Sejarah Berdirinya Daulah Fatimiyyah

  

DAULAH FATIMIYYAH:

Telaah Historis Atas Berdirinya Dan Penyebaran Shi’ah

  • *

    Miftachur Rosyidah

    Pendahuluan

  Perjalanan sejarah suatu daulah tidaklah selalu berjalan secara linier, tapi mengalami siklus. Begitu pula daulah Abassiyah. Daulah ini pernah mengukir satu prestasi yang gemilang ketika berada dipuncak keemasan, namun sangat disesalkan bahwa zaman keemasan tersebut tidak bisa bertahan lama disusul berikutnya zaman disintegrasi yang mengantarkan hancurnya daulah itu.

  Zaman tersebut di atas sering dikenal dengan istilah muluk at Tawaif termasuk daulah yang memerdekakan diri adalah daulah

1 Fatimiyah . Lahirnya daulah Fatimiyah merupakan fakta sejarah dalam

  kesejahteraan umat Islam, berasal dari satu kelompok kecil (Shi’ah), akhirnya mampu mengukir satu prestasi dalam sejarah perpolitikan dunia Islam, dengan mendirikan satu dinasti (Fatimiah) yang berfaham Shi’ah sekalipun banyak tantangan yang dihadapi terutama dari pemerintah Baghdad.

  Kehadiran daulah itu sepertinya merupakan panggilan sejarah, kehadirannya mendapat respon yang hangat dari masyarakat setempat, situasi politik saat ini sangat kacau, masyarakat hidup dalam hegemoni pemerintah yang tidak punya ruang bebas untuk bergerak dengan situasi tersebut tampaknya para Da’i Shi’ah menawarkan solusi yang jitu untuk mengangkis masyarakat saat itu. Tawaran tersebut mendapat sambutan yang hangat, daulah Fatimah benar-benar menjadi mahdi yang sangat ditunggu.

  Para propagandis Shi’ah mempergunakan kesempatan tersebut sebaik-baiknya, bola politik yang mereka mengajak masyarakat untuk memihak kepada kelompoknya, mulai dari Syiria, Hijas, Yaman dan Afrika Utara. Senjata yang mereka gunakan adalah menentang segala bentuk ketidakadilan dalam masyarakat. Hal inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat terutama masyarakat Berker yang saat itu sangat * memusuhi pemerintah Aghlabiah. 1 Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri

Munculnya pemerintah-pemerintah kecil yang berdiri terjadi pada masa

  

Abbasiyah III (Bani Buwaihi). Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,

(Jakarta: Grfindo Persada, 1995), 73.

  Daulah Fatimiyah tidak puas dengan adanya mendirikan satu daulah , dengan Shi’ah sebagai ideologi negara, dendam kesumat dalam dirinya sangat bermimpi untuk menghancurkan daulah Abbasiyah, idealisme yang tinggi mereka ingin menghancurkan daulah Abbasiyah, idealisme yang tinggi mereka ingin me nshi’ahkan seluruh dunia. Untuk keperluan tersebut ekspansi terus dilancarkan berawal dari Rakkada hingga

  Afrika Utara satu persatu dikuasainya, akhirnya mereka memusatkan pemerintahannya di Mesir. Dengan menguasai transportasi perdagangan tidak dapat disangkal bahwa kemajuan ekonomi sangat pesat, perkembangan intelektual dan kultur pun mengikuti.

  Makalah ini ingin menyoroti tentang berdirinya daulah ini dan upaya penyebaran Shi’ah terhadap nama daulah Fatimiyah, tentu saja dengan metode diskrptis dan analisa seperlunya, makalah ini tidak akan membahas secara detail tentang perkembangan daulah tersebut, kecuali pada masa al Aziz, perlu dikupas dalam makakah ini, karena pada masa tersebut wilayah kekuasaan sudah begitu melebar, serta Shi’ahsasi dilancarkan.

  Sejarah Berdirinya Daulah Fatimiyyah

  Dendam kusumat kaum Shi’ah terhadap bani begitu besar, sehingga

  2

  ia selalu berusaha untuk menggulingkan , karena mereka merasa dikhianati bahkan selalu ditekan, propagandis Shi’ah berjuang begitu gigihnya untuk mewujudkan harapan tersebut, dengan mengambil Salamiyah sebagai pusat kegiatannya. Dari salamiyah mereka mengirimkan Rustam b. Husain b. Farad b. Hausab al Kufi ke Yaman untuk menyebarkan Shi’ah Ismailiyah. Dari Yaman dikirim pula ke Yamamah, Bahrain, Sind, India, Mesir dan negeri-negeri Maghribi.

  Yaman dan Afrika Utara merupakan tempat yang subur untuk menyebarkan faham Shi’ah. Di Yaman da’i terkenal al Hasan b. Zakariah yang mashur dipanggil dengan Abd, Allah as- Shi’i, di Afrika Utara al

3 Halwani dan Au Sufyan . Mereka berhasil berdakwah di dua tempat tersebut, terutama di Afrika Utara yang dijadikan pusat kegiatannya.

  Setelah Abi Abd. Allah berhasil menarik simpati masyarakat, ia 2 meminta agar Abd. Ubaidillah (terutama setelah wafatnya Abu Sufyan dan

  

Kelompok Shi’ah sebenarnya mempunyai andil yang besar dalam pendirian

dawlah Abbasiyah. Ketika menggulingkan bani Umayyah, kelompok Abbas

berkualisi dengan Shi’ah yang saat itu, menjadi suatu kekuatan politik yang

3 cukup diperhitungkan.

  

Tim Depag RI. Ensklopedia Islam Islam, (Jakarta: Ditbinbaga Islam Depag RI, 1996), 288. Halwani) untuk datang ke Afrika, Ubaidullah (terutama setelah wafatnya Abu Sufyan dan Halwani) untuk datang ke Afrika, Ubaidillah menerima

  4

  tawaran tersebut , sekaligus diangkat menjadi pimpinannya. Sepeninggal Abu Ubaidillah, kepemimpinan digantikan oleh putranya Ubaidullah al Mahdi.

  Ubaidillah dalam perjalanannya memenuhi undangan Abu Abd. Allah As Shi’i sempat tertangkap dan dipenjara oleh pemerintah Aghlabiyah (Yasa b. Madrar, Amir Sajalmasah) namun para penduduknya berjuang keras untuk membebaskannya. Di bawah pimpinan Abu Abd.

  Allah ia berhasil memasuki Raqqadah (pusat pemerintah Ibrahim Arghla by) dengan bantuan suku Barber. Ia tidak mengalami kesulitan yang berarti disamping itu Amir Raqqadah (Zidayat Allah al Aghla by) telah

  5

  meninggalkan Ruqqada menuju Mesir dan Syiria, hal itu sekaligus akhir

  6 dari pemerintah Aghlabiyah .

  7 Ubaidillah sekeluarga dari penjara berangkat ke Qairawan

  disambut oleh masyarakat setempat seraya menyerahkan kekhalifahan kepadanya dan menbaiatnya, mereka menggelari dengan al Mahdi Amir al

8 Mukminin , mulai saat itu Ubaidillah memproklamirkan kekhalifahan

  9

  (297/909) dan sekaligus merupakan awal terbentuknya secara konkrit

  10 masyarakat Shi’ah.

  Pemakaian Nama Fatimiyyah

  Kesuksesan Ubaidillah dengan dibantu para propagandis Shi’ah hingga menguasai Qairawan, merupakan babak baru bagi bani Fatimiyah untuk merealisir cita-cita dan ambisinya. Bani ini tidak cukup dengan 4 menguasai Qairawan, ekpansi demi ekspansi dilancarkan.

  

Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al Islam III, (Kairo: Maktabah al Nahdah

5 Misriyah, 1979), 144

Menurut cacatan RA Nicholson, Ubaidillah memasuki Ranggada pada tahun

910, ia dapat menghancurkan Tunis yang saat itu di bawah kekuasaan

Aghlabiyah sejak tahun 800, Nichlson, A Literary History of the Arabs, (New

6 york, Conbradge University, Press, 1979). 274.

  

Brodrick. Alan Houghton, Parts Of Barbary (London: New York, Malbourne,

7 Hut Chintson, 1976), 89-90.

  Jalan mulus ini diperoleh setelah propagandis Shi’ah berhasil menarik simpatik

masyarakat utamanya kaum Barber ke Ketama, CE Bosworth, Dinasti-dinasti

8 Islam, Penerjemah, Ilyas Hasan. (Bandung: Mizan, 1993), 71.

  Hasan Ibrahim Hasan 9 , Tarikh al Islam ……. , 145 Tim Depag, Ensiklopedia 10 ……., 288

Nanji azim. Islamic Spirituality Foundation. Editor Sayyid Husen Nasr. (New

  York: Crossrod, 1991), 179-180.

  Di belahan Maghribi semua kabillah Berber telah tunduk di bawah kekuasaan Fatimiyyah, seperti kabilah bani Kamlan dan kabilah bani Malilah, setelah belahan Maghrib dikuasai maka ekpansi ke wilayah timur mulai dirancang, khususnya ke Mesir.

  Pada masa awal, Mesir menjadi incaran ekspansinya, mengapa ia melirik Mesir sebagai pengembangan daulahnya, dapat difahami bahwa : pertama, Mesir saat itu merupakan tempat yang sangat strategis baik untuk kepentingan politik maupun kepentingan pertahanan dan peperangan, kedua dengan menguasai Mesir berarti sekaligus menguasai tiga pemeritah Islam yaitu : Fustat (Mesir), Madinah (Hijaz), dan Damaskus (Syam),

  11 karena saat itu pemerintah wali-wali Mesir meliputi daerah tersebut .

  Menurut catatan sejarah, sebelum Fatimiyyah berdaulat di Mesir, para pemerintah Islam pendahulunya telah menguasai Mesir, sejak masa khalifah al Rasidun (21-40 H) berpusat di Madinah dengan 6 Gubernur, Umayyah (40-132 H) di Damaskus dengan 30 Gubernur, dan Abbasiyah (132-254 H) berpusat di Bahgdad, dengan berpuluh-puluh gubernur. Hingga Mesir menjadi negara sendiri dengan tetap mengakui Baghdad

  12 yaitu pada masa Tuluniyyah (868-904 M). dan Ikhsidiyyah (944-968) .

  Pada tahun 919 M berangkatlah satuan tempur di bawah komando Abu al Qoim al Mahdi, namun usaha al Qaim menaklukkan Mesir tidak berhasil karena dihadang oleh pasukan Baghdad, dan kendaraan mereka dibakar dan memaksa mereka untuk kembali, upaya tersebut dilanjutkan oleh khalifah berikutnya yaitu Al Mansur (946), namun usaha tersebut juga gagal, hanya saja perlu dicatat bahwa Al Masur berhasil mendirikan kota baru yaitu kota Mansuriah, dekat Qairawan.

  Tiga khalifah pertama dari bani Fatimiyyah (Ubaidillah, al Qoim dan al Mansur) gagal menaklukkan Mesir. Pada masa ketiga khalifah tersebut pusat pemerintahan hanya berada di Afrika, mereka gagal melancarkan ekspansi ke Mesir.

  Ekspansi ke Mesir baru berhasil pada masa Muiz (969 M). Keberhasilan Muiz tidak lepas dari dukungan dua orang yang sangat luar biasa yaitu Jawhar

  Alsaqili dan Ya’qub Ibn Kills. Jawhar merupakan panglima yang tangguh, masuk ke Mesir terlebih dahulu dan membangun

  13 11 kota Kairo, sebagai pusat pemerintah Fatimiyyah, disamping Fustat. Ia Tim Depan Ri, Ensiklopedia 12 ….., 288.

  

Zainal Abidin Abbas. Ilmu Politik Islam VI, Sejarah Islam dan umatnya,

13 (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), 104-106.

  

Kota Kairo dibangun pada tanggal 17 Sha’ban 358 H mulanya kota tersebut

bernama Mansuriah dinisbatkan pada Mansur Abd. Muiz, setelah berada di

Mesir nama tersebut dirubah menjadi Qohirah Muisiyah. Kota tersebut berada merupakan penguasa yang sangat efektif dan berperan dalam penaklukan

  14 Mesir yang saat itu berada di bawah kekuasaan Ikhsidiyah serta

  membangun masjid al Azhar sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan agama. Sedangkan Ya’qub ibn Killis, seorang Yahudi (Baghdad) yang berkoalisi dengan Muiz di Tunis dan membantunya, ia merupakan orang yang sangat genius yang mengatur perpajakan dan sistem

  

15

pelayanan sosial pada periode Fatimi .

  Berbagai faktor yang mendukung keberhasilan al Muiz menaklukan Mesir antara lain : pertama, amannya wilayah Maghribi, sebab seluruh kawasan ini berada di bawah kekuasaannya kedua terjadi kekacauan di Mesir pada masa pemerintah Ihsidiyah, ketiga lemahnya khalifah Abbasiyah dan keempat kuatnya keinginan orang- orang Shi’ah Mesir

  16 mendorong al Muiz untuk mengirimkan tentaranya ke Mesir .

  Jatuhnya Mesir ke tangan al Muiz (969 M) sekaligus mengakhiri riwayat ihsidiyah (pemerintah yang turun temurun), kemudian al Muiz

  17

  mengganti nama Ubaidiyah menjadi Fatimiyyah . Nama tersebut dinisbatkan kepada Fatimah binti Rasul Allah, karena dinasti ini mengaku keturunan Husain putra Fatimah. Pada saat itu pula dipindahkannya pusat

  18 pemerintah dari Qairawan ke Mesir .

  Kemudian setelah Mesir dikuasai Jawhar berharap bertolak ke Syam, Palestina, Hijaz, yang semua wilayah ini sebelumnya tunduk kepada Mesir sejak dinasty Toluni yah. Untuk kepentingan itu Ja’far b. Falah

  

di Fustat. A. Hasyim, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang

14 1975). 337.

  

Keberhasilan Jahwa mempengaruhi aparat Ikhsidiyah dan seorang yang paling

berpengaruh saat itu yaitu Ibnu al Farat seorang administrasi Ikhsidiyah dan

Abu al Tahir seorang qodi Fustat sehingga bala tentara dan masyarakat banyak

yang have wilcomed atas kedatangan Jawhar pemerintah yang stabil. Lebih

lanjut rujuk pada Hugn Keneddy. The Prophet and The Age of The Caliphates.

  

The Islamic Near Est From the sixth to the eleventh century . (New York:

15 Loqman 1986), 319

Bernard Lewis, The Arabs in History, (New York: Harper & Row, 1967), 111-

16 112.

  Disamping itu kelompok Shi’ah Isma’iliyyah selalu bersifat revolusioner,

mereka merupakan kekuatan yang besar pada abad pertengahan dengan

mendirikan dawlah Fatimiyyah. John Obert Voll. Politik Islam kelangsungan

dan perubahan di dunia modern penerjemah, Ajat Sudrajat (Yogyakarta, Titian

17 Ilahi Press. 1997), 50. 18 Hamka. Sejarah Umat Islam II (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 185.

  

Harry A Geiley History of Afrika From Earlist Time to 1800 (The Dryden Press

Icn. Hinsdale. Illinois.tt), 52.

  (Seorang panglima Maghrib dari Kabilah Kuttamah) diberi tugas untuk merealisirnya, di Ramlah ia disambut oleh Hasan b. Abd. Allah b. Tagg, kemudian ia dibawa ke Maghrib. Tujuan berikutnya adalah Tabriyah, wilayah tersebut diduduki dengan tanpa adanya perlawanan yang berarti, kemudian masuk Damaskus. Sedangkan Syiria, penduduk sama sekali benci terhadap Fatimiyyah. Wilayah ini baru dapat duduki pada masa al Azizz dan pada masa inilah daulah Fatimiyyah mencapai puncaknya. Pada masa al Aziz kontrol medetarian sebelah timur berada di tangannya, perdangan dengan kota-kota di Italia, Syiria, Arabia, dan India sangat

  19 ramai .

  Penutup

  Dengan jatuhnya Mesir ke tangan al Muiz (969 M), berarti daulah Fatimiyyah berdaulat secara penuh, sehingga pada zaman tersebut secara bersamaan terdapat tiga daulah dengan pemerintah sendiri yaitu Abbasiyyah di Baghdad, Amawiyyah di Spanyol dan Fatimiyyah di Mesir.

  Daulah Fatimiyyah pada awalnya selalu mendapat tekanan dari Abbasiyah ketimbang Amawiyah di Spanyol, hal ini karena letak geografis daulah Fatimiyyah lebih dekat, di samping itu Fatimiyyah merupakan musuh dalam selimut bagi Abbasiyah yang selalu merongrong kewibawaan dan kekuasaan.

  Daulah Fatimiyyah sejak awal telah menggunakan faham keagamaan Shi’ah sebagai ideologi negara, hal itu yang mendorong masyarakat setempat dapat menerima kehadirannya, Panglima Jawhar yang begitu hebatpun, ia tidak pernah mencoba untuk memaksa

  20 .

  masyarakat Mesir untuk menganut faham Shi’ah isma’iliyyah Sh i’ahisasi baru berlangsung pada masa al Aziz, masa ini jabatan struktur penting dipegang oleh orang- orang Shi’ah atau orang Maghribi yang membantu mereka dalam setiap medan pertempuran. Hakim Agung A Tahir seorang suni diganti toleransi Abd. Aziz an Nu’man, seorang

  21

  hakim agung di Maghrib . Namun sikap toleransi Abd. Aziz sangat tinggi, terutama terhadap ahlu al zimah. Pada masa ini banyak kaum nasrani menempati posisi penting dalam pemerintahan seperti mentri Ya’qub b. Klillis (Yahudi kemudian masuk Islam), Isa b. Nasturus (Kristen), dan 19 lain-lain.

  Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh 20 ….., 149. 21 Rujuk kembali pada Hugh Kennedy, The Prophet, 319.

  Hasan Ibrahim Hasan Tarikh. 194.

DAFTAR PUSTAKA

  Abbas. Zainal Abidin, Ilmu Politik Islam VI, Sejarah Islam dan umatnya, (Jakarta: Bulan Bintang. 1978)

  A. Hasyim, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) Azim, Nanji, Islamic Spirituality Foundation. Editor Sayyid Husen Nasr.

  (New York, Crossrod. 1991) Brodrick. Alan Houghton. Parts Of Barbary (New York: Malbourne, Hut

  Chintson , 1982) Hamka, Sejarah Umat Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) Harry A Geiley. History of Afrika From Earlist Time to 1800 (The Dryden Press Icn. Hinsdale. Illinois.tt).

  Hasan, Ibrahim Hasan, Tarikh al Islam III, (Kairo: Maktabah al Nahdah Misriyah 1979)

  Keneddy, Hugn, The Prophet and The Age of The Caliphates. The Islamic Near Est From the sixth to the eleventh century . (New York.

  Loqman 1986) Lewis, Bernard, The Arabs in History, (New York: Harper & Row, 1967). Nichlson, A Literary History of the Arabs, (New york: Conbradge

  University, Press, 1979) Tim Depag RI. Ensklopedia Islam I (Ditbinbaga Islam Depag RI, Jakarta tt) Voll, John Obert, Politik Islam kelangsungan dan perubahan di dunia modern, penerjemah, Ajat Sudrajat (Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

  1997) Yatim. Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Grafindo Persada , 1995)