Konsepsi Tujuan Sumber dan Metode Istinb

Konsepsi, Tujuan, Sumber, dan Metode Istinbath Hukum Islam
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Drs. A. Busyairi, M.Ag.

DISUSUN OLEH:
1. NINDI GALIH SAPUTRI
2. SLAMET SUPRIYANTO
3. AULIA FAATIN DURROTUN N.

(1401417056)
(1401417090)
(1401417429)

ROMBEL 53
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum Islam merupakan salah satu pilar yang sangat penting dalam agama
Islam. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa hampir di semua sendi kehidupan, baik
dalam lingkungan ibadah maupun muamalah diatur dan dikondisikan sedemikian
rupa oleh hukum Islam.
Berbeda dengan hukum yang lainnya, hukum Islam tidak hanya merupakan
hasil dari pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat
pada suatu masa tetapi dasarnya bersumber dari wahyu Allah SWT., yakni Al –
Qur’an yang kemudian dijelaskan lebih rinci oleh Nabi Muhammad SAW.
melalui sunnah dan hadisnya.
Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, tetapi juga hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan benda serta alam
sekitarnya.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Hukum Islam ?
2. Apa tujuan hukum Islam?
3. Apa saja sumber hukum islam ?

4. Apa metode istinbath hukum islam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hukum islam
2. Untuk mengetahui tujuan hukum islam
3. Untuk mengetahui sumber hukum islam
4. Untuk mengetahui metode istinbath hukum isla

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
suatu masyarakat. Sedangkan hukum dalam pandangan Islam adalah peraturan
atau norma yang ditetapkan oleh Allah SWT. yang terdapat di dalam Al – Qur’an
lalu di jelaskan oleh Rasullah SAW. dalam hadits. Kemudian, dijabarkan oleh
para ulama.Dengan adanya Hukum – hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk
umat – Nya berarti ada batasan – batasan yang harus dipatuhi dalam kehidupan.
Hukum islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang terdapat dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai

Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitabkitab Hadist. Hukum Islam tidak hnaya mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat, termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam
semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.

B. Tujuan hukum Islam
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah mencegah kerusakan pada
manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka
pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di
akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mecegah atau
menolak yang mudharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan
manusia. Abu Ishaq al – Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yaitu :
1. Memelihara agama
Agama Islam harus terperlihara dari ancaman orang – orang yang akan
merusak akidah, syari’ah dan akhlak atau mencampur adukkan ajaran agama
Islam dengan paham atau aliran yang bathil.

2. Memelihara jiwa
Menurut hukum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hukum Islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya.
3. Memelihara akal

Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah.seseorang tidak akan
mampu menjalankan hukum Islam dengan baik tanpa mempergunakan akal
yang sehat. Untuk itu hukum Islam melarang seseorang meminum minuman
yang memabukkan.
4. Memelihara keturunan
Dalam hukum Islam untuk meneruskan keturunan harus melalui pernikahan
yang syah menurut ketentuan – ketentuan yang ada dalam Al – Qur’an dan Al
– Sunnah dan dilarang melakukan perbuatan zina.
5. Memelihara harta
Kita sebagai Manusia dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara
– cara yang halal dan dilarang untuk mengambil harta orang lain.

C. Sumber Hukum Islam
1. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara
berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan
surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di

dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu
menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya. Al
Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.

Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg
berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar.Tuntunan yang berkaitan dengan
akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta
etika kehidupan.Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa,
zakat dan haji. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia
dalam masyarakat.Isi kandungan Al Qur’an
a. Segi Kuantita
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan
77.439 kosa kata
b. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga)
bagian:
1) Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur
hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu

Tauhid atau Ilmu Kalam
2) Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan
dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3) Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap
muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –
perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
1) Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat,
haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan tuhannya.

2) Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah)
seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.Hukum yang berkaitan
dengan muamalah meliputi:
a) Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam
berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
b) Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan

dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan
lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara
dengan tertib
c) Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
d) Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan
dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan
kriminalitas
e) Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai
kedamaian dan kesejahteraan.
f) Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,
seperti zakat, infaq dan sedekah.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada
yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan
dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak
hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun
tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan
zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya
berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undangundang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini


hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilainilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang
berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lainlainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya
banyak sekali.

2. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan
untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh
nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah
SWT:
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku
Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan
akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula
sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki
akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum

Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan
sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah
rasulnya”. (HR Imam Malik)
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki tiga fungsi
sebagai berikut :

a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga
kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang
sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi
perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya :
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang
masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat,
membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis
besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara
melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan
cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh
rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT
mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai

berikut:
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al
Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak
dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah
hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai
ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah.
Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua
macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an.
Misalnya,

cara

menyucikan

bejana

yang


dijilat

membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

anjing,

dengan

dengan tanah,

Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara
membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR
Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)

Klasifikasi Hadits
a. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samarsamar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
b. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi
tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.
c. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syaratsyarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1.

Rawinya bersifat adil

2.

Sempurna ingatan

3.

Sanadnya tidak terputus

4.

Hadits itu tidak berilat, dan

5.

Hadits itu tidak janggal

3. IJMA’
Ijma’ menurut ulama ushul fiqih adalah kesepakatan semua mujtahid
muslim pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah.atas hukum syara’

mengenai suatu kejadian.[10] Namun, ada beberapa ulama ushul berbeda
pendapat dalam mendefinisikan ijma’ menurut istilah, diantaranya:
a. Pengarang kitab Fushulul Bada’i berpendapat bahwa ijma’ itu adalah
kesepakatan semua mujtahid dari ijma’ umat Muhammad Saw, dalam
sustu masa setelah beliau wafat terhadap hukum syara’.
b. Pengarang kitab Tahrir, Al Kamal bin Hammam berpendapat bahwa ijma’
adalah kesepakatan mujtahid suatu masa dari ijma’ MuhammadSaw,
terhadap masalah syara’.
Syarat-syarat Ijma’ :
a. Yang bersepakat adalah para mujtahid
Para ulama berselisih paham tentang Istilah Mujtahid secara umum,
mujtahid itu diartikan sebagai para ulama yang mempunyai kemampuan
dalam mengistinbath huukm dari dalil-dalil syara’ dalam kitab jam’ul
Jawani, disebutkan bahwa yang dimaksud mujtahid adlah orang yang
faqih, dalam sulam Ushuliyin kata mujtahid diganti dengan istilah ulama
ijma’, sebagaimana menurut pandangan Ibnu Hazm dalam Hikam.Selain
pendapat diatas, ada juga yang memandang mujtahid sebagai ahlu ahli wal
aqdi, dan istilah ini sesuai dengan pendapat al qaqih dalamkitab isbat
bahwa Mujtahid yang diterima fatwanya adalah ahlu ahli wal addi.
b. Yang bersepakat adalah seluruh mujtahid
Bila sebagian mujtahid bersepakat dan yang lainnya tidak meskipun
sedikit, maka menurut jumhur, hal itu tidak bisa dikatakan ijma’, karena
Ijma itu harus mencakup keseluruhan mujtahid.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Ijma; itu sah bila dilakukan oleh
sebagian besar mujtahid karena yang dimaksud kesepatakan ijma’
termasuk pula kesepatakan sebagian besar dari mereka, begitu pula
menurut kaidah fiqih, sebagian besar itu telah mencakup hukum
keseluruhan.

c. Para muktahid harus umat Muhammad SAW
Para ulama berbeda pendapat tentang arti umat muhammad SAW ada
yang berpendapat bahwa yang dimaksud umat muahmmad SAW adalah
orang mukallaf dari golongan ahli wa al aqdi, ada juga yang berpendapat
bahwa mereka adalah oranng mukallaf dari golongan muhammad SAW.
d. Dilakukan setelah wafatnya Nabi Muhammad
Ijma itu tidak terjadi ketika nabi Masih hidup, karena nabi senantiasa
menyepakati perbuatan para sahabat yang dipandang baik, dan itu
dianggap sebagai syariat.
e. Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan syarat
Maksudnya, kesepatakan mereka haruslah kesepakatan yang ada
kaitannya dengan syariat seperti tentang wajib, sunah, makruh, haram dan
lain-lain.
Macam-Macam Ijma
a.

Ijma’ Sharih
Artinya, semua mujtahid mengemukakan pendapat mereka masingmasing, kemudian menyepakati salah satunya.

b.

Ijma’ Sukuti
Artinya, pendapat sebagian ulama tentang suatu maslah yang diketahui
oleh para mujahid lainnya, tapi mereka diam, tidak menyepakati ataupun
menolak pendapat tersebut secara jelas. Ijma’ sukuti sah apabila
dikatakan memenuhi beberapa kriteria.
Maksud Ijma’ dalam Kitab-Kitab Fiqih

Sebagaimana telah kita ketahui yang dimaksud ijma menurut syara’ itu antara
lain adanya kesepakatan dari semua mujtahid yang hidup dalam satu masa
tentang ketetapan hukum syara’. Dengan demikian, apabila jumhur ulama
menetapkan kesepakatan yang dilakukan oleh sebagian besar ulama, hal itu
tidak termasuk ketetapan hukum dan tidak dikatakan ijma’.

Menurut orang-orang yang selalu mengikuti beberapa permasalahan,
hasil ijma’ itu di adakalanya bersumberkan dari sebagian besar para mujtahid,
tetapi ada juga yang berasal dari kesepakatan imam madzhab. Maka tidaklah
sah untuk menggantungkan diri kepada kitab-kitab fiqih yang didalamnya
terdapat kata ijma’, karena ijma’ tersebut mungkin saja hanya kesepakatan
para ulama yang ada pada suatu madzhab yang ditulis oleh pengarang kitab.

4. QIYAS
Qiyas menurut bahasa adalah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya
atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya. Ulama ushul fiqih
memberikan definisi yang berbeda-beda bergantung pada pandangan mereka
terhadap kedudukan qiyas dalam istimbath hukum. Dalam hal ini, mereka
terbagi dalam dua golongan berikut ini:
a. Golongan pertama menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan
manusia yakni pandangan mujtahid.
b. Golongan kedua qiyas merupakan ciptaan syar’i, yakni merupakan dalil
hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yang dibuat
syari’ sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada,
baik dirancang oleh paramujtahid ataupun tidak.
Rukun Qiyas
a. Ashl (pokok)
Yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nashnya yang dijadikan tempat
mengqiyaskan.
b. Far’u (cabang),
Yaitu peristiwa yang tidak ada nashnya.
c. Hukum Ashl,
Yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash.
d. Illat

Yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl.
Para ulama yang menetapakan kekuatan qiyas sebagai hujjah dengan
mengambil dalil al-Quran, Sunnah, pendapat dan perbuatan sahabat, juga illatillat rasional. Alasan ulama yang menetapkan qiyas:
1.

Diantara ayat-ayat al-quran yang digunakan sebagai dalil.

2.

Diantara sunnah yang digunakan sebagai dalil

3.

Adapun perbuatan dan ucapan para sahabat membuktikan bahwa qiyas

adalah hukum syara’.

D. Metode Istinbath Hukum Islam
Beberapa metode pengambilan hukum itu adalah Ijma’ dan Qiyas, Istihsan, AlMaslahat al Musrsalat atau Istihlah, Saddu al-Zari’at
1. Ijma’ dan Qiyas
Ijma adalah kebulatan pendapat (konsensus) ulama besar pada suatu masa
dalam merumuskan sesuatu yang baru sebagai hukum islam. tolak pangkal
perumusannya didasarkan kepada dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran
dan Al-Hadist yang shahih, apabila sudah ada Ijma’ maka harus ditaati, karena
hukum baru itu merupakan perkembangan hukum yang sesuai dengan
kebutuhan hidup masyarakat. Perumusannya tidak menyimpang dari dalil AlQuran dan Hadist yang shahi, karena Ijma’ tidak merupakan aturan hukum
yang berdiri sendiri.
Sistematika penalaran individual dikenal dengan istilah Qiyas, yaitu
perbandingan antara dua hal yang sejajar karena keserupaannya untuk
menghasilkan satu keputusan hukum. Dalam qiyas, Ijtihad diarahkan untuk
memahami secara akurat persoalan yang hendak dipecahkan dan menemukan
alasan hukum (‘illat) yang menjadi dasar putusan hukum. Dari situ keputusan
hukum diberikan pada masalah masalah yang memiliki persamaan ‘illat, dan

pada saat yang sama mengecualikan masalah-masalah hukum yang tidak
memiliki ‘illat yang serupa.
2. Istihsan
Satu cara lain dalam pelaksanaan ijtihad adalah istihsan. Dibandingkan
dengan dua cara yang telah dijelaskan, ra’y dan qiyas, istihsan tampak lebih
mendekati cara-cara yang dilakukan dalam ra’y. Dalam Istihsan, putusan
hukum dilakukan dengan mengacu pada hukum yang sudah mapan dalam
suatu keadaan tertentu didalam masyarakat, atau bisa pula disebut dengan
tradisi (atsar).
3. Al-Maslahat al Mursalat atau Istihlah
Istihlah merupakan metode penerapan hukum yang kasusnya tidak diatur
secara eksplisit didalam Al-Quran dan hadist. metode ini lebih menekankan pada
aspek maslahat secara langsung. istihlah adalah maslahat yang tidak ditetapkan
di dalam al quran dan hadits,dan tidak pula bertentangan keduanya.
4.Saddu Al-Zari’at
Diartikan sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap
kasus hukum yang pada dasarnya mubah. larangan itu dimaksudkan untuk
menghindari perbhuatan lain atau tindakan lain yang dilarang. artinya,segala
sesuatu yang mubah tetapi akan membawa kepada perbuatan yang lain
haram,hukumnya menjadi haram.contoh nya adalah seorang hakim dilarang
menerima hadiah dari pihak yang sedang perkara sebelum perkara itu
diputuskan, karena dikhawatirkan akan membawa kepada ketidak adilan
dalam menetapkan hukum mengenai kasus yang sedang ditangani nya.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hukum islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyuNya yang terdapat dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad
sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik
dalam kitab-kitab Hadist. Hukum Islam tidak hnaya mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, termasuk dirinya sendiri
dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah mencegah kerusakan
pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan
mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia
dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan
mecegah atau menolak yang mudharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup
dan kehidupan manusia.

B. Saran
Karena penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan demi kemajuan
karya tulis kami ini, kami mengharap kritik dan saran. Apabila ada kesalahan
dalam penulisan bahasa, penyusunan makalah ini kami mohon maaf. Akhir
kata dari kami semoga makalah ini berguna bagi para pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Elmubarok, Zaim dkk. 2016. ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN. Semarang :
UNNES Press
Sifa.

2017.
Makalah
PGSD
Konsep
Hukum
Islam.
www.worldofsifa.blogspot.co.id. Diakses pada 16 April 2018 pukul 15.00.

Khudaifi.
2016.
Makalah
tentang
sumber-sumber
hukum.
www.khudaifimedia.blogspot.co.id. Diakses pada 16 April 2018 pukul
16.30.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24