Pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

!


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pelayanan Sosial Medis Bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, 28 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Wahidin Saputra, MA Ismat Firdaus, M. Si

NIP 19700903 199603 1 001 NIP 150411196 Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. Hj. Elidar Husein, MA Nurkhayati Nurbus, M. Si NIP 19451125 197106 2 001 NIP 19740809 199803 2 002

Pembimbing

Siti Napsiah Arifuzzamah, MSW NIP 19740101 200112 2 003


(3)

ABSTRAK

Fitrah Nasuha

Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta

Paraplegia atau kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah (kaki) disebakan oleh kerusakan syaraf tulang belakang atau susmsum tulang belakang yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan atau penyakit yang menyerang syaraf tulang belakang dan untuk pemulihannya memerlukan upaya rehabilitasi medis dalam memperbaiki dan mempertahankan fungsi-fungsi tubuh dan otot bagian perut keatas. Akan tetapi, permasalahan penderita paraplegia tidak hanya semata terfokus pada fisik namun juga mempengharui kondisi psikologi, ekonomi dan sosial, oleh karenanya jenis pelayanan sosial medis dibutuhkan sebagai pendukung dan penunjang di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai suatu pelayanan yang menangani masalah emosional, sosial dan ekonomi penderita. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian mengenai pelayanan sosial medis begi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

Metodelogi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang kemudian dituangkan dalam metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian obsevasi dan wawancara mendalam terhadap berbagai kegiatan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang dilakukan oleh pekerja sosial medis yang terdapat di instalasi rehabilitasi medik. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu; 2 orang pekerja sosial medis, 1 orang pasien rawat jalan dan 1 orang pasien rawat inap.

Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang diberikan oleh pekerja sosial medis menempuh tahap-tahap kegiatan, yang meliputi tahap pengungkapan masalah, penetapan tujuan dan rencana tindakan, tindakan dan evaluasi, pengakhiran dan tindak lanjut. Keseluruhan rangkaian tahapan tersebut berfungsi untuk mengembalikan keberfungsian sosial pasien dan membantu menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi dan emosional yang dihadapi oleh penderita paraplegia dengan kekuatannya sendiri. Meskipun, selama proses pelayanan sosial bagi penderita paraplegia berlangsung terdapat beberapa faktor penghambat yang secara otomatis menghambat proses penyembuhan dan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh penderita. Adapun, pengahambat tersebut adalah kurangnya sumber daya manusia yang ahli dalam bidang pelayanan sosial medis dan adanya keterlambatan penyaluran dana bantuan untuk pasien tidak mampu dari pihak donatur terhadap penderita sehingga menyebabkan keterlambatan penderita untuk memiliki alat bantu. Selain faktor penghambat selama proses pelayanan sosial medis, adapula faktor pendukung pelayanan sosial medis. Faktor pendukung tesebut datang dari keluarga penderita dan penderita pareplegia, pihak rumah sakit dan pihak lembaga sosial atau rehabilitasi medis.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum wr. wb

Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya karena Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang suci, para sahabatnya yang mulia serta para umatnya yang insya Allah hingga kini terus mencintainya.

Skripsi dengan judul ” Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta ” merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit pengetahuan mengenai penderita paraplegia dan pelaayanan sosial medis yang memang belum begitu diketatahui atau dikenal.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu segal kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh merupakan suatu masukan yang sangat berharga dan sangat membantu penulis dalam membuat skripsi ini. Karenanya, sudah sepantasnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarifhidayatullah Jakarta, beserta Bapak Drs.


(5)

Wahidin Saputra, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Drs. Studi Rizal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku ketua jurusan Kessos, dan Bapak Ismet Firdaus,M.Si selaku ketua jurusan Kessos.

3. Ibu Napsiyah, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan dan bersabar membimbing penulis selama ini. Permohonan maaf tak lupa penulis ucapkan atas segala kesalah yang telah penulis lakukan

4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Dr. Peny Kusumastuti, SP. RM, selaku kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi di IRM RSUP Fatmawati.

6. Ibu keduaku, Ibu Soraya selaku Pekerja Sosial Medis. Terima kasih atas segala didikannya dan kesabarannya dalam menjelaskan segala bentuk pelayanan sosial di IRM. Sukses S2-nya Bu

7. Bapak Madina, selaku Pekerja Sosial medis. Terima kasih atas waktunya meski sibuk harus melakukan berbagai kunjungan Bapak bersedia meluangkan waktu untuk saya wawancarai.

8. Mama dan Papa tercinta, terima kasih atas dukungannya selama ini dan maaf pita sering bikin pusing dan kesal.


(6)

9. Kakakku yang paling cerewet kak Eci, terima kasih atas segala tempaannya insya Allah pita gak akan ngecewain kakak. Boar alias borin alias debo adikku termanja, pita sayang kamu. Zuki, si cuek yang sudah sidang terlebih dahulu, you are my best brother. Mbai, adik bungsuku semoga cepat lulus dan buat bangga kami semua. Kak yii, akhirnya pita bisa kak terima kasih untuk semua dukungan kalian semua, pita sayang kalian semua.

10.Nda, terima kasih atas segala omelan dan dorongannya dan akhirnya aku selesai Nda. ya meski telat, tapi kan better late than never

11.Ipul, terima kasih untuk semuanya you are my best friend. Semoga apa yang kamu harapkan tercapai dan membuat orang tua kamu bangga akan prestasi yang sudah kamu dapat. Sebagai teman sekaligus sahabat aku terus mendoakan kesuksesanmu. Semangat.

12.Dha, adikku yang selalu baik dan berfikir positif. Selalu menerima orang lain dengan apa adanya. Selalu terbuka dan ramai. Pita selalu berdoa agar Dha mendapatkan yang terbaik dalam hidup dan terima kasih telah berbagi berbagai pengalaman sehingga pita dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.

13.Putri yang telah jauh. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan sudah menjadi kewajiban setiap orang mengakui kesalahan yang telah diperbuat serta memaafkan setiap kesalahan lainnya.

14.Teman-temanku yang selalu ada saat aku merasa sendiri dan membutuhkan bantuan Ndy, Zee, Ade, Nana, Emy, Sarti Dea, Izul, Dedi, Jawa, Mus, Item, Didin dan Afif terima kasih atas bentuan kalian


(7)

selama ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya semoga kita selalu suksek.

15.Semua anak Kessos yang tidak bisa disebutkan satu persatu, maju terus pantang mundur. Semangat.

Sebagai kata terakhir penulis berharap skripsi ini bermanfaat baik bagi penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga yang telah kita lakukan selama ini dapat menjadi amal shaleh dan diterima disisi Allah SWT. Amiin.

Jakarta, 11 Desember 2009

Fitrah Nasuha Penulis


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

Subjek Penelitian

...

11

Tabel 1.2

Theorythical Sampling

...

12

Tabel 2.3

Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat Saraf.

...

38

Tabel 3.4

Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik

...

52

Tabel 4.5

Jumlah Pasien di Ruang Rawat inap Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati pada Bulan Mei 2009 ...


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang

...

36

Gambar 3.2 Alur Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik ...

56

Gambar 3.3 Struktur Oraganisasi Medik

...

58

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati

...


(10)

DAFTAR ISTILAH

RSUP : Rumah Sakit umum Pusat

IRM : Instalasi Rehabilitasi Medik

PRM : Pusat Rehabilitsi Medik

BAKORREPENCATU : Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh

UPRM : Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik

SMF : Satuan Medis Fungsional

R3M : Ruang Rawat Rehabilitasi Medik

IRNA : Instalasi Rawat Inap

IRJ : Instalasi Rawat Jalan

IGD : Instansi Gawat Darurat

OT : Okupasi Terapi / pelatihan keseharian TW : Terapi Wicara / pelatihan bicara

PO : Prostetik Ortetik / pembuatan alat bantu

WS : Workshop / pembuatan kursi roda

PSI : Psikologi

PSM : Pekerja Sosial Medik

Rounde : Kunjungan rutin setiap awal minggu kekamar-kamar pasien dan memantau perkembagan pasien

Case Conference : Pertemuan rutin setiap awal minggu setelah kunjungan kekamar-kamar pasien membahas kondisi dan perkembagan pasien.


(11)

Family Meeting : Pertemuan setiap hari kamis dengan keluarga pasien dan tim rehabilitasi medik membahas kondisi pasien

KOMDIK : Karyawan non Dokter

WK.KA.BID : Wakil Kepala Bidang

SDM : Sumber Daya Manusia

DEPKES : Departemen Kesehatan

MENKES : Menteri Kesehatan

TM : Tidak Mampu

Paraplegia : Kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah / kaki Paraplegic : Sebutan untuk pasien penderita kelumpuhan pada

kedua anggota gerak bawah Cervical 1-4 : Saraf yang mengatur diafrakma

Cervical 5 : Saraf yang mengatur mengangkat lengan kesamping dan menekuk siku

Cervical 6 : Saraf yang mengatur pengulur pergelangan tangan Cervical 7 : Saraf yang mengatur meluruskan siku

Cervical 8 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan Thoracic 1 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan Thoracic 2-8 : Saraf yang mengatur urat-urat dada

Thoracic 6-12 : Saraf yang mengatur urat-urat perut Lumbar 1-5 : Saraf yang menagatur urat-urat kaki Sacral1 : Saraf yang mengatur urat-urat kaki

Sacral 2-5 : Saraf yang mengatur usus besar dan kandung kemih Deltoid : Mengangkat lengan kesamping


(12)

Biceps : Menekuk siku

Triceps : Meluruskan Siku

Afasia : Kelainan bahasa

Disartia : Kelainan Komunikasi Delayed Speech : Ruang Terapi Wicara


(13)

ABSTRAK

………

I

KATA PENGANTAR

………..

Ii

DAFTAR

TABEL………

Vi

DAFTAR GAMBAR

………...

vii

DAFTAR ISTILAH

...

viii

DAFTAR ISI

...

xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Maslah ………. 1 B. Perumusan dan Pembtasan Masalah

1. Pembatasan Masalah ………. 8

2. Perumusan Masalah

………...

8

C. Tujuan Penelitian ……….. 7 D. Manfaat Penelitian


(14)

2. Manfaat Praktis ………. 8

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ………... 8

2. Jenis-Jenis Penelitian ………. 9 3. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 10

4.Subjek, Informan dan Objek Penelitian ………. 11

5. Sumber Data ……….. 13

6. Teknik Pengumpulan Data ……… 13

7. Teknik Analisis Data ………. 14

8. Teknik Keabsahan Data ……… 15

9. Instrumen dan Alat Bantu

………..

15

10. Teknik Penulisan

………..

16

F. Sistematika Penulisan

………

16

BAB II LANDASAN TEORI A. Pelayanan Sosial

1. Pelayanan Sosial

………

18


(15)

………..

3. Tahapan Pelayanan Sosial

………..

22

B. Pelayanan Sosial medis

1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis ………...

24

2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis

……….

24

3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

………..

24

4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis

………...

25

5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis ………...

26

C. Rehabilitsi Medik

1. Sejarah Rehabilitasi Medik

………

28

2. Pengertian Rehabilitasi Medik

………...

29

D. Paraplegia

1. Pengertian Paraplegia

……….

34

2. Penyebab paraplegia

………..

35


(16)

………..

4. Kemandirian Paraplegia

……….

39

BAB III GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI

A. Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik ………

43

B. Klasifikasi Lembaga

………..

45

C.Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi Rehabilitasi Medik

1. Visi

………...

46

2. Misi

………

47

3. Falsafah

………..

47

4. Tujuan

………

47

5. Fungsi

……….

48

D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik ………

48


(17)

F. Sumber Dana dan Pola Pendanaan

……….

56

G.Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik………. .

57

H. Jumlah Karyawan Instalasi Rehabilitasi Medik ………

60

I. Jumlah Pasien Rawat Inap di Ruang Rehabilitasi Medik …...

61

BAB IV TAHAPAN, FUNGSI DAN FAKTOR PENDUKUNG-PENGHAMBAT PELAYANA N SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI

A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik

1. Tahap Intake

………...

64

2. Tahap Assessmen

a. Pengumpulan Data

………...

67

b. Diagnosa Sosial

………

68

c. Fokus Pemecahan Masalah

………..


(18)

3. Tahap Rencana intervensi ………..

70

4. Tahap Impelmentasi Rencana Intervensi ……….. a. Penumbuhan Kesadaran ……….. 71

b. Pemberian Kemampuan ……….. 73

c. Pemberian Kesempatan

………

74

d. Mobilisasi Sumber

………...

75

5. Tahap Monitoring dan Evaluasi

……….

76

6. Tahap Perncanaan dan Tindak Lanjut ………

76

7. Tahap Terminasi

………

78

B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia

di Instalasi Rehabilitasi Medik

………...

80

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis

1. Faktor Pendukung

………..

2. Faktor Penghambat

………

85 86


(19)

A. Kesimpulan ………

88

B. Saran

………..

88

DAFTAR PUSTAKA

...

91

LAMPIRAN – LAMPIRAN

OUT LINE SKRIPSI


(20)

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Fokus Masalah C. Tujuan dan Manfaat penelitian D. Metodologi Penelitian

E. Jenis Penelitian F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG TEORI PELAYANAN SOSIAL MEDIS,

PARAPLEGIA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Teori Pelayanan Sosial

1. Pengertian Pelayanan Sosial 2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial 3. Tahapan-Tahapan Pelayanan Sosial B. Teori Pelayanan Sosial Medis

1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis 2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis 3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

4. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis

C. Rehabilitasi Medik

1. Sejarah Rehabilitasi Medik 2. Pengertian Rehabilitasi Medik D. Paraplegia


(21)

2. Penyebab Paraplegia 3. Kemandirian Paraplegia

BAB III GAMBARAN UMUM INSTALSI REHABILITASI MEDIK RSUP FATAMAWATI JAKARTA

1. Sejarah Singkat Berdirinya Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta

2. Klasifikasi Lembaga 3. Peran dan Fungsi Lembaga

4. Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik

5. Visi. Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Rehabilitasi Medik

6. Sumber dana dan Pola Pendanaan

7. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik

8. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik 9. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi

Medik

10.Kedudukan Pekerja Sosial Medis dalam Struktur Organisasi

BAB IV FUNGSI PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA


(22)

1. Proses Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia

2. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegi

3. Faktor Pendukung dan Penghambat

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran – saran


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memiliki penampilan menarik serta sempurna adalah dambaan setiap manusia di bumi ini. Namun kenyataan hidup tak selalu sejalan dengan apa yang diharapkan dan diidamkan. Hal ini sebagaimana dialami oleh mereka yang lahir kedunia dalam keadaan tidak sempurna secara fisik atau dalam keadaan cacat. Meskipun kecacatan seseorang tidak hanya terjadi karena bawaan lahir namun juga karena suatu penyakit, kecelakaan, korban peperangan atau pun sebab lainnya yang mengakibatkan pada kelumpuhan permanen atau seumur hidup.

Belum dapat diketahui secara pasti berapa jumlah penyandang cacat di Indonesia, namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan Departemen Sosial RI tahun 1978 populasi penyandang cacat di Indonesia adalah 3,11% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara menurut data yang berhasil dihimpun oleh WHO pada tahun 2004 penderita cacat tubuh di Indonesia mencapai 10 % dari jumlah penduduk Indonesia.1 Sedangkan menurut data kantor wilayah DKI tahun 2004 tercatat sekitar 3.849 penyandang cacat tubuh di Jakarta, akan tetapi data-data tersebut masih jauh dari kenyataan yang ada di masyarakat. Hal ini karena masih belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk melapor pada pemerintah setempat tentang keberadaan

1

www.depsos.go.id, 12 Januari 2009


(24)

keluarga atau kerabat mereka yang mengalami kecacatan. Serta kurangnya pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tentang berapa banyak populasi penyandang cacat tubuh di Indonesia. Seperti mereka yang mengalami kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki belum dapat diketahui berapa jumlah atau populasi mereka.

Jelas sekali bagi seseorang yang mengalami kelumpuhan akan mendapatkan kesulitan dalam bergerak dan beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia kedokteran atau dunia medis seorang pasien yang mengalami kelumpuhan disebut juga sebagai paraplegics. Sedang, kelumpuhan itu sendiri dikenal dengan nama paraplegia. Paraplegia adalah terjadinya kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah yakni kaki, hal ini terjadi karena adanya penyepitan syaraf di tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh duduk, trauma atau pun karena suatu penyakit. Tingkat kelumpuhan yang dialami oleh setiap penderita sangat bervariasi mulai dari perlemahan gerakan kaki, kelayuan pada kaki, hilangnya rasa sakit, dan pada akhirnya mengalami kelumpuhan total mulai dari batas perut hingga ujung jari kaki.2

Kondisi tersebut membuat para penderita paraplegia mengalami kelumpuhan secara permanen atau seumur hidup. Hal ini tentunya tidak dapat dengan mudah diterima oleh penderita, terlebih jika kelumpuhan tersebut terjadi bukan karena bawaan lahir melainkan karena suatu penyakit atau kecelakaan. Berbagai masalah akan timbul dengan kelumpuhan yang dialami oleh seseorang. Secara fisik jelas sekali mereka akan mengalami

2


(25)

keterbatasan gerak dan kesulitan beraktifitas. Kondisi psikis atau kejiwaan penderita paraplegi ini tentunya pun ikut berubah. Mereka akan mengalami depresi yang dalam, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan semangat hidup dan akan mengalami keputusasaan yang dalam. Kondisi kejiwaan penderita paraplegia akan menjadi lebih labil dan sensitive dengan berbagai hal yang ada disekitar penderita paraplegia, terlebih jika lingkungan sosialnya (baik keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat tempat tinggal) tidak dapat menerima penderita paraplegia ini dengan baik karena kelumpuhan yang ada pada dirinya. Dari segi finansial pun akan sangat berpengaruh, terutama bagi penderita paraplegia yang menjadi tulang punggung keluarga atau pencari nafkah. Beban hidup para penderita paraplegia bertambah karena seperti kita ketahui bahwa penderita paraplegia membutuhkan kursi roda, biaya obat-obatan dan kontrol ke rumah sakit, hingga biaya perubahan rumah demi menunjang kemudahan penderita paraplegia dalam beraktifitas di atas kursi rodanya. Jika penderita paraplegia ini tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat menunjang penghidupan dan kehidupannya, karena seperti kita ketahui di Indonesia ini jarang sekali ada perusahaan atau perkantoran yang mau menerima para penderita paraplegia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.

Dalam undang-undang kenegaraan telah dijelaskan secara jelas bahwa setiap manusia siapa pun itu memiliki hak dan kewajiban yang sama. Seperti yang tertera dalam UU RI NO. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat yang berbunyi;3

3


(26)

“ bahwa penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang juga memiliki hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan.

Oleh karenanya, para penderita paraplegia ini membutuhkan suatu lahan atau tempat rehabilitasi yang dapat mengembalikan keberfungsian sosial mereka. Seperti yang tertuang dalam UU RI No. 4 tahun 1997 pasal 7 tentang penyandang cacat yang berbunyi;4

“ Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan

mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan penglaman. “

Rehabilitasi bagi penderita paraplegia yang diselenggarakan di rumah sakit dikenal dengan istilah rehabilitasi medik, yaitu suatu bentuk pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner untuk membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita paraplegia sehingga ia mampu melaksanakan fungsi dan perannya kembali di masyarakat secara optimal.5

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit yang menyediakan pelayanan rehabilitasi mediknya. Rehabilitasi medik ini dikenal dengan nama Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), dalam Instalasi Rehabilitasi Medik ini ada tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter ahli rehabilitasi, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapi, okupasiterapi, prostetik ortetik, terapi wicara, bengkel kursi roda dan pekerja sosial medis. Tim ini bekerja sama memberikan pelayanan terbaik pada pasien paraplegia,

4

UU RI No. 4 (Pasal 7)/1997 Tentang Penyandang Cacat 5


(27)

tidak hanya membantu menangani masalah fisik sebagai akibat dari kelumpuhan yang disandangnya tetapi juga masalah fungsi sosial yang menyertainya. Pelayanan rehabilitai merupakan suatu usaha untuk memulihkan organ-organ yang tersisa, sehingga penderita paraplegia mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya di masyarakat.

Dari uraian di atas jelas bahwa penderita paraplegia mengalami berbagai gangguan pada fisiknya yang berpengaruh besar pada kondisi psikologis dan sosialnya, karena kelumpuhan yang dialaminya dapat membuat seseorang menjadi rendah diri, frustasi dan sebagainya. Dalam setting rumah sakit khususnya di instalasi rehabilitasi medik pelayanan sosial yang diberikan oleh pekerja sosial medis dianggap mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada diri penderita paraplegia. Pelayanan sosial medis yang diberikan dapat dilakukan dengan cara menjalin hubungan baik dengan penderita paraplegia dalam rangka mengurangi tekanan sosial dan emosional yang dapat memperlambat penyembuhan penderita. Selain itu pelayanan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial medis adalah melakukan kunjungan rumah hal ini dilakukan agar pekerja sosial lebih memahami keadaan yang dihadapi oleh penderita paraplegia. Pelayanan yang dilakukan sampai pada tahap pemberian bantuan dalam mencarikan dana atau donatur untuk pembelian alat bantu hingga biaya perawatan.

Berdasarkan pada uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi, berjudul :


(28)

“PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA”

B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah. 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang berfokus pada pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

2. Perumusan Masalah

Menyadari keterbatasan penulis dalam berbagai hal seperti keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, biaya dan hal lainnya maka penelitian ini penulis batasi pada :

1. Bagaimana tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?

2. Bagaimana fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta?

C. Tujuan Penelitian


(29)

1. Mengetahui tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.

2. Mengetahui fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.

3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan gambaran tentang proses pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap penderita paraplegia.

b. Memberikan sumbangsih pengetahuan kepada mahasiswa kesejahteraan sosial khususnya dan kepada masyarakat luas umumnya mengenai pelayanan sosial medis.


(30)

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga sebagai bahan kajian bagi para peminat studi kesjahteraan sosial, terutama bagi para mahasiswa kesejahteraan sosial.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara utuh.6

Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia7. Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi

6

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja : Rosdakarya, 1991)., h, 3.

7

Nawawi hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992) h. 209


(31)

yang jelas mengenai fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama meggunakan jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.8

Metode deskriptif dapat diartikan pula sebagai upaya untuk melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Pada umumnya penelitian analisis deskriptif adalah penelitian non hipotesa sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa.9

Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi atau praktek-praktek yang berlaku, juga menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah

8

Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia (UI Prees), 2006), cet. 1, hal. 71

9


(32)

yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.10

Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah untuk menguraikan, memaparkan dan menggambarkan serinci mungkin program pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

3. Tempat dan Waktu Penelitian a. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, jln. RS Fatmawati Jakarta Selatan.

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga bulan Mei 2009, sebelumnya penulis telah melakukan praktikum I selama 4 bulan yang dilakukan pada bulan September hingga Desember 2008

4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pekerja sosial medis selaku pelaksana pelayanan sosial medis dan pasien penderita paraplegia selaku penerima pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta. Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan mengunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data

10

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 12, hal. 25


(33)

primer penelitian ini, melalui interaksi dengan subjek penelitian terjadi secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandang subjek tidak berubah.11

Oleh karenanya, peneliti menggambarkan tabel yang menjelaskan tentang subjek penelitian.

NO Subjek Penelitian Posisi

1. Gambaran Pelayana Sosial Medis, hasil yang telah dicapai serta faktor penghambat dan pendukung

Pekerja Sosial Medis

2. Gambaran pelaksanaan pelayanan sosial medis dan hasil dari pelayanan tersebut

Penderita Paraplegia

Tabel 1. Subjek Penelitian

Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan latar penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Moleong, pemanfaatan Informan dalam penelitian adalah agar dalam waktu yang singkat banyak informasi yang didapatkan.12 Sedang menurut Neuman konsep sample dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana

11

Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 25 12


(34)

memiliki informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya mengenai informasi-informasi yang ada.13

Untuk memilih sampel informan lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purpose sampling). Dalam penelitian ini penulis memilih informan yang berhubungan dengan pelayanan sosial medis, yaitu 2 orang pekerja sosial medis dan 2 orang pasien penderita paraplegia.

Untuk itu peneliti menggambarkan dengan tabel sebagai berikut

Informasi yang dicari Informan Jumlah Gambaran pelayanan

sosial medis, hasil yang telah dicapai serta faktor pendukung dan penghambat

Pekerja sosial medis 2 0rang

Gambaran pelaksanaan pelayanan sosial medis dan hasil dari pelayanan tersebut

Pesien penderita paraplegia

2 orang

Tabel 2 Theorythical Sampling

13

Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitatif dan Quantitatif Approaches


(35)

Sedangkan objek penelitian ini adalah pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.

5. Sumber Data

Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut : a. Data Primer

Data primer yang dimaksud adalah data pokok yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara.

b. Data Sekunder

Data pendukung yang diperoleh dari buku , majalah dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang peneliti pakai adalah tehnik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif berupa pengumpulan data dalam bentuk kalimat, pernyataan, kata dan gambar.14

Pelaksanaan tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan: a. Observasi atau pengamatan, yaitu pengamatan langsung kepada

suatu obyek yang diteliti15 Peneliti menggunakan instrumen observasi dalam mengamati proses pelayanan sosial medis yang

14

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Fisip UI, 2001), h. 40

15


(36)

dilakukan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik bagi penderita paraplegia.

b. Interview atau wawancara merupakan salah satu bentuk alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.16 Peneliti melakukan wawancara demi memperoleh data yang diperlukan dan berhubungan dengan tema yang peneliti ajukan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai sumber. Diantaranya dengan staf pegawai instalasi rehabilitasi medik, kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik dan tentunya dengan pekerja sosial medis itu sendiri serta kepada penderita paraplegia.

c. Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan cara wawancara atau observasi. Tehnik dokumentasi penulis lakukan dengan cara menelaah buku-buku, majalah, artikel maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan pelayanan sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap penderita paraplegia.

7. Teknik Analisis Data

Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokan data. Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting

16


(37)

dalam metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.17

Dalam proses analisis data penulis menelaah semua sumber data yang tersedia, yang bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa pihak staf, pekerja sosial medis dan penderita paraplegia. Pada tahap akhir dari analisis data ini penulis mengecek keabsahan data yang ada, agar menghasilkan data-data yang konkrit tentang pelayanan sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati.

8. Teknik Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lain. Dalam hal ini penulis menggunakan pasien penderita paraplegia sebagai sumber pengecekan keabsahan data yang penulis terima dari pekerja sosial medis mengenai pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia

9. Instrumen dan alat bantu

Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak bergantung pada diri sendiri, dengan menjadi instrumen penelitian,

17


(38)

peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.18 Namun demikian penulis memerlukan alat bantu dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara lain pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan catatan lapangan.

Pedoman wawancara merupakan format wawancara terstruktur dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoaman wawancara terekam dengan menggunakan alat bantu tape recorder. Penggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil wawancara memerlukan persetujuan dari subjek penelitian yang diwawancarai. Sedang catatan lapangan merupakan alat bantu yang penting dalam penelitian kualitatif. Penulis membuat catatan lapangan untuk membantunya mencatat pengamatan lapangan dan membantu penulis ketika menganalisis data.19

10. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan berpedoman pada buku Pedoman Penulian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN Jakarta Press. 2007. cet. Ke 2.

18

Dr. Lexy. J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 19

19


(39)

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika penulisan skripsi:

BAB I Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, perumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematik penulisan. BAB II Membahas mengenai Landasan Teori yang meliputi : pengertian

pelayanan sosial, pengertian pelayanan sosial medis, sejarah rehabilitasi medik, pengertian paraplegia.

BAB III Membahas mengenai Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatamawati yang terdiri dari ; latar belakang berdirinya instalasi rehabilitasi medik, klasifikasi lembaga, peran dan fungsi instalasi rehabilitasi medik, program pelayanan instalasi rehabilitasi medik, visi, misi, falsafah, tujuan, sumber dana dan pendanaan, organisasi dan struktur organisasi instalasi rehabilitasi medik dan proses pelayanan sosial medik.

BAB IV Merupakan hasil penelitian dan analisis yang berisikan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik, hasil yang dicapai dan faktor pendukung serta penghambat pelayanan tersebut.

BAB V Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.


(40)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pelayanan Sosial 1. Pelayanan Sosial

Dalam ilmu kesejahteraan sosial ada berbagai istilah pelayanan yang serupa dengan pelayanan sosial. Kesejahteraan sosial itu sendiri menurut Wilensky dan Lebeaux (1965), kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Demi terciptanya hubungan-hubungan persoanal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-individu mengembangkan kemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.20

Dalam undang-undang tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial No. 6/1974 yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah;21

”Sesuatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin.”

Suatu kondisi kehidupan yang diharapkan sebagaimana tertera di atas tidak dapat terwujud jika usaha kesejahteraan sosial tidak

20

www.concern.net/pengertian_kesejahteraansosial.htm 21

Puji Pujiono, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan Sosial, dalam Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005


(41)

dikembangkan. Usaha kesejahteraan sosial (social [welfare] service) itu sendiri pada dasarnya merupakan program atau kegiatan yang didesain untuk menjawab masalah kebutuhan maupun taraf hidup masyarakat.22

Untuk mencapai tujuan dari usaha kesejahteraan sosial yakni memenuhi kebutuhan dan taraf hidup masyarakat, maka dibutuhkan suatu sistem atau wadah yang mampu memenuhi kebutuhan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dan wadah atau sistem tersebut adalah pelayanan sosial.

Pelayanan adalah suatu usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik berupa materi ataupun non-materi agar orang-orang tersebut dapat mengatasi masalahnya sendiri.23 Ada beberapa istilah yang hampir mirip dengan pelayanan sosial, seperti pelayanan publik misalnya atau yang biasa lebih dikenal dengan pelayanan masyarakat. Pelayanan publik atau masyarakat ini adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk jasa publik maupun barang publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab instansi pemerintah di pusat, di daerah dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan undang-undang.24

22

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada Pengertian dan beberapa pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees, 2004), cet. 1, hal. 50

23

Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah Usaha Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 19

24


(42)

Dalam kamus The Social Worker (1999) menyebutkan;25

”Pelayanan sosial merupakan aktivitas pekerja sosial dan profesi lain dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan, memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.”

Khan (1969) merumuskan konteks pelayanan sosial adalah sebagai berikut;26

”Program-program yang disediakan oleh selain kriteria pasar untuk menjamin suatu pemenuhan tingkat kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, untuk meningkatkan kebutuhan komunal dan keberfungsian sosial, untuk memfasilitasi akses terhadap pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga pada umumnya, dan untuk membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan pemenuhan kebutuhan kesejahteraan.”

Oleh karenanya, pelayanan sosial dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi dimana adanya eksistensi program-program yang mengacu pada cakupan kesehatan, pendidikan dan tujuan kesejahteraan lainnya untuk meningkatkan kualitas dan fungsi dari kehidupan, memfasilitasi akses pelayanan dan membantu mereka yang berada dalam kesulitan.

2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial

Dwi Heru Sukoco, dalam bukunya Kemitraaan dalam Pelayanan menyebutkan ada sembilan jenis pelayanan sosial;27

a. Pelayanan pengasramahan yakni pelayanan pemberian tempat tinggal sementara kepada klien. Dengan adanya pelayanan ini klien dapat

25

Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 179

26

Mohamad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka, 2006), cet. ; h. 9

27


(43)

menginap, istirahat, tidur dan menyimpan barang-barang pribadi miliknya.

b. Pelayanan pemakanan yaitu dimana pelayanan ini memberikan makan dan minum berdasarkan menu yang telah ditetapkan agar terjamin gizi dan kualitasnya.

c. Pelayanan konsultasi, pelayanan ini berupa bimbingan untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan orang lain, menjalankan peranan sosial, memenuhi kebutuhan sosial hingga memecahkan suatu masalah.

d. Pelayanan pemeriksaan kesehatan yaitu pelayanan pengontrol dan pengecekan kesehatan klien oleh tenaga medis profesional agar diketahui tingkat kesehatan klien.

e. Pelayanan pendidikan, pemberian kesempatan kepada klien agar dapat mengikuti pendidikan formal.

f. Pelayanan keterampilan yaitu pelayanan bimbingan keterampilan seperti; pertukangan, perbengkelan, perkebunan, salon dan lain sebagainya yang dapat menunjang kreatifitas klien sehingga klien dapat bekerja dengan keterampilan yang memadai.

g. Pelayanan keagamaan yaitu pelayanan bimbingan mental spiritual dengan menjalankan aktivitas agama masing-masing dan mengikuti ceramah-ceramah keagamaan yang dianut atau diyakini oleh klien. h. Pelayanan hiburan yaitu pelayanan yang ditujukan untuk memberikan

rasa gembira dan senang melalui berbagai hiburan seperti; musik, media entertaiment, serta kunjungan ketempat-tempat wisata atau rekreasi.


(44)

i. Pelayanan transportasi yaitu pelayanan untuk mempercepat daya jangkau klien, baik kekeluarga, pusat pelatyanan, lokasi rekreasi.

3. Tahapan Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial memiliki beberapa tahapan, diantaranya;28

a. Tahapan pendekatan awal yaitu suatu proses tahapan penjajagan awal, konsultasi dengan pihak-pihak terkait, sosialisasi program pelayanan, identifikasi calon penerimaan pelayanan, pemberian motivasi, seleksi, perumusan kesepakatan, penempatan calon penerima layanan, serta identifikasi sarana dan prasarana pelayanan.

b. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) adalah suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem sumber penerima klien.

c. Perencanaan pemecahan masalah (planning) adalah suatu proses perumusan tujuan dan kegiatan pemecahan masalah, serta penetapan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

d. Pelaksanaan pemecahan masalah (intervention) yaitu suatu proses penerapan rencana pemecahan masalah yang telah dirumuskan. Kegiatan pelaksanaan masalah yang dilaksanakan adalah melakukan pemeliharaan, pemberian motivasi, dan

28


(45)

pendampingan kepada penerima pelayanan dalam bimbingan fisik, bimbingan keterampilan, bimbingan psikososial, bimbingan sosial, pengembangan mayarakat, resosialisasi dan advokasi.

e. Tahapan bimbingan yaitu pelayanan yang diberikan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan mental, jiwa, dan raga si klien. Bimbingan ini terdiri dari fisik, keterampilan, psikososial, sosial, resosialisasi, pengembangan masyarakat dan advokasi.

f. Tahapan bimbingan dan pembinaan lanjutan adalah suatu proses pemberdayaan dan pengembangan agar penerima pelayanan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan lingkungan sosialnya.

g. Tahapan evaluasi yaitu proses kegiatan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pemecahan masalah atau indikator-indokator keberhasilan pemecahan masalah. h. Tahapan terminasi, suatu proses kegiatan pemutusan hubungan

pelayanan atau bantuan atau pertolongan antar lembaga dan penerima pelayanan (klien).

i. Tahapan rujukan yaitu kegiatan merancang, melaksanakan, mensupervisi, mengevaluasi, dan menyusun laporan kegiatan rujukan penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.

B. Pelayanan Sosial Medis


(46)

Pelayanan sosial medis adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi maupun emosional yang dihadapi oleh pasien akibat dari suatu penyakit atau kecacatan yang diderita, agar pasien dapat berfungsi sosial kembali di dalam keluarga maupun lingkungan sosialnya.29

2. Tujuan Pelayanan Sosial medis

Tujuan dari pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja sosial medis adalah demi membangun kembali kepercayaan diri pasien serta mengembalikan keberfungsian sosial pasien sehingga pasien dapat kembali pada keluarga dan dapat berbaur dengan lingkungan sosialnya.30

3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

Mary Johnston dalam bukunya Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Medis Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, Secara rinci menjelaskan ada enem fungsi pokok dari pelayanan sosial medis, yakni sebagai berikut; 31

a. Memberikan bantuan dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah emosional, sosial dan ekonomi seorang pasien yang timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya.

b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik.

29

Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 1

30

Ibid, hal. 6 31

Mary Johnston, Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, (Surakarta ; 1988), hal. 48


(47)

c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, pasien dan keluarga. d. Membantu penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan

sebaliknya.

e. Mempersiapkan kelengkapan administrasi atau pembayaran bagi pasien.

4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis a. Memberikan bimbingan sosial

b. Kelengkapan administrasi untuk pembayaran c. Kunjungan

d. Memfasilitasi kebutuhan pasien – donatur e. Persiapan rencana pemulangan pasien f. Penyaluran pasien kelembaga sosial32

Dalam bukunya yang berjudul Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, Mary Johnston membahas lebih mendalam tentang bimbingan sosial medis.

Lebih lanjut Mery Johnston menyebutkan bahwa bimbingan sosial dalam prakteknya dibagi menjadi dua bagian yakni bimbingan sosial perseorangan atau case work, dan bimbingan sosial kelompok atau group work.33

32

Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 6

33

Mary Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, (Surakarta; 1988), hal. 46


(48)

5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis

Istilah pelayanan sosial medis pada perkembangan lebih lanjut mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan paradigma pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan dengan istilah pelayanan sosial dalam pemeliharaan kesehatan (social service in health care).

Dewasa ini praktik pelayanan sosial dalam pemeliharaan kesehatan meliputi empat jenis pelayanan;

a. Pelayanan sosial di rumah sakit (hospital – base service)

b. Pelayanan sosial dalam pusat jagaan kesehatan primer (social service in primary health care)

c. Pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat (social sevice in public health)

d. Pelayanan sosial dalam jagaan atau perawatan jangka panjang (social sevice in long term care)34

Bracht, 1995 dan Moroney, 1995 dalam bukunya Social Work in Health Care mengemukakan pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat memfokuskan pada aspek sosial, kesehatan dan ditinjau dari kondisi sosial dari kesehatan dan kesejahteraan.35 Seting kesehatan masyarakat termasuk klinik bersalin dan kesehatan anak, lembaga perencanaan kesehatan dan

34

Adi Fahrudi , Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan Konseptual, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 3 35


(49)

juga dalam organisasi kesehatan di tingkat nasional dan juga internasional separti WHO.36

Pelayanan sosial dalam jagaan kesehatan primer pula berurusan dengan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat termasuk pencegahan penyakit. Pelayanan sosial bekerja dalam berbagai badan kesehatan primer termasuk pusat ketetanggaan, klinik, dan organisasi pelayanan kesehatan.37

Pelayanan sosial dalam rumah sakit baik rumah sakit besar ataupun rumah sakit kecil biasanya membutuhkan spesifikasi pelayanan sosial tersendiri yang terdiri dari pediatrik, pusat trauma, rehabilitasi orthopedik, dialisis, neonatal, onkologi (kanker), dan pelayanan dalam ruang gawat darurat.38

C. Rehabilitasi Medik

1. Sejarah Rehabilitasi Medik

Tahun 1946 sesudah perang Dunia Kedua, Revolusi Indonesia berkecamuk dengan hebat dan terdapat banyak korban peperangan yang anggota badannya. Pada saat yang kritis seperti itu di sebuah Rumah Sakit Solo Dr. Soeharso dan Suroto R memulai pekerjaannya membuat kaki-kaki palsu dan alat bantu lainnya dengan alat yang sederhana untuk membatu mereka yang mengalami amputasi atau kecacatan. Kemudian pada tahun 1951 secara resmi didirikan sebuah Rehabilitation Center di Solo guna membantu pasien korban peperangan yang mangalami kecacatan dengan

36

Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999)

37

Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999)

38

Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999)


(50)

memberikan pelatihan okupasional dan membuatkan kaki-kaki palsu atau alat bantu lainnya demi mempermudah pekrjaan sehari-hari para korban peperangan.

Dalam perkembangannya sendiri rehabilitasi medik di Indonesia pada awalnya mengalami berbagai hambatan seperti pertentangan dari berbagai pihak, baik dari fakultas-fakultas kedokteran, pemerintah hingga masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, setelah Rehabilitation Center ini didirikan secara berangsur baik instansi pendidikan kedokteran, pemerintahan dan masyarakat dapat menerima keberadaan rehabilitasi medik.

Rehabilitation Center ini baru diresmikan pada tahun 1978, jadi setelah 27 tahun Rehabilitation Center ini berdiri barulah keluar Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 134 Tahun 1978 yang mengatakan bahwa di seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu rumah sakit tipe A, B dan C haruslah terdapat unit rehabilitasi medik. Kemudian pada tahun 1982 keluarlah Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, yang didalamnya menyatakan bahwa upaya kesehatan perlu dilaksanakan dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya promotif, kuratif dan rehabilitasi medik.39

2. Pengertian Rehabilitasi Medik

Pada umumnya rehabilitasi diartikan sebagai pemulihan atau penyembuhan, dan kegiatan rehabilitasi adalah suatu rangkaian kegiatan

39


(51)

penyembuhan masalah-masalah yang diakibatkan oleh kecacatan serta memulihkan kemampuan-kemapuan untuk melaksanakan peran sosial dalam rangka peklaksanaan tugas-tugas atau kegiatan kehidupan sehari-harinya.

Dalam bukunya yang berjudul Para Cacat Henry H. Keser mendefinisikan bahwa rehabilitasi adalah suatu pemulihan (restorasi) kepada penderita cacat sehingga dapat mencapai kegunaan seppenuh mungkin dari kemampuan jasmani, mental, sosial, jabatan dan penghidupan ekonomi.40

Dari definisi tersebut nampak bahwa kegiatan rehabilitasi medik tidak hanya ditujukan pada pulihnya kemapuan jasmani saja akan tetapi meliputi kemampuan mental, sosial, pekerjaan dan penghidupan ekonomi.

Pengertian rehabilitasi medik dalam buku Pedoman Rehabilitasi Medik Preventif di Rumah Sakit adalah sebagai berikut;

”Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner, untuk membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita yang terganggu akibat penyakit dan lain-lain sehingga ia mampu melakukan fungsi dan peranannya kembali di masyarakat secara ooptimal.”41

Rehabilitasi medik dalam pelaksanaanya haruslah sesuai dengan apa yang menjadi ketentuan sebagai usaha pelayanan dalam bidang kesehatan, yakni yang meliputi usaha-usaha sebagai berikut;

1. Peningkatan (Promotif)

Promotif adalah usaha dalam hal penigkatan kesehatan masyarakat. Peningkatan ini dapat dicapai melalui pendidikan

40

Henry H. Keser, Para Cacat, (1982), hal ; 20 41


(52)

mengenai kesehatan masyarkat, seperti tentang hidup sehat dengan gizi baik, lingkungan hidup bersih, termasuk menghindari kecacatan. Secara spesifik contoh kegiatan ini adalah penyuluhan tentang sikap tubuh yang baik untuk mengurangi resiko kecacatan.

2. Pencegahan (Preventif)

Preventif adalah usaha pencegahan terhadap suatu penyakit, dalam halnya masalah penderita cacat, usaha ini berupa pencegahan terhadap terjadinya kecacatan yang lebih lanjut akibat penyakit. Secara rinci, tahapan pencegahan di bidang rehabilitasi medik mencakup yang dilakukan oleh tim;

a. Mencegah atau mengurangi angka kesakitan b. Mengurangi akibat lanjut kelainan.

c. Mencegah mengurangi terjadinya ketidakmampuan akibat kelainan.

d. Mencegah terjadinya ketunaan setelah keadaan ketidakmampuan. 3. Penyembuhan (Kuratif)

Kuratif adalah usaha penyembuhan terhadap suatu penyakit, usaha ini juga termasuk usaha pengobatan dan perawatan.

4. Pemulihan (Rehabilitasi)

Rehabilitasi adalah usaha pemulihan kesehatan dari sakit, cidera, cacat pada umumnya yang dilakukan oleh tim, yaitu;

a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik b. Psikologi.


(53)

d. Terapi Wicara. e. Okupasi Terapi. f. Prostetik Ortetik. g. Pekerja Sosial Medis.

h. Perawat Rehabilitasi Medik.42

Dalam hasil dari lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia, WHO memberikan batasan pengertian rehabilitasi medik, yaitu;

” Rehabilitasi medik adalah proses pelayanan medik yang bertujuan mengembangkan kesanggupan fungsional dan psikologik seseorang dan bila perlu mengembangakan mekanisme kompensatorik, sehingga memungkinkan bebas dari ketergantungan dan mengalami hidup yang aktif.”43

Dari pernyataan diatas, jelas bahwa ukuran keberhasilan suatu usaha rehabilitasi medik adalah sejauhmana yang bersangkutan (pasien atau si penderita sakit) dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain, serta kemapuannya untuk meningkatkan kondisi-kondisi kehidupannya. Untuk itu dalam mencapai tujuan rehabilitasi medik dibutuhkan beberapa keahlian khusus, antara lain;

a. Fisio Terapi

Fisio terapi dalam rehabilitasi medik mempunyai fungsi untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, melatih serta memperkuat otot-otot dan memperbaiki koordinasi otot-otot agar

42

Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986) 43

Naskah Lengkap dan Hasil Lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia I, Lokakarya Rehabilitasi Medik dan Unit rehabilitasi RSCM, (Jakarta; 1980), hal. 249


(54)

pasien dapat berfungsi kembali semaksimal mungkin dengan cacatnya. Seorang fisio terapi (fisioterapis) haruslah memiliki keahlian dalam gerakan dan fungsi bagian-bagain tubuh, namun adakalanya seorang fisioterapis juga melakukan tindakan-tindakan yang bersifat preventif dan promotif, misalnya latihan relax bagi orang-orang yang kelewat sibuk atau memperkuat otot-otot untuk mencegah sobekan pada para olahragawan.

b. Okupasi Terapi

Terapi okopasional atau okupasi terapi adalah suatu usaha untuk membantu pasien dengan memberikan terapi berupa latihan kerja atau beberapa kegiatan untuk melatih otot-otot anggota badan yang menjadi kaku karena suatu penyakit, misalnya pemberian latihan menyulam, menganyam, menjahit, melukis dengan benang dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan oleh seorang okupasional terapis berupa kegiatan-kegiatan mental maupun fisik yang merangsang pertumbuhan pasien agar dapat berfungsi secara maksimal dalam kegiatan di rumah, di tempat kerja maupun di lingkungan.

c. Ortetik Prostetik

Ortetik prostetik atau OP merupakan dua pengetahuan penting tentang cara-cara pengukuran, pembuatan dan pemasangan alat-alat penguat atau pengganti tubuh yang lumpuh.


(55)

Pengetahuan ini dipakai untuk membantu pasien dalam mengatasi berbagai kesulitan yang berhubungan dengan masalah psikologis yang sering timbul akibat penyakit yang diderita. Selain itu juga untuk mengurangi depresi, membantu mendorong pasien mengembalikan rasa percaya diri dengan memberikan psikoterapi. Fungsi dari psikologi itu sendiri adalah untuk menangani permasalahan psikis penderita atau pasien.

e. Terapi Wicara

Keahlian ini dipakai untuk mengembalikan dan membatasi kecacatan dalam hal kemampuan berbahasa dan berbicara.

f. Pekerja Sosial Medis

Keahlian ini mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi atau memperbaiki fungsi sosial pasien yang terganggu akibat cacat yang disandangnya. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, pekerja sosial melakukan pendekatan dengan pasien, keluarga pasien dan lingkungan pergaulan serta masyarakat di mana pasien tinggal. Dalam melakukan pendekatan ini, pekerja sosial dapat menerapkan metode-metode pekerjaan sosial yang dapat dipakai dalam pekerjaan sosial di rumah sakit.44

D. Paraplegia

1. Pengertian Paraplegia

44

Manihuruk, Majalah Penderita Cacat dan Usaha Rehabilitasinya, Majalah Gema Insani Para Penyandang Cacat, (Jakarta; 1981)


(56)

Ada beberapa definisi mengenai paraplegia Bernaddete Fallon dalam bukunnya yang berjudul So You Are Paralyed mendefinisikan bahwa paraplegia adalah kelumpuhan pada kaki dan bagian batang tubuh (tulang belakang) yang diakibatkan kerusakan atau penyakit sumsum tulang belakang.45

Sedangkan dalam sebuah artikel kesehatan mendefinikan paraplegia adalah kelumpuhan dua anggota gerak bawah yang diakibatkan cederanya tulang belakang atau kerusakan pada syaraf tulang belakang.46

Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan secara garis besar paraplegia adalah kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki yang diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang secara langsung menyerang syaraf tulang belakang.

2. Penyebab Paraplegia

Berdasarkan dari penjelasan definisi pada sebelumnya bahwa penyebab dari seseorang menjadi paraplegic atau mengalami kelumpuhan adalah diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang menyerang secara langsung syaraf tulang belakang atau sumsum tulang belakang.

Seseorang yang mengalami kecelakaan atau kerusakan pada syaraf atau sumsum tulang belakang tidak serta merta langsung mengalami kelumpuhan. Tingkat di mana seseorang mengalami kelumpuhan bervariasi mulai dari perlemahan gerakan kaki, pada bagian yang lumpuh biasanya

45

Fallon Bernaddete, So You Are Paralyed, hal. 1 46

www.Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan-Quadriplegia (Tertraplegia) dan Paraplegia,


(57)

penderita tidak dapat merasakan tekanan atau mati rasa, hingga pada akhirnya penderita tidak dapat merasakan apa – apa pada kedua tungkai kakinya.

Tulang belakang itu sendiri terdiri atas suatu rantai lingkaran-lingkaran tulang, vertebrae (tulang belakang / punggung), agak menyerupai gulungan-gulungan benang yang banyak tersusun satu di atas yang lainnya masing-masing dengan suatu ”badan” tulang di depan. Ada 24 buah lingkaran, 7 buah lingkaran di leher yang biasa disebut cervical, 12 buah di bagian dada sebelah belakang thoracic, dan 5 di bagian belakang yang paling sempit atau lumbar. Berikut gambar tulang belakang itu sendiri;

GAMBAR I. Struktur Tulang Belakang47

Pada lingkar-lingkar tulang belakang terdapat piringan sendi, penyangga elastik untuk menerima sentakan-sentakan sehari-hari. Selain itu pada kanal tulang belakang paling ujung yang terhubung langsung ke otak ekor abu-abu tersebut biasa dikenal dengan sebutan sumsum tulang belakang.48 Sumsum tulang belakang bekerja seperti kabel telepon dua arah

47

www. Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan - Quadriplegia (Tetraplegia) dan Paraplegia,

diakses pada November 2008 48


(58)

yang melayani ’pertukaran berita’ bagian otak, dimana sumsum tulang belakang menyampaikan berita dari otak baik untuk bergerak atau diam dan berita dari seluruh badan ke otak mengenai perasaan (rasa sakit, panas dan dingin dan sebagainya).49 Oleh karenanya, jika seseorang mengalami suatu kecelakaan yang meremukkan atau merusak tulang belakang dan sumsum tulang belakang, maka syaraf-syaraf dalam sumsum tulang belakang yang berfungsi menghantarkan pesan keotak terputus dan sehingga perintah untuk menggerakkan kaki tidak tersampaikan. Dalam suatu kecelakaan lingkar-lingkar tulang belakang akan mengalami kerusakan atau perubahan letak secara paksa hal ini menyebabkan tulang belakang berhenti berfungsi. Kerusakan dapat pula terjadi disebabkan oleh suatu penyakit yang menyerang sumsum tulang belakang yang pada akhirnya pun mengganggu fungsi tulang belakang tersebut.

Pengaruh lain dari kerusakan syaraf tulang belakang sumsum tulang belakang beragam, menurut bagian sumsum tulang belakang yang terluka dan menurut berat tingkat kerusakannya. Paraplegia disamakan dengan kelumpuhan autonomik, disamping kerusakan sumsum tulang belakang dan otak ada sistem saraf ’autonomic’ atau ’vegetative’ yang berada diluar sumsum tulang belakang namun masih berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Fungsi utamanya adalah untuk mengatur keluarnya air seni dan kotoran, fungsi seksual untuk laki-laki, fungsi untuk sirkulasi darah yang dipompa melalui pembuluh darah serta fungsi untuk mengeluarkan keringat. Disebut demikian karena terdapat banyak syaraf yang terbagi sepanjang

49


(59)

sumsum tulang belakang ke dalam akar-akar urat saraf yang terkumpul dari berbagai bagian tubuh yang menunjukkan bagian mana dari sumsum tulang belakang yang masih utuh, semantara perasaan dan gerakan telah terganggu atau terhenti fungsinya.50 Berikut tabel susunan sumsum tulang belakang dan pembagian urat sarafnya;

Tabel 3

Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat Sarafnya.51

No Susunan Sumsum Tulang Belakang

Pembagian Urat Saraf

1 Cervical 1-4 Diafrakma

2 Cerfical 5 Deltoid (mengangakat lengan ke

samping) dan Biceps (menekuk siku)

3 Cervical 6 Pengulur pergelangan tangan

4 Cervical 7 Triceps (meluruskan siku)

5 Cervical 8 dan Thoracic 1

Tangan dan jari-jari tangan

6 Thoracic 2-8 Urat-urat dada

7 Thoracic 6-12 Urat-urat perut

8 Lumbar 1-5 dan Sacral 1 Urat-urat kaki

9 Sacral 2-5 Usus besar dan kandung kemih

Tabel di atas menjelaskan bahwa seseorang menderita paraplegia jika ia mengalami taruma dibawah T12 (Thoracic 12) yang mempengaruhi

50

Ibid, hal. 6 51


(60)

otot-otot kaki, usus besar serta kandung kemih sementara urat-urat perut ke atas masih berfungsi dengan baik.

3. Tingkatan Paraplegia

Tingkat awal tanggapan tubuh terhadap kelumpuhan sumsum tulang belakang dan sistem saraf autonomik berlangsung sekitar tiga sampai enam minggu. Penderita paraplegia yang disebabkan karena suatu kecelakaan membutukan waktu untuk sembuh antara delapan sampai empat belas minggu, dan selama masa perawatan penderita paraplegia ini dilarang duduk atau bangun dari tempat tidur sebab hal ini dapat membuat kerusakan yang makin parah.

4. Kemandirian Paraplegia

Untuk kembali menjadi mandiri seorang penderita paraplegia membutuhkan waktu antara empat sampai dua belas bulan.

Kemandirian yang diberikan oleh para perawat dan fisioterapis berupa

1. Cara Duduk Tegak

Pada awal pertama penderita paraplegia akan ditegakan perlahan-lahan membentuk sudut 45 derajat selama kurang lebih sepuluh menit, kemudian hingga 90 derajat atau duduk tegak selama tiga puluh menit. Setelah penderita paraplegia siap maka terapis akan membantu duduk di atas kursi untuk beberapa menit dan sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama.


(61)

2. Keseimbangan

Pertama kali penderita paraplegia akan belajar menyesuaikan perasaan mengenai keseimbangan yang hilang dengan menggunakan matanya dan menggunakan otot-otot yang masih berfungsi setelahnya penderita paraplegia ini akan mampu menarik tubuhnya kebelakang dalam posisi tegak lurus. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup hingga pada akhirnya penderita pareplegia akan mampu melakukan hal terebut dengan sendirinya tanpa bantuan atau topangan dari orang lain.

3. Berpakaian

Sementara penderita paraplegia belajar akan keseimbangan mereka juga belajar bagaimana cara memakai baju sendiri. Umumnya hal ini tidak terlalu sulit untuk penderita paraplegia karena bagian atas tubuh mereka tidak mengalami kerusakan atau kelumpuhan hanya saja waktu yang mereka gunakan untuk memakai baju menjadi agak lama terutama saat mereka memakai celana dan ini butuh latihan yang intensif.

4. Latihan berdiri dan berjalan

Latihan ini brfungsi untuk menjaga agar lutut-lutut pendertia paraplegia tetap lurus dan kaki-kaki tidak terseret ke lantai. Penderita paraplegia ini akan belajar dengan menggunakan palang sejajar yang terdapat pada rumah sakit rehabilitasi pada umumnya, setelah menjalani latihan yang cukup penderita


(62)

paraplegia akan mulai belajar dengan menggunakan kruk untuk berjalan sedikit demi sedikit. Hal ini hanya dapat dilakukan pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera dibawah L3 sedang pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera pada T12 kemungkinan ini sangat kecil, namun latihan harus tetap dilakukan untuk menjaga terjadinya ’contracture’ atau pemendekan otot tetap, memperbaiki sirkulasi darah dan membantu ginjal agar dapat bekerja secara semestinya.

5. Makanan

Seperti yang telah dijelaskan bahwa penderita paraplegia juga akan kehilangan kontrol buang air kecil dan besar sehingga pada tahap awal kelumpuhan mereka membutuhkan makanan khusus yang menghindarkan penderita mengalami komplikasi, setelah lewat masa perawatan penderita paraplegia setelah mendapat izin dari dokter diperbolehkan memakan makanan pada umumnya. Hanya saja mereka tidak boleh memakan makanan yang dapat menyebabkan kegemukan selain berbahaya karena kondisi mereka kegemukan juga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pada penderita pareplegia. Selain itu penderita paraplegia diharuskan memakan makanan yang banyak mengandung serat dan mineral guna menghindarkan sembelit. 6. Berkeringat

Berkeringat biasanya terjadi hanya pada bagian-bagian yang masih berfungsi saja atau pada bagian yang masih memiliki rasa.


(63)

Seorang penderita paraplegia berkeringat biasanya terjadi akibat dari gangguan usus besar dan kandung kemih yang harus dikosongkan, atau pada saat tidur maka posisi tidur dari penderita pareplegia ini harus diubah atau pada saat berada di kursi roda oleh karenanya posisi duduknya harus dirubah.

7. Naik turun dari kloset

Dalam hal ini penderita paraplegia membutuhkan beberapa peralatan seperti tali atau rantai yang di gantung di langi-langit kamar mandi, hal ini berfungsi untuk membantu penderita paraplegia naik dan turun dari kloset.52

52


(64)

BAB III

GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA

A . Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawti

Instalansi rehabilitasi medik pada awalnya bernama Pusat Rehabilitasi (rehabilitation center) yang didalamnya terdapat fasilitas orthopedi. Pengadaan fasilitas orthopedi ini bertujuan untuk memberikan pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin pada penderita cacat tubuh dan demi memaksimalkan pelayanan terhadap pasien penderita cacat tubuh Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati mendirikan Pusat Rehabilitasi Medik (PRM) yang secara khusus melayani penderita cacat tubuh

Berdasarkan SK. NO. 5/1/2/1972, terbentuklah Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (BAKORREPENCATU), yang pada akhirnya pusat rehabilitasi Jakarta diresmikan oleh (alm) Ibu Presiden Tien Soeharto yang bertepat di Rumah Sakit Fatmawati pada bulan April 1973.

Pada bulan Oktober 1978, terdapat bantuan peralatan dari Australia, Amerika Serikat, Kanada, Singapura, India dan Prancis dengan bantuan peralatan yang memadai tersebut dapat menunjang tujuan akhir dari orthopedi tersebut yakni pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin untuk para penderita.


(65)

Pada tahun 1984 Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM) berganti nama menjadi Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), diikuti dengan perubahan status Rumah Sakit Umum Fatmawati menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati berdasarkan SK Menkes RI No. 551/1994.

Berdasarkan SK Menteri RI. 134 Tahun 1978 yang menyatakan;53

”Seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tipe A, B dan C dimana masing-masing tipe rumah sakit memiliki Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM).”

Yang dimaksud dengan rumah sakit umum tipe A, B dan C adalah sebagai beriku;

a. Rumah sakit umum kelas C yakni, Fasilitas dan kemampuan untuk memberikan pelayanan medik spesialistik dasar

b. Rumah sakit umum kelas B, yakni fasilitas dan kemampuan untuk memberikan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas

c. Rumah sakit umum kelas A, yakni fasilitas dan kemampuan untuk meberikan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.54

53

Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 2-3

54

Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kelas A, B dan C, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, (Jakarta; 1997), hal. 14-15


(66)

Rumah Sakit Fatmawati termasuk kedalam rumah sakit tipe B, dimana didalamnya telah resmi didirikan UPRM dengan tugas melaksanakan dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan serta pengobatan.

Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utama bagi IRM adalah pemerintah pusat.

Sesuai dengan namanya yaitu IRM – Fatmawati maka instalasi ini terletak dalam lingkungan RSUP Fatamawati yang bertempat di Jl. Raya Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Berdiri diatas tanah seluas 358. 790 M2, dengan luas bangunan 52.761 M2 sedang IRM itu sendiri menempati dari sebgian area tersebut atau lebih tepatnya sekitar 2121 M2.

B. Klasifikasi Lembaga

Berdasarkan SK MENKES RI No. 134 tahun 1978 menyebutkan bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tiga tipe A, B dan C di mana masing-masing tipe rumah sakit memiliki unit pelayanan rehabilitasi medik (UPRM). Rumah Sakit Fatmawti termasuk dalam rumah sakit tipe B di mana telah resmi diadakan UPRM dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan dan pengobatan.


(67)

Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan dari Departemen Kesehatan RI dan yang menjadi sponsor utama RSUP Fatmwati adalah pemerintah.

Pasien yang ditangani atau dilayani oleh IRM RSUP Fatmawati meliputi pasien dewasa baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak dan lansia yang mengalami disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau pasca stroke dan penyakit yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang.

Jenis pelayanan yang ada di IRM RSUP Fatamawati adalah rawata jalan dan rawat inap. Pelayanan yang diberikan IRM RSUP Fatmawati kepada pasien merupakan pelayanan langsung, di mana pasien mendapatkan jenis pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan.55

C. Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi Rehabilitasi Medik.56 1. Visi

Visi dari instalasi rehabilitasi medik adalah ” Menjadi pusat rujukan Rehabilitasi Medis terbaik di Indonesia. ”

2. Misi

55

Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 3

56

Profil Instalasi REhabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 2-5


(68)

Misi dari instalasi yang secara khusus melayani pasien disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau penyakit yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang ini adalah sebagai berikut; a. Melaksanakan Pelayanan Rehabilitasi Medik dengan mutu yang prima,

terjangkau, efektif dan efisien dengan landasan sentuhan manusiawi. b. Melakukan inovasi secara terus menerus dalam mengembangkan

pelayanan rehabilitasi medis.

c. Meningkatkan kesejahteraan SDM yang merupakan aset dalam pelayanan rehabilitasi medis.

3. Falsafah

Falsafah dari instalasi rehabilitasi medik ini adalah ”Meningkatkan kemampuan fungsional pasien berdasarkan kemapuan yang masih dimilikinya.”

4. Tujuan

Instalasi rehabilitasi medik memiliki tujuan yang mulia dalam melayani semua pasien penderita cacat, adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut;

a. Pelayanan rehabilitasi medis ditujukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mencegah, mengurangi kelainan, disability dan ketunaan beserta dampaknya melalui peningkatan fungsi semaksimal mungkin sehingga dapat melakukan fungsinya di masyarakat.


(69)

b. Menjadikan pelayanan rehabilitasi medis secara paripurna yang berorientasi kepada tuntunan kepuasan pelanggan.

5. Fungsi

Fungsi dari pelayanan yang ada di instalasi rehabilitasi medik itu sendiri adalah sebagai berikut;

a. Melakukan penyusunan kebutuhan tenaga, alat dan bahan untuk fasilitas pelayanan.

b. Melakukan pemantauan, pengawasan dan penelitian penggunaan fasilitas kegiatan pelayanan rehabilitasi medis.

c. Melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian mutu rehabilitasi medis.

d. Melakukan pengembangan dan pemasaran di bidang rehabilitasi medis.

D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik.

Instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati menjalankan proses rehabilitasi secara terus menerus dan melalui tahapan-tahapan yang memiliki tujuan akhir berfungsinya kembali fisik, sosial dan mental dari para pesien secara maksimal dan juga mengoptimalkan kembali organ-organ tubuh yang masih berfungsi.

Sebagai penyelenggara pelayanan medis instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati menjalin kejasama dengan Dokter SMF rehabilitasi medik yang meliputi Dokter Umum dan Dokter Sub Specialis.57

57

Soraya, Kerangkan Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidan gPekerja Sosial di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta;2007), hal. 4


(70)

Sedang instalasi rehabilitasi medik itu sendiri memiliki peran sebagai berikut;

1. Menyiapkan fasilitas agar pelayanan rehabilitasi medik dapat terlaksana dengan baik.

2. Melaksanakan pelayanan fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, psikologi, rehabilitasi terpadu dan pelayanan sosial medis.

3. Melakukan produksi; prostetik ortotik dan workshop kursi roda. 4. Menyiapkan fasilitas pendidikan pelatihan dan penelitian.

E. Program Kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik

Pelayanan rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati dilakukan melalui sistem satu pintu (one gate system), artinya setiap pasien yang memerlukan pelayanan rehabilitasi medik harus dilakukan pemeriksaan, penilaian dan assessment dari Dr. Umum atau Dr. Spesialis terlatih untuk diagnosis fungsional dan menentukan program terapi yang dibutuhkan, program terapi tersebut dilaksanakan melalui pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan atau pelayanan rehabilitasi medik rawat inap.58

Program pelayanan pasien dilakukan dengan pendekatan secara tim meliputi program pelayanan;59

1. Psikologi.

Adapun pelayanan yang diberikan, adalah sebagai berikut; a. Konseling

58

Soraya , Kerangka Acuan Praktikum kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial di instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 7

59


(1)

dalam hal keberhasilan, faktor pendukung dan penghambatnya 6 Perencanaan dan

Pelaksanaan Rencana Kerja Tindak Lanjut

- Membuat dan melaksanakan rencana pengembalian pasien dalam bentuk referal dokter, suster atau profesi lainnya - Mempersiapkan kondisi rumah

atau lingkungan dimana pasien akan dikembalikan

7 Terminasi - Menghentikan proses pelayanan sosial


(2)

IRNA Rawat Jalan Bimbingan Sosial Pihak Penjamin Service Point Kunjungan rumah Pihak Penjamin Alternatif Penyelesaian Kunjungan rumah Bimbingan Sosial Penyaluran kelembaga sosial

Alur Pelayanan Sosial Medis Pasien


(3)

Prosedur Penanganan penderita paraplegia rawat inap

Data

Pencatatan Data/Masalah

Keluarga/Pasien Pekerja Soaial

Koordinator

Angsuran Jaminan Pembayaran

Jaminan Bimbingan Sosial Evaluasi Pembayaran

Rencana Pemulangan

Kunjungan/Menghubungi kerempat pasien bekerja

Kunjungan Rumah Sarana Tinggal

Rehabilitasi Laporan Dokter

Siap Pulang Pulang


(4)

(5)

Pelayanan-Pelayanan yang ada di Instalasi Rehabilitasi Medik

Pelayanan Elektroterapi Pelayanan Gymnasium

Pelayanan Okupasi Pelayanan Sosial Medis


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013

0 3 65

PERANCANGAN ULANG ALAT TERAPI BERJALAN JENIS PERANCANGAN ULANG ALAT TERAPI BERJALAN JENIS WALKER YANG ERGONOMIS BAGI PENDERITA STROKE (Studi Kasus di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Sardjito Bagian Stroke).

0 2 13

BAB 1 PENDAHULUAN PERANCANGAN ULANG ALAT TERAPI BERJALAN JENIS WALKER YANG ERGONOMIS BAGI PENDERITA STROKE (Studi Kasus di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Sardjito Bagian Stroke).

0 3 11

BAB 3 LANDASAN TEORI PERANCANGAN ULANG ALAT TERAPI BERJALAN JENIS WALKER YANG ERGONOMIS BAGI PENDERITA STROKE (Studi Kasus di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Sardjito Bagian Stroke).

6 86 60

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN PERANCANGAN ULANG ALAT TERAPI BERJALAN JENIS WALKER YANG ERGONOMIS BAGI PENDERITA STROKE (Studi Kasus di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Sardjito Bagian Stroke).

0 2 16

EFEKTIFITAS SENAM STROKE TERHADAP PERBAIKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PASIEN PASCA STROKE DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG.

3 9 10

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT DAN MEMOTIVASI PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI UNIT REHABILITASI MEDIK RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2011.

0 0 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN KLIEN PASCA STROKE DALAM MENGIKUTI REHABILITASI DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010.

1 2 6

Tatalaksana Rehabilitasi Medik pada Penderita Osteoarthritis Genu doc

0 5 37

DIREKTORAT INSTALASI MEDIK DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDIK DEPARTEMEN KESEHATAN RI 1995

0 2 120