Sejarah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Sejarah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri
BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka
Jepang
membubarkannya
dan
membentuk
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI) ,Dokuritsu Junbi Iinkai atau Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Badan ini merupakan badan yang dibentuk sebelum MPR
dibentuk.
Keanggotaan
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang
dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang
dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Persidangan
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut,
PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak
dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16
Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok
Sidang 18 Agustus 1945
Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang di bekas Gedung
Road van Indie di Jalan Pejambon – Jakarta.
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum disahkan, terdapat perubahan dalam UUD 1945, yaitu:
1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
3. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab
diganti menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan
beragama Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli.
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Pemilihan Presiden dan Wakil Presidan dilakukan dengan aklamasi atas usul dari Otto
Iskandardinata dan mengusulkan agar Ir. Soekarno menjadi presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil
presiden. Usul ini diterima oleh seluruh anggota PPKI.
Pengangkatan
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para
anggota PPKI bukan hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, tetapi juga
oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia
Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh pergerakan
nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9
Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam
pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada
ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya
selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu pulang kembali menuju Jakarta pada 14 Agustus 1945, kota Hiroshima dan
Nagasaki telah dibom atom oleh Sekutu. Bahkan, Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan
perang terhadap Jepang serta melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian, dapat
diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15
Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Soekarno berkata:
“Sewaktu-waktu kita dapat merdeka, soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat
memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum
jagung berbuah’ Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka
sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Soekarno pada saat itu belum
mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri
BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka
Jepang
membubarkannya
dan
membentuk
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI) ,Dokuritsu Junbi Iinkai atau Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Badan ini merupakan badan yang dibentuk sebelum MPR
dibentuk.
Keanggotaan
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang
dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang
dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Persidangan
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut,
PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak
dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16
Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok
Sidang 18 Agustus 1945
Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang di bekas Gedung
Road van Indie di Jalan Pejambon – Jakarta.
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum disahkan, terdapat perubahan dalam UUD 1945, yaitu:
1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
3. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab
diganti menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan
beragama Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli.
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Pemilihan Presiden dan Wakil Presidan dilakukan dengan aklamasi atas usul dari Otto
Iskandardinata dan mengusulkan agar Ir. Soekarno menjadi presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil
presiden. Usul ini diterima oleh seluruh anggota PPKI.
Pengangkatan
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para
anggota PPKI bukan hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, tetapi juga
oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia
Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh pergerakan
nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9
Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam
pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada
ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya
selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu pulang kembali menuju Jakarta pada 14 Agustus 1945, kota Hiroshima dan
Nagasaki telah dibom atom oleh Sekutu. Bahkan, Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan
perang terhadap Jepang serta melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian, dapat
diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15
Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Soekarno berkata:
“Sewaktu-waktu kita dapat merdeka, soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat
memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum
jagung berbuah’ Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka
sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Soekarno pada saat itu belum
mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.