Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Model Ad

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI INFORMASI DAN APLIKASINYA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
MALANG, 12-13 MARET 2009
ISSN : 9772085234007

EDITOR
M. Sarosa, Ika Noer S., Ratna Ika, Mila Fauziyah,
M. Junus, M. Noor H, A. Faizin, M. Nanak, Windi Z., Yoyok H.

Diorganisasi oleh:
POLITEKNIK NEGERI MALANG

DEWAN REDAKSI
KETUA
Dr. M. Sarosa, Dipl. Ing., MT.

REVIEWER/KOMITE PROGRAM
Prof. Dr. Ing. Ir. Adang Suwandi Ahmad (ITB)
Prof. Dr. Ir. Sudjito (Unibraw)

Dr. Ir. Agnes Hanna P., MT. (Polinema)
Dr. Ir. R. Edy Purwanto, MSc. (Polinema)
Dr. M. Sarosa, Dipl. Ing., MT. (Polinema)
Dr. Agung Darmawansyah, ST. MT. (Unibraw)
Achmad Chumaidi, Ir. MT. (Polinema)
Ludfi Djajanto, Drs. MBA. (Polinema)
Rulirianto, Drs. MSc. (Polinema)

KOMITE OGRANISASI
Supriatna Adhisuwignjo, ST., MT
Ika Noer Syamsiana, ST., MT
Ratna Ika Putri, ST., MT
Mila Fauziyah, ST., MT
M. Junus, ST. MT
Mohammad Noor H., ST., MSc.
Azam Muzakhim I, ST. MT.
Akhmad Faizin, Dipl. Ing.HTL., MT.
Deddy Kusbianto, PA. Ir.
M. Nanak Zakaria, ST., MT
M. Zenurianto, Dipl. Ing.HTL, MSc.

Windi Zamrudy, B. Tech., MPd.
Yoyok Heru P, Drs., MT
Zainal Abdul Haris, Se. Ak.

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang

Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Model Adaptive Resonance Theory 1 pada
Sistem Identifikasi Pesawat Terbang
Nur Ichsan Utama 1, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari 2, Aciek Ida Wuryandari 3
1,2,3

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung
Labtek VIII, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung ± 40132
2
Departemen Elektronika, Akademi Angkatan Udara Indonesia,
Jl. Laksda Adisutjpto, Yogyakarta ± 55002
nur_ichsan@ymail.com 1, arwin91aau@yahoo.co.id 2, aciek@lskk.ee.itb.ac.id 3
ABSTRAK
Radar memancarkan gelombang elektromagnetik mendapatkan data-data yang berkaitan dengan pesawat
terbang yang meliputi jarak, ketinggian, arah dan kecepatan. Untuk identifikasi, radar dilengkapi dengan peralatan

interogator Identification Friend or Foe (IFF) sebagai bagian dari Secondary Surveillance Radar (SSR). Interogator
IFF mengirimkan sinyal pertanyaan kepada pesawat terbang yang ingin diidentifikasi. Pesawat terbang yang
dilengkapi dengan transponder (transmitter responder) akan menjawab sinyal pertanyaan tersebut secara otomatis
berupa kode identifikasi pesawat. Bila pesawat tidak dapat merespon pertanyaan yang diberikan, maka pesawat akan
diidentifikasikan sebagai penerbangan gelap (black flight). Proses identifikasi pada kasus penerbangan gelap dapat
dilakukan dengan menganalisa data Radar Cross Section (RCS) dan kecepatan dari pesawat terbang.
Seringkali data yang tertangkap di radar berupa RCS dan kecepatan pesawat dari sebuah pesawat terbang
tidak selalu sama. Agar proses identifikasi pesawat terbang di udara dapat dilakukan dengan cepat dan memiliki
tingkat keakuratan yang tinggi diperlukan sebuah sistem identifikasi pesawat terbang adaptif yang mampu
mengidentifikasi data yang berubah-ubah namun tetap stabil. Untuk tujuan tersebut, pada makalah ini akan
disampaikan aplikasi Jaringan Saraf Tiruan model Adaptive Resonance Theory 1 (JST-ART1) pada Sistem
Identifikasi Pesawat Terbang (SIPT-ART1) dengan memanfaatkan RCS dan kecepatan pesawat terbang sebagai
parameter identifikasi. Untuk meyakinkan akurasi hasil identifikasi kedua parameter, dilakukan fusi informasi untuk
menyatakan hasil identifikasi.
Kata kunci: ART, Fusi informasi, Identifikasi pesawat terbang, Kecepatan, RCS, SIPT-ART
I

PENDAHULUAN

Kemampuan radar dalam mengidentifikasi suatu

pesawat terbang merupakan aspek penting dalam
pertahanan udara dan keselamatan terbang di
udara, baik untuk kepentingan militer maupun
sipil. Untuk keperluan tersebut, radar dilengkapi
dengan interrogator Identification Friend or Foe
(IFF) akan mengirimkan sinyal pertanyaan kepada
pesawat terbang yang melewati suatu wilayah
udara. Secara otomatis pesawat terbang sasaran
yang dilengkapi dengan transponder (transmitter
responder) akan mengirimkan sinyal balasan
berupa kode identitas pesawat terbang. Apabila
pesawat terbang tidak dapat merespon pertanyaan
yang diberikan maka pesawat terbang tersebut
akan dinyatakan sebagai penerbangan gelap
(black flight) atau pesawat musuh (hostile).
Sebagai alternatif sistem identifikasi IFF atau
yang biasa juga disebut Secondary Surveillance
Radar (SSR), radar akan memancarkan

gelombang mikro ke arah pesawat terbang yang

diidentifikasi sebagai penerbangan gelap dan menangkap
pantulan dari gelombang itu untuk mendapatkan datadata yang mungkin dari pesawat terbang yang
bersangkutan. Data-data yang didapatkan ini akan
dijadikan parameter untuk menentukan jenis pesawat
terbang tersebut.
Pada umumnya, analisis data-data dari radar yang akan
digunakan untuk menentukan jenis pesawat terbang yang
ingin diidentifikasi dilakukan secara manual dan hal ini
membutuhkan waktu. Agar waktu identifikasi pesawat
dapat dilakukan secara cepat dengan tingkat keakuratan
yang cukup baik, diperlukan sebuah sistem identifikasi
yang mampu beradaptasi dengan masukan data yang
berasal dari radar berupa Radar Cross Section (RCS) dan
kecepatan pesawat.
Dalam makalah ini akan disampaikan desain dan
implementasi sistem identifikasi pesawat terbang adaptif
berbasis menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Adaptive

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang


Resonance Theory 1 (JST-ART1).
Sistem
ditujukan untuk dapat melakukan proses
identifikasi pesawat terbang dengan cepat pada
tingkat akurasi yang tinggi dengan menggunakan
masukan kecepatan dan parameter unik RCS
pesawat terbang.
II
II.1

yang dipancarkan radar kepada pesawat terbang. Besaran
nilai RCS tidak kemudian menunjukan luas sebenarnya
dari fisik pesawat terbang sasaran, namun lebih
menunjukan kemampuan pesawat terbang untuk
memantulkan sinyal radar ke arah antena radar penerima.
Gambar 2 menunjukan contoh RCS dari sebuah pesawat
terbang.

KONSEP RADAR DAN JST-ART1
Konsep Radar[8,15]


Radar adalah kependekan dari Radio Detection
and Ranging. Radar merupakan sistem gelombang
elektromagnetik
yang
digunakan
untuk
mendeteksi, mengukur jarak, kecepatan dan
membuat map benda-benda seperti pesawat
terbang, kendaraan bermotor dan pesawat terbangpesawat terbang lainnya. Dalam dunia
penerbangan radar biasa digunakan untuk
mendeteksi suatu pesawat terbang yang sedang
terbang dalam suatu kawasan wilayah tertentu.

Gambar 2. Contoh plot RCS suatu pesawat terbang.

II.3 Kecepatan Pesawat pada Radar[7,14]

Gambar 1. Konsep kerja radar.


Prinsip yang menjadi kunci utama teknologi ini
adalah pantulan gelombang mikro dan
implementasi efek Doppler. Radar akan
memancarkan sinyal atau gelombang mikro
kepada pesawat terbang yang ingin diidentifikasi.
pantulan dari gelombang mikro yang mengenai
pesawat terbang akan ditangkap oleh radar untuk
dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui lokasi dan
bahkan jenis pesawat terbang tersebut. Sistem
radar memiliki tiga komponen utama yaitu:
antena, transmitter (pemancar sinyal) dan receiver
(penerima sinyal)[15].
II.2

Radar Cross Section[4]

RCS adalah ukuran dari kemampuan sebuah
pesawat terbang untuk memantulkan kembali
sinyal yang dikirimkan ke arah radar. Berdasarkan
penjelasan teknis, RCS adalah suatu perbandingan

antara daya yang dipantulkan oleh pesawat
terbang kembali ke radar dengan kerapatan daya

Untuk mendeteksi kecepatan sebuah pesawat terbang,
radar akan menggunakan penggabungan antara teknik
pantulan gelombang dan asas doppler. Teknik pantulan
gelombang biasa digunakan untuk mengukur jarak antara
sebuah pesawat terbang dan sumber pemancar
gelombang. Sedangkan asas doppler menjelaskan tentang
perubahan frekuensi gelombang dikarenakan gerakan
relatif sebuah benda terhadap benda lainnya dalam hal ini
dapat dikatakan antara sumber gelombang terhadap
pesawat terbang sasaran.
Pada radar, kecepatan pesawat yang tertangkap dapat
diketahui dengan menggunakan Persamaan (1)[14].

fd




2u

O

cos(T )

(1)

Dimana fd adalah dopler shift, Ȝ adalah panjang
gelombang, u adalah kecepatan pesawat, dan ș adalah
sudut antara arah pergerakan sinyal dan arah pesawat
terbang.

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang

III.4 Adaptive Resonance Theory[1,2,6]

entitas tersebut dapat berbentuk fisik atau non-fisik.

Algoritma ART dikembangkan untuk mengatasi

masalah stabilitas-plastisitas (stability-plasticity
dilemma) yang dihadapi oleh algoritma JST
lainnya.
Masalah
stabilitas-plastisitas
mempertanyakan mengenai bagaimana sebuah
sistem pembelajaran dapat menjaga pengetahuan
yang telah dipelajari sebelumnya namun tetap
memiliki
kemampuan untuk mempelajari
masukan baru. Kunci untuk menyelesaikan
masalah stabilitas-plastisitas adalah dengan
menambahkan mekanisme feedback diantara
competitive layer (lapisan F2) dan masukan layer
pada jaringan.
Attentional subsystem

+

GAIN 1

Masukan-masukan suatu sistem informasi dapat berupa :
ƒ
ƒ
ƒ

data hasil observasi sensor-sensor,
masukan-masukan perintah dan data dari operator
atau pengguna,
data pendahuluan dari suatu basis data yang telah
ada.
Sensor
Sistem
Informasi
Fusi

Basis

Knowledge

Orienting subsystem
+

+

Recognition
Layer F2

Operator

+

Decision

Gambar 4. Konsep fusi informasi[9].
+

+

GAIN 2

+

Comparison
Layer F1(b)
+

-

Reset
+

Input Vektor F1(a)

Kelas-kelas tataran fusi informasi sensor majemuk
(multisensor) pada ummnya digunakan untuk aplikasi
pengenalan sasaran otomatis (automatic target
recognition, ATR).
a.

Fusi tataran piksel. Tataran ini diaplikasikan kepada
data piksel teregistrasi dari sekumpulan citra untuk
kepentingan fungsi deteksi dan diskriminan. Data
citra diperoleh dari sensor-sensor citra seperti
RADAR dan Forward Looking Infra Red (FLIR).

b.

Fusi tataran fitur. Tataran ini mengombinasikan
fitur-fitur pesawat terbang yang dideteksi dan
dipisahkan di dalam masing-masing wilayah sensor.
Fitur-fitur setiap pesawat terbang diekstraksi secara
independen di dalam setiap wilayah dan membentuk
satu ruang fitur bersama untuk klasifikasi pesawat
terbang.

c.

Fusi
tataran
keputusan.
Tataran
ini
mengombinasikan keputusan-keputusan dari jalurjalur klasifikasi atau deteksi sensor-sensor dengan
nilai heuristik seperti M-of-N, suara terbanyak
maksimum (maximum vote), atau jumlah terbobot
(weighted sum) untuk keputusan tegas (hard
decision) dan metoda Bayes, DS dan variabel fuzzy
untuk keputusan halus (soft decision).

Gambar 3. Arsitektur ART1.

Arsitektur JST ART terdiri atas : satu lapisan
pengolahan masukan yang juga sebagai lapisan
perbandingan (comparison layer) pola yang
disebut dengan lapisan F1, unit-unit cluster yang
merupakan lapisan pengenalan yang disebut
dengan lapisan F2 dan suatu mekanisme untuk
mengontrol derajat kemiripan pola-pola untuk
ditempatkan pada cluster yang sama yang disebut
dengan mekanisme Reset.
JST ART dirancang untuk memudahkan
pengontrolan derajat kemiripan pola yang
ditempatkan pada cluster yang sama. Sebuah
sistem ART terdiri dari 2 subsistem, yaitu
attentional subsystem dan orienting subsystem.
II.5

Konsep Informasi Fusi[3,9]

Fusi informasi atau fusi data adalah suatu teknik
pengombinasian data atau informasi untuk
memperkirakan (estimate) atau memprediksi hasil
keluaran dari berbagai keadaan entitas. Entitas-

III DESAIN DAN
IMPLEMENTASI SISTEM
IDENTIFIKASI
PESAWAT
TERBANG
BERBASIS JST-ART1

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang

Sistem Identifikasi Pesawat Terbang berbasis
JST-ART1 (SIPT-ART1) dibagi menjadi tiga blok
yaitu blok inisiasi, blok identifikasi, dan blok
pemrosesan final. Arsitetktur SIPT-ART1dapat
dilihat pada Gambar 5.

Blok identifikasi dibagi menjadi dua blok yaitu blok
mode pembelajaran dan blok mode pakai.

III.2.1 Blok Mode Pembelajaran
Start

Inisiasi
Bobot

Menerima input
data kecepatan
dan RCS

Mengambil data
bobot tiap cluster
dari database

Gambar 5. Arsitektur SIPT-ART1.

Mencocokkan
antara input data
dan cluster
dengan algoritma
ART

III.1 Blok Proses Inisiasi
Blok proses inisiasi merupakan blok yang akan
diproses untuk mempersiapkan masukan yang
akan digunakan oleh blok identifikasi. Untuk
mendapatkan data masukan, sistem akan
mengekstrak data RCS dan kecepatan dari basis
data pesawat terbang.
Untuk proses yang menggunakan ART1, data-data
yang ada pada basis data pesawat akan diubah
terlebih dahulu ke dalam bentuk biner. Pada
penelitian ini, proses inisiasi hanya melakukan
tugas sederhana, yaitu merubah data dalam bentuk
angka-angka ke dalam bentuk biner. Data-data
masukan pada basis data dapat dilihat pada Tabel 1.

Input data dan
cluster cocok?

Tidak

Ya

Modifikasi bobot
cluster yang cocok

Masukan data
cluster baru pada
database

End

Gambar 6. Diagram blok pembelajaran SIPT-ART1.

[13]

Tabel 1. Data masukan sistem identifikasi pesawat .
Tipe Pesawat
Speed
No.
RCS
Terbang
(km/jam)
1.
Bell 47G
3
168,532
2.
F-16 Fighting
5
1470
Falcon
3.
Hawk200
8
1000,08
4.
Su-30 Sukhoi
15
2878,75
5.
Cobra AH-1S
18
227,796
6.
Cassa C-212
27
364,844
7.
CN-235
30
459,296
8.
A-310 Airbus
100
980

III.2 Blok Identifikasi

Blok mode belajar dimulai dengan sistem menerima data
masukan berupa vektor berdimensi tertentu. Sistem
kemudian akan berusaha mengelompokkan data masukan
ke dalam cluster tertentu berdasarkan parameter
vigilance dan hasil perhitungan data yj. Apabila hasil
perhitungan yj dan tes vigilance memperlihatkan data
masukan tidak dapat dikelompokkan dalam suatu cluster,
sistem akan menandai cluster itu dan mencoba
perhitungan untuk data cluster lainnya. Pencocokan akan
terus dilakukan selama data masukan masukan belum
memenuhi tes vigilance dan data belum habis.

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang

III.2.2 Blok Mode Pakai
Blok mode pakai pada prinsipnya sama dengan
diagram alir mode belajar. Hanya saja pada mode
pakai, setelah dilakukan proses pencocokan,
apabila kemudian ditemukan cluster pemenang
dan memenuhi tes vigilance, sistem tidak akan
melakukan modifikasi terhadap bobot-bobot
cluster. Hal yang sama juga berlaku, apabila pada
proses pencocokan tidak ada satupun cluster yang
memenuhi parameter vigilance yang diberikan
maka sistem tidak akan melakukan proses
pemasukan cluster baru.

Gambar 9. Akurasi identifikasi SIPT-ART1 berdasarkan nilai
parameter vigilance.

III.3 Blok Pemrosesan Final
Blok pemrosesan final merupakan blok fusi hasil
yang didapatkan dari proses ART RCS dan proses
ART kecepatan. Blok fusi diimplementasikan agar
diperoleh hasil identifikasi yang lebih akurat.
IV

HASIL IMPLEMENTASI
SIMULASI

DAN

UJI

Gambar 10. Tampilan program belajar SIPT-ART1.

Gambar 11. Tampilan validasi SIPT-ART1 dengan contoh
validasi obyek adalah pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.
Gambar 7. Pengetahuan SIPT-ART1 setelah proses
belajar untuk pola-pola kecepatan.

Gambar 8. Pengetahuan SIPT-ART1 setelah proses
belajar untuk pola-pola RCS.

Gambar 12. Tampilan program simulasi SIPT-ART1.

Prosiding SENTIA 2009 ± Politeknik Negeri Malang

V

Menggunakan Radar Cross Section dan Kecepatan
Pesawat, Tugas Akhir S-1, Institut Teknologi
Bandung.

KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh proses perancangan,
implementasi, dan pengujian sistem, dapat
diambil kesimpulan sebagai berkut.
x Pada JST ART-1, semakin besar parameter
vigilance maka jumlah cluster yang terbentuk
akan semakin banyak.
x Pada JST ART-1, semakin besar parameter
vigilance maka ketelitian pencocokan akan
semakin baik. Ketelitian pencocokan yang
sangat baik tidak menjamin sistem dapat
bekerja dengan efektif.
x Besarnya nilai parameter vigilance perlu
ditentukan dengan baik agar sistem dapat
bekerja dengan optimal. Hasil uji simulasi
pada Bagian IV menunjukkan nilai parameter
vigilance yang optimal akan berbeda-beda
untuk jenis data masukan yang berbeda.
x Jumlah cluster yang terbentuk pada fase
pembelajaran akan berpengaruh terhadap
ketelitian pencocokan pada mode pakai.
Semakin banyak cluster yang terbentuk
ketelitiannya akan semakin baik.

REFERENSI
[1] Fausett, Laurene (1993), Fundamental of
Neural Networks, Prentice-Hall.
[2] Freeman, James A., Skapura, David M.
(1991), Neural Networks Algorithms,
Applications, and Programming Techniques,
Addison Wesley Longman Publishing Co.,
Inc., Redwood City.
[3] Hall, David L., and Llinas, James (2001),
Handbook of Multisensor Data Fusion, CRC
Press, United States of America.
[4] Harre, Ingo (2004), RCS in Radar Range
Calculations
for
Maritime
Targets,
http://www.mar-it.de/Radar/RCS/RCS_xx.
pdf , 24 November 2008, 20.30 WIB.
[5] Hestiningsih, Idhawati, Kecerdasan Buatan,
http://www.unimmer.ac.id/download/Kecerd
asan_buatan.pdf, 3 Desember 2008, 10.30
WIB.
[6] Kung, S.Y. (1993), Digital Neural Networks,
Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.
[7] Nopriansyah (2008), Sistem Identification
Friend,
Foe,
or
Neutral
Radar

[8] Skolnik, Merril I. (1990), Radar Handbook,
McGraw-Hill, United States of America, 2nd
Edition.
[9] Sumari, Arwin D.W. (2008), Desain Implementasi
Sistem Fusi Informasi Multiagen untuk Mendukung
Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan
Operasi Udara, Tesis Magister, Institut Teknologi
Bandung.
[10] Sumari, Arwin D.W. (1996), Metode Temu Kembali
Informasi Secara Cerdas Menggunakan Jaringan
Syaraf Tiruan Model Adaptive Resonance Theory 1,
Tugas Akhir S-1, Institut Teknologi Bandung.
[11] ______________, Doppler Effect in Accoustics,
http://physics-animations.com/Physics/English/
wave_txt.htm#Doppler, 25 November 2008, 20.00
WIB.
[12] ______________, A-OA-148-001/AG-000 Manual
of Instrument Flying, http://www.icpschool.com/
Downloads/files/O-OA-148/pdfs/Chap21a.PDF, 2
Desember 2008, 09.00 WIB.
[13] ______________, http://www.airtoaircombat.com,
3 Februari 2008, 11.00 WIB.
[14] ______________, Lab Exercise 7 : Doppler Radar,
http://www.eecs.umich.edu/emag/labmanual/EECS
330_LE7.pdf, 3 Desember 2008, 10.00 WIB.
[15]

______________, Radar, http://lasonearth.files.
wordpress.com/2008/05/pdf_radar1.pdf, 3 Desember 2008, 10.15 WIB.