Laporan Maes Aspek Tanah docs
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk
sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menandakan bahwa penduduk
Indonesia lebih banyak hidup di desa, dimana pada umumnya bermata
pencaharian dalam bidang pertanian. Daerah Batu merupakan daerah pertanian
dan perkebunan yang subur. Daerah yang beriklim sejuk ini cocok untuk
ditanami tanaman Hortikultura seperti tanaman Jeruk. Tanaman Jeruk ini
memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dan memberi penghasilan yang tidak
sedikit artinya apabila diusahakan dengan secara sungguh-sungguh. Disamping
itu, jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang mengandung zatzat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari mutlak dibutuhkan
dan makin digemari masyarakat.
Seiring dengan perkembangannya terdapat alih fungsi lahan dari lahan
perkebunan Jeruk menjadi lahan pemukiman dan Infrastruktur yang lain. Hal
tersebut tentu saja berakibat pada semakin menyempitnya lahan perkebunan
Jeruk dan tentu saja akan berimbas pada menurunnya produksi komoditas Jeruk.
Selain itu, produktivitas Jeruk juga menurun dikarenakan kualitas tanah yang
semakin tidak produktif. Beberapa hal yang menyebabkan menurunnya
produktifitas tanaman jeruk ialah adanya pertanian intensif dengan penggunaan
bibit
unggul,aplikasi
pupuk
buatan,pestisida,penerapan
mekanisasi
pertanian,pemanfaatan air irigasi tidak ada masa istirahat tanah. (Tandisau P, dan
Herniawati,2009).
Sistem pertanian intensif telah mendorong terjadinya degradasi atau
penurunan kualitas tanah dari sifat fisik,kimia dan biologi tanah. Selain
berimplikasi pada biodiversitas didalam lingkungan tanah,kondisi tersebut juga
akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Oleh
karena itu, upaya pengembalian kondisi kualitas tanah dengan cara mengurangi
bahkan mengkonversi intensifikasi lahan pertanian menjadi pertanian yang
berkelanjutan (Sustainable Agriculture) perlu dilakukan.
1
1.2 Tujuan
Memahami pengelolaan agroekosistem pada lahan perkebunan yang sehat
serta mengetahui kualitas dan kesehatan tanah pada perkebunan jeruk.
1.3 Manfaat
Mengetahui dan memahami kualitas dan kesehatan tanah yang digunakan
sebagai pedoman pada pengelolaan perkebunan jeruk sehingga pengelolaan lebih
intensif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kualitas Tanah
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah
kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997)
mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan
hidup manusia.
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikatorindikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan
indeks kualitas tanah.Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung
berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-indikator
kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah.
2.2 Indikator Kualitas Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia
dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1)
menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat
fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh
banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka
terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5)
apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada
data dasar tanah. Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator
kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan
fungsinya yaitu:
1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3
3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan bahan
anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta
curahan dari atmosfer.
4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan
arkeologis terkait dengan permukiman manusia.
Berdasarkan fungsi tanah yang hendak dinilai kemudian dipilih beberapa
indikator yang sesuai. Pemilihan indikator berdasarkan pada konsep minimum
data set (MDS), yaitu sesedikit mungkin tetapi dapat memenuhi kebutuhan.
Penelitian ini mendasarkan pada MDS menurut Mausbach & Seybold (1998)
2.3 Pengertian Kesehatan Tanah
Kesehatan tanah merupakan optimasi sifat tanah (fisik, kimia dan biologi)
yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas tanah, tanaman dan
lingkungan (Idowu, et.al 2008a,b, Gugino et.al 2007). Hal tersebut juga
dinyatakan oleh Doran and Zeiss (2000) dalam Karlen et.al (2001) bahwa
kesehatan tanah merupakan kapasitas keberlanjutan sistem hiduo tanah yang
vital, dengan mengetahui kesehatan dan kandungan unsur biologi tanah dapat
dijadikan kunci pada fungsi ekosistem dalam batasan penggunaan lahan. Fungsi
tersebut dapat menopang produktifitas biologi dan menjaga kualitas lingkungan
serta berperan penting dalam meningkatkan hasil tanaman, hewan dan kesehatan
manusia.
2.4 Indikator Kesehatan Tanah
Kelas kesehatan tanah digolongkan atas dasar persentase skor total
indikator tanah. Kelas kesehatan tanah sebagai berikut: tanah Sangat Sehat
(>85%), tanah Sehat (70-85%), tanah Cukup Sehat (55-70%), tanah Kurang
Sehat (40-55%), dan tanah Tidak Sehat ( 7
(Hakim et al., 1986).
Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penurunan produktivitas tanaman Jeruk masih dapat diatasi dengan
melakukan
perbaikan
terhadap
manajemen
pertanaman
yang
dapat
meningkatkan kesehatan daun Jeruk melalui pengurangan pengaruh faktor
13
pembatas suhu,hidrologi dan unsur hara. Selain itu para petani juga dapat
mengaplikasikan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pestisida dan
pupuk kimia agar dapat menjaga kualitas dan kesehatan tanah di lahan
perkebunan Jeruk, upaya tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa
sisa tanaman,penggunaan bahan organik, dan olah tanah konservasi agar
didapatkan hasil yang optimal.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batasbatas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas
lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Kualitas tanah
dapat dilihat dengan memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses
biologi tanah. Sedangkan kesehatan tanah adalah optimasi sifat tanah (fisik,
kimia dan biologi) yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas
tanah, tanaman dan lingkungan. Kesehatan tanah dapat dilihat dari kondisi sifat
tanah seperti sifat biologi tanah yang ditandai dengan keberadaan fauna yang ada
di dalam tanah.
Untuk kondisi lahan perkebunan Jeruk yang ada di daerah Batu cukup
baik, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kualitas dan
kesehatan tanah di lahan perkebunan Jeruk. Salah satunya ialah penggunaan
pestisida dan pupuk kimia secara intensif dapat menurunkan kualitas lahan yang
ditunjukan dengan berkurangnya bahan organik yang ada di dalam tanah.
Kandungan bahan organik akan mempengaruhi keberadaan arthropoda di dalam
tanah. Selain itu pada lahan perkebunan Jeruk, sistem pengolahan tanahnya tidak
dilakukan secara terus-menerus sehingga kalitas tanahnya masih dalam kategori
cukup baik. Karena dengan pengolahan tanah secara terus-menerus dapat
mengakibatkan pemadatan tanah,penurunan kandungan bahan organik serta
kerusakan struktur dan agregat tanah.
Penurunan bahan organik tanah juga berpengaruh terhadap keberadaan
biota tanah, termasuk cacing tanah dan Collembola. Keberadaan biota tanah
tersebut merupakan indikator untuk menentukan tingkat kesuburan tanah di
suatu lahan. Biota tanah juga berperan dalam proses siklus unsur hara di dalam
15
lapisan tanah, tempat akar tanaman terkonsentrasi sehingga secara nyata dapat
mempengaruhi kondisi tanah yang berhubungan dengan hasil tanaman.
4.2 Saran
Dalam penerapan sistem budidaya pada lahan perkebunan Jeruk,
diiharapkan para petani lebih memperhatikan pada kualitas dan kesehatan tanah
untuk mendapatkan hasil produksi tanaman Jeruk yang optimal. Misalnya
dengan penggunaan pupuk organik yang secara tidak langsung dapat menambah
bahan organik tanah karena terdapat aktivitas biota tanah yang mampu
merombak
bahan
organik
menjadi
senyawa
yang
berguna
untuk
mempertahankan kesuburan tanah. Selain itu dengan mengurangi penggunaan
pupuk kimia juga dapat menurunkan residu serta pencemaran lingkungan.
Kemudian peran pemerintah juga penting dalam menangani masalah alih fungsi
lahan pertanian, diharapkan pemerintah lebih tegas untuk menyelesaikan
masalah tersebut agar hasil produksi pertanian khususnya tanaman jeruk tidak
menurun sehingga dapat memperbaiki kondisi ekonomi petani serta menunjang
kesejahteraan masyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adianto.1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan
Insektisida. Bandung. Penerbit Alumni
Ansyori. 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator
Pertanian Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arief,A.2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta.Kanisius
Borror,D.J,.Triplehorn,C.A., dan Johnson,N.F.1992.Pengenalan Pengajaran
Serangga
Edisi
Keenam.Terjemah
oleh
Soetiyono
Partosoedjono.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Darmawijaya, M. I., 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 411 Hal
Djaenuddin. D, et al.1997.Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Doran, D.J dan M.R. Zeiss. 2000. Soil health and sustainability: managing the
biotic component of soil quality. Aplied Soil Ecology 15:3-11.
Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In
Defining
Hakim. N, et al.1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung.
Lampung.
Hardjowigeno, S.et al. 1993. Kesesuaian Lahan Dan Perencanaan Tata Guna
Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Idowu, J., Moebius, B., van Es, H., Schindelbeck, R.R., Abawi G., Wolfe D.,
Thies J., Gugino, B., Clune, D. 2008b. Soil Health Assessment and
Management: Measurements and Results.
Idowu, J., van Es H., Schindelbeck, R.R., Abawi G., Wolfe D., Thies J., Gugino,
B., Moebius B., Clune, D.2008a. Soil Health Assessment and
Management: The Concepts.
17
Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS.
Isaacson, DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997.
Meaning of Environmental Terms. J. Environ. Qual.. 26:581-589
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman.
1996.
Soil
Quality:
Concept,
Rationale
and
Research
Needs.
Soil.Sci.Am.J: 60:33-43
Kemal Prihatman (2000).Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di
Pedesaan.BAPPENAS, Jakarta
Kramadibrata,I.1995.Entomologi Hewan.Bandung:ITB
Mausbach, MJ, & CA. Seybold, 1998. Assessment of Soil Quality. Dalam R. Lal
(ed). Soil Quality and Agricultural Sustainability. Ann Arbor Press,
Chelsea, Michigan, pp.33-43.
Notohadiprawiro, T., 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah.
Repro:UGM. Yogyakarta
Nursyamsi, D. 2004.Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah
di Lahan Kering.Makalah Pribadi Falsafah Sain.Institut Pertanian Bogor :
Bogor
OSU (2009). Ohio State Health Card. OSU Centers at Piketon: Piketon
Research & Extension Enterprise Center, OHIO. http://www.ag ohio-state
deu/-prec October 5, 2010
Purnomosidhi,
P.,
Suparman,
J.
M.
Roshetko,
dan
Mulawarman,
2007.Perbanyakan dan Budidaya Buah-Buahan: durian, mangga, jeruk,
melinjo, dan sawo. Pedoman Lapangan, Edisi Kedua. World Agroforestry
Center & Winrock Internasional, Bogor
Rovira, A. D. and E. L. Greacen, 1957. The Effect of Agregate Disruption on
theActivity of Microorganism in the Soil.Aust J. Agr. Res. 8: 6-59
Rukmana. (2003). Kaktus. Cet 5. Kanisius.Yogyakarta
Santoso. B. 1994. Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Penerbit IKIP malang. Malang.
Senawi. 1999.Evaluasi Dan Tata Guna Lahan. Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
SQI, 2001. Guidelines for Soil Quality Assessment in Conservation Planning.
Soil Quality Institute. Natural Resources Conservation Services. USDA.
Sunarjono, H.H., 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya.
Jakarta.Halaman 38 - 47
Susetya, Darma. 2012. Panduan Lengkap Pembuatan Pupuk Organik.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Tandisau P. Dan Herniawati 2009. Prospek pengempangan pertanian organik di
sulawesi selatan. Sulawesi selatan. Balai pengkajian Teknologi pertanian
Tian,G., L. Brussard, B.T., Kang,&Swift, M.J. 1997.Soil fauna-decomposition of
plant residues under contreined environmental and residue quality
condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition.
(Eds. Cadisch, G. & Giller, K.E.). Wey College, University of London,
UK.
Wagner, J. M., 2005. Soil Health Assessment in Organic Farming Systems. Final
Report. Prepared for: Certified Organic Associations of British Columbia,
Organic Sector Development Program Agri-Food Futures Fund.
19
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk
sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menandakan bahwa penduduk
Indonesia lebih banyak hidup di desa, dimana pada umumnya bermata
pencaharian dalam bidang pertanian. Daerah Batu merupakan daerah pertanian
dan perkebunan yang subur. Daerah yang beriklim sejuk ini cocok untuk
ditanami tanaman Hortikultura seperti tanaman Jeruk. Tanaman Jeruk ini
memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dan memberi penghasilan yang tidak
sedikit artinya apabila diusahakan dengan secara sungguh-sungguh. Disamping
itu, jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang mengandung zatzat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari mutlak dibutuhkan
dan makin digemari masyarakat.
Seiring dengan perkembangannya terdapat alih fungsi lahan dari lahan
perkebunan Jeruk menjadi lahan pemukiman dan Infrastruktur yang lain. Hal
tersebut tentu saja berakibat pada semakin menyempitnya lahan perkebunan
Jeruk dan tentu saja akan berimbas pada menurunnya produksi komoditas Jeruk.
Selain itu, produktivitas Jeruk juga menurun dikarenakan kualitas tanah yang
semakin tidak produktif. Beberapa hal yang menyebabkan menurunnya
produktifitas tanaman jeruk ialah adanya pertanian intensif dengan penggunaan
bibit
unggul,aplikasi
pupuk
buatan,pestisida,penerapan
mekanisasi
pertanian,pemanfaatan air irigasi tidak ada masa istirahat tanah. (Tandisau P, dan
Herniawati,2009).
Sistem pertanian intensif telah mendorong terjadinya degradasi atau
penurunan kualitas tanah dari sifat fisik,kimia dan biologi tanah. Selain
berimplikasi pada biodiversitas didalam lingkungan tanah,kondisi tersebut juga
akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Oleh
karena itu, upaya pengembalian kondisi kualitas tanah dengan cara mengurangi
bahkan mengkonversi intensifikasi lahan pertanian menjadi pertanian yang
berkelanjutan (Sustainable Agriculture) perlu dilakukan.
1
1.2 Tujuan
Memahami pengelolaan agroekosistem pada lahan perkebunan yang sehat
serta mengetahui kualitas dan kesehatan tanah pada perkebunan jeruk.
1.3 Manfaat
Mengetahui dan memahami kualitas dan kesehatan tanah yang digunakan
sebagai pedoman pada pengelolaan perkebunan jeruk sehingga pengelolaan lebih
intensif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kualitas Tanah
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah
kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997)
mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan
hidup manusia.
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikatorindikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan
indeks kualitas tanah.Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung
berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-indikator
kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah.
2.2 Indikator Kualitas Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia
dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1)
menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat
fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh
banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka
terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5)
apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada
data dasar tanah. Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator
kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan
fungsinya yaitu:
1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3
3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan bahan
anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta
curahan dari atmosfer.
4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan
arkeologis terkait dengan permukiman manusia.
Berdasarkan fungsi tanah yang hendak dinilai kemudian dipilih beberapa
indikator yang sesuai. Pemilihan indikator berdasarkan pada konsep minimum
data set (MDS), yaitu sesedikit mungkin tetapi dapat memenuhi kebutuhan.
Penelitian ini mendasarkan pada MDS menurut Mausbach & Seybold (1998)
2.3 Pengertian Kesehatan Tanah
Kesehatan tanah merupakan optimasi sifat tanah (fisik, kimia dan biologi)
yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas tanah, tanaman dan
lingkungan (Idowu, et.al 2008a,b, Gugino et.al 2007). Hal tersebut juga
dinyatakan oleh Doran and Zeiss (2000) dalam Karlen et.al (2001) bahwa
kesehatan tanah merupakan kapasitas keberlanjutan sistem hiduo tanah yang
vital, dengan mengetahui kesehatan dan kandungan unsur biologi tanah dapat
dijadikan kunci pada fungsi ekosistem dalam batasan penggunaan lahan. Fungsi
tersebut dapat menopang produktifitas biologi dan menjaga kualitas lingkungan
serta berperan penting dalam meningkatkan hasil tanaman, hewan dan kesehatan
manusia.
2.4 Indikator Kesehatan Tanah
Kelas kesehatan tanah digolongkan atas dasar persentase skor total
indikator tanah. Kelas kesehatan tanah sebagai berikut: tanah Sangat Sehat
(>85%), tanah Sehat (70-85%), tanah Cukup Sehat (55-70%), tanah Kurang
Sehat (40-55%), dan tanah Tidak Sehat ( 7
(Hakim et al., 1986).
Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penurunan produktivitas tanaman Jeruk masih dapat diatasi dengan
melakukan
perbaikan
terhadap
manajemen
pertanaman
yang
dapat
meningkatkan kesehatan daun Jeruk melalui pengurangan pengaruh faktor
13
pembatas suhu,hidrologi dan unsur hara. Selain itu para petani juga dapat
mengaplikasikan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pestisida dan
pupuk kimia agar dapat menjaga kualitas dan kesehatan tanah di lahan
perkebunan Jeruk, upaya tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa
sisa tanaman,penggunaan bahan organik, dan olah tanah konservasi agar
didapatkan hasil yang optimal.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batasbatas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas
lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Kualitas tanah
dapat dilihat dengan memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses
biologi tanah. Sedangkan kesehatan tanah adalah optimasi sifat tanah (fisik,
kimia dan biologi) yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas
tanah, tanaman dan lingkungan. Kesehatan tanah dapat dilihat dari kondisi sifat
tanah seperti sifat biologi tanah yang ditandai dengan keberadaan fauna yang ada
di dalam tanah.
Untuk kondisi lahan perkebunan Jeruk yang ada di daerah Batu cukup
baik, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kualitas dan
kesehatan tanah di lahan perkebunan Jeruk. Salah satunya ialah penggunaan
pestisida dan pupuk kimia secara intensif dapat menurunkan kualitas lahan yang
ditunjukan dengan berkurangnya bahan organik yang ada di dalam tanah.
Kandungan bahan organik akan mempengaruhi keberadaan arthropoda di dalam
tanah. Selain itu pada lahan perkebunan Jeruk, sistem pengolahan tanahnya tidak
dilakukan secara terus-menerus sehingga kalitas tanahnya masih dalam kategori
cukup baik. Karena dengan pengolahan tanah secara terus-menerus dapat
mengakibatkan pemadatan tanah,penurunan kandungan bahan organik serta
kerusakan struktur dan agregat tanah.
Penurunan bahan organik tanah juga berpengaruh terhadap keberadaan
biota tanah, termasuk cacing tanah dan Collembola. Keberadaan biota tanah
tersebut merupakan indikator untuk menentukan tingkat kesuburan tanah di
suatu lahan. Biota tanah juga berperan dalam proses siklus unsur hara di dalam
15
lapisan tanah, tempat akar tanaman terkonsentrasi sehingga secara nyata dapat
mempengaruhi kondisi tanah yang berhubungan dengan hasil tanaman.
4.2 Saran
Dalam penerapan sistem budidaya pada lahan perkebunan Jeruk,
diiharapkan para petani lebih memperhatikan pada kualitas dan kesehatan tanah
untuk mendapatkan hasil produksi tanaman Jeruk yang optimal. Misalnya
dengan penggunaan pupuk organik yang secara tidak langsung dapat menambah
bahan organik tanah karena terdapat aktivitas biota tanah yang mampu
merombak
bahan
organik
menjadi
senyawa
yang
berguna
untuk
mempertahankan kesuburan tanah. Selain itu dengan mengurangi penggunaan
pupuk kimia juga dapat menurunkan residu serta pencemaran lingkungan.
Kemudian peran pemerintah juga penting dalam menangani masalah alih fungsi
lahan pertanian, diharapkan pemerintah lebih tegas untuk menyelesaikan
masalah tersebut agar hasil produksi pertanian khususnya tanaman jeruk tidak
menurun sehingga dapat memperbaiki kondisi ekonomi petani serta menunjang
kesejahteraan masyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adianto.1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan
Insektisida. Bandung. Penerbit Alumni
Ansyori. 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator
Pertanian Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arief,A.2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta.Kanisius
Borror,D.J,.Triplehorn,C.A., dan Johnson,N.F.1992.Pengenalan Pengajaran
Serangga
Edisi
Keenam.Terjemah
oleh
Soetiyono
Partosoedjono.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Darmawijaya, M. I., 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 411 Hal
Djaenuddin. D, et al.1997.Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Doran, D.J dan M.R. Zeiss. 2000. Soil health and sustainability: managing the
biotic component of soil quality. Aplied Soil Ecology 15:3-11.
Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In
Defining
Hakim. N, et al.1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung.
Lampung.
Hardjowigeno, S.et al. 1993. Kesesuaian Lahan Dan Perencanaan Tata Guna
Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Idowu, J., Moebius, B., van Es, H., Schindelbeck, R.R., Abawi G., Wolfe D.,
Thies J., Gugino, B., Clune, D. 2008b. Soil Health Assessment and
Management: Measurements and Results.
Idowu, J., van Es H., Schindelbeck, R.R., Abawi G., Wolfe D., Thies J., Gugino,
B., Moebius B., Clune, D.2008a. Soil Health Assessment and
Management: The Concepts.
17
Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS.
Isaacson, DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997.
Meaning of Environmental Terms. J. Environ. Qual.. 26:581-589
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman.
1996.
Soil
Quality:
Concept,
Rationale
and
Research
Needs.
Soil.Sci.Am.J: 60:33-43
Kemal Prihatman (2000).Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di
Pedesaan.BAPPENAS, Jakarta
Kramadibrata,I.1995.Entomologi Hewan.Bandung:ITB
Mausbach, MJ, & CA. Seybold, 1998. Assessment of Soil Quality. Dalam R. Lal
(ed). Soil Quality and Agricultural Sustainability. Ann Arbor Press,
Chelsea, Michigan, pp.33-43.
Notohadiprawiro, T., 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah.
Repro:UGM. Yogyakarta
Nursyamsi, D. 2004.Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah
di Lahan Kering.Makalah Pribadi Falsafah Sain.Institut Pertanian Bogor :
Bogor
OSU (2009). Ohio State Health Card. OSU Centers at Piketon: Piketon
Research & Extension Enterprise Center, OHIO. http://www.ag ohio-state
deu/-prec October 5, 2010
Purnomosidhi,
P.,
Suparman,
J.
M.
Roshetko,
dan
Mulawarman,
2007.Perbanyakan dan Budidaya Buah-Buahan: durian, mangga, jeruk,
melinjo, dan sawo. Pedoman Lapangan, Edisi Kedua. World Agroforestry
Center & Winrock Internasional, Bogor
Rovira, A. D. and E. L. Greacen, 1957. The Effect of Agregate Disruption on
theActivity of Microorganism in the Soil.Aust J. Agr. Res. 8: 6-59
Rukmana. (2003). Kaktus. Cet 5. Kanisius.Yogyakarta
Santoso. B. 1994. Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Penerbit IKIP malang. Malang.
Senawi. 1999.Evaluasi Dan Tata Guna Lahan. Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
SQI, 2001. Guidelines for Soil Quality Assessment in Conservation Planning.
Soil Quality Institute. Natural Resources Conservation Services. USDA.
Sunarjono, H.H., 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya.
Jakarta.Halaman 38 - 47
Susetya, Darma. 2012. Panduan Lengkap Pembuatan Pupuk Organik.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Tandisau P. Dan Herniawati 2009. Prospek pengempangan pertanian organik di
sulawesi selatan. Sulawesi selatan. Balai pengkajian Teknologi pertanian
Tian,G., L. Brussard, B.T., Kang,&Swift, M.J. 1997.Soil fauna-decomposition of
plant residues under contreined environmental and residue quality
condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition.
(Eds. Cadisch, G. & Giller, K.E.). Wey College, University of London,
UK.
Wagner, J. M., 2005. Soil Health Assessment in Organic Farming Systems. Final
Report. Prepared for: Certified Organic Associations of British Columbia,
Organic Sector Development Program Agri-Food Futures Fund.
19