Perlunya pembangunan sosial untuk mengha

“Perlunya pembangunan sosial untuk menghadapi tantangan ASEAN
Economic Community”
Rahadyo Handrakoro1

Pendahuluan
Pembangunan, selama ini selalu dikaitkan dengan pembangunan infrastruktur yang meliputi
gedung-gedung, bangunan-bangunan yang keseluruhannya hanya berupa fisik / terlihat mata
semata, memang presepsi ini tidaklah salah karena sudah terlanjur melekat di pemikiran
masyarakat mayoritas semenjak Orde Baru, khususnya program pembangunan REPELITA
yang cenderung berorientasi infrastruktur semata2.
Namun, untuk periode saat ini kiranya sudah saatnya diubah pemahaman tentang
pembangunan yang sudah kelewat jadul tersebut, mengingat saat ini pembangunan sudah
semakin kompleks mengikuti zaman yang cepat berubah, tidak hanya mengandalakan
pembangunan infrastruktur semata namun dibarengi juga dengan pembangunan secara sosial
dengan mengutamakan capacity building, pemberdayaan, dan partisipasi seluruh masyarakat
agar mampu mewujudkan pembangunan menyeluruh, tidak hanya kemauan dari pemerinjtah
(tear-down) saja namun juga keinginan dari masyarakat (bottom-up), baiik itu dalam scope
makro (negara) maupun mikro (keluarga).

Mengapa harus ada dibarengi pembangunan sosial?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita melakukan flashback sejarah programprogram pembangunan, tepatnya pada masa Orde Baru masih berkuasa dimana program

kebijakan semua telah dirancang oleh negara dan masyarakat tidak perlu tahu atau
berpartisipasi dalam rancangan tersebut, jika ada partisipasi langsung hanyalah dalam
menjalankan program tersebut dan tidak boleh mengkritik dalam proses program berlangsung
dan tidak perlu tahu latar belakang dibuatnya program tersebut3, contoh tersebut merupakan
1 Mahasiswa jurusan Sosiologi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
2 Program REPELITA yang terkenal adalah impres tentang pasar dan sekolah yang hampir tersebar di seluruh
Indonesia.
3

1

contoh yang telah memberdayakan namun belum sampai dalam tahap partisipasi, kalaupun
ada hanyalah bersifat semu dan ABS4.
Saat ini, arah pembangunan sudah berbeda jauh dengan era Orde Baru yang terlalu statedominant, dngan adanya peruahan baik itu dari iklim politik maupun desakan arus globalisasi
mau tak mau harus mengganti pola pembangunan yang lebih “manusiawi” dengan 3 dasar
yaitu capacity building, pemberdayaan, serta partisipasi masyarakat.

Pentingnya pembangunan sosial dalam segala pembangunan
Selain seperti hal yang telah disampaikan diatas, pembangunan sosial saat ini dibutuhan
karena kebutuhan dalam hal pembangunan sudah semakin kompleks, bukan hanya bentuk

fisik semata namun dalam bentuk sosial seperti relasi,dampak dan manfaatnya bagi
masyarakat dan masih banyak lainnya.
Salah satu elemen dari pembangunan sosial yaitu capacity building, yaitu meningkatkan
kemampuan daya saing bagi masyarakat, hal ini tidak semata pekerjaan rumah pemerintah
semata namun juga PR bagi masyarakat juga bagaimana bisa bersaing dalam arus kompetisi
globalisasi yang ketat, apakah dengan penguasaan bahasa asing, penguasaan skill atau
lainnya yang bisa menjadi nilai lebih seseorang, apalagi Indonesia pada 2015 masuk dalam
ASEAN Economic Community atau lebih familier yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Saat ini dibutuhkan kerjasama pemerintah dengan masyarakat indonesia dalam menunjukkan
kemampuan kekuatan ekonomi kita. Jika akhirnya tidak bisa bersaing di ASEAN, minimal
bisa berjaya di negara sendiri.
Empowerment (pemberdayaan) merupakan elemen kedua dalam pembangunan sosial, dalam
segi ini lebih banyak PR bagi pemerintah sebagai penggerak utama, jadi yang lebih berperan
dalam hal ini pemerintah sebagai policy-maker . Masyarakat dalam hal ini berperan sebagai
penggerak sekunder dan diwujudkan dalam bentuk seperti kritikan,opini, dan masukan bagi
pemerintah. Masyarakat boleh juga melakukan program pemberdayaan, mengingat hal ini
tidak terlalu kaku yang harus dilakukan oleh satu pihak saja, namun masih mempunyai
batasan karena bukan sebagai policy-maker, individu5 yang memberdayakan masyarakat
4 Asal Bapak Senang, jargon satir bagi pembangunanisme oleh para aktivis 98
5 Merupakan individu yang digolongkan Richard Florida sebagai ‘Kelas Kreatif’ yang dikonsepkan mempunyai

3T (technology,talent,tolerance)

2

lainnya/ sesamanya biasanya sudah mempunyai capital, baik social capital dan economic
capital sendiri yang sudah diakui dan diterima oleh nilai-nilai di lingkungan sosial sekitar
namun bukan sebagai policy-maker, karena itu maka pada awalnya dipastikan akan dapat
tanggapan beragam karena. Elemen tentang capacity building dengan empowerment saling
terkait satu sama lain dikarenakan dengan adanya pemberdayaan (empowerment) akan terjadi
peningkatan daya saing sebagai modal menghadapi globalisasi.
Dalam mewujudkan pembangunan sosial secara komplit, maka diperlukan peningkatan
partisipasi, baik itu masyarakat maupun pemerintah dalam hal ini instasi terkait yang
berhubungan, partisipasi tidak hanya sekedar partisipasi aktif masyrakat dalam menyuarakan
uneg-uneg mereka namun partisipasi aktif dari pemerintah juga yaitu jemput bola, baik
dengan cara inspeksi langsung mendadak maupun terencana atau yang sedang menjadi tren
saat ini yaitu blusukan6. Dengan adanya kedua partisipasi dari masyarakat maupun
pemerintah, maka akan mungkin terjadi kesepakatan yang akhirnya akan menguntungkan
kedua pihak.
Terakhir, dengan adanya ketiga elemen pembagunan tersebut dan disinergikan dengan
rencana pembangunan baik berjangka panjang maupun pendek, maka diharapkan akan terjadi

pembangunan yang tepat sasaran sesuai dengan harapan masyarakat dan pemerintaah,
terutama untuk menghadapi tantangan globalisasi sekaligus menjawab event terdekat bangsa
ini, yaitu Asean Economic Community (MEA).

6 Metode penyerapan aspirasi masyarakat yang dikenalkan Presiden Joko Widodo, saat masih menjabat
walikota Solo

3