Pandangan politisi Partai Persatuan Pembangunan terhadap kesetaraan gender

(1)

PEMBANGUNAN

TERHADAP KESETARAAN

GENDER

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Di Susun Oleh :

YUDHA SEPTIAN NIM : 106045210542

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh: Yudha Septian NIM : 106045210542

Di bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Yunasril Ali, MA Khamami Zada, MA 150223823 197501022003121001

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh selar strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. semua sumber yang saya bunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan ahsil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Mei 2011


(4)

i

Dengan nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji dan syukur bagi Allah Swt tuhan seru sekalian alam atas segala rahmat, taufik hidayah, serta hinayah-Nya penulis haturkan yang telah dilimpahkan kepada seluruh umat manusia di muka bumi. Wa bil khusus kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai persyaratan untuk meraih gelar sarjana Hukum Islam Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa seluruh umatnya kepada pengetahuan serta semangat untuk mencari luasnya ilmu di dunia ini, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para tabiinnya.

Skripsi yang berjudul pandangan Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap kesetaraan gender, alhamdulillah mampu penulis rampungkan, penulis berharap karya ilmiah ini nantinya akan bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Karya ilmiah ini terselesaikan berkat bantuan beberapa pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu. Ucapan terima kasih ini penulis sampaiakan kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Prof.Dr.H.Mohammad Amin Suma, SH. MA. MM, beserta Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Syari;ah dan Hukum yang tak kenal lelah memberikan masukan serta dorongan dan do’a selam penulis malaksanakan proses perkuliahan dan organisasi di kampus.


(5)

ii

kenal lelah membantu penulis mulai dari pengajuan proposal skripsi hingga menjadi sebuah skripsi yang siap dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang. 3. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA dan Khamami Zada, MA sebagai pembimbing

yang sudah banyak meluangkan waktunya, tak pernah kenal lelah membimbing dan memberikan saran, nasehat serta dukungan baik secara moral maupun materil kepada pneulis.

4. Almarhumah ibunda Hj. Khodijah, ibunda tercunta Yuliati dan ayahanda tercinta Dajajadi yang selalu ada dalam setiap langakah penukis selama ini, yang memberikan kesempatan bagi penulis menjadi bagian dari keluarga beliau serta memberikan kasih sayang mereka.

5. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), Pimpinan Pusat Wanita Persatuan Pembangunan (PP WPP) dan Fraksi Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (FPP DPR-RI) yang siap membantu penulis dalam pengumpulan data baik berupa buku, maupun dokumen.

6. Seluruh pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta, dan dokumen yang di perlukan dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

iii sayang yang tak terhingga.

8. Ustd. Agus Zawawi S.Ag dan Ustd. Juaini yang juga selalu memberikan do’a kepada penulis serta motifasinya.

9. Sahabat-sahabatku Supardi, Mufti, Bowo, Boim, Ila, Esa, Alif, Eca, Atiqoh, Rifqoh, Eri, Bangkit, Ridwan, Ade, Lutfi, Naziah, Rabbit yang selalu siap membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini hingga tidak segan-segan untuk mengkritik dan menegur penulis.

10.Teman-teman seperjuangan dalam bermusik, Adel, Fadil, Yoga, serta teman di Riak, Ncek, Caca, Irex, Paul, Ervan, Edi, Erza, Wita dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini terima kasih atas semua dukungan, nasehat, dan do’anya kepada penulis.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan ilmu pengetahuan umumnya.

Jakarta, 10 Mei 2011 Billahi al Tawfiq Wa al Hidayah

Wassalamu’Alaikum Wr.Wb

Yudha Septian


(7)

iv

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis ... 8

E. Kerangka Konsepsional ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Review Studi Terdahulu ... 13

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender ... 17

B. Kesetaraan Gender Dalam Islam ... 33


(8)

v

B. Asas PPP ... 58 C. Visi dan Misi Partai ... 62

BAB IV : KESETARAAN GENDER MENURUT PANDANGAN PPP

A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam

Keluarga ... 67 B. Pandangan Politisi PPP Terhadap Pemimpin Perempuan ... 75 C. Peran Politisi PPP Terhadap Pengarusutamaan Kesetaraan

Gender di Legislatif ... 85 D. Strategi PPP Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender .... 92

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran-Saran………...100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah gender memang bukan kata–kata yang asing lagi, namun yang perlu dicermati di sini ialah bagaimana ini bisa diartikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang sangat signifkan atau yang besar antara peran laki–laki dan perempuan dalam kehidupan di dunia ini.

Dalam istilah gender pastinya sering mendengar adanya indikasi ketidakadilan antara laki-laki dan wanita, perempuan sering kali diposisikan nomor dua. Dalam hirarki perbedaan ini ketidaksetaraan menjadi bagian yang kasat mata dimana eksisitensi kaum laki–laki selalu diproritaskan.

Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patrarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis. Wanita dipojokkan ke dalam urusan-urusan reproduksi seperti menjaga rumah dan mengasuh anak.


(10)

Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilisasi penduduk, urbanisasi dan revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam kedudukan sosial bagi laki-laki dan wanita.

Dalam budaya di berbagai tempat, hubungan-hubungan tertentu laki-laki dan wanita dikonstruksikan oleh mitos. Mulai mitos tulang rusuk asal-usul kejadian perempuan sampai mitos-mitos di sekitar menstruasi. Mitos-mitos tersebut cenderung mengesankan wanita sebagai the second creation dan the second sex. Pengaruh mitos-mitos tersebut mengendap di alam bawah sadar wanita sekian lama sehingga wanita menerima kenyataan dirinya sebagai subordinasi laki-laki dan tidak layak sejajar dengannya.

Proses dan kondisi bias dan penyimpangan ini terus menguat dan berimbas dalam kesadaran beragama. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam tetapi juga terjadi pada komunitas elite agama. Dari sisi kemapanan ini, sering mucul asumsi negatif yang berkembang, lebih tepatnya tuduhan terhadap institusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender. Tuduhan miring bahwa institusi agama (apalagi ajaran dasarnya) tidak berpihak pada kaum perempuan harus diluruskan. Tidak ada agama, terutama Islam, yang mendiskreditkan apalagi membenci kaum perempuan. Islam sangat menghormati kemartabatan dan kehormatan kaum perempuan.


(11)

Ada beberapa teks-teks suci (Al-Qur’an dan Hadist) bertutur bahwa kualitas diri seorang hamba di hadapan Sang Penciptanya tidak ditentukan oleh karakter jenis kelamin atau status sosial, atau suku. Kualitas ketakwaan merupakan dimensi standar satu-satunya untuk mengukur kualitas diri seorang hamba di hadapan Allah SWT. Al-Qur’an dalam surat al-Hujarat (QS. 49), ayat 13 menegaskan bahwa hanya faktor keimanan dan ketakwaan yang membedakan posisi sesorang di sisi Allah SWT.

Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pijakan untuk membangun tatanan relasi sesama manusia dalam Islam. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ialah keadilan (al-‘adalah), persamaan (al-musawah), kebebasan (al-hurriyah), persaudaraan (al-ikha), dan musyawarah (al-syura).1

Pertama, prinsip keadilan sangat dijaga dalam Islam, keadilan juga lebih mendekatkan kepada ketakwaan seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 9. Prinsip keadilan ini juga telah terbuktikan dalam sejarah Islam, pada waktu itu Nabi Muhammad Saw dijadikan utusan kedunia ini juga dikarnakan ingin menghilangkan sejauh-jauhnya unsur ketidakadilan pada waktu itu, tentu sudah jelas pada masa itu kaum perempuan menjadi kaum yang tertindas, bayi perempuan sudah lumrah dikubur hidup-hidup. Di sisi lain, perempuan dewasa sering diperlakukan layaknya sebuah benda / sesuatu yang dianggap tidak berharga. Dengan datangnya Islam martabat perempuan diangkat.

1

Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, (Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Wanita) 2004. h. 11


(12)

Karna itu pula dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat, prinsip keadilan harus menjadi landasan relasi antar umat manusia.2

Kedua, prinsip keadilan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dengan baik. Islam melengkapinya dengan prinsip kesetaraan, persamaan (al-musawah). Disini mengandung ajaran bahwasannya kaum perempuan adalah saudara kandung bagi laki-laki menggambarkan kesetaraan dan kemitraan untuk keduanya dalam aktifitas mengemban misi sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Ketiga, prinsip kemandirian dan kebebasan memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Kebebasan disisni bukan berarti tanpa ada batasan-batasan atau mungkin malah jadi sewenang-wenang. Kebeabasan dalam Islam berbanding lurus dengan prinsip sikap menjaga kepentingan orang lain dan menghormati kedudukan orang lain.

Keempat, adalah prinsip persaudaraan (al-ikha). Umat Islam baik laki-laki maupun perempuan merupakan seperti satu entitas (subtansi) yang tidak mungkin dipisahkan. Kata persaudaraan menghapus identitas keakuan dan kekamuan sebagai symbol keterpisahan dan rivalitas (konflik kepentingan). Persaudaraan meniscayakan kebersamaan yang akan bergerak bersama dengan semangat dan jiwa demi kemaslahatan bersama. Tentu alangkah indahnya bila dalam realita kehidupan ini konsep yang di paparkan di atas dapat terealisasi dengan baik.

2

Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta, 2004. h. 11


(13)

Di Indonesia kondisi bias tentang kesetaraan gender pun berakibat negatif. Tercatat pada tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 307 kasus per 100.000 kelahiran.3 Forum-forum penting seperti DPR, DPD dan MPR yang sangat potensial untuk menentukan kebijakan ranah, arah orientasi dan kualitas hidup perempuan didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam kaitan ini jumlah perempuan anggota DPR periode 1999-2004 hanya 44 orang, atau setara dengan 8,8 persen.4 Ini merupakan pembuktian bahwasannya pengaruh pandangan wanita ialah the second creation dan the second sex bisa berakibat fatal.

Fakta di atas merupakan salah satu banyaknya permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender. Diharapkan melalui pandangan Partai Persatuan Pembangunan asumsi yang berkembang di masyarakat tentang tuduhan terhadap instustusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender dapat tergambar dengan jelas, apakah memang benar atau tidak dan bagaimana Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan salah satu sarana aspirasi umat Islam di negara ini dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang semakin berkembang dan kompleks di negara ini, terutama dalam hal ini mengenai kesetaraan gender, dan juga akan dilihat dari segi aspek hukum Islam, ini menarik untuk diteliti sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul

3

Suryadi Soeparman, Implimentasi ICPD 1994 dalam Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan Indonesia, makalah disajikan pada Semiloka Review Pelaksana ICPD + 10, di PKBI 11 Mei 2003

4


(14)

“PANDANGAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)

TERHADAP KESETARAAN GENDER

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis terfokus pada pandangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap kesetaraan gender, khususnya peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan.

2. Perumusan Masalah

Melihat judul skripsi tersebut dan latar belakang permasalahan seperti terurai di atas, maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini.

Diantara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?

b. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ? c. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


(15)

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas sosial, agama serta pertumbuhan dinamika kehidupan khususnya dalam ruang lingkup gender setelah bermunculannya polemik-polemik yang erat kaitan permasalahannya dengan kesetaraan gender. Serta pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai permasalahan ini. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:

a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?

b. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ? c. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ?

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan solusi permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender, yang lebih khusus mengenai peran perempuan di dalam keluarga dan kepemimpinan wanita dalam suatu pemerintahan melalui kajian-kajian yang terdapat di dalam undang-undang maupun hukum Islam, serta peran dan pandangan salah satu partai Islam yang ada di Indonesia. Dan mudah-mudahan menambah khazanah keilmuan ketatanegaraan yang secara spesifik membahas tentang kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, serta gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan peran wanita di dalam keluarga, sehingga nanti akan ada solusi yang tepat terkait permasalahan-permasalahan tersebut.


(16)

D. Kerangka Teorietis

Secara teoritis penelitian ini menggunakan dua teori, yang pertama adalah teori kepemimpinan, dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya meliputi empat macam teori, yaitu : “Unitary Traits Theory”, “Constellation of TraitsTheory”, “Situational Theory” dan Interaction Theory”.

Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa.

Teori kedua, Constellation of Traits Theory, yaitu teori yang memunculkan cirri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai lebih secara fisik dan psikis.

Teori ketiga, Situational Theory, yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi, waktu dan tempat.

Teori terakhir, interaction Theory, yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga pemimpin dalam aktivitasnya mempunyai replika atau cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memnuhi kebutuhan dan kepentingan mereka.

Dari teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku pemimpin. Seorang pemimpin dituntut mampu mengkonstruksikan nilai-nilai ideal kedalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada para pengikutnya dan masyarakat sekitarnya.


(17)

Yang kedua adalah teori perubahan sosial, secara umum pengertian perubahan sosial ialah posisi, atau situasi, masyarakat yang secara keseluruhan mengidentifikasikan adanya perbedaan di dalam proses yang berlangsung di dalam masyarakat. Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai perubahan sosial. Kosep-konsep dasarnya adalah seperti berikut ini:

Konsep pertama, bahwa masyarakat harus ‘memajukan’ diri lewat ‘proses evolusioner’, demi menuju sasaran yang telah ditetapkan.

Konsep kedua, bahwa perjuangan ke arah ‘kemajuan’ dan mencapai ‘sasaran’ hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan.

Konsep ketiga, apabila sekiranya ada kelompok masyarakat atau kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi kemajuan masyarakat, maka peniadaan elemen-elemen seperti itu menjadi amat vital.

Konsep keempat, andaikata masyarakat tidak bisa meniadakan ketidakadilan tersebut secara alami masyarakat tersebut akan mengalami kemerosotan dan masyarakat tersebut akan diubah dengan cara-cara Tuhan yang lain.

E. Kerangka Konsepsional

Dalam rangka membahas mengenai kersetaraan gender ini penulis mencoba mencari apa saja yang menjadikan persoalan kesetaraan gender ini mencuat, dalam beberapa pandangan diutarakan bahwa inti dari permasalahan ini


(18)

ialah tidak adanya keseimbangan antara peran lak-laki dan perempuan, kemudian juga setelah penulis tahu inti dari permasalahan ini kemudian baru dicari solusi-solusinya, yang kemudian akan diketahui akan dibawa kemana persoalan ini. Tentu dalam hal ini penulis amat berharap karya ini akan dapat bermanfaat demi terciptanya kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera terutama dalam menananggapi persoalan gender. Terlebih kemudian tulisan ini bisa menjadi bahan rujukan yang tepat.

Untuk mengupayakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa:

Yang dimaksud “Pandangan Partai Persatuan Pembangunan ” segala sesuatu yang berhubugan dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka memberikan kejelasan atas suatu permasalahan yang berkembang dikalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk para simpatisan Partai Persatuan Pembangunan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam Penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah permasalahan Kesetaraan Gender dan beberapa pendapat atau dasar hukum yang mengatur tentang kesetaraan gender yang ada di dalam kajian hukum Islam dan yang


(19)

ada di Indonesia dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender yang adil dan sejahtera. Maka mengingat begitu pentingnya kedalaman empiris yang harus dapat dijangkau maka cara kerja atau metode yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini akan menampilkan beberapa metode penelitian. Pada garis besarnya hanya ada dua macam metode, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan dengan metode kualitatif.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer didapatkan dari dokumen-dokumen yang berasal dari kantor Dewan Pimpianan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan terkait dengan pemasalahan kesetaraan gender.

Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) dengan pengurus kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan yang membidangi urusan pemberdayaan wanita, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.


(20)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadits, kitab-kitab fikih, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nsional, Lampiran Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan serta peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Untuk Memperoleh data dilakukan dengan menggunakan Studi Dokumenter, yaitu dengan cara mengkaji yang terdapat dari berbagai macam literatur kepustakaan berupa buku-buku, majalah-majalah, website atau literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas untuk dikaji dan dicatat bagian-bagian yang penting yang nantinya ada titik benang merah tentang kesetaraan gender dalam mewujudkan kehidupan yang adil dalam perspektif peraturan perundang-undangan (UUD1945) dalam pespektif Islam dan Partai Persatuan Pembangunan.


(21)

Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu pengurus pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan. Dengan tujuan agar memperoleh data yang lengkap untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Sementara untuk teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009".

G. Review Studi Terdahulu

Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa dan penulis buku sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut :

1. Febri Diana dengan judul “Peranan Komnas Perempuan Dalam Mewujudkan Keadilan Gender Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

Dalam penulisan skripsi ini Febri lebih memfokuskannya dan mengaitkannya dengan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga


(22)

(KDRT). Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Febri adalah memberi rujukan permasalahan-permasalahan KDRT ini ke LSM, kemudian juga dikemukakan selain memberi rujukan tersebut Febri memberi solusi yaitu: Pelatihan para hakim peradilan umum tentang KDRT, Workshop Family Court (Pengadilan Agama) terhadap kasus-kasus KDRT, dan yang terakhir Pelatihan untuk instruktur pelatihan hakim peradilan agama tentang KDRT. 2. Cecep Mifta’ih Zainuddin dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Gender Mainstreaming Dalam Kompilasi Hukum Islam”.

Skripsi ini membahas tentang bagaimana hukum Islam meninjau mainstreaming Kompilasi Hukum Islam terhadap gender. Cecep menyatakan bahwa perempuan itu harus menyadari bahwa dirimya punya kesetaraan (bukan keseragaman). Terkait dengan undang-undang yang berhubungan asas negara ini Cecep membahas juga tentang adanya instruksi Presiden RI no. 9 tahun 2000 tentang pengarustamaan gender dalam pembangunan nasional. Perempuan dalam KHI menurut Cecep merupakan kebijakan interpretasi yang ditetapkan menjadi keputusan kolektif. Sedangkan analisis pasal 25 merupakan penafsiran dari berbagai refrensi sehingga pasal tersebut terkesan bias.

3. Dr. Muhammad Baltaji dengan judul “Kedudukan Wanita Dalam Al-Qur’an As-Sunnah”.

Dalam buku ini Baltaji mencoba memaparkan permasalahan-permasalahan seputar wanita. Baltaji membahas dalam 2 bagian, bagian


(23)

pertama memaparkan persamaan antara lelaki dan perempuan kemudian, dituliskan juga bagaimana atau apa saja perbedaan antara lelaki dan perempuan, semua yang menjadi pembahasan Baltaji merujuk jelas kepada text Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi selain itu didalam buku ini pembahasan kelima mengenai karir, jabatan, dan parlemen baltaji tidak menemukan secara jelas ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyinggung mengenai permasalahan tersebut, namun Baltaji merujuk kepada pendapat para ulama.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis, kerangka konsepsional, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua adalah Pengertian Gender, Ketentuan umum tentang kesetaraan gender menrurt hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan, macam-macam permasalahan seputar gender serta solusi permasalahannya.

Bab Ketiga adalah ketentuan Umum Tentang Partai Persatuan Pembangunan, mulai dari sejarah, asas-asas, serta visi dan misi Partai Persatuan Pembangunan.


(24)

Bab Keempat adalah Pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai kesetaraan gender, Peran Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender terutama posisi perempuan didalam keluarga dan pemimpin perempuan, Strategi Partai Persatuan Pembangunan serta peran Partai Persatuan Pembangunan dalam legislative tentang kesetaraan gender.

Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


(25)

17

TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER

A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender

Gender dalam bahasa Indonesia mengandung arti yaitu jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Gender bagi banyak kalangan mengandung pengertian yang menggambarkan bagaimana nuansa semangat pemberontakan kaum perempuan terhadap stigma yang terbentuk di kalangan masyarakat, khususnya kaum laki-laki. Doktrin gender dipandang sebagai gagsan yang diadopsi dari nilai-nilai Barat yang tidak bermoral dan religius. Gagasan pemikiran gender bukan produk dari tradisi berpikir Islam.

Sedangkan kesetaraan gender (gender quality) mengandung pengertian kesamaan satu bentuk penilaian atau penghargaan yang sama oleh masyarakat dan negara terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki serta berbagai peran yang mereka jalankan.1

Isu gender tidak bisa dipisahkan dengan variabel jenis kelamin bahkan secara sosilogis gender berasal dari perbedaan jenis kelamin. Identitas jenis kelamin ini merupakan konsep biologis yang sebagai identitas permanen yang membedakan pria (jantan) dan perempuan (betina). Ini timbul secara alamiah,

1

Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam,


(26)

dan merupakan tanda pembeda. Akibatnya, jenis kelamin biologis bersifat tetap, permanen, dan universal.

Meskipun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Jender diartikannya sebagai “interpretasi mental” dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan wanita. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.2

Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan wanita, antara lain sebagai berikut.

1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan wanita sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan kepribadian seseorang tersusun di atas struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu.3

2

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,Jakarta, Paramadina, 2001, h.35

3


(27)

Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa memberikan dorongan untuk mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua, ego bekerja dalam lingkup rasional yang berupaya menjinakkan keinginan dari agresif dari id. Ego berupaya membantu mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga, superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup. Lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan hidup.

Dalam teori ini dijelaskan bahwa pada dasarnya tetap ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Perbedaan disini lebih ditekankan kepada perbedaan jenis alat kelamin antara laki-laki dan wanita. Pada diri laki-laki memiliki kebanggaan karena tidak semua memiliki penis, termasuk ibunya. Sebaliknya, anak perempuan ketika melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-laki, tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia mengalami perkembangan rasa “rendah diri”. Ia secara tidak sadar menjadikan ayahnya sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagi objek iri hati.

Teori ini mendapat protes keras dari kalangan feminis, namum demikian harusnya ini menjadi acuan bahwasannya dengan perbedaan alat kelamin ini tidak mempengaruhi posisi dan martabat wanita.

Di dalam teori ini Freud tidak bermaksud menyudutkan wanita. Sikap feminis yang akademisi seperti Nancy Codorow dan Julieft Mitchell dapat dinilai


(28)

bijaksana, karena tidak serta merta menolak toeri Freud tetapi berupaya menyempurnakan metode analisa yang digunakan Freud dalam menarik sebuah kesimpulan.4

2. Teori Fungsionalis Struktural

Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat.

Dalam hal peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra-industri sebagai contoh, betapa masyarakat tersebut terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu dan wanita sebagai peramu. Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran wanita lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat seperti ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh jenis kelamin.

Salah satu kritik yang dapat dilontarkan kepada teori ini ialah bahwa teori itu terlalu terikat pada kenyataan masyarakat pra-industri. Padahal, struktur dan

4


(29)

fungsi di dalam mayarakat kontemporer sudah banyak berubah. Keluarga dan unit rumah tangga telah mengalami banyak perubahan dan penyesuaian. Kalau dahulu sistem masyarakat lebih bersifat kolektif, keluarga pun masih bersifat keluarga besar. Tugas dan tanggung jawab keluarga dipikul secara bersama-sama oleh keluarga besar tersebut. Masalah anak tidak hanya diurus oleh ibunya, tetapi oleh semua anggota keluarga yang ramai-ramai tinggal di dalam sebuah rumah.

Di masa-masa yang akan datang teori ini bisa mengalami tantangan besar. Pembagian fungsi dan peran antara suami dan isteri dianggap sulit dipertahankan dalam konteks masyarakat modern. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu pada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan. Laki-laki dan perempuan sama-sama berpeluang untuk memperoleh kesempatan dalam persaingan.

Ada beberapa unsur pokok dalam teori fungsionalis struktural yang sekaligus menjadi kekuatan teori ini, yaitu:

a. Kekuasaan dan Status

Wanita dinilai berpenampilan dan berperilaku lemah lembut, sementara laki-laki berpenampilan dan berperilaku tegar dan jantan, dan karenanya memiliki kekuasaan dan status lebih besar.

Pola kekuasan dan status ini berpengaruh secara universal di dalam masyarakat. Tidak sedikit kebijakan dan peraturan lahir di atas persepsi tersebut


(30)

dan tidak heran kalau di dalam masyarakat muncul ideologi gender yang berupaya meninjau secara mendasar berbagai kebijakan dan peraturan yang dinilai tidak berwawasan gender.

b. Komunikasi Non-Variabel

Kemampuan yang dianggap kurang dari wanita dan kemampuan yang dianggap berlebih yang dimiliki laki-laki dalam komunikasi antara laki-laki dan wanita di dalam masyarakat. Laki-laki lebih dimungkinkan untuk menegur sapa kepada wanita daripada wanita. Karena wanita dinilai memiliki kekuasaan yang tidak memadai maka masyarakat (laki-laki) cenderung memandang “rendah” wanita. Situasi ini seperti ini sangat berpengaruh di dalam relasi gender, karena dengan demikian secara tidak langsung laki-laki mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi daripada wanita.

c. Wanita di dalam Berbagai Organisasi

Ketimpangan peran gender di dalam berbagai organisasi disebabkan karena wanita mempunyai berbagai keterbatasan, bukan saja karena sesara alami laki-laki, menurut teori fungsional struktural, dipersepsikan kaum yang lebih unggul, atau berbagai stereotipe gender lainnya, tetapi juga karena wanita ditemukan kurang terampil daripada laki-laki. Dalam kendali organisasi, posisi wanita lebih mengkhawatirkan daripada laki-laki, sehingga dalam pola relasi gender masih sering kali terjadi ketimpangan.


(31)

Wanita adalah makhluk yang rawan diperkosa (rape-prone) sementara laki-laki tidak rawan untuk diperkosa (rape-free). Berbagai kejahatan seksual dapat dilakukan laki-laki, tapi tidak sebaliknya.

Dalam sudut pandang ini, laki-laki mendapat keuntungan dalam pola relasi gender, walaupun keadaannya sangat tergantung pada setiap kondisi masyarakat. Bagi masyarakat yang mempertahankan norma-norma agama, pengaruh dan intensitas unsur ini tidak terlalu dominan. Akan tetapi bagi masyarakat yang cenderung bebas, nilai ini akan besar pengaruhnya.

e. Pembagian Kerja

Dalam masyarakat tradisional dikenal pembagian kerja secara seksual, laki-laki sebagai pemburu dan wanita sebagai pengasuh. Di dalam masyarakat modern pun tidak jauh berbeda, kalau wanita menjadi sekretaris laki-laki menjadi pemimpin. Laki-laki lebih banyak terlibat dalam urusan produksi, sementara wanita dipolakan untuk lebih banyak terlibat dalam urusan reproduksi.

Teori ini sempat populer pada era tahun 1950-an, ketika bangsa-bangsa mengalami depresi dan kejenuhan karena Perang Dunia I dan Perang Dunia ke II. Masyarakat berupaya memulihkan kestabilan tidak dengan jalan perang, tapi kembali memfungsikan kembali unsur-unsur penting dalam sistem kemasyarakatan.

Teori ini secara ideologis telah digunakan untuk memberikan pengakuan terhadap kelanggengan dominasi laki-laki seolah-olah teori ini dianggap bertanggung jawab terhadap lestarinya stratifikasi gender di dalam masyarakat.


(32)

Meskipun telah dijelaskan kelemahan-kelemahan pendapat ini, pada kenyataannya masih sulit dihapuskan di dalam kehidupan bermasyarakat, bukan saja dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern. Pembagian fungsi yang mengacu kepada perbedaan anatomi biologis masih sulit ditinggalkan. Dalam kenyataannya masyarakat industri dan masyarakat liberal cenderung tetap mempertahankan pendapat ini karena sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi industri yang menekankan aspek produktivitas. Tentu saja pendapat ini menimbulkan kritik yang keras dari kalangan feminis karena teori ini secara prinsip kemanusiaan sudah tidak sesuai.

3. Teori Konflik

Dalam soal gender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama.5

Menurut Marxisme, dalam kapitalisme, penindasan wanita diperlukan karena menguntungkan. Pertama, eksploitasi wanita di dalam rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, wanita juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja lebih

5


(33)

murah. Murahnya tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh wanita sebagai buruh dengan upah rendah menciptakan apa yang disebut dengan ‘buruh cadangan’. Melimpahnya buruh cadangan memperkuat posisi tawar-menawar para pemilik modal (kapitalis) dan mengancam solidaritas kaum buruh.

Teori konflik mendapat kritik dari sejumlah ahli, karena terlalu menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang selanjutnya melahirkan konflik. Dahrendorf dan Randall Collins, yang dikenal pendukung teori konflik modern, tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx dan Engels. Menurut mereka, konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberap faktor lain, termasuk ketegangan antara orang tua dan anak, suami dan istri, senior dan yunior, laki-laki dan wanita, dan lain sebagainya.6

Feminisme merupakan sebutan yang digunakan untuk mendefinisikan gerakan-gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini bertujuan untuk membebaskan perempuan dari kekerasan, ekonomi, politik, dan sosial yang bersandar pada pengalaman sejarah manusia yang telah lalu akan perbudakan pada peradaban-peradaban klasik.

Dalam dua dekade terakhir kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti kedudukan wanita dalam kehidupan

6


(34)

masyarakat. Feminisme berupaya menggugat kemapanan patriarki, dan berbagai bentuk stereotip jender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.7

Terdapat banyak variasi teori dan gerakan dalam feminisme yang menampilkan keberagaman ide, nilai, dan perspektif. Secara umum gerakan feminisme dipandang sebagai sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan hak-hak wanita dalam masyarakat. Gerakan seperti ini telah mengalami diversitifikasi berkaitan dengan perbedaan-perbedaan konteks budaya dan ideologi. Itulah mengapa feminisme Islam, Feminisme Sosial, dan feminisme Barat beitu berarti sekarang.8

Para peneliti feminisme Barat secara umum mempunyai keyakinan bahwa sekali pria mendominasi sebuah masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, wanita akan menjadi kelompok yang tertindas dan pasif.9

Periode ini terjadi ketika pria dari kelas tertentu memerintah secara eksklusif dan dan kepemilikan dalam semua aspek kehidupan sosial-ekonomi. Wanita dipandang sebagai kelas rendahan dan tercabut dari segala jenis hak, mulai dari mengekspresikan pendapatnya hingga seluruh bentuk partisipasi sosial. Sekarang, feminisme mengejar emansipasi wanita dari segala jenis pengekangan, atau apa pun yang membuat wanita terisolasi dari supremasi pria, diantaranya

7

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.64

8

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, Jakarta, Al-Huda,2005,h.26

9

S. Duval, “Women and Islamization:Contemporary Dimension of Discourse on Gender Relation”,Berg, 1998,h. 46


(35)

kesetaraan dalam pekerjaan, status sosial dan politik, kesamaan pria dan wanita dalam hak-hak sosial dan hak-hak mereka dalam kaitannya dengan anak-anak.

Feminisme adalah sebuah ideologi yang murni sekular. Secara fundamental, feminisme tak hanya tidak mempunyai konsep tentang prinsip-prinsip Ilahi tetapi juga bertentangan dengannya. Dalam kasus ini, agama malah sering kali dipandang sebagai sumber utama keridaksetaraan antara pria dan wanita.10

Berdasarkan prinsip bahwa mayoritas feminisme memiliki kesamaan pandangan mengenai kesetaraan gender dalam terminologi-terminologi kemampuan serta hak sosial dan individu, para pemikir feminisme berpandangan bahwa sebagaian besar sistem keyakinan agama yang terorganisasi, yang mendominasi dunia sejarah dan modern, secara mengakar sangatlah eksis. Terdapat tiga teori feminisme utama mengenai agama, yang radikal, liberal, dan reformis-analistik terhadap praktik yang ada dan terhadap penciptaan utopis sebuah praktik budaya tanding baru (new counter culture).

Teori ras feminisme dalam kaitannya dengan agama menunjukkna teori Marxis dan Sosial. Mereka percaya, secara prinsipil, bahwa agama merupkan candu masyarakat dan memandangnya sebagai sumber utama ketidaksetaraan pria dan wanita. Para pemikir liberal juga memiliki ide yang sama bahwa agama, khususnya Kristen, merupakan sumber utama penampakan bias persoalan gender.

10

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama


(36)

Elizabeth Cady Stanton dalam bukunya, The Woman’s Bible, menyatakan bahwa kontribusi utama dan pertama feminsme adalah melakukan perubahan dalam agama Kristen. Stanton percaya bahwa bahasa dan interpretasi kalimat-kalimat yang berkaitan dengan wanita dalam Injil merupakan sumber utama pemberian ststus inferior pada kaum wanita. Sperti dinyatakan Mary Daly (1975,1978) dan Susan Griffin (1981) berpendapat bahwa sebuah tema fundamentalis tradisi Kristen Barat adalah kebenciannya terhadap nafsu, yang didasarkan pada suatu ide bahwa tubuh wanita menarik kembali kaum pria pada sifat kebinatangannya.11

Dengan demikian, mereka melihat adanya sebuah kebutuhan untuk menulis ulang doktrin agama yang berdasarkan pada prinsip-prinsip feminisme. Memang tidak semua kalangan feminisme berpikir sama.

Secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok bagaimana pandangan feminis terhadap perbedaan peran jender laki-laki dan perempuan.

1. Feminisme Liberal

Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martinea (1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).12

Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip

11

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

,h.27

12


(37)

pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususan-kekhususan. Secara ontologi keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan.13

Tetapi walaupun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini masih tetap memandang perlu adanya pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Biar bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam jehidupan bermasyarakat. Tetapi tetap kelompok ini berpendapat organ reproduksi bukan merupakan penghalang terhadap peran-peran di ranah publik.

2. Feminsme Marxis-Sosialis

Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg (1871-1919).14

Dengan mencoba melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam, aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam mayarakat berdasarkan jenis kelamin. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status wanita lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang sejarah.

13

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.64

14


(38)

Feminisme sosialis berpendapat bahwa ketimpangan jender di dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam lingkungan rumah tangga.15 Perempuan senantiasa mencemaskan keamanan ekonominya, karenanya mereka memberikan dukungan kekuasaan kepada suaminya.

3. Feminsme Radikal

Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar, menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan wanita seperti lembaga patriarki yang dinilai merugikan perempuan, karena term ini jelas-jelas menguntungkan laki-laki.16 Pandangan feminisme radikal ini terkesan lebih ekstrem, dikarenakan tidak hanya menuntut persamaan hak dengna laki-laki tetapi juga persamaan “seks”, artinya wanita dapat memperoleh kepuasaan seksual dengan sesama wanita (lesbian).

Menurut kelompok ini, wanita tidak harus tergantung pada laki-laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual. Wanita dapat merasakan kehangatan, kemesraaan, dan kepuasaan seksual kepada sesama wanita. Kepuasaan seksual dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai latihan dan pembiasan kepuasaan itu dapat terpenuhi dari sesama wanita.

15

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.66

16


(39)

Aliran ini juga mengupayakan pembenaran rasional gerakannya dengan mengungkapkan fakta bahwa laki-laki adalah masalah bagi perempuan. Laki-laki selalu mengeksploitasi fungsi reproduksi perempuan dengan berbagai dalih. Ketertindasan perempuan berlangsung cukup lama dan dinilainya sebagai bentuk penindasan karena ras, perbudakan, dan warna kulit dapat segera dihentikan dengan resolusi atau peraturan, tetapi pemerasan secara seksual teramat sulit dihentikan, dan untuk itu diperlukan gerakan yang lebih mendasar.17

Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog tetapi juga di kalangan femins sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak berfikir realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan secara total pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan wanita itu sendiri.

Seperti inti dari semua teori feminsme tersebut di atas ialah berupaya memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan jender di dalam masyarakat.

Proses feminisme di Barat telah menginspirasi wanita muslim. (lihat, Mernissi [1993], Nasir [1994], Basit [1997], Moghissi [1999], dan Smith [2001]).18

Kalangan awal feminisme Arab awal, seperti Nazira Zayn ad Din, asal Libanon, mengintegrasikan ide-ide feminisme ke dalam sebuah kerangka

17

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.67

18

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama


(40)

referansi Islam. Nazira Zayn ad Din menandai awal sebuah debat mengenai hijab, yang di dalamnya dikatakan bahwa hijab merupakan simbol inferioritas Islam. Hijab hanya salah satu contoh. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang lain mungkin juga menyatakan semacam perbedaan gender, dan dipandang sebagai inferior bagi perempuan muslim.

Kemunculan gerakan-gerakan feminisme pada dasarnya merupakan gerakan umum ke arah sekulerisme, sebuah perhatian baru dengan reformasi sosial dan modernitas, dan kebangkitan kelas menengah lokal terpelajar. Perhatian utama mereka pada hak-hak kaum wanita meliputi isu-isu pendidikan, privasi, hijab, dan poligami, yang berkesesuaian dengna agenda yang lebih luas mengenai kemajuan dan harmonisasi antara Islam dan modernitas.19

Selanjutnya, dalam gerakan feminisme Muslim ada yang disebut dengan feminisme Reaksioner atau Defensif.20 Bentuk feminsme ini merupakan sebuah gerakan yang menekankan ide bahwa wanita Muslim telah memperoleh posisi yang setara dan terhormat (berdasarkan tradisi Islam) tanpa adanya kebutuhan bagi reformasi lebih lanjut. Dari perspketif mereka, Barat yang berorientasi pada wanita Muslim telah menggarisbawahi status wanita dalam masyarakat Muslim. Namun demikian, para Islamis, baik pria maupun wanita, juga telah ikut terlibat

19

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

,h.34

20

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama


(41)

dalam debat tersebut, seraya menekankan potensi pembebasan yang dimiliki Islam terhadap kaum wanita.

B. Kesetaraan Gender Dalam Islam

Islam menghormati wanita dengan penghormatan yang sangat luhur, mengangkatnya dari keburukan dan kehinaan serta dari penguburan hidup-hidup yang pernah dilakukan pada jaman jahiliyah dulu ke kedudukan yang terhormat dan mulia, sebab perempuan itu selaku ibu. Dikatakan juga bahwa surga terletak dibawah telapak kaki ibu. Nabi Muhammad Saw pernah mengungkapkan bahwasannya hormatilah ibu, ibu, ibu, baru kemudian ayahmu.

Penghormatan Islam terhadap istri pun begitu besar, bahwa Rasulullah Saw sangat mencintai Siti Khadijah r.a, memuji dan menghormatinya. Rasul pernah bersabda: ‘Khadijah itu adalah seorang wanita yang utama, bijaksana, dan darinya aku dikaruniai anak’(HR Bukhari dan Mulsim).21

Selain itu Islam juga menganjurkan agar laki-laki bisa menjaga perempuan, menjaga kehormatannya, martabat serta menghargai hak-hak dari perempuan. Tidak dibenarkan untuk para laki-laki menjatuhkan martabat perempuan.

perempuan tidak seperti yang digambarkan oleh para penyebar keburukan dan kehinaan, yang menggambarkan wanita sebagai musuh laki-laki. Seolah-olah

21

Bukhari, Kitab: Munaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah dan keutamaan Khadijah, jilid 8, halm.136. Muslim, Kitab: Keutamaaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, h.141.


(42)

ada peperangan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berontak demi kebebasannya dan demi hak-haknya. Dalam konsep Islam, tidak ada permusuhan antara laki-laki dan perempuan, tidak ada peperangan antara keduanya, tapi perempuan adalah yang harus dikasihi.

Perempuan mempunyai kedudukan yang mulia dan tinggi, perempuan selaku isteri, Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu tanda ciptaannya, dimana pada wanita Allah SWT menciptakan rasa tentram, kasih dan sayang.

Ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Variabel-variabel tersebur antara lain sebagai berikut:

1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Zariyat/51:56:

$tBur M

ł

)n=yz

£

¯

g

ł

:$#

}

§ RM} $#ur

w

˛

)

¨

b r 7Łu

ˇ

9

˙ ˛ˇ¨

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal.22 Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan

22


(43)

dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai derajat muttaqun ini dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.

Dalam kapasitas sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendaptkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya.

2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di Bumi

Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT, juga untuk menjadi khalifah di bumi. Wanita diperbolehkan ikut serta membangun masyarakat sebagai khalifah dan hamba Allah SWT di permukaan bumi ini.23

Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS. al-baqarah 2:30

ł ˛

)ur

t

A$s% /u

ˇ

ps3

˝

·fl»n=yJ

ø

=

ˇ

9

˛o

T

˛

)

@

ˇ

ª %y‘

˛

ß

˙

F{ $#

Z

px

˛

=yz

(

(

#q9$s%

ª

@yŁ

ł

grBr& $pk

ˇ

ø

‘ tB

¯

¡

ł ª

$pk

ˇ

ø

7

ˇ

¡ our u !$tB

ˇe

$!

$#

ł

twUur x

˛m

7|¡ R

x

8

ˇ

Jpt

¿

2 ¤

ˇd

s) Rur

y

7 s9

(

t

A$s%

˛o

T

˛

)

ª

Nn=ª r& $tB w

t

b qJn=Łs? ˙ ¨

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

23

M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, (Jakarta:Lentera Hati, 2005) h.3


(44)

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa berbakti dengan memujiMu dan memuliakanMu. Allah berkata : Aku tahu apa yang kamu tiada mengetahui

Kata khalifah dalam ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.

3. Laki-laki dan Wanita Menerima Perjanjian Primordial

Laki-laki dan wanita sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan.24

Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT memuliakan seluruh anak cucu Adam. Di dalam Al-Qur’an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang menunjukkan keutamaan seseorang karena faktor jenis kelamin atau karena ketrurunan satu bangsa tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat. Perjanjian, bai’at, sumpah, dan nazar yang dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana halnya laki-laki.

Di dalam tradisi Islam, wanita mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada

24


(45)

Tuhan. Tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau nazar.

Bahkan dalam urusan-urusan keduniaan pun wanita memperoleh hak-hak sebagimana halnya yang diperoleh laki-laki. Dalam suatu ketika Nabi Muhammad Saw didatangani oleh sekelompok wanita untuk menyatakan dukungan politik (bai’ah), maka peristiwa langka ini menyebabkan turunnya QS. al-Mumtahanah/60:12:

$pkr’fl»t <

¤

Z9$# #s

˛

)

x

8u !%y‘ M»oY

ˇ

BsJ

ł

9$#

y

7 uZŁ

˛

$t7

ª

# n?tª

br& w ˘

ł

.

˛

«

! $$

˛

/

$

\

«

ł

x'

wur

z

ł

%

˛

£ t wur

t

ß

ˇ

Rt wur

z

ø

=F

ł

)t

£

Ł

dy »s9rr&

wur

t

ß

ˇ

?

ø

’t

9

‘ »tFg6

˛

/ …muZ

˛

tI

ł

t

t

ß t/

£

˝

k

ˇ

r&

˘

˛

g

˛

=

ª

_ r&ur

wur

o

Y

¯

` Łt

˛

ß

7

$ r ŒtB

£

‘ gŁ

˛

$t6sø

ˇ ł

tG $#ur

£

‘ lm;

'

! $#

(

¤

b

˛

)

'

! $#

q x

L

ˇ

m

§

˙ ˚¸¨

Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesiati pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.25

4. Adam dan Hawa, Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis

25

Ayat ini turun ketika baru saja terjadi perebutan kembali kota Makkah. Sekelompok perempuan Makkah datang menjumpai Rasulullah dan bermaksud menyatakan pendapat pengakuan politik (bai’at) terhadap keberadaan Rasulullah, lalu turunlah ayat ini. Lihat Tafsir ibn Katsir, Jilid IV, h.353


(46)

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa.26 Seperti dapat dilihat dalam beberap kasus berikut ini:

a. Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga. b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan.

c. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi.

d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan.

e. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan.

5. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi

Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki dan wanita. Laki-laki dan wanita memperoleh kesempatan yang sama dalam meraih prestasi yang optimal. Namun dalam kenyataan masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit diselesaikan.

Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat

26


(47)

manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan.

Berikut akan dijelaskan beberapa keterlibatan wanita muslimah dalam berbagai kegiatan sosial.

1. Mengkritik pemimpin

Wanita muslimah seperti halnya kaum laki-laki dihimbau untuk ikut peduli terhadap masalah-masalah politik yang berkembang dalam masyarakat. Juga dituntut untuk mengambil bagian. Dalam membangun masyarakatnya melalui kegiatan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat atau dengan mendukung usaha-usaha positif dan menentang hal-hal yang negatif.

Contoh yang paling tepat mengenai kepedulian wanita akan masalah politik yang berkembang di tangah masyarakat adalah ucapan Ummu Salah berikut ini: “Aku adalah salah seorang dari manusia,” yang dalam hal ini dia menganggap pidato yang disampaikan seorang pemimpin di hadapan khlayak ramai ditujukan kepada kum laki-laki dan wanita sekaligus, bukan untuk laki-laki saja. Sungguh tepat sekali apa yang diucapkan oleh Fatimah binti Qais ini: “ Aku pergi (ke masjid) bersama orang-orang yang pergi,” yang menunjukkan bahwa Fatimah ikut bersama kaum laki-laki memenuhi panggilan imam (lihat hadist


(48)

Ummu Salamah dan hadist Fatimah binti Qais dalam pembahasan tentang bukti keterlibatan wanita dalam kegiatan politik negara Islam).27

Dari Tamin ad-Dari dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: “Agama itu nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa?” Beliau menjawab: “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk kaum muslimin secara umum.” (HR Muslim).28

Betapa tinggi nilai nasihat dalam agama Islam. Pada dasarnya, nasihat itu meliputi dua sisi. Pertama, sisi kejiwaan dan perasaan yang meliputi keinginan atas suatu kebaikan bagi kaum muslimin secara keseluruhan, baik bagi masyarakat umum maupun kalangan tertentu. Kedua, sisi perilaku nyata melalui pendapat dan kalimat haq, sekaligus perjuangan dan pengorbanan dalam menyampaikan kebenaran tersebut.

Dalam hal ini berarti Islam tidak melarang laki-laki dan wanita untuk senantiasa mengkritik dan memberi nasihat kepada pemimpinnya.

2. Menunaikan kesaksian

Aisyah berkata (mengenai berita bohong): “Setelah diceritakan kepada beliau apa yang menimpa diriku...Rasulullah Saw datang ke rumahku. Beliau menanyakanku kepada pembantuku. Pembantuku berkata: “Tidak, demi Allah, aku tidak pernah mengetahui aib (cela) pada dirinya. Cuma saja di pernah tertidur

27

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.528

28

Muslim, Kitab:Imam, Bab: Keterangan bahwasannya tidak masuk surga selain orang-orang mukmin, Jilid I, h. 53


(49)

sehingga kambing masuk, lalu memakan tepung atau adonan rotinya”. Sebagian sahabat Rasulullah Saw membentaknya, lalu berkata: ‘Bicaralah yang benar kepada Rasulullah Saw..’Kemudian mereka menerangkan secara gamblang persoalan yang dibicarakan orang itu kepadanya. Pembantu itu ahkirnya mengucapkan : ‘Subhanallah, demi Allah, aku tidak mengetahui persoalannya kecuali seperti pengetahuan tukang emas terhadap biji emas yang merah.” (HR Bukhari dan Muslim).29

3. Kaum wanita berbai’at kepada Nabi Saw. Sebagai pemimpin umat Islam Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata: “Aku ikut shalat hari raya Idul Fitri bersama Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Utsman. Semuanya melakukan shalat sebelum khotbah. Setelah shalat barulah berkhotbah, kemudian Nabiyullah turun. Seolah-olah aku melihat kepada beliau ketika beliau menyuruh jamaah laki-laki duduk dengan tangannya. Kemudian beliau berjalan di sela-sela shaf laki-laki hingga sampai ke tempat kaum wanita bersama Bilal. Di situ beliau membaca ayat: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman unutk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu...,” (sampai akhir ayat). Setelah

29

Bukhari, Kitab, Tafsir, Bab: Surat an-Nur. Firman Allah Swt. “Seungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalngan orang-orang yang beriman, jilid 10, h. 105. Muslim, Kitab:Tobat, Bab: Mengenai berita bohong, jilid 8, h. 119


(50)

itu beliau bertanya: “Apakah kalian menyetujui hal seperti itu?” Hanya satu dari mereka yang menjawab, sementara yang lainnya tidak. Yang menjawab itu berkata: “Ya, wahai Rasulullah.” Al-Hasan tidak tahu siapa wanita itu. Ibnu Abbas berkata: ”Lalu wanita-wanita itu bersedekah. Bilal menggelar pakaiannya sehingga wanita-wanita itu menjatuhkan (meletakkan) cincin besar dan perhiasan milik mereka di atas pakaian Bilal.” (HR Bukhari dan Muslim).30 Bai’at yang dilakukan oleh kaum wanita terhadap Nabi Saw mempunyai beberapa arti:

1. Kemandirian pribadi seorang wanita. Jadi dia bukan sekedar pengekor kaum laki-laki. Mereka melakukan bai’at sebagaimana halnya kaum laki-laki.31 2. Bai’at yang dilakukan kaum wanita merupakan janji setia serta terhadap Islam

dan taat kepada Rasulullah Saw yang dilakukan tidak berbeda dengan kaum laki-laki. Terkadang kaum laki-laki berbai’at kepada Rasulullah Saw seperti kaum wanita. Dari Ubadah bin Shamit dikatakan bahwa beliau pernah berkata dan disekeliling beliau ada sejumlah sahabat: “Marilah kalian semua, lakukanlah bai’at terhadapku bahwa kalian tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kalian, tidak akan berbuat dusta yang kalian ada-adakan di antara tangan dan kaki kalian, tidak akan mendurhakai dalam soal

30

Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab:Surat al-Mumtahanah, ayat: “Apabila dating kepadamu perempuan yang beriman untuk berbai’at, jilid 10, hlm. 265. Muslim,Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18

31


(51)

kebaikan...” Ubaidah bin Shamit berkata: “Aku berbai’at kepada beliau berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut’’ (HR Bukhari)32. Selain itu, ada pula bai’at yang khusus untuk kaum laki-laki, sperti bai’at yang berjihad dan tegar menghadapi musuh, seperti bai’at Ridhwan pada hari Hudaibiah.33 4. Keterlibatan wanita dalam jihad membela Islam

Dari ar-Rubayyi binti Mu’awwidz, dia berkata: “Kami pernah bersama Nabi Saw. (dalam peperangan). Kami bertugas memberi minum prajurit, melayani mereka, mengobati orang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka dan terbunuh ke Madinah.”(HR Bukhari)34. Dari Anas bin Malik r.a, dia berkata: “...Rasulullah Saw berkata: ’Sejumlah orang dari umatku menawarkan diri kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah. Mereka mengarungi permukaan laut bagaikan raja-raja di atas singgasananya.’ Ummu Haram berkata: ’Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikannya di antara mereka. ’Lalu Rasulullah Saw mendoakannya...”(HR Bukhari)35

32

Bukhari, Kitab:Munaqib, Bab: Delegasi Anshar kepada nabi Saw. dan bai’at Aqabah, jilid 8,h. 222

33

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.508

34

Bukhari, Kitab:Jihad, Bab:Kaum wanita merawat orang terluka dalam peperangan, jilid 6, h.420

35

Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Mendoakan supaya bisa berjihad dan mati syahid dan mati syahid bagi pria dan wanita, jilid 6, h. 350. Muslim, Kitab: Kepemimpin, Bab: Keutamaan berperang di laut, jilid 6,h. 50


(52)

C. Kesetaraan Gender di Indonesia

Menyoal seputar perkembangan gerakan wanita Islam di Indonesia tentu saja kita tidak bisa melepaskan dari wacana gender. Perkembangan wacana gender di Indonesia hingga saat ini sepertinya sudah mulai menjauhi subtansi dasar revalitasi kewanitaan atau dengan bahasa lainnya sudah cukup liberal.

Walaupun dilihat dari segi wacananya terlampau hegemonik dan seakan telah berhasil memindahkan nilai-nilai humanistik secara utuh, akan tetapi perkembangan pesat tersebut ternyata pada tataran empiris sosio-kultural dirasakan masih lambat. Demikian analisa yang dikemukan oleh Budi M Rahman. Terkait dengan wacana gender di Indonesia, terjadi dan berkembang sekitar di era 80-an, sementara mulai memasuki isu keagamaan pada era 90-an. Isu tersebut mengalami perkembangan sejalan dengan masuknya buku-buku terjemahan yang berwawasan gender atau bisa dikategorikan feminis seperti buku-buku Aminah Wadud Muhsin, Fatima Mernissi, Zafrullah Khan. Ketiga buku tersebut termasuk kontroversial pada waktu itu.

Tak bisa dipungkiri juga adalah sumbagan Wardah Hafidz, yang mengambil spesialisasi bidang gender dan Islam. Dia yang melakukan rintisan dalam mensosialisasikan wacana tersebut di Indonesia. Selain itu, ada Lies Marcoes. Bisa dikatakan, selama 10 tahun atau 5 tahun terakhir ini perkembangan isu gender sangat pesat dan sangat produktif sekali, jauh lebih pesat dari isu-isu lainnya seperti pluralisme, yang juga tak kalah pentingnya.


(53)

Nampaknya isu gender telah mendorong satu kesadaran yang khas bukan hanya semata-mata karena pandangan filosofis atau wacana, tapi punya implikasi praktis yang memang sangat dituntut. Dari segi wacana, isu ini sudah berkembang sangat progresif, bahkan cenderung liberal. Majalah Ulumul Qur’an-pun sampai pernah melampirkan nomor khusus tentang isu gender pada tahun 1995, hingga pada akhirnyapun banyak orang yang antusias.

Harus diakui isu gender memang masih berputar di kalangan terpelajar, mahasiswa, Dosen, dan para peminat studi keilmuan. Fenomena ini terjadi bukan hanya di kalangan Islam saja tapi juga pada masyarakat umum. Lembaga feminsme seperti Klayanamitra banyak memberi sumbangan dalam mempopulerkan isu gender di Indonesia.

Ada beberapa fakta peristiwa-peristiwa yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesetaraan gender. Antara lain yaitu seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), KDRT mengandung pengertian adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.36

36


(54)

Hal lain yang berhubungan dengan kesetaraan gender ialah isu seputar peranan kaum perempuan dalam kehidupan publik. Mengacu pada UUD 1945, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk duduk di lembaga legislatif sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 22 E Ayat 4 yang berbunyi: “Peserta pemilihan umum umtuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.”

Dapat juga dilihat dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Pemilu:

“Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan skurang-kurangnya 30%.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus-menerus mendesak kepada semua negara anggota PBB untuk melakukan berbagai langkah tindak, termasuk pembuatan, penghapusan dan penyempurnaan Undang-Undang untuk menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap wanita. Menjelang diselenggarakannya Konferensi Dunia Hak Azasi Manusia di Wina tahun 1993, maka pada tahun 1992 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, dikenal juga sebagai Komite CEDAW, pada sidang ke-11, menghasilkan Rekomendasi Umum No.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Secara tegas dinyatakan bahwa kekerasan adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan memberikan rekomendasi agar dilakukan langkah-langkah tindak yang tepat untuk menghapus


(55)

kekerasan dan memberikan perlindungan dan pelayanan berguna bagi wanita korban kekerasan.37

Pada tingkat nasional telah pula diterbitkan dua dokument penting yang dapat digunakan dalam kajian mengenai hak-hak wanita, yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya tentang hak-hak azasi wanita (pasal 45-pasal51). Dalam bulan Desember 2000 diterbitkan Isntruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Presiden memberikan instruksi kepada Menteri, Kepada Lembaga Pemerintahan Non-Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota, untuk mengarusutamakan gender ke dalam semua proses pembangunan nasional. Tujuan dari pengarusutamaan gender ialah menarik wanita ke dalam arus utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan mekanisme-mekanisme kelembagaan bagi kemajuan wanita di semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintah. Tujuan pengarusutamaan gender ialah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

37

Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.x


(56)

pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Peraihan kesetaraaan dan keadilan gender melalui pemberdayaan wanita merupakan tujuan pengarusutamaan gender.

Dengan 4 Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Comitte in the Elimination of Discrimination Against Women), Rekomendasi Umum No.21 tentang Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga, Pasal 16 Konvensi (Sessi Ketigabelas, 1994), Rekomendasi Umum No.23 tentang Kehidupan Politik dan Publik, Pasal 7 dan 8 Konvensi (Sessi Keenambelas, 1997), Rekomendasi Umum No. 24 tentang Perempuan dan Kesehatan, Pasal 12 Konvensi (Sessi Keduapuluh, 1999), dan Rekomendasi Umum No. 25 tentang Pasal 4 ayat 1 Konvensi, tentang Tindakan Khusus Sementara (Sessi Keduapuluh, 1999). Rekomendasi Umum tersebut dirumsukan oleh Komite, yang terdiri dari para ahli yang bermartabat tinggi dan kompeten dalam bidang-bidang yang dicakup oleh Konvensi. Komite dibentuk berdasarkan Pasal 17 Konvensi, dan bertugas untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam implementasi Konvensi di Negara-negara Pihak.38

Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Penjelasan

38

Digunakan istilah Negara Pihak (States Party), dan bukan Negara Perserta yang digunakan dalam UU No. 7 tahun 1984. Hal ini dilakukan mengikuti istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Konvenan Interrnasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), dan UU No. 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil and Political Rights (Konven Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).


(57)

Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.39

39

Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.xvi


(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Al Jawad Hifa, Otentitas Hak-hak Perempuan Dalam Pembelaan Islam, PT Toha Putra, Semarang, 1984

Al-Mawardi, AL-Ahkaamus-Sulthaaniyyah, Geman Insani Press, Jakarta, 2000 Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf

Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, 2009

Amin, Qasim, Sejarah Penindasan Perempuan, IRCI SOD, Yogyakarta, 2003

Aini, Noryamin, Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Perspektif Agama Islam, Kementrian Pemberdayaan Wanita, Jakarta, 2007.

Convention Watch, Universitas Indonesia, Hak Azazi Perempuan Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004

Fayumi, Baduyah, Isu-isu Gender Dalam Islam, PSW UIN Syarifhidayatullah, Jakarta. 2002

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat, 2005 Indra, Hasbi, Potret Wanita Shalehah, Penamadani, Jakarta, 2004

Izzat Rauf Hibah, Perempuan Agama dan Moralitas, Erlangga, Jakarta, 2002

Khatimah, Husnul & Sa’idah Najmah, Revisi Politik Perempuan, CV IDeA Pustaka Utama, Bogor, 2003

Maarif, Safii Ahmad, Islam dan Politik:Upaya Membingkai Peradaban, Pustaka DINAMIKA, Cirebon, 1999


(2)

Mansur, Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta 1987

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, Uin-Malang Press, Malang, 2008

Mulia, Mudah, Siti, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, Kibar Press, Yogyakarta. 2007

Mulia Musdah Siti dan, Perempuan dan Politik Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005

Nif, Umar Fatimah, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, CV Cendekia Sentra Muslim, Jakarta, 1999

Noer, Deliar, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1969, Grahiftipress, Jakarta, 1987

Nif, Umar Fatimah, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, Jakarta : CV Cendekia Sentra Muslim, 1999

Ramli dan Yusuf ed, Aisyah Aminy Demokrasi Tanapa Batas Lembaga Study Pembangunan Indonesia, Jakarta 2002

Sa’ad, Najmah dan Khatimah, Khusnul, Revisi Politik Perempuan Bercermin Pada Shababiyat, Bogor : CV Icea Pustaka Utama, 2003

Shafiyah, Amatullah Haryati, Soeripno, Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya. Gema Insani, Jakarta, 2001

Shihab Quraish Muhamamd, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, Lentera Hati, Jakarta 2005

Siachruni Asmah, Muslimah Pejuang Lintas Zaman Dari Klangan Nahdlatul Ulama, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta 2002

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh, Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Jilid 3, Darul Haq, 2001


(3)

Syuqqah, Abu, Halim, Abdul, Kebebasan Wanita Jilid 1, Gema Insani Press, Jakarta, 2001

Syuqqah, Abu, Halim, Abdul, Kebebasan Wanita Jilid 3, Gema Insani Press, Jakarta, 2001

Umar, Nasruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif AL-Qur’an, Paramadina, Jakarta, 2001

Waddy, Chair, Wanita dalam Sejarah Islam, Jakarta : Citra Mandala Pratama, 2003

Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, Kompas, Jakarta, 2005

DOKUMEN

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta : DPP PPP, 20007 Ketetapan-Ketetapan musyawarah Kerja Nasional I Partai Persatuan Pembangunan

21-24 Juni 2007. Jakarta : DPP PPP

Anggaran Berbasis Kinerja dan Pengawasannya. Jakarta : FPP-RI

Kader Nasional Dari Masa ke Masa Korbid. Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta :DPP PPP. 2010

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat 2005

INTERNET

www.google.co.id, www.kowani.co.org www.ppp.or.id


(4)

Hasil wawancara Skripsi

Pandangan PPP terhadap kesetaraan gender (PPP)

Nama Responden : Nurmalena

Jabatan : Ketua DPP PPP Bidang Pemberdayaan Perempuan Ketua DPP PPP

Tanggal : 25-02-2011

Waktu : 14.00-14.30

Tempar : Gedung Kementrian Agama RI

1. Bagaimana pandangan PPP terhadap kesetaraan gender?

Jawab : Tidak ada masalah ya di PPP sebenarnya, PPP pernah mencalonkan presiden yang wakil presidennya Hamzah Haz presidennya Megawati. Kesetaraan gender itu tidak berarti sama itu yang biasanya kita perdebatkan, bagaimana mungkin laki-laki bisa disamain perempuan? perempuan bisa hamil laki-laki, perempuan bisa menyusui laki-laki tidak bisa menyusui, laki-laki tidak menstruasi perempuan bisa menstruasi. Tidak ada masalah sebenarnya di dalam PPP tentang gender.

2. Bagaimana pandangan PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam Keluarga? Jawab : coba kita lihat Rasulullah telah memberikan keteladanan, ketika beliau menikahi siti Khadijah itu sebagai apa?pedagang kan, memang disuruh berhenti jadi pedagang?tidak, dan justru Siti Khadijah yang membiayai seluruh perjuangan Rasulullah. Kalau suami tidak mampu memipin keluarga bagaimana?mau ga mau harus istrinya kan, jadi tetep selama suami mampu manjdai pemimpin ya suami, tapi kalau tidak mampu istrinya yang menjadi menggantikan suaminya. Kelyarga itu merupakan kesepakatan pada zaman Rasulullah yang menjadi komandan ekonomi malah Siti Khadijah dan Rasulullah tidak mempermasalahkan itu. Anak juga merupakan tanggung jawab bersama bukan semata-mata hanya tanggung jawab istri.


(5)

3. Apakah PPP berpendapat bahwasannya wanita bisa menjadi pemimpin dalam keluarga? apa argument PPP?

Jawab : Pada dasarnya sebenarnya yang menjadi pemimpin memang laki-laki tapi itu pun kalau dia mampu kalau tidak? Mau tidak mau perempuan itu bisa menjadi pemimpin.

4. Kebijakan apa yang partai berikan dalam merealisasikan kepemimpian perempuan dalam partai persatuan pembangunan dan di negara ini?

Jawab : Perempuan diberi fungis yang maksimal, buktinya dijajaran ketua terdapat dua orang perempuan teremasuk saya dan Nurhayati Payapo, kemudian PPP tidak akan mendukung Megawati menjadi presiden dan Hamzah haz menjadi wakil presidennya.

5. Bagaimana peran PPP dalam Legislatif Tentang Kesetaraan Gender? Jawab : Sekarang ada lima yang menjadi anggota DPR dari PPP dan prestasinya bisa di lihat, memenag tidak ada khusus di komisi tentang perempuan mereka mendapat tanggung jawab yang sama yang diemban laki-laki

6. Strategi apa saja yang PPP lakukan Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender?

Jawab : PPP mencoba mencontohkan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap perempuan, dalam AD RT tertulis jelas mengenai perlunya perempuan dalam struktur partai, yang kedua perempuan diberi fungsi yang maksimal dijajaran ketua.

7. Apakah ada pendidikan atau diklat khusus untuk kader perempuan di PPP?

Jawab : Ada baru saja dilakukan di batu kembar ada 90 orang kader perempuan untuk dilatih menjadi pelatih bidang politik

8. Apakah ada organisasi kewanitaan yang dibentuk oleh PPP dalam rangka pengarusutamaan kesetaraaan gender?


(6)

Jawab : Ada yang namanya WPP ketua WPP ini link dengan ketua yang membidangi perempuan.

9. Berapa persentase jumlah pengurus perempuan dalam partai, khususnya posisi dalam kepengurusan DPP, DPW, DPC, PAC, Partai Persatuan Pembangunan?

Jawab : di dalam partai keterwakilan 30% wanita sudah diawali dalam muktamar yang lalu untuk struktur partai dalam tingkat DPP sekurang-kurangnya 7 oarang ditingkat harian untuk tingkat pusat, 5 orang untuk tingkat wilayah, 3 orang pada tingkat cabang.