T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas VIII SMP Anak Terang Salatiga Melalui Penerapan Model Discovery Learning T1 BAB III

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil Penelitian
3.1.1. Hasil Siswa yang memiliki Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi C4 (Menganalisis),
C5 (Mengevaluasi), C6 (Mencipta)
Hasil penelitian selama tiga siklus telah dilakukan, diperoleh hasil siswa yang
memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (C4, C5, C6), sebagai berikut:
100
90

Jumlah Siswa (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0


SIKLUS I

SIKLUS II

SIKLUS III

4.54

40.9

90.9

PERSENTASE

Skor (%)

Gambar 1. Siswa yang memiliki Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (C4,C5,C6)
dengan Kategori Sangat Baik
3.1.2. Hasil Siswa yang Menjawab Soal Tingkat Tinggi C4 (Menganalisis), C5

(Mengevaluasi), C6 (Mencipta)
Hasil penelitian selama tiga siklus telah dilakukan, diperoleh hasil siswa yang
menjawab soal tingkat tinggi (C4, C5, C6), sebagai berikut:
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

C4

C5

C6


Siklus I

28.6

26.1

18.6

Siklus II

70

79.3

47.1

Siklus III

80


83.1

84.5

Gambar 2. Siswa yang Menjawab Soal Tingkat Tinggi (C4,C5,C6)
11

3.1.3. Hasil Siswa yang Tuntas Mencapai Nilai KKM
Hasil penelitian selama tiga siklus telah dilakukan, diperoleh hasil siswa yang
tuntas mencapai nilai KKM, sebagai berikut:
Siswa yang mencapai Nilai KKM (%)

90
80
70
60
50
40
30
20

10
0

SIKLUS I

SIKLUS II

SIKLUS III

9.09

54

81

PERSENTASE

Penerapann Discovery
Learning (%)


Gambar 3. Peningkatan Persentase Siswa yang mencapai Nilai KKM
3.1.4. Hasil Observasi Penerapan Model Discovery Learning
Hasil observasi penerapan model discovery learning dalam tiap siklus,
diperoleh data sebagai berikut:

120
100
80
60
40
20
0

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Guru


66.66

100

100

Siswa

66.66

93.33

100

Gambar 4. Persentase Performa Guru dan Siswa selama Penerapan Model
Discovery Learning dengan Kategori Baik
3.2.Pembahasan
3.2.1. Deskripsi Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
3.2.1.1. Perencanaan Siklus I

Sebelum memulai siklus, peneliti melakukan observasi awal untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada di kelas, kemudian guru dan kolaborator
merencanakan alternatif pemecahan masalah yang diajukan untuk meningkatkan
12

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yaitu dengan menerapkan model discovery
learning. Peneliti dan guru menyiapkan RPP, LKS, instrumen pembelajaran, alat,
bahan, media pembelajaran, alat evaluasi berupa posttest, lembar observasi
keterlaksanaan model discovery learning, angket kemampuan berpikir tingkat tinggi
dan alat dokumentasi berupa kamera digital untuk mendokumentasi seluruh
kegiatan pembelajaran.
3.2.1.2. Pelaksanaan dan Observasi Siklus I
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pada siklus I guru masih belum
maksimal dalam menerapkan pembelajaran menggunakan model discovery learning
karena guru masih beradaptasi dengan model pembelajaran baru yang belum pernah
digunakan dan guru terbiasa dengan metode ceramah. Guru kurang memberikan
apersepsi kepada siswa, sehingga perhatian siswa kurang terhadap materi yang akan
dipelajari. Tujuan pembelajaran juga kurang disampaikan dengan jelas sehingga
siswa tidak mengetahui tujuan belajar materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan.
Tahap stimulation, gambar yang ditampilkan guru dalam memberikan stimulation

kurang menarik dan kurang merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
untuk menghubungkan gambar yang ditampilkan dengan struktur morfologi dan
jaringan tumbuhan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan akan dipelajari.
Tahap problem statement, guru kurang dalam memberi kesempatan dan
membimbing siswa dalam mengidentifikasi masalah, tidak memberikan contoh
untuk membuat jawaban sementara dari pertanyaan yang diajukan oleh guru
sehingga kurang merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa hal ini terlihat
ketika siswa diajak untuk mengidentifikasi masalah dan menuliskan jawaban
sementara, siswa kebingungan. Sebelum masuk dalam tahap data collection, guru
membagikan LKS kepada masing-masing siswa, kemudian memberikan kesempatan
untuk membaca petunjuk LKS sebelum memulai praktikum tetapi beberapa siswa
sibuk sendiri, tidak membaca petunjuk LKS, hal ini terlihat beberapa siswa
kebingungan saat melakukan praktikum serta mengisi LKS. Tahap data collection
dan data proccesing guru terlihat kewalahan dalam membimbing masing-masing
kelompok melakukan praktikum pengamatan morfologi dan jaringan akar dan
batang serta mengisi LKS, karena sebelumnya siswa belum pernah menggunakan
mikroskop dalam praktikum dan tidak terbiasa untuk mengerjakan LKS. Kesulitan lain
yaitu guru sudah membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk melakukan
praktikum tetapi sifat individual siswa masih sangat terlihat karena mereka tetap
mengerjakan LKS secara individu dan tidak mau berbagi pendapat dan saling

membantu dalam melakukan praktikum maupun membuat hasil praktikum.
Sehingga, bagi siswa yang tidak memiliki kemampuan rendah sibuk sendiri, tidak
melakukan praktikum, dan tidak mengisi LKS. Hal ini menjadikan alokasi waktu yang
sudah ditentukan untuk tahap data collection dan data processing menjadi panjang,
13

sehingga butuh 2 kali pertemuan untuk menyelesaikan praktikum dan presentasi
hasil praktikum. Pada tahap reflection, guru kurang dalam membimbing siswa saat
melakukan presentasi, konfirmasi hasil presentasi dan jawaban sementara yang
sudah ditulis lebih awal, pengambilan kesimpulan sehingga membuat siswa yang
presentasi hanya siswa yang mengerjakan LKS dalam kelompok tersebut, siswa yang
tidak presentasi tidak memperhatikan dan mencatat, siswa tidak mengetahui apakah
jawaban sementara yang mereka buat benar atau tidak, dan siswa tidak mengetahui
kesimpulan dari apa yang sudah mereka pelajari. Siswa juga merasa kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran menggunakan model discovery learning karena
siswa terbiasa dengan metode ceramah, kesulitan dalam melakukan praktikum
pengamatan morfologi dan jaringan tumbuhan menggunakan mikroskop, kesulitan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan soal merupakan soal tingkat tinggi hal
ini terbukti dari hasil posttest siswa.
3.2.1.3. Refleksi Siklus I

Guru dan peneliti berdiskusi tentang pelaksanaan siklus I. Siklus I masih
terdapat kekurangan antara guru dan siswa karena baru menyesuaiakan dengan
model pembelajaran yang baru. Guru menyadari kekurangannya dalam pemberian
apersepsi dan motivasi, tahap stimulation, tahap problem statement, tahap data
collection, tahap data processing, dan tahap reflection dan siswa merasa kesulitan
mengikuti proses pembelajaran dengan model discovery learning, sehingga perlu
dilakukan perbaikan pada siklus II.
3.2.1.4. Perencanaan Siklus II
Hasil refleksi guru dan peneliti masih terdapat beberapa kekurangan
sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam pemberian apersepsi dan motivasi yang
lebih menarik sehingga siswa tertarik untuk belajar, tujuan pembelajaran
disampaikan dengan jelas sehingga siswa memahami tujuan mereka mempelajari
materi tersebut dan menyampaikan prosedur pembelajaran serta alokasi waktu
dengan jelas pada siklus II. Peneliti dan guru kembali menyiapkan RPP, LKS,
instrumen pembelajaran, alat, bahan, media pembelajaran, alat evaluasi berupa
posttest, lembar observasi keterlaksanaan model discovery learning, angket
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan alat dokumentasi berupa kamera digital
untuk mendokumentasi seluruh kegiatan pembelajaran.
3.2.1.5. Pelaksanaan dan Observasi Siklus II
Setelah adanya diskusi dengan peneliti tentang permasalahan penerapan
model discovery learning pada siklus I, terlihat adanya peningkatan kinerja guru
dalam penerapan model discovery learning. Pada siklus II, guru sudah memberikan
apersepsi yang dapat menarik perhatian siswa, guru juga menyampaikan tujuan
pembelajaran, prosedur pembelajaran dan alokasi waktu dengan jelas. Tahap
stimulation, guru dapat merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dengan
14

menampilkan gambar yang menarik sehingga siswa tertarik dengan materi
pembelajaran. Tahap problem statement, guru mulai membantu siswa
mengidentifikasi masalah dan memberikan contoh serta membimbing siswa untuk
membuat jawaban sementara. Tahap data collection dan data processing, guru mulai
mengalokasikan waktu praktikum yang semula di siklus I 50 menit, di siklus II
dialokasikan menjadi 40 menit dan presentasi yang semula di siklus I 30 menit, di
siklus II dialokasikan menjadi 25 menit. Pembatasan alokasi waktu praktikum dan
presentasi yang lebih singkat memacu siswa untuk melakukan pengumpulan data,
pembuatan hasil, dan mempresentasikan hasil praktikum dengan lebih cepat dan
efisien. Guru juga bisa membimbing setiap kelompok dengan baik dan para siswa di
siklus I yang semula sangat individual dalam melalukan praktikum dan mengisi LKS,
di siklus II terlihat beberapa siswa mulai dapat bekerja sama dalam melakukan
praktikum dan mengisi LKS. Tahap reflection, guru sudah membimbing siswa dalam
mempresentasikan hasil praktikum, meminta kelompok yang lain untuk
memperhatikan, mendengarkan, mencatat apa yang disampaikan oleh kelompok
lain. Guru juga membagikan kembali jawaban sementara yang sudah ditulis siswa
untuk dikonfirmasi dan mengajak siswa mengambil kesimpulan di akhir
pembelajaran.
3.2.1.6. Refleksi Siklus II
Pada siklus II, sebagian besar sudah tidak mengalami kesulitan dalam
pembuatan jawaban sementara, terbukti ketika siswa diminta menuliskan jawaban
sementara, siswa langsung menuliskan dan sangat bersemangat untuk membuktikan
jawaban sementara tersebut. Siswa juga ketika diberikan LKS, langsung dengan tertib
duduk diam membaca petunjuk LKS, langsung bertanya ketika ada yang belum jelas,
pada saat praktikum menggunakan mikroskop, siswa sudah bisa menggunakan
mikroskop dengan benar, siswa mulai bekerja sama dengan anggota kelompoknya
dalam praktikum, mengisi LKS, dan mempresentasikan hasil dengan benar. Hanya
saja, beberapa siswa masih terlihat kesulitan pada saat mengerjakan soal tingkat
tinggi C6 (mencipta), terbukti hanya 47,1% siswa yang dapat menjawab soal C6
(mencipta) dan hanya 54% siswa yang tuntas mencapai nilai KKM. Hasil yang telah
didapatkan, guru berdiskusi dengan peneliti untuk melanjutkan siklus III, guna untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan siswa yang belum
mencapai nilai KKM.
3.2.1.7. Perencanaan Siklus III
Hasil refleksi guru dan peneliti masih terdapat beberapa kekurangan
sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam membimbing siswa yang masih kesulitan
untuk mengerjakan soal tingkat tinggi C6 (mencipta). Peneliti dan guru kembali
menyiapkan RPP, LKS, instrumen pembelajaran, alat, bahan, media pembelajaran,
alat evaluasi berupa posttest, lembar observasi keterlaksanaan model discovery
15

learning, angket kemampuan berpikir tingkat tinggi dan alat dokumentasi berupa
kamera digital untuk mendokumentasi seluruh kegiatan pembelajaran.
3.2.1.8. Pelaksanaan Siklus III
Di siklus III, guru sudah melakukan pembelajaran menggunakan model
discovery learning dengan baik dan siswa pun sudah mulai terbiasa dengan model
discovery learning. Hal ini terlihat ketika guru melakukan pembelajaran, semua
langkah-langkah model discovery learning dapat dilakukan guru dengan baik dan
siswa sudah tidak merasa kesulitan dalam membuat jawaban sementara,
mengidentifikasi masalah, melakukan praktikum, mengisi LKS, memprsentasikan
hasil, mengambil kesimpulan, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS
serta soal post test yang diberikan merupakan soal tingkat tinggi.
Pada akhir tiap siklus siswa diberikan angket respon tentang kemampuan
berpikir tingkat tinggi menggunakan model discovery learning. Pada siklus I, siswa
memberikan respon baik, kemudian pada siklus II dan siklus III siswa memberikan
respon sangat baik terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi menggunakan model
discovery learning. Siswa merasa bahwa pembelajaran menggunakan model
discovery learning dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi mereka dalam membuat jawaban sementara, bekerja sama dengan
anggota kelompok dalam berbagi ilmu, bertukar pendapat dan saling membantu
dalam melakukan praktikum, menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan soal
tingkat tinggi, dan membuat kesimpulan dari apa yang sudah mereka pelajari. Selain
itu, siswa merasa bahwa dengan discovery learning siswa dapat menghubungkan
atau menerapkan apa yang sudah mereka pelajari dengan yang mereka temui dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa juga merasa peran guru cukup berbeda pada siklus I,
guru masih kurang dalam pembelajaran , sedangkan pada siklus II dan siklus III, siswa
merasa guru dalam membimbing kelompok dan keseluruhan pembelajaran sudah
lebih baik.
3.2.1.9. Refleksi Siklus III
Dari hasil penelitian siklus III, terjadi peningkatan kemampuan berpikir
tingkat tinggi menggunakan model discovery learning terbukti melalui 81% siswa
yang tuntas mencapai nilai KKM dan peningkatan jumlah siswa yang memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi sebesar 90,9% dengan kategori sangat baik,
sehingga siklus dihentikan.
3.2.2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa melalui Penerapan Model
Discovery Learning
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak
hanya sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui
melainkan seseorang harus menghubungkan, memanipulasi, dan mentransfer
pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki (Heong, dkk., 2011). Peningkatan
16

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa setelah penerapan model discovery learning
ditunjukkan pada Gambar 1. hasil siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi siklus I hanya 4,54% kategori sangat rendah. Siswa masih belum terbiasa
dengan model baru yang digunakan dalam pembelajaran, siswa kesulitan dalam
melakukan langkah-langkah discovery learning, dan kesulitan menjawab soal tingkat
tinggi. Siklus II mulai terjadi peningkatan sebesar 40,9% kategori rendah, kemudian
pada siklus III meningkat sebesar 90,9% kategori sangat baik. Siklus II sebagian besar
siswa sudah bisa menuliskan jawaban sementara, menggunakan mikroskop dengan
benar, mulai bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam praktikum, mengisi
LKS, dan mempresentasikan hasil dengan benar. Hanya saja pada siklus II masih
terdapat beberapa siswa yang merasa kesulitan dalam mengerjakan soal tingkat
tinggi C6 (mencipta). Siklus III siswa sudah mulai terbiasa dengan model discovery
learning sehingga tidak kesulitan lagi dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran discovery learning mendorong kerja aktif siswa dalam
menemukan konsep materi yang akan dipelajari yang membuat siswa menggunakan
kemampuan berpikir tingka tinggi (Heong, dkk., 2011). Model discovery learning
memiliki langkah-langkah yang dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Langkah orientation melatih kemampuan berpikir menganalisis siswa dalam
berperan aktif menanggapi fenomena-fenomena, pertanyaan atau permasalah yang
diberikan oleh guru. Langkah problem statement melatih kemampuan berpikir
mencipta dalam merumuskan jawaban masalah berdasarkan hasil langkah
orientation. Langkah data collection dan data processing melatih kemampuan
mencipta siswa yang dilakukan melalui pembuktian jawaban sementara dengan
mengumpulkan hasil melalui pengamatan atau praktikumlangsung. Langkah
conclusion melatih kemampuan berpikir menganalisis dan menginterpretasi data dan
langkah regulation melatih kemampuan berpikir mengevaluasi dengan memeriksa
hasil praktikum dan mengkritik hasil praktikum kelompok lain (Swaak, 2004).
3.2.2.1. Analisis Aspek Kemampuan Berpikir C4 (Menganalisis)
Langkah-langkah model discovery learning dapat melatih kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa (Stave, 2011). Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.
menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang dapat menjawab soal tingkat tinggi C4
pada siklus I hanya 28,6%, siklus II mulai meningkat sebesar 70%, kemudian pada
siklus III terjadi peningkatan sebesar 80%. Tahapan discovery learning yang melatih
kemampuan berpikir menganalisis siswa adalah stimulation, data processing, dan
reflection (Sulastri, 2014). Terdapat tiga macam cara berpikir ketika siswa
diperhadapkan dengan pertanyaan analisis yaitu mengidentifikasi motif, alasan, atau
penyebab kejadian yang spesifik; mempertimbangkan dan menganalisis informasi
yang diperoleh; menganalisis suatu kesimpulan untuk mendapatkan bukti yang
menunjang kesimpulan tersebut (Kawuwung, 2011).
17

Tahap stimulation, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa akan dirangsang
melalui pengamatan fenomen-fenomena, pemberian permasalahan atau
pertanyaan menantang yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang akan
diidentifikasi dan dianalisis untuk menentukan topik pembelajaran. Hal ini dilakukan
siswa melalui menganalisis gambar dan video tentang struktur dan jaringan
tumbuhan yang ditampilkan oleh guru, kemudian mengiidentifikasi topik yang akan
dipelajari. Siswa berperan aktif dalam menanggapi gambar dan video tentang
sturktur dan fungsi jaringan tumbuhan yang ditampilkan oleh guru dan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru dengan tepat dan benar. Tahap data processing,
siswa dilatih untuk menganalis data yang yang diperoleh melalui praktikum pada
tahap data collection kemudian diolah menjadi hasil praktikum dan digunakan untuk
memecahkan masalah yang ada dalam LKS. Siswa akan menggunakan kemampuan
menganalisis dalam mengolah dan menginterpretasi data dengan menggunakan
berbagai sumber bacaan yang relevan untuk memecahkan masalah. Tahap reflection,
siswa dilatih untuk menganalisis dalam kategori membandingkan hasil praktikumnya
dan mempertimbangkan benar tidaknya jawaban sementara yang mereka buat
dengan kelompok lain melalui presentasi hasil praktikum di depan kelas.
3.2.2.2. Analisis Kemampuan Berpikir C5 (Mengevaluasi)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa akan dilatih melalui langkahlangkah model discovery learning (Stave, 2011). Seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2. menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang dapat menjawab soal
tingkat tinggi C5 pada siklus I hanya 26,1%, siklus II mulai meningkat sebesar 79,3%,
kemudian pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 83,1%. Tahapan discovery
learning yang melatih kemampuan mengevaluasi siswa adalah reflection (Sulastri,
2014). Siswa akan melakukan pembuktian, perbaikan, dan pembenaran terhadap
hasil yang diperoleh melalui presentasi dan diskusi kelas (Widiadnyana, 2014). Tahap
reflection, siswa dilatih untuk melakukan evalusi dengan cermat untuk membuktikan
benar tidaknya jawaban sementara yang telah ditetapkan, menilai dan mengkritik
hasil praktikum kelompok lain melalui presentasi dan diskusi kelas.
3.2.2.3. Analisis Kemampuan Berpikir C6 (Mencipta)
Model discovery learning dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa melalui langkah-langkah discovery learning (Stave, 2011). Seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 2. menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang dapat
menjawab soal tingkat tinggi C6 hanya 18,6%, siklus II mulai meningkat sebesar
47,1%, kemudian pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 84,5%. Tahapan yang
melatih kemampuan berpikir mencipta siswa adalah problem statement, data
collection dan data processing (Sulastri, 2014). Tahap problem statement, siswa
diberikan tanggung jawab untuk membuat jawaban sementara dari fenomenafenomena, masalah atau pertanyaan yang telah diidentifikasi. Tahap data collection,
18

siswa diberikan untuk membuktikan benar tidaknya jawaban sementara yang telah
ditetapkan melalui praktikum struktur dan fungsi jaringan tumbuhan, membaca
bahan bacaan yang relevan, dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Tahap
data processing,
Pembelajaran menggunakan model discovery learning dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap pengetahuan sebelumnya yang mempengaruhi
peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif (Balim, 2009). Selain
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, discovery learning juga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif yang ditunjukkan pada Gambar
3. siklus I hanya 9,09% siswa yang tuntas mencapai nilai KKM, hal ini terjadi karena
siswa belum terbiasa dengan model discovery learning dan masih kesulitan dalam
mengerjakan soal tingkat tinggi C4, C5, dan C6.
Model discovery learning lebih menekankan pada proses keterlibatan peran
siswa secara langsung dalam menemukan inti materi yang akan dipelajari,
dihubungkan, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan membuat siswa tidak
mudah melupakan informasi yang diperoleh sendiri. Dalam proses discovery learning
siswa diberi tanggung jawab bekerja sama dengan kelompoknya baik saat melakukan
praktikum maupun melakukan diskusi hasil praktikum, sehingga siswa dapat berbagi
ilmu pengetahuan dan tingkat pemahaman yang diperoleh siswa lebih dalam (Kadri
dan Rahmawati, 2015). Hal ini dapat terlihat pada siklus II mulai terjadi peningkatan
54% siswa yang tuntas mencapai nilai KKM dan siklus III terjadi peningkatan
mencapai 81% . Siswa mulai terbiasa dengan model discovery learning, sehingga
siswa terlihat fokus ketika melakukan praktikum dan terlihat adanya kerja sama.
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran discovery learning akan membuat siswa
semakin bersemangat dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
(Wahjudi, 2015).
3.2.3. Keterlaksanaan Model Discovery Learning
Pelaksanaan model discovery learning ditunjukkan pada Gambar 4. Pada
siklus I performa guru masih dalam kategori cukup karena guru masih beradaptasi
dengan model pembelajaran yang baru sehingga guru masih kurang dalam
pemberian motivasi dan apersepsi, tujuan pembelajaran dan langkah-langkah model
discovery learning. Siklus II dan siklus III performa guru mulai meningkat dengan
kategori baik, guru mulai menyesuaikan dengan model discovery learning, guru
dapat memberikan motivasi dan apersepsi yang menarik bagi siswa, tujuan
pembelajaran juga disampaikan dengan jelas begitupun dengan langkah-langkah
model discovery learning sudah dilakukan dengan baik. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Udo (2010) menunjukkan bahwa partisipasi guru sebagai fasilitator
sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran
menggunakan model discovery learning. Guru memberikan tanggung jawab kepada
19

siswa untuk memperoleh konsep-konsep yang diperlukan melalui interaksi dengan
anggota kelompoknya, sehingga kegiatan belajar menjadi berpusat kepada siswa
(student center). Pembelajaran discovery learning, siswa akan mengalami beberapa
kesulitan dan kesalahan pada saat mempelajari konsep baru sehingga sangat
memerlukan bimbingan guru yang membuat siswa dapat belajar lebih terarah untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model
discovery learning, pada siklus I dengan kategori cukup karena siswa masih
menyesuaikan diri dengan model yang baru, hal ini terlihat siswa kurang antusias dan
aktif ketika mengikuti proses pembelajaran, saat praktikum dan diskusi kelompok
terdapat beberapa siswa yang hanya diam dan tidak aktif, hanya terdapat beberapa
siswa yang menanggapi pertanyaan guru dan hasil presentasi, sehingga siswa masih
cenderung pasif. Pada siklus II dan siklus III termasuk dalam kategori baik karena
siswa sudah mulai terbiasa dengan model discovery learning, hal ini terlihat siswa
lebih aktif dan bersemangat mengikuti pembelajaran baik saat melakukan praktikum,
mendiskusikan hasil praktikum, dan mempresentasikan hasil praktikum. Siswa
terlihat lebih fokus dan aktif dalam melakukan praktikum, mulai bekerja secara
kelompok serta berbagi pendapat dengan siswa yang lain. Pada saat presentasi
kelompok, siswa aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru serta menanggapi
presentasi kelompok lain. Menurut Agustina (2015), model discovery learning dapat
membuat siswa lebih aktif mengikuti proses pembelajaran melalui diskusi maupun
praktikum karena siswa diberikan kesempatan untuk menemukan pengetahuan yang
baru.

20

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

IbM Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Petani Kakao Kecamatan Bangsalsari

5 96 57

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100