, yang diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada
urutan keenam dibawah Singapore, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand, dan
Philipina. IPM Indonesia hanya unggul dari Vietnam, Laos, Kamboja, dan
Myanmar berdasarkan data Human Development Index (HDI) tahun 2012.
Kondisi kualitas SDM Indonesia yang rendah tersebut akan berhubungan
langsung dengan rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia. Apabila tidak

ada pembatasan (barier) terhadap pergerakan tenaga kerja negara lain masuk ke

Indonesia, maka dapat dipastikan tenaga kerja Indonesia hanya akan menjadi
penonton di negaranya sendiri. Oleh karena itu, tepat adanya Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 02 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa tenaga
kerja asing dapat bekerja di Indonesia melalui prinsip sponsorship dan tidak
diizinkan perseorangan sebagai sponsor. Tenaga kerja asing hanya dapat bekerja
untuk jabatan direktur, manajer dan technical expert serta tidak boleh menduduki
jabatan yang berkaitan dengan personalia. Persyaratan jabatan tenaga kerja asing
mengacu kepada standar kompetensi dan dapat berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia.
Dalam kenyataannya, akhir-akhir ini terdapat indikasi semakin banyaknya
kedatangan tenaga kerja asing dengan memanipulasi visa kunjungan wisata,
sehingga terbebas dari ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 02 Tahun 2008 di atas. Oleh karena itu, mendesak untuk
dilakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM agar dapat
diperketat pergerakan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia dengan
menggunakan


dokumen

keimigrasian

kunjungan

wisata.

Hanya dengan iklim investasi yang baik dan kondusif, yang membuat para
produsen menanamkan modalnya untuk pembangunan dan perluasan industri
barang dan jasa di suatu wilayah, tidak terkecuali bagi industri yang bahan
bakunya berbasis sumberdaya alam setempat, maupun industri yang bahan
bakunya berbasis impor. Namun, posisi doing business Indonesia dari aspek
tenaga kerja yang dilaporkan World Bank berada pada posisi kurang kondusif.
Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia disebutkan sebagai 'labour pains: hard to
hire,

hard

to


fire,

and

costly

too".

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak di Asean merupakan pasar
potensial untuk barang-barang konsumtif yang langsung di konsumsi, maupun
produk antaranya. Sehingga, sekalipun doing business Indonesia kurang

menggembirakan namun Indonesia tetap potensial untuk menjadi produsen bahan
konsumtif, terutama sebagai produsen bahan makanan untuk konsumsi dalam
negeri. Tetapi, kondisi ketenagakerjaan yang tidak kondusif tersebut akan menjadi
persoalan untuk industri barang-barang ekspor, yang komponen bahan bakunya
tidak mengandalkan sumberdaya alam Indonesia. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila industri yang menghasilkan barang ekspor dengan
komponen bahan baku berasal dari impor sulit melakukan ekspansi Industrinya di

Indonesia.
Memperhatikan profil ekspor Indonesia sebagai penghasil devisa negara selama
ini, ternyata peranan ekspor bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam,
terutama hasil tambang dan produk pertanian dalam arti luas, cukup dominan.
Produk-produk ini diekspor sebagai bahan baku industri negara lain, sehingga
nilai tambahnya akan dinikmati negara lain tersebut yang merupakan tempat
industri

pengolahan

bahan

baku

menjadi

bahan

jadi.


Serupa dengan pergerakan barang ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh
bahan baku, maka pergerakan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri juga masih
didominasi oleh "bahan baku" tenaga kerja, yakni tenaga kerja yang masih lebih
mengandalkan ototnya, seperti Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) dan
Pelaut. Kondisi ini, menciptakan kondisi yang membuka peluang bagi tenaga
kerja asing di negaranya sendiri untuk mengerjakan pekerjaan yang mendatangkan
pedapatan yang lebih tinggi, baik sebagai pengusaha, manajer, maupun tenaga
kerja.
Membiarkan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang tidak terampil, seperti PLRT
dan Pelaut, sesungguhnya menjadikan negara pengguna sangat diuntungkan
secara ekonomi, karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan lain yang lebih
produktif. Sementara Indonesia akan dirugikan berkali-kali: Pertama, kerugian
dipandang dari martabat bangsa; Kedua, kerugian dari semakin produktifnya

negara lain menyebabkan Indonesia akan kebanjiran hasil produksi negara lain
yang kalah bersaing apabila diproduksi di Indonesia.
Lalu, apa langkah startegis yang bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun
mahasiswa?
Pemerintah memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Pemerintah harus menyusun route map menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

2015 dan di sosialisasikan kepada masyarakat. Sebagai salah satu langkah
strategis yang bisa diambil, yaitu menghentikan atau meminimalisir ekspor bahan
baku barang yang berasal dari sumber daya alam dan berupa jasa yang lebih
mengandalkan otot saja, yakni seperti PLRT dan pelaut tanpa kompetensi yang
memadai. Pemerintah harus melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusia
yang berkompeten supaya bisa bersaing di luar dan tidak menjadi olok-olokan
belaka.
Ketika telah muncul suatu paradigma yang tegas dan jelas dengan posisi dan
kapasitas pemerintah yang kuat dalam membangun perekonomian, sebagaimana
cita-cita pendirian negara ini dalam Pembukaan UUD 1945, maka akan terwujud
kebijakan-kebijakan yang secara substantif dapat meningkatkan kinerja dan daya
saing perekonomian. Berbagai kebijakan-kebijakan yang membawa dampak
negatif

terhadap

perekonomian rakyat

dan melemahkan

negara dalam

menjalankan fungsi dasarnya, terutama dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan
perdagangan bebas, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN, harus ditinjau ulang di
bawah paradigma memihak kepada rakyat. Bahkan tidak menutup kemungkinan
dilakukan moratorium (penundaan) atau bahkan peng-hentian segala bentuk
liberalisasi

ekonomi

yang

telah

merugikan

rakyat.

Sebuah

paradigma

pembangunan yang benar-benar memihak kepada kepentingan rakyat Hegemoni
dan Diskursus Neoliberalisme harus ditegakkan sebagai landasan dari kebijakan
ekonomi. Sehingga cita-cita ke-merdekaan untuk mewujudkan bangsa yang cerdas
dan sejahtera dapat benar-benar terwujud di negeri ini.

Ahmad Fajar
@kovazzevic
Jakarta, Desember 2013