Pandangan Sosiologis Mengenai Aborsi Ill

MAKALAH
Pandangan Sosiologis Mengenai Aborsi Illegal pada Remaja
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Sosiologi

Disusun Oleh:

Rizka Aldiany T. S. H

190110140017

Nadya Luthfiyah

190110140021

Titik Sarifatun

190110140071

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah..................................................................................3
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................4
1.4 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.5 Tujuan.........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7
2.1 Aborsi.........................................................................................................7
2.2 Remaja........................................................................................................8
2.3 Kesehatan...................................................................................................9
2.4 Gender......................................................................................................10
2.5 Institusi Sosial..........................................................................................11
2.6 Perubahan Sosial.....................................................................................11

2.7 Penyimpangan..........................................................................................11
2.8 Kontrol Sosial..........................................................................................14

2.9 Kelompok Sosial......................................................................................15
BAB III..................................................................................................................19
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................19
3.1 Metode Penulisan....................................................................................19
3.2 Teknik Analisis Data................................................................................20
BAB IV..................................................................................................................21
PEMBAHASAN...................................................................................................21
4.1 Pandangan Kesehatan Mengenai Aborsi Pada Remaja......................21
4.2 Peran Gender Dalam Aborsi Pada Remaja..........................................23
4.3 Peran Institusi Sosial dalam memandang Aborsi Pada Remaja.........24
4.4 Perubahan Sosial Mempengaruhi Aborsi Pada Remaja.....................27
4.5 Penilaian Masyarakat Terhadap Aborsi Pada Remaja Sebagai
Penyimpangan Sosial.......................................................................................30
4.6 Peran Kontrol Sosial Dalam Tindakan Aborsi Pada Remaja.............31
4.7 Peran Kelompok Sosial Dalam Tindakan Aborsi Pada Remaja.........32
BAB V...................................................................................................................33
PENUTUP.............................................................................................................33

5.1 Simpulan..................................................................................................33
5.2 Saran.........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi membawa perubahan yang sangat besar bagi
masyarakat Indonesia, baik dari segi ekonomi, social budaya hingga nilai dan
norma yang dianut oleh masyarakat. Perkembangan teknologi memberikan
kemudahan dalam segala hal, seperti peningkatan ekonomi, efektifitas waktu
dan mempermudah pekerjaan manusia, akan tetapi mempunyai sisi negatif
yang tak dapat dihindarkan, yakni masuknya paham dan pola pergaulan dari
tempat asalnya, yakni Negara Amerika Serikat dan Negara Eropa.
Invasi kebudayaan Barat begitu mudah dimerasuki masyarakat, seperti
music, gaya berpaikan, gaya hidup bahkan dalam pergaulan. Saat ini yang
paling menghwartirkan adalah pergaulan remaja yang cenderung menganut
pola pergaulan yang bebas, yakni mengabaikan norma dan nilai yang ada

dimasyarakat pada umumnya. Dimana tidak sedikit yang akhirnya melakukan
aborsi sebagai jalan pintas untuk menutupi keselahan dari pergaulan mereka.
Abortus atau aborsi adalah pengakhiran kehamilan atau konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Secara umum aborsi dapat dipilah
dalam dua kategori, yakni aborsi alami (abortus natural) dan aborsi buatan
(abortus provocatus), yang termasuk didalamnya abortus provocatus
criminalis, yang merupakan tindak kejahatan dan dilarang di Indonesia, diatur

dalam pasal 15 ayat 2 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1992.
Penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan tingkat aborsi
global adalah 28 dari 1.000 perempuan pertahun. Dikutip dari Tempo tanggal
29 Mei 2015 menyebutkan, sebanyak 70 persen perempuan yang mengakses
layanan aborsi adalah remaja. Mereka umumnya mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan.
Fakta tersebut sungguh mencengangkan, bagaiman pola pergaulan remaja
yang telah bergeser sedemikian rupa, dimana mereka dengan mudahnya
melakukan perbuatan seks sebelum menikah. Padahal, dari segi umur dan
tingkat kematangan emosi mereka belum cukup dewasa untuk melakukannya.
Dimana


aborsi

dijadikan

satu-satunya

solusi

untuk

menghapuskan

kesasalahan yang telah diperbuat.
Pemerintah, masyarakat, keluarga bahkan system pendidikan pun memiliki
peranan dalam menciptakan pandangan atau pola pikir remaja mengenai
aborsi. Dalam keadaan tersebut, remaja tidak dapat terlepas dari norma dan
nilai yang ada dilingkungannya, karena manusia pada hakikatnya termasuk
makhluk social.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kelompok kami tertarik untuk

membahas mengenai aborsi yang dilakukan oleh remaja, terutama aborsi yang
tidak direkomendasikan oleh dokter atau yang biasa yang disebut aborsi
illegal. Selain itu, kami akan mengulas mengenai aspek sosiologis apa saja
yang berhubungan dengan aborsi pada remaja.

1.2 Identifikasi Masalah
a. Definisi Konseptual
Menurut World Health Organization (WHO) 1998, aborsi didefinisikan
sebagai upaya terminasi kehamilan yang dilakukan sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan.
Aborsi yang tidak aman atau unsafe abortion adalah aborsi yang dilakukan
dengan menggunakan metode beresiku tinggi, bahkan fatal dilakukan oleh
orang yang tidak terlatih atau tidak terampil sserta komplikasinya merupakan
penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi.
b. Definisi Operasional
1.
Wanita yang hamil
2.
Wanita yang mengalami pendarahan hebat pada rahim
3.

Canalis servicalis terbuka
4.
Kram dan nyeri pada perut bagian bawah
5.
Keluarnya cairan dari jalan lahir
6.
Keluarnya jaringan dari jalan lahir (plasenta)
7.
Hilangnya gejala kehamilan
Menurut badan WHO (World Health Organization), berdasarkan
estimasi yang dilakukan mengenai tingkat kejadian aborsi yang tidak aman
pada tahun 2008, Asia Tenggara merupakan wilayah dengan tingkat aborsi
tidak aman yang paling tinggi, yakni sebesar 7.420.000. Di Indonesia, sekitar
11 sampai 14 persen dari kematian ibu disebabkan oleh aborsi yang tidak
aman dan 17 persen dari kelahiran yang terjadi adalah kelahiran yang tidak
diinginkan atau tidak direncanakan. Sementara itu, menurut PKBI
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), 16 persen dari wanita yang
melakukan aborsi adalah wanita yang belum menikah.
Pergaulan bebas yang semakin tidak terkontrol pada kalangan muda di
Indonesia memperluas kesempatan akan adanya hubungan seksual tanpa


ikatan pernikahan yang dapat berujung pada terjadinya tindak aborsi.
Fenomena tersebut tentunya menuai perhatian masyarakat yang merasa
terganggu dan ingin melakukan perubahan terhadap hal tersebut. Pada saat ini
aborsi tidak lagi hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi juga menjadi suatu
masalah sosial yang dihadapi oleh seluruh dunia, termasuk Indonesia.

1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang ada pada makalah ini, yaitu:
1.

Aborsi dalam makalah ini kami batasi berupa aborsi buatan

2.

(provocation) yang bersifat illegal.
Subjek yang termasuk dalam pembahasan ini adalah remaja (usia13 –
20 tahun) yang belum menikah dan melakukan pergaulan bebas.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah yang akan
kami bahas adalah:
1.
2.
3.
4.

Bagaimana pandangan sosiologis terhadap aborsi pada remaja?
Bagaimana pandangan kesehatan mengenai aborsi pada remaja?
Bagaimana peran gender dalam aborsi pada remaja?
Bagaimana peran institusi sosial dalam memandang aborsi pada

5.
6.

remaja?
Bagaimana perubahan sosial mempengaruhi aborsi pada remaja?
Bagaimana masyarakat menilai aborsi pada remaja sebagai

7.

8.

penyimpangan sosial?
Bagaimana peran kontrol sosial dalam tindakan aborsi pada remaja?
Bagaimana peran kelompok sosial dalam tindakan aborsi pada remaja?

1.5 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
makalah ini adalah sebagai berikut
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pandangan sosiologis terhadap aborsi pada remaja
Untuk mengetahui pandangan kesehatan mengenai aborsi pada remaja
Untuk mengetahui peran gender dalam aborsi pada remaja
Untuk mengetahui peran institusi sosial dalam memandang aborsi pada

remaja

5. Untuk mengetahui perubahan sosial mempengaruhi aborsi pada remaja
6. Untuk mengetahui masyarakat menilai aborsi pada remaja sebagai
penyimpangan sosial
7. Untuk mengetahui peran kontrol sosial dalam tindakan aborsi pada remaja
8. Untuk mengetahui peran kelompok sosial dalam tindakan aborsi pada
remaja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aborsi
Aborsi menurut KUHP adalah Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap
stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu). Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Dari
segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur
mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia
kehamilan yang cukup.
Sedangkan menurut UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 15, Disebutkan
bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud
dari kalimat ‘tindakan medis tertentu’ salah satunya adalah aborsi
Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau pengguguran
kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus
provocatus). Yakni, kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara
sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan
berhebti karena factor-faktor alamiah (abortus spontaneous).
Dalam dunia kedokteran, ada 3 macam aborsi, yaitu:





Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum

Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi

buatan/

sengaja/

Abortus

Provocatus

Criminalis

adalah

pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter,
bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran
kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon
ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau
penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis
yang matang dan tidak tergesa-gesa.
2.2 Remaja
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan pengertian
remaja menurut Zakiah Darajat (1990: 23) adalah: masa peralihan diantara
masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa
pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara
berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa adolescene diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga,
yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja
pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers,
dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa
pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita,
2006: 192)
Definisi remaja yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah
Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah
masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia
antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik
itu pematangan fisik, maupun psikologis.

2.3 Kesehatan
Menurut WHO, sehat adalah kondisi normal seseorang yang merupakan
hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam yang mengatur tubuh,
jiwa, dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, santai, kebersihan
serta pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang baik.
Ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam defenisi
sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat
seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih,
mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak
gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan
seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
2. Sehat Mental
Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain
dalam pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang
sehat” (Men Sana In Corpore Sano).
3. Sehat Spritual
Spritual merupakan komponen tambahan pada pengertian sehat oleh
WHO dan memiliki arti penting dalam kahidupan sehari-hari
masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal
maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu
dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar
terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

2.4 Gender
Atribut sosial, psikologis dan budaya dari maskulinitas dan feminitas yang
didasarkan atas perbedaan biologis sebelumnya (Tishler, 2010).
2.5 Institusi Sosial
Sebuah hubungan sosial yang sifatnya “memerintah” yang tumbuh dari
nilai-nilai, norma, status, dan peran yang mengatur kegiatan yang memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat (Tischler, 2010).

2.6 Perubahan Sosial
Perubahan signifikan dari waktu ke waktu dalam pola perilaku dan budaya
(Moore 1967). Menurut Ogburn, perubahan sosial mencakup unsur-unsur
kebudayaan, baik materiil maupun immaterial, dan menekankan besarnya
pengaruh unsur materiil terhadap unsur immaterial.

2.7 Penyimpangan
Menurut James Vander Zanden, (1979) penyimpangan merupakan perilaku
yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar
batas toleransi. Sedangkan menurut Wickman, (1991) penyimpangan adalah
perilaku yang melanggar standar perilaku atau harapan dari kelompok atau
lingkungan sosial.
Penyimpangan dapat juga berupa pelanggaran norma-norma kelompok
baik yang diformulasikan ke dalam hukum ataupun tidak. Sifatnya relatif,
tergantung lingkungan sosial dan waktu.
2.7.1

Penyimpangan dari berbagai perspektif:
a. Perspektif Fungsionalis
Emile Durkheim (1964):
– Hukuman dibentuk dalam suatu

kebudayaan

untuk

membantu membentuk tingkah laku yang diinginkan dan


stabilitas.
Anomie: Lingkungan sosial kehilangan arah ketika kontrol

sosial tidak efektif.
b. Perspektif Interaksionis
Cultural Transmission Theory:



Cultural



bertingkah laku pada situasi sosial, apakah baik atau buruk.
Differential association: Proses dimana seseorang terpapar

transmission:

Manusia

belajar

bagaimana

sikap dan perilaku kriminal (Sutherland).
Routine Activities Theory:


Tindak kriminal meningkat ketika ada pelaku dan



kesempatan.
Tindak kriminal terjadi bersamaan dengan kegiatan sehari-

hari (Marcus Felson and Lawrence E. Cohen).
c. Teori Labeling = Societal-Reaction approach
– Berfokus pada polisi, psikiater, psikolog, hakim, guru,
pegawai, dan semua petugas penegak kontrol sosial
– Mereka menciptakan identitas pelaku penyimpangan
– Ada kondisi yang tidak sama
d. Perspektif Konflik
Orang yang berkuasa akan mempertahankan hak-hak
mereka dan definisi penyimpangan disesuaikan dengan kebutuhan
mereka.
e. Perspektif Feminisme
Banyak pendekatan yang ada untuk penyimpangan dan
kejahatan dikembangkan dengan hanya laki-laki dalam pikiran.
Sedangkan menurut perspektif feminisme, kaum wanita juga
rentan

menjadi

korban

dalam

penyimpangan,

khususnya

penyimpangan seksual. Contohnya adalah pemerkosaan, hukum
mendefinisikan pemerkosaan sebagai hubungan seksual hanya
untuk orang-orang yang tidak menikah satu sama lain. Sedangkan
pemerkosaan yang dilakukan suami kepada istrinya karena

istrinya tidak ingin melayani suaminya dalam hal kegiatan
seksual, tidak termasuk ke dalam tindakan hukum.
2.7.2 Jenis-Jenis Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Tindakan Kriminal atau Kejahatan
Tindakan kriminal atau kejahatan dilihat bertentangan dengan
norma hukum, sosial, dan agama. Perilaku yang termasuk dalam
penyimpangan

ini

adalah

pencurian,

pemerkosaan,

dan

perampokan.
2) Penyimpangan Seksual
Perilaku yang termasuk ke dalam penyimpangan seksual salah
satunya adalah perilaku seks di luar nikah. Perilaku ini dilakukan
oleh seorang pria dan wanita yang belum atau tidak memiliki
ikatan resmi atau menikah.
3) Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup
Perilaku yang termasuk ke dalam penyimpangan ini diantaranya
adalah sikap manusia itu sendiri. Sikap arogansi, bisa saja
dilakukan oleh seseorang yang menyimpang yang biasanya
dianggap aneh.
2.7.3 Stigma:
Stigma adalah label yang diberikan lingkungan kepada kelompok
sosial tertentu (Goffman, 1963a). Contoh : Orang bertato adalah
preman jahat, anggota boyband itu homoseksual.

2.8 Kontrol Sosial
Kontrol sosial menjelaskan kepada teknik dan strategi untuk menghindari
perilaku menyimpang di lingkungan sosial. Yang termasuk ke dalam kontrol

sosial diantaranya adalah keluarga, teman sebaya (peer group), pegawai, dan
pemerintahan.
Kontrol sosial dapat dibedakan menjadi kontrol sosial informal dan
kontrol sosial formal. Kontrol sosial informal biasanya untuk memperkuat
norma yang berlaku, biasanya berupa gestur dari tubuh seperti senyuman,
tertawa, menaikan alis, melotot. Kontrol sosial formal dibawa oleh orang
yang memiliki ototritas, seperti polisi, juri, dan sebagainya. Fungsi dari
kontrol sosial formal juga usaha untuk bila kontrol sosial informal dan
sosialisasi tidak berfungsi.
2.8.1 Sanksi
Sanksi adalah hukuman dan imbalan untuk perilaku yang menyangkut
2.8.2

norma sosial
Conformity and Obedience
Conformity adalah mengikuti keinginan teman sebaya yang tidak
memiliki hak untuk mengendalikan perilaku kita. Sedangkan
obedience adalah mengikuti perintah dari orang dengan otoritas lebih

2.8.3

tinggi
Hukum
Adalah kontrol sosial yang dilakukan oleh pemerintah (Black, 1995),
hukum diciptakan sebagai respon terhadap kebutuhan masyarakat,

2.8.4

tidak statis
Teori Kontrol Travis Hirchi
“Kita berhubungan dengan keluarga, teman sebaya dan sahabat
sehingga kita mengikuti tradisi, norma tersebut tanpa berpikir kita
akan dihukum bila tidak memenuhinya”

2.9 Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah suatu kelompok yang meliputi dua atau lebih
manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat
dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan. (Josep S
Roucek dan Roland S. Warren). Sedangkan menurut Schaefer, kelompok
sosial adalah sekelompok orang yang memiliki norma, nilai, dan harapan
yang sama yang berinteraksi satu sama lain secara teratur.
2.9.1 Kriteria himpunan manusia dapat disebut kelompok sosial
meurut Soerjono Soekanto
1) Setiap anggota kelompok harus dasar bahwa dia merupakan
sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
2) Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan
anggota yang lainnya.
3) Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan
antara mereka bertambah erat.
4) Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku
5) Bersistem dan berproses
2.9.2 Social aggregate
Orang yang kebetulan bersama-sama dalam satu kesempatan.
2.9.3 Karakteristik Kelompok
1) Sifatnya permanen
2) Memiliki alat/metode untuk mengidentifikasi anggota kelompok
3) Memilikimekanisme untuk menerima anggota kelompok baru
4) Memiliki tujuan
5) Memiliki norma dalam berperilaku
6) Memiliki alat/metode untuk mengontrol anggotanya
2.9.4 Jenis-jenis Kelompok
a. Primary Group
Kelompok kecil yang dikarakteristikkan oleh keintiman, asosiasi
bertatap muka dan kooperatif. Kelompok yang paling awal
mendukung untuk bersosialisasi.
b. Secondary Group

Kelompok formal, kelompok impersonal, yang di dalamnya
terdapat keintiman sosial yang kecil.
2.9.5 Keberfungsian kelompok
1) Defining Boundaries
Membedakan anggota dan bukan anggota.
2) Memilih ketua
Instrumental leadership dan expressive leadership
3) Membuat keputusan dan menentukan tujuan
4) Memberikan tugas
Membantu kelompok mencapai tujuan dan
komitmen antar anggota.
5) Mengontrol perilaku anggota
– Konformitas VS punah
– Sanksi
– Primary VS secondary group
2.9.6 Reference Group
Kelompok/kategori sosial yang

digunakan

meningkatkan

individu

menuntunnya dalam keyakinan, bersikap, dan berperilaku.

untuk

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penulisan
Berikut ini metode penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini
:
1. Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu metode yang digunakan oleh penulis
untuk mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan secara tidak
langsung melalui media massa berupa media elektronik dan media cetak.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah suatu metode yang menjelaskan dan
menggambarkan

berbagai

pendekatan

teori

dan

permasalahan

berdasarkan hasil kajian literatur dengan dukungan data sekunder dan
dijelaskan secara deskriptif.
3. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu metode untuk mendapatkan data
yang diperoleh melalui mengajukan pertanyaan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada narasumber dan/atau praktisi.

3.2 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
analisis data secara kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data yang

didapat dan menjabarkannya dengan jelas sehingga dapat dipahami oleh
pembaca.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pandangan Kesehatan Mengenai Aborsi Pada Remaja
“Frekuensi aborsi di Indonesia agak sulit dihitung secara akurat karena
memang sangat jarang pada akhirnya dilaporkan. Berdasarkan perkiraan
BKKBN, kejadian aborsi di Indonesia mencapai angka yang amat fantastis
yakni sekitar 2 juta kasus aborsi per tahun. Fakta aborsi di Indonesia akibat
kehamilan yang tidak direncanakan 1.000.000 janin dibunuh pertahun.
Agustus 1998 penelitian Jawa Post 1.750.000 janin dibunuh pertahun. April
2000, Makasar Post menulis 2.300.000 janin dibunuh pertahun. Mei 2000,
Manado Post memperkirakan 2.600.000 janin dibunuh pertahun. Media
Indonesia 2 Oktober 2002 melaporkan saat itu 3.000.000 janin dibunuh
pertahun”
Sumber : BkkbN( Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional )
”Fetus atau janin yang mati atau dirusak itu keluar tanpa mengganggu
kesehatan ibu. Akan tetapi aborsi dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
yang dapat terjadi pada si-ibu adalah terjadinya perdarahan hebat, kejang,
infeksi dan kematian. Kematian dapat berlangsung dengan cepat, hal mana
disebabkan oleh karena terjadinya syok vagal (kematian secara refleks akibat
perangsangan pada daerah rahim dan genitalia pada umumnya), pendarahan
hebat dan terjadinya emboli udara (udara masuk ke dalam pembuluh balik dari

luka-luka pada daerah rahim menuju jantung dan menyumbat pembuluh nadi
paru-paru)” papar dr Putri Pamulani yang merupakan salah satu dokter yang
bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. dr Putri menanmbahkan
“Aborsi tanpa indikasi medis adalah pembunuhan” papar dokter yang
merupakan lulusan fakultas kedokteran Unpad.
Dari data yang telah kami peroleh, bahwa aborsi dikarenakan kehamilan
yang tidak diinginkan mempunyai angka yang sangat tinggi. Tercatat pada
tahun 2002 sekitar 3.000.000 janin dibunuh tiap tahunnya. Seperti yang telah
dibahas sebelumnya, bahwa remaja mempunyai potensi yang sangat tinggi
untuk melakukan aborsi secara illegal. Hal ini dikarenakan pola pergaulan
remaja zaman sekarang yang sudah banyak yang menganut free sex.
Aborsi secara illegal mempunyai dampak yang berbahaya bagi si ibu,
apalagi jika aborsi di lakukan tanpa adanya indikasi medis, misalnya janin
dapat membahayakan nyawa ibu atau keganasan kanker.
Pada umumnya, aborsi yang dilakukan oleh remaja merupakan sebagai
solusi atas kehamilan yang tidak diinginkan, ataupun pertimbangan masa
depan seperti mereka masih bersekolah. Mereka melakukan aborsi tanpa
adanya indikasi medis, jelas hal ini merupakan suatu perbuatan pembunuhan.
Remaja pada umumnya takut akan sanksi atau pun penilaian masyarakat jika
mereka tetap melanjutkan kehamilan.
Padahal, disamping mereka melakukan suatu perbuatan kejahatan, dari
pihak si perempuan juga mengahadapi bahaya yang lain, yakni adanya efek
dari aborsi yang dilakukan seperti komplikasi yang sangat berbahaya bagi si
ibu. Komplikasi bisa berupa perdarahan hebat, kejang, infeksi bahkan dapat
berujung kematian.

Oleh karena itu, praktisi kesehatan hendaknya melakukan sosialasi
ataupun pengarahan mengeanei bahaya aborsi pada remaja. Para praktisi harus
mampu merangkul kaum remaja agar mereka menghindari seks bebas yang
akan berujung pada abrsi yang membahayakan nyawa.

4.2 Peran Gender Dalam Aborsi Pada Remaja
“Statistik dari Elliott Institute mendapati 60 persen lebih aborsi dilakukan
secara terpaksa, baik karena dorongan orang tua, suami maupun pacar.
Hodgson mengatakan perempuan menanggung berbagai konsekuensi akibat
aborsi, seperti mengalami depresi, mimpi buruk dan kesedihan berlarut. Dia
menambahkan disahkannya aborsi pun tidak akan menurunkan angka
kematian.”
Sumber : VOA Indonesia ( 29 Mei 2015)
“Pemerintah melegalkan aborsi jika dilakukan dalam kondisi darurat
medis dan sang calon ibu adalah korban pemerkosaan. Pembuktian tentang
adanya pemerkosaan tersebut ditunjukkan korban melalui surat keterangan
dari dokter, polisi, dan psikolog atau ahli lain.”
Sumber : Tempo ( 27 Agustus 2014)
Dari data yang kami peroleh, dapat dilihat bahwa belum terdapat
persamaan gender antara permpuan dan laki-laki. Di sini, perempuan masih
dalam posisi yang lebih rendah dari lelaki. Korban sekaligus pelaku utama
dalam aborsi adalah si perempuan yang mengandung janin. Padahal, jika ia
melakukan hubungan seks bersama pasanganya, harunsnya pasangannya ikut

bertanggung jawab, bukan hanya melimpahkannya kepada sang perempuan.
Hal ini menunjukan, betapa perempuan belum bisa sejajar dengan lelaki.
Perempuan hanya objek pemuasan lelaki, dan melupakan tanggung jawabnya.
Pada kasus lain, seperti aborsi karena pemerkosaan terlihat bahwa
perempuan begitu jauh lebih lemah dari pada lelaki, serta mengalami
penderitaan fisik dan mental yang sangat menyakitkan. Ia tidak hanya
mengalami pemerkosaan, akan tetapi mengandung hasil pemerkosaan yang
pada umumnya sangat mengguncang jiwa si korban. Dalam hal ini dapat
dilihat, bahwa hampir secara umum yang menjadi korban aborsi adalah kaum
perempuan dan bayi yang ia gugurkan.
Masyarakat pada umumnya melihat buruk kepada perempuan yang
melahirkan anak tanpa suami, karena menyalahi peran yang diharapkan
sebagai remaja. Remaja dalam masyarakat diharapkan aktif menuntut ilmu,
peka terhadap kegiatan social dan kemasyarakatan, bukan mempunyai anak
sebelum menikah. Hingga akhirnya, sebagaian besar perempuan yang hamil
sebelum menikah memutuskan untuk menggugurkan janinnya atau aborsi.

4.3 Peran Institusi Sosial dalam memandang Aborsi Pada Remaja
Institusi sosial memiliki beberapa peran dan fungsi, dengan salah satunya
adalah untuk mengatur perilaku anggota masyarakat. Dengan itu, institusi
sosial—baik institusi keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, maupun politik
—memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk persepsi dan sikap
seseorang terhadap berbagai hal, termasuk tindak aborsi.

Keluarga—yang merupakan agen sosialisasi pertama seseorang—memiliki
peranan penting dalam mengajarkan dan menginternalisasikan berbagai nilai
dan norma pada anak. Pengajaran mengenai nilai-nilai moral dan budaya yang
dilakukan oleh orang tua akan membantu mengarahkan pandangan dan sikap
sang anak mengenai hal-hal yang dinilai negatif seperti pergaulan bebas, seks
bebas, dan aborsi. Kurangnya pengawasan dan kontrol sosial dari lingkungan
keluarga dapat berujung pada kebebasan sang anak yang dapat menimbulkan
hal-hal tidak diinginkan seperti kehamilan di luar nikah. Keputusan
melakukan aborsi pun juga dipengaruhi oleh sikap sang keluarga, ada atau
tidaknya dukungan dan penerimaan dari pihak keluarga dalam perihal
membesarkan sang bayi tanpa harus dilakukannya aborsi.
Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, Kepala BKKBN Fasli Djalal
mengatakan bahwa sebanyak 52 persen dari anak muda Indonesia berpikir
kehamilan tidak akan disebabkan dari kegiatan berhubungan seksual untuk
pertama kali.
"Padahal, kenyataannya, kan, tidak demikian. Mereka yang tidak siap
karena kehamilan lantas mencari aborsi," ujarnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto pun
mengatakan, pendidikan kesehatan reproduksi dapat menjadi salah satu
catatan pinggir untuk mencegah aborsi pada kemudian hari. Dari data-data
tersebut dapat diketahui bahwa institusi pendidikan memiliki pengaruh yang
cukup signifikan akan tingkat aborsi pada remaja. Pendidikan seks dan
kesehatan dapat memberikan informasi penting yang diharapkan mampu
mendidik kaum muda untuk menjaga kesehatan reproduksinya dan
menghindari perilaku-perilaku yang dapat menyebabkan kehamilan.

Selain institusi keluarga dan pendidikan, institusi agama juga berperan
dalam mengatur perilaku para umatnya dalam seluruh aspek kehidupan. Setiap
agama yang ada di Indonesia memiliki pandangan yang berbeda-beda akan
aborsi, tetapi sebagian besar diantaranya memiliki pandangan yang negatif
akan tindakan tersebut. Pada agama Islam misalnya, diberikan larangan yang
jelas bahwa aborsi adalah sesuatu yang dilarang karena hal itu dianggap
sebagai pembunuhan. Walaupun begitu, ulama mazhab Hanafi menyepakati
diperbolehkannya aborsi sebelum usia janin 120 hari, dan ulama mazhab
Syafi’I menyepakati diperbolehkannya aborsi sebelum usia janin 40 hari. Hal
itu didasari atas landasan pemikiran bahwa peniupan ruh belum terjadi
sebelum kedua waktu tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan adanya fatwa
yang dikeluarkan oleh NU (Nahdlatul Ulama) bahwa aborsi diperbolehkan
jika dalam situasi darurat atau jika janin dalam kandungan merupakan hasil
pemerkosaan.
Berkaitan dengan fatwa tersebut, institusi politik juga memiliki aturan
berupa larangan dan pengecualian yang tertulis dalam Pasal 75 UndangUndang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Pada Pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan tersebut dinyatakan bahwa setiap
orang dilarang melakukan aborsi, namun larangan tersebut dikecualikan
berdasarkan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan sebagai berikut:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
Legalisasi aborsi dengan syarat ini tidak berarti bahwa pemerintah
mendukung aborsi secara begitu saja. Terdapat sanksi bagi setiap orang yang
dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal
75 ayat (2) UU Kesehatan tersebut, yaitu dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar sebagaimana disebut dalam
Pasal 194 UU Kesehatan. Ini berarti bahwa pemerintah tidak mengizinkan
adanya aborsi-aborsi lain seperti aborsi kehamilan yang tidak diinginkan oleh
remaja yang belum menikah.

4.4 Perubahan Sosial Mempengaruhi Aborsi Pada Remaja
Angka aborsi di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Badan
Kependudukan

dan

Keluarga

Berencana

Nasional

(BKKBN)

pun

memperkirakan bahwa angka aborsi pada anak usia remaja di perkotaan juga
terus mengalami peningkatan.
"Kalau dari data yang kita pakai, Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), peningkatannya sekitar 1 persen," kata Kepala BKKBN
Fasli Djalal seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, Rabu (29/10).
Peningkatan tersebut terjadi karena adanya perubahan sosial yang terjadi
pada masyarakat. Adanya perkembangan teknologi dan masuknya informasiinformasi beserta budaya dan norma dari luar pun ikut menyumbang dalam
perubahan pergaulan dan cara berperilaku kaum muda di Indonesia saat ini.

Budaya barat yang sangat menjunjung tinggi “kebebasan” diterima begitu saja
tanpa penyaringan yang sepantasnya.
Dibandingkan Indonesia ketika dahulu, pergaulan remaja saat ini sangatlah
terbuka dan tidak terkontrol. Pergaulan bebas yang telah melewati batasanbatasan norma sudah menjadi hal yang wajar bagi beberapa kalangan remaja
Indonesia. Pacaran yang dilakukan seperti layaknya pasangan suami istri,
kohabitasi, dan berbagai faktor lainnya mendukung terjadinya kehamilan di
luar nikah pada remaja-remaja tersebut. Kehamilan yang terjadi tanpa adanya
hubungan yang sah akan memunculkan perlakuan yang berbeda dari
masyarakat sekitar. Tidak ingin dikucilkan oleh masyarakat, sebagian besar
wanita yang mengalami kehamilan di luar nikah itu pun memutuskan untuk
melakukan tindak aborsi. Hal ini dapat dilihat dari data-data yang mendukung
mengenai jumlah kejadian aborsi yang dilakukan oleh para remaja.
Berdasarkan data yang diperoleh dari klinik remaja Kita Sayang Remaja
(KISARA), dari September sampai dengan Desember 2008 total yang datang
untuk konseling Kehamilan yang Tak Diinginkan ( KTD ) berjumlah 177
orang. Menurut data tersebut, sebagian besar yang datang merupakan
kelompok usia 10-24 tahun, yaitu sekitar 88,1 % dan sekitar 84,8% dari
jumlah tersebut berstatus belum menikah.
Sementara itu, berdasarkan data BKKBN yang dilansir oleh Kompas
Health pada 19 Juni 2012, sekitar 2,3 juta wanita dewasa muda melakukan
aborsi karena melakukan hubungan seks di luar nikah. Seperti yang
dikabarkan oleh Media Indonesia pada Senin 17 September 2012 pun, Deputi
Bidang

Advokasi

Penggerakan

dan

Informasi

BKKBN

Hardiyanto

mengatakan, “Penelitian menunjukan lebih dari separuh aborsi yang terjadi

dilakukan oleh remaja berusia 15-25 tahun. Aborsi terjadi karena kehamilan
yang tidak diinginkan.”
Selain itu, perubahan-perubahan lain yang terjadi pada masyarakat
Indonesia juga menjadi faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah aborsi
yang dilakukan. Ungkapan “banyak anak banyak rezeki” lebih banyak dianut
oleh masyarakat Indonesia zaman dahulu sementara masyarakat Indonesia saat
ini—yang menganggap dirinya sebagai masyarakat modern—beranggapan
bahwa ungkapan tersebut sudah kuno. Terlebih lagi dengan pemikiran
Soekarno yang pada saat pemerintahannya menganggap bahwa tingkat
kesuburan yang tinggi merupakan sebuah simbol potensi nasional.
Perkembangan teknologi yang memungkinkan pelaksanaan aborsi yang
lebih aman diikuti dengan pelegalan aborsi dengan persyaratan dalam UU No.
36 Tahun 2009 dan PP No. 61 tahun 2014 juga menjadi salah satu alasan
meningkatnya jumlah aborsi.

4.5 Penilaian

Masyarakat

Terhadap

Aborsi

Pada

Remaja

Sebagai

Penyimpangan Sosial
Tindakan aborsi yang dilakukan oleh remaja sebagai jalan pintas untuk
menyelesaikan masalah mereka, dinilai sangat tidak manusiawi dan
menyimpang. Ini terjadi karena tindakan aborsi dipandang tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dan etika budaya timur yang masih kuat
memegang teguh ajaran agama. Oleh karena itu, berkembanglah masalah
anti-aborsi yaitu masyarakat yang menolak tindakan aborsi.

Survey yang dilakukan pada 462 responden yang mengaku pernah
berhubungan seksual oleh salah satu perusahaan alat kontrasepsi pada tahun
2011 menyebutkan bahwa sebanyak 48 persen memilih aborsi pada semua
kehamilan yang terjadi, kebanyakan berusia 15 sampai 19 tahun dengan
jumlah 53 persen. Dengan jumlah 160 responden memiliki rentang umur 15
sampai 19 tahun, sedangkan sisanya 20 sampai 25 tahun.
Survey lain yang dilakukan oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat
di Denpasar, Bali pada Sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa
kehamilan tidak diinginkan (KTD) mencapai 37.000 kasus, 27 persen
diantaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.
Fenomena tersebut menjelaskan bahwa gaya hidup yang dilakukan remaja
saat ini mengalami degradasi yang signifikan dibanding dengan gaya hidup
remaja terdahulu yang masih memegang teguh norma-norma dan ajaran
agama. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pandangan buruk pada remaja
oleh masyarakat.
Di sisi lain jika ditelaah lebih jauh, munculnya kehamilan tidak diinginkan
di kalangan remaja ini adalah hasil dari ketidakpedulian masyarakat sendiri
terhadap keberlangsungan kehidupan para remaja yang sejatinya mereka
masih memerlukan bimbingan, khususnya bimbingan pengetahuan seks agar
mereka tidak coba-coba dan mendapatkan informasi yang baik.

4.6 Peran Kontrol Sosial Dalam Tindakan Aborsi Pada Remaja
Fenomena aborsi di kalangan remaja sebenarnya dapat ditekan dengan
keberfungsian kontrol sosial yang ada di masyarakat sendiri. Tidak dipungkiri
yang menjadikan remaja bebas melakukan apa saja adalah karena semakin
melemahnya kontrol sosial dari lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Kontrol sosial yang paling utama untuk seorang individu, yaitu kaluarga dapat
menjadi kontrol yang sangat kuat untuk menerapkan norma-norma dan etika.
Kontrol yang diberikan oleh pemerintah juga dirasa tidak terlalu berperan
banyak. Ini terlihat dari masih banyaknya praktek aborsi illegal yang
dilakukan oleh orang-orang yang tidak berkompeten di bidang kedokteran.
Salah satunya adalah seorang dukun di daerah Tasikmalaya yang sering
menjadi tujuan para remaja untuk menyelesaikan masalah mereka terkait
dengan KTD.
Pada akhirnya, tidak hanya para remaja yang harus membenahi diri untuk
menjadi yang lebih baik, tetapi juga harus ada dukungan dan penguatan dari
kontrol-kontrol sosial yang ada karena dalam masyarakat, semuanya menjadi
subjek yang penting dan saling berhubungan dalam menciptakan kehidupan
yang harmonis.

4.7 Peran Kelompok Sosial Dalam Tindakan Aborsi Pada Remaja
Remaja yang sejatinya belum menemukan jati diri mereka, menyebabkan
remaja memiliki sifat labil. Sifat yang tidak tau akan berbuat apa, plin-plan

dan cenderung mudah berganti pilihan. Itu pula yang menjadi salah satu
penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh para remaja.
Reference group menjadi salah-satu faktor yang juga mempengaruhi para
remaja bersikap tidak baik bahkan menyimpang. Banyaknya referensi
mengenai gaya hidup remaja yang muda, liar, dan bebas telah memberikan
efek yang signifikan pada remaja di Indonesia. Keinginan mereka untuk
meniru apa yang mereka lihat sebagai reference group telah mengubah semua
pola pikir yang jauh dari norma-norma, etika, dan bahkan agama.
Kelompok sosial dalam tindakan aborsi memiliki peran yang sangat
signifikan karena sedikit banyak kelompok sosial dapat mempengaruhi pola
pikir remaja. Contohnya saja pada kelompok primer, misalnya keluarga. Jika
keluarga memiliki nilai-nilai agama yang kuat dan selalu menerapkan normanorma serta etika, remaja yang menjadi anggota keluarga tidak akan
melakukan tindakan yang buruk seperti penyimpangan. Namun, tidak
sepenuhnya keluarga baik dan bahagia dapat membentuk pribadi remaja yang
baik, ada kelompok sekunder yang dapat juga mempengaruhi mereka.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan
Sampai saat ini, aborsi masih menjadi perdebatan dalam masyarakat, yakni
terdapat kaum yang pro maupun yang kontra dengan aborsi. Aborsi
diperbolehkan asalkan ada indikasi medis, yakni membahayakan nyawa ibu.
Jika melakukan aborsi tanpa indikasi medis, tindakan tersebut termasuk salah
satu perbuatan kejahatan, karena membunuh janin. Pola pikir remaja yang
memandang aborsi sebagai suatu perbuatan tercela tidak dapat dilepaskan dari
peran masyarakat yang membentuknya. Hal ini dikarenakan pada umumnya
masyarakat menilai bahwa aborsi yang dilakukan oleh remaja merupakan
solusi atas perbuatan seks bebas yang kini semakin marak di masyarakat.
Disamping itu, terdapat perbedaan gender, intitusi social, perubahan social,
kelompok social, dan problem kesehatan yang turut menyertai pada kasus
aborsi pada remaja, sehingga aborsi sampai saat ini dianggap salah satu
bentuk penyimpangan social terhadap nilai dan norma yang ada di
masyarakat.

5.2 Saran
1. Sebaiknya remaja di Indonesia mendapatkan pendidikan seks yang cukup
dan memadai agar tidak melakukan hal yang merugikan dan merusak masa
depan mereka.
2. Sebaiknya, orang tua membimbing anak mereka agar mendapatkan
pembelajaran religius dan norma-norma yang sesuai dengan masyarakat
Indonesia.
3. Sebaiknya pemerintah lebih peduli terhadap remaja dengan cara
memberikan pendidikan seks dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
4. Sebaiknya masyarakat tidak selamanya memandang aborsi sebagai
tindakan negatif karena aborsi bisa menjadi satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan nyawa seorang wanita.
5. Sebaiknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Komnas Wanita
lebih peduli terhadap tidak aborsi.
6. Sebaiknya Lembaga Kepolisian memberikan sanksi dan kontrol yang ketat
terhadap penyelenggara aborsi illegal khususnya pada praktisi-praktisi
yang tidak berkompeten dalam dunia kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. (1987). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahman, E. & Shah, I. (2011). Unsafe abortion : global and regional estimates of
the incidence of unsafe abortion and associated mortality in 2008. Geneva,
Switzerland: World Health Organization.
Schaefer, Richard T. 2007. Sociology 10e. New York: McGraw-Hill.
Muhdiono. 2010. Aborsi Menurut Hukum Islam. Skripsi Tesis, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Akses Online pada 8 Juni 2015 dari http://digilib.uinsuka.ac.id/4846/
Muhlisin, Ahmad dr. Artikel Mediskus.com. Ibu Hamil Harus Tahu Tanda-Tanda
Keguguran

Berikut

Ini.

Diakses

pada

7

Juni

2015

dari

http://Mediskus.com/wanita/tanda-tanda-keguguran.html
Murtaqi, Imam. 2011. Macam-macam Penyimpangan Sosial. Diakses pada 8 Juni
2015

dari

http://imam-murtaqi-online.blogspot.com/2011/12/macam-macam-

penyimpangan-sosial.html
Harahap, Riswan Hanafyah. 2013. Artikel: Macam-Macam Penyimpangan Sosial
serta

Pencegahannya.

Dikses

pada

8

Juni

2015

dari

http://mcrizzwan.blogspot.com/2013/07/artikel-macam-macam-penyimpangansosial.html#.VXPo82Bgtbw
Sofftiyani, Artia. 2013. Makalah aborsi Dalam Berbagai Aspek Pandangan.
Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://artiasofftiyani.blogspot.com/2013/12/makalah-aborsi-dalam-berbagaiaspek.html
Anonim. 2009. Artikel Kompas. 2,3 Juta Kasus Aborsi Per Tahun, 30 Persen
Oleh Remaja. Diakses pada 6 Juni 2015 dari Anonim. 2014. Yang Muda, Yang
Aborsi.

Diakses

pada

6

Juni

2015

dari

http://regional.kompas.com/read/2009/02/16/11310897/2.3.Juta.Kasus.Aborsi.per.
Tahun..30.Persen.Oleh.Remaja
Sundawa, Sheila Putri. 2014. Why Indonesia Should Legalize Abortion. The
Jakarta

Post.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://www.thejakartapost.com/news/2014/08/24/why-indonesia-should-legalizeabortion.html
Afrida, Nani. 2013. Indonesia: Abortion Today—Still Secret, But Easy To Find.
The

Jakarta

Post.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://choiceireland.org/content/indonesia-abortion-today-–-still-secret-easy-find
Kusumawati, Utami Diah. 2014. Tercatat Angka Aborsi Meningkat di Perkotaan.
CNN

Indonesia.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141029111311-12-8642/tercatat-angkaaborsi-meningkat-di-perkotaan/
Widari. 2009. Pro-Life or Pro-Choice. Diakses pada 8 Juni 2015 dari
https://remajabali.wordpress.com/2009/02/24/pro-life-or-pro-choice/
Maulana, Sodikin. 2012. Bahaya, Kasus Aborsi di Kalangan Remaja Kian
Meningkat.

Islampos.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

https://www.islampos.com/bahaya-kasus-aborsi-di-kalangan-remaja-kianmeningkat-16852/
Saefullah, Saad. 2014. Generasi Tanpa Aborsi. Islampos. Diakses pada 8 Juni
2015 dari https://www.islampos.com/generasi-tanpa-aborsi-132713/
Anna, Lusia Kus. 2012. Kasus Aborsi Tak Aman Meningkat. Kompas.com.
Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://health.kompas.com/read/2012/01/20/15511949/Kasus.Aborsi.Tak.Aman.Me
ningkat
Hull, Terence H., dan Widyantoro, Ninuk. 2009. The Right To Choose. Inside
Indonesia. Diakses pada 8 Juni 2015 dari http://www.insideindonesia.org/theright-to-choose
Alfa, Asri. 2014. Menilik Kembali Pelegalan Aborsi dalam PP No. 61 Tahun
2014.

Kompasiana.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://www.kompasiana.com/jurnalasri/menilik-kembali-pelegalan-aborsi-dalampp-no-61-tahun-2014_54f5fc2fa3331103198b457b
Muljati, Wheny Hari., dan Halimatusyadiah, Annisa. 2014. Berita: Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Cegah Aborsi. BKKBN. Diakses pada 8 Juni 2015 dari
http://www.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?List=9c6767ad-abfe48e3-9120-af89b76d56f4&View=174a5cf7-357b-4b83-a7acbe983c5ddb0e&ID=1777
Rofiuddin. 2014. NU Halalkan Aborsi Janin Hasil Pemerkosaan. Tempo.co.
Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/16/173622291/NU-Halalkan-AborsiJanin-Hasil-Perkosaan
Pramesti, Tri Jata Ayu S. H. 2014. Legalitas Aborsi dan Hak Korban
Pemerkosaan.

Diakses

pada

8

Juni

2015

dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53e83426ce020/legalitas-aborsi-danhak-korban-pemerkosaan
S, Nurut Fatimah. 2013. Pengertian Aborsi dan UU yang Mengatur Mengenai
Aborsi.

Diakses

pada

10

Juni

2015

dari

https://keperawatanreligionnurulfatimah.wordpress.com/2013/05/06/pengertianaborsi-dan-uu-yang-mengatur-mengenai-aborsi/
Haryanto, S.Pd. 2010. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli. Belajar Psikologi.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/
Almarogi, Sumarna. 2015. Pengertian Sehat dan Sakit Menurut Para Ahli. Info
Sehat. Diakses pada 10 Juni 2015 dari http://www.infosehat.id/pengertian-sehatmenurut-para-ahli/

Dokumen yang terkait

Pandangan politisi Partai Persatuan Pembangunan terhadap kesetaraan gender

0 18 115

Pandangan Islam Tentang politik pendidikan

0 29 69

Pola Komunikasi Kelompok Tani Dewa Family (studi Deksriptif Mengenai Pola Komunikasi Kelompok Tani Di Desa Pairlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Dalam Meningkatkan Hasil Pertanian)

0 18 1

Representasi Pesan Verbal Kritik Sosial Dalam Film Kartun "The SpongeBob Squarepants Movie" (Analisis Semiotik Roland Barthes Mengenai Pesan Verbal Kritik Sosial Dalam Film Kartun The SpongeBob Squarepants Movie)

2 29 1

Presentasi Diri Terapis Wanita di Panti Pijat Kota Bandung (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Terapis Wanita di Panti Pijat Kota Bandung)

11 90 95

Tinjauan Hukum Mengenai Rekayasa Foto yang Mengandung Unsur Pencemaran Nama Baik yang Ditampilkan Pada Media Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 31 1

Perilaku Komunikasi Waria Di Yayasan Srikandi Pasundan (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Waria di Yayasan Srikandi Pasundan di Kota Bandung)

3 50 1

Representasi Kekerasan dalam Film Crows Zero (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Kekerasan dalam Film Crows Zero)

2 24 1

Gaya Hidup Wanita "Single Perent" Di Kota Bandung Dalam Lingkungan Kerjanya (Studi Deskriptif Mengenai Gaya Hidup Wanita Single Parent Dalam Lingkungan Kerjanya Di Kota Bandung)

1 25 105

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Skinhead (studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Orang TUa Dengan Anak Sebagai Komunitas Skinhead Dalam Berinteraksi Di Kota Bandung)

0 33 98