Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria
2.1.1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium bentuk
aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif
(Depkes RI, 2009). Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis,
yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam yang
dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil,
anemia dan splenomegali. Malaria positif adalah penderita dengan gejala malaria dan
dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis
(Depkes RI, 1999).
Penyakit malaria pada manusia ada empat jenis dan masing-masing disebabkan spesies
parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah ( Prasetyo, 2006) :
1.
Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan oleh Plasmodium vivax
dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama
terjadi, ini dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi.
2.
Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh P. falciparum. Plasmodium ini merupakan sebagian
8
Universitas Sumatera Utara
9
besar penyebab kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering
menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian
3.
Malaria kuartana yang disebabkan P. malariae, memiliki masa inkubasi lebih
lama dari pada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya
terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi. Gejala itu kemudian akan
terulang lagi tiap tiga hari.
4.
Malaria yang mirip malaria tertiana, malaria ini paling jarang ditemukan, dan
disebabkan oleh P. ovale. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam
sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut
menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.
2.1.2. Gejala Klinis
Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/strain Plasmodium, imunitas tubuh
dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai
timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara
terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten
(Harijanto, 2010).
Menurut Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias
malaria), (Harijanto, 2010) yaitu :
1.
Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis
seperti orang
Universitas Sumatera Utara
10
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2.
Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas badan tetap tinggi dapat mencapai 40 0C atau lebih, respirasi meningkat,
nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari
fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
3.
Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Pada daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang
dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit
malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang- ulang.
Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat setelah
beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara
baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil.
Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita
tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut : gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau
tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat,
muntah terus-menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua
sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2. Epidemiologi Malaria
2.2.1. Distribusi Penyakit Malaria
a.
Menurut Orang
Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih
41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda
(Mutabingwa T. K., 2005).
Biasanya infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan
akan tetapi yang paling berisiko adalah ibu hamil, karena dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin. Jika ditemukan perbedaan angka
kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau pada berbagai golongan umur
sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti aktivitas, imunitas dan status
gizi (Depkes RI, 1999).
Penelitian Nasution (2005) di Kecamatan Panyabungan Kota, Kabupaten Mandailing
Natal tahun 2004 terdapat 1.772 penderita malaria, 770 orang (43,45%) laki-laki dan
1.002 orang (56,55%) perempuan, kelompok umur 1-5 tahun 482 orang (27,20%), 611 tahun 346 orang (19,52%), 12-18 tahun 174 orang (9,82%), 19-55 tahun 702 orang
(39,62%) dan ≥ 56 tahun 68 orang (3,84%).
Universitas Sumatera Utara
12
b.
Menurut Tempat
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari
daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium
falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin, namun paling sering
ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae
hampir sama dengan Plasmodium falciparum, meskipun lebih jarang terjadi dan
dengan distribusi yang sporadik. Dari semua jenis spesies Plasmodium pada manusia,
Plasmodium ovale paling jarang ditemukan, termasuk di wilayah Afrika yang
beriklim tropis dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat.
Tidak dijumpai lagi daerah endemis malaria di negara-negara yang mempunyai iklim
dingin dan subtropis, akan tetapi malaria masih menjadi penyebab utama masalah
kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis dan subtropis; transmisi malaria yang
tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara
(Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika (Harijanto, 2010).
Tahun 2008, diperkirakan 243 juta kasus malaria diseluruh dunia. Sebagian besar
(85%) terjadi di wilayah Afrika, kemudian diikuti wilayah Asia Tenggara (10%) dan
wilayah Mediterania (4%). Diantaranya mengalami kematian sekitar 863.000 orang,
89% terjadi di wilayah Afrika, 6% di wilayah Mediterania dan 5% di Asia Tenggara
(WHO, 2007).
Penyebaran malaria di Provinsi Sumatera Utara dibagi ke dalam dua daerah yaitu
daerah endemis dan daerah non endemis. Yang termasuk ke dalam daerah endemis
Universitas Sumatera Utara
13
adalah Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Tapanuli Tengah, Asahan, Labuhan
Batu dan Deli Serdang (Lubis C. P. dan Pasaribu S., 2002).
c.
Menurut Waktu
Malaria terjadi musiman dibeberapa negara di wilayah Afrika, seperti Bostwana,
Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland dan Zimbabwe, penularannya lebih
rendah dibandingkan dengan Sub-Sahara Afrika. Penyebab utama malaria adalah
Plasmodium falciparum. Lima negara (Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika
Selatan dan Swaziland) antara tahun 2000 sampai 2008 menunjukkan penurunan
diatas 50% dari jumlah kematian karena malaria, Cape Verde melaporkan hanya 2
kematian di tahun 2008. Sementara di Zimbabwe, kasus malaria positif mengalami
peningkatan dari 16.990 kasus di tahun 2004 menjadi 92.900 kasus di tahun 2008.
(WHO, 2009)
Hampir di seluruh wilayah tanah air angka kesakitan malaria menunjukan trend yang
menurun, namun tidak disertai dengan penurunan jumlah kejadian luar biasa (KLB)
malaria yang terjadi. Selama tahun 2001-2005 kejadian luar biasa malaria terjadi di
15 provinsi meliputi 30 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000
orang dengan 389 kematian dan Case Fatality Rate (CFR) 1,95% (Depkes RI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.2. Determinan Penyakit Malaria
Komponen Epidemiologi Malaria terdiri atas :
a.
Agen Malaria
Menurut Rahayu (2010) mengemukakan bahwa agent penyebab malaria ialah
makhluk hidup Genus Plasmodia, Famili Plasmodiidae dari Ordo Coccidiidae.
Sampai saat ini di Indonesia dikenal empat spesies parasit malaria pada manusia,
yaitu :
1.
Plasmodium falciparum : penyebab penyakit tropika yang sering menyebabkan
malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap
dua hari (48 jam) sekali.
2.
Plasmodium vivax : penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya
timbul berselang setiap 3 hari.
3.
Plasmodium malariae : penyebab penyakit malaria quartana yang gejala
serangannya timbul berselang setiap empat hari.
4.
Plasmodium ovale : jenis ini jarang ditemui di Indonesia, banyak dijumpai di
Afrika dan pasifik Barat.
b.
Host Malaria
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni
manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan
nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit
berlangsung).
Universitas Sumatera Utara
15
1.
Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis
ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan
nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
manusia ialah:
a.
Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan
tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan
kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih
dahulu.
Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari
infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui
pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang
kebal penyakit.
b.
Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai
kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan,
pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
16
c.
Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam
Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak
malnutrisi.
Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort, diketahui
bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang
menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99).
Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai
efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan parasit.
2.
Nyamuk (host definitive)
Agen tersebut tidak dapat menjangkiti manusia secara langsung, akan tetapi
menjangkiti manusia karena perantara vektor yaitu nyamuk Anopheles. Secara
spesifik vector malaria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut,
1.
Bionomik Nyamuk Malaria
a.
Tempat Perindukan
Menurut Hiswani (2004) keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat
tergantung pada lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai,
curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk
perairan yang ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah
persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang
bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Sudarman dkk dalam Saputra (2006), kepadatan populasi nyamuk ini
sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai
ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan
paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang
panen. Pada daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun
ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang
tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan
sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies
nyamuk yang banyak ditemukan di daerah - daerah pegunungan non persawahan
dekat hutan.
Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim
kemarau dan sepanjang musim kemarau. Tempat perkembangbiakannya di genangangenangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang
sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan alirannya, dan
pada air di lubang batu-batu.
Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim
penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan
di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat
untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki
kerbau dan kebun salak.
Berdasarkan gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak
spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat
Universitas Sumatera Utara
18
hidup di beberapa jenis genangan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada
umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada
genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi
yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang
umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan
daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji dkk, 2001).
2.
Tempat Istirahat
Tempat istirahat nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat
istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang yang lembab dan teduh,
terletak ditengah kebun salak. Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya ditempat
yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang
tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah, nyamuk ini
biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit,
tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang yang
lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak. An. balabacencis juga ditemukan di
tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta
di lubang tanah bersemak. Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di
pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk
An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk.
Universitas Sumatera Utara
19
c. Environment Malaria
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung
dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar
lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis
diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita
malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan
dengan responden yang tidak menderita malaria.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan
nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
c.1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan nyamuk,
yaitu:
1.
Suhu udara
Suhu udara sangat dipengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang
biak dan agresif mengisap darah.
2.
Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit.
Universitas Sumatera Utara
20
3.
Hujan
Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa.
4.
Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, hal ini
berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata.
5.
Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbang
nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight
range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin
yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.
6.
Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang terkena sinar matahari
langsung,
Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles pinctutatus spp lebih menyukai
tempat
terbuka, sedangkan Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun
kena sinar matahari.
7.
Arus air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat,
sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles latifer
menyukai air tergenang.
Universitas Sumatera Utara
21
c.2. Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia, seperti kadar garam pada suatu tempat perindukan
nyamuk, seperti diketahui nyamuk An. Sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar antara 12-18‰ dan tidak dapat berkembangbiak pada
kadar garam 40‰ ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara An.
sundaicus sudah ditemukan pula dalam air tawar. An. Latifer dapat hidup di tempat
yang asam/pH rendah. Ketika kemarau datang luas laguna menjadi mengecil dan
sebagian menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas
berwarna hijau bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau meninggi
dan menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk.
c.3. Lingkungan Biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk
atau melindungi serangan dari makhluk hidup lain. Adanya berbagai
jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu wilayah. Selain itu juga adanya ternak besar
seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah.
c.4. Lingkungan Sosial Budaya
Masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai latar
belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya sangat mempengaruhi
tingkah
laku
manusia
yang
memilki
budaya
tersebut,
sehingga
dengan
Universitas Sumatera Utara
22
keanekaragaman budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala
hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Faktor inilah yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Tradisi dalam masyarakat
yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa sikap yang
sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit malaria. Seperti
kebiasaan masyarakat bepergian jauh apalagi pergi ke tempat yang endemis malaria,
kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau
menggunakan obat anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan
masyarakat yang mempengaruhi terjadinya malaria.
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan
zat
penolak
nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status
sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.
Menurut Hendrik L. Blum faktor perilaku adalah salah satu yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Faktor perilaku pula penyebab timbulnya berbagai
penyakit menular termasuk penyakit malaria. Pengetahauan
masyarakat tentang
kesehatan terutama malaria sangat minim sehingga cara masyarakat dalam menyikapi
masalah kesehatan khususnya malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagian masyarakat belum mengetahui tempat- tempat perindukan dari malaria,
bahkan masyarakat pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles
Universitas Sumatera Utara
23
menggigit. Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah
malaria.
Namun ada sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan bahayanya
penyakit menular terutama malaria akan tetapi tidak ada tindakan atau perlakuan yang
mereka lakukan untuk terhindar dari penyakit malaria.
Praktik atau perilaku masyarakat ataupun keluarga terhadap upaya mengurangi
gigitan nyamuk malaria adalah :
1. Kebiasaan menggunakan kelambu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada
waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak
menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria.
2. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk
Menurut Depkes RI (1992) untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat
semprot, obat poles, atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan
nyamuk (Dalam Mobonggi, 2011).
3. Tidak membiasakan berada di luar rumah pada malam hari
Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari. Nyamuk
Anopheles paling aktif mencari darah pada pukul 21.00-03.00. Menurut kebiasaan
penduduk berada di luar rumah pada malam hari antara pukul
21.00-22.00
menghisap darah jam tersebut sangat tinggi. Sehingga harus menghindari kebiasaan
berada di luar rumah pada malam hari.
Universitas Sumatera Utara
24
2.3. Penularan Penyakit Malaria
Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam (Harmendo,
2008)
2.3.1. Penularan secara Alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada
80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar
spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor
mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Pada
saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke
dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2.3.2. Penularan tidak Alamiah (not natural infection), terdiri atas :
a. Malaria bawaan. Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya
menderita malaria. Penularannya terjadi melalui tali pusat atau
plasenta (transplasental)
b. Secara mekanik. Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui
jarum suntik.
c. Secara oral. Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung
(P.gallinasium), burung dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).
Universitas Sumatera Utara
25
2.4. Pencegahan dan Pengobatan Malaria
2.4.1. Pencegahan Malaria
Menurut DepKes RI (1999) Pencegahan penyakit malaria secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan :
a. Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis atau pengobatan
pencegahan.
a.1.
Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah endemis malaria harus minum
obat
anti malaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum keberangkatan
sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis
malaria.
a.2.
Wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria diperingatkan
tentang risiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum bepergian, ibu hamil
disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau Rumah Sakit dan mendapatkan
obat anti malaria.
a.3.
Bayi dan anak-anak berusia di bawah empat tahun dan hidup di daerah
endemis malaria harus mendapat obat anti malaria karena tingkat kematian
bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.
b. Pencegahan terhadap vektor atau gigitan nyamuk.
Daerah
yang
jumlah
penderitanya
sangat
banyak,
tindakan
untuk
menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Maka dari itu disarankan untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah terutama pada
malam hari, memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta
Universitas Sumatera Utara
26
menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti
nyamuk saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, karena
biasanya vektor malaria menggigit pada malam hari.
Upaya pencegahan malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan
masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat,
artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan.
Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan
permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup
metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi
faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perilaku masyarakat.
2.4.2. Pengobatan Malaria
Selain pencegahan bersifat primer, diagnosis dan pengobatan malaria (pencegahan
sekunder) juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk
diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah.
Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi
peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya.
Pada Tahun 2008 dari 1.912.698 malaria klinis diperiksa sediaan darah hanya
921.599 (48,18%). Tahun 2009 dan 2010 malaria klinis yang diperiksa sedian darah
sudah di atas 50%, tahun 2009 sebesar (75,61%), tahun 2010 sebesar (64,44%).
Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari
Universitas Sumatera Utara
27
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan bahan/reagen
laboratorium/mikroskospis malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan
pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.
Pengendalian malaria mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal
pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi,
saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat
tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT.
Pada Tahun 2010, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan
darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif
malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih
tinggi daripada laporan Riskesdas Tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan
efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga
perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan
aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga
analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan masih
menjadi andalan adalah pengobatan penderita. Pengobatan yang efektif ini harus
memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat
tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat
diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.
Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan
kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian
Universitas Sumatera Utara
28
ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa) dan penanganan yang
salah/tidak tepat/terlambat. Perubahan yang besar dalam penanganan malaria berat
ialah
pemakaian
artesunate
intravena
untuk
menurunkan
mortalitas
34%
dibandingkan dengan penggunaan kina.
Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting
yaitu:
1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
2. Pengobatan
supportif
(termasuk
perawatan
umum
dan
pengobatan
simptomatik).
3. Pengobatan terhadap komplikasi.
Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemianya. Oleh
karenanya dipilih pemakaian obat per parenteral (intravena, per infus/intra muskuler)
yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi, Derivat
Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China.
Untuk mengendalikan malaria selain pengobatan sangat penting pencegahan
terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai kelambu
sewaktu tidur. Besarnya persentase pemakaian kelambu (dengan dan tanpa
insektisida)
nasional
adalah
26,1
persen.
Persentase
pemakaian
kelambu
berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen (Kemenkes RI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
29
2.5. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan
teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan faktor
risiko yang lain yang mempengaruhi terjadinya malaria.
Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya malaria adalah faktor
karakteristik (meliputi : umur, jenis kelamin), faktor lingkungan fisik luar rumah
dan dalam rumah (meliputi : jarak rumah dengan breeding place, suhu, kelembaban,
pencahayaan, tempat istirahat, genangan air, dinding rumah, ventilasi, penggunaan
kawat kasa, dan lantai rumah), faktor lingkungan kimia (meliputi : air tawar, air
payau, dan air garam), faktor lingkungan biologi (meliputi : keberadaan kandang
hewan), faktor sosial ekonomi (meliputi: pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan),
faktor perilaku (meliputi : kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar
rumah pada malam hari, penggunaan kelambu), faktor pelayanan kesehatan (meliputi
: penyuluhan, penyemprotan, pengobatan), faktor lain (meliputi vektor, imunitas,
status gizi, kepadatan nyamuk ). Kerangka teori terjadinya malaria dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
30
Luar rumah :
- Genangan air
- Suhu
Vektor
Dalam rumah :
- Ventilasi
- Penggunaan kawat
kasa
- Kelembaban
- Lantai rumah
- Dinding rumah
Imunitas
Status gizi
Kepadatan
nyamuk
Lingkungan Biologi
Kandang Hewan
Lingkungan Kimia
-
Gigitan Nyamuk
yang
mengandung
Sporoid
Kejadian
Malaria
Pelayanan Kesehatan
-
Air tawar
Air Payau
Air garam
Penyuluhan
Penyemprotan
Pengobatan
Sosial Ekonomi -----------------
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Perilaku ------------------------------
- Kebiasaan tidak menggunakan
kelambu
- Kebiasaan tidak menggunakan
anti nyamuk
- Kebiasaan menggantung baju
Demografi
Umur
Jenis Kelamin
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Abdullah (2008); Babba (2007); Erdinal (2006); Friaraiyatini (2006);
Sarumpaet (2007); Suhardiono (2005); Timmreck (2002)
Universitas Sumatera Utara
31
2.6. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang akan diteliti dari
kerangka teori. Semua variabel yang tercantum dalam kerangka teori dilakukan
pengukuran penelitian, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat
dilakukan oleh peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian.
Variabel bebas yang akan diteliti adalah faktor internal (perilaku pencegahan
penularan
malaria
yaitu kebiasaan penggunaan
anti
nyamuk,
kebiasaan
menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu dan kebiasaan keluar rumah
di malam hari) dan eksternal (lingkungan fisik rumah yaitu adanya genangan air
(laguna, rawa-rawa, pembuangan air limbah atau sawah), kandang hewan, dan
penggunaan kawat kasa).
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, maka yang menjadi kerangka
konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
32
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Internal
Perilaku Pencegahan Malaria
a. Kebiasaan penggunaan anti
nyamuk
b. Kebiasaan
menggantung
pakaian
c. Kebiasaan
penggunaan
kelambu
d. Kebiasaan keluar rumah di
malam hari
Karakteristik
Responden
a.
b.
c.
d.
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Kejadian Malaria
Faktor Eksternal
Lingkungan Fisik Rumah
a. Genangan air
b. Kandang hewan
c. Penggunaan kawat kasa
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria
2.1.1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium bentuk
aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif
(Depkes RI, 2009). Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis,
yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam yang
dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil,
anemia dan splenomegali. Malaria positif adalah penderita dengan gejala malaria dan
dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis
(Depkes RI, 1999).
Penyakit malaria pada manusia ada empat jenis dan masing-masing disebabkan spesies
parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah ( Prasetyo, 2006) :
1.
Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan oleh Plasmodium vivax
dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama
terjadi, ini dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi.
2.
Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh P. falciparum. Plasmodium ini merupakan sebagian
8
Universitas Sumatera Utara
9
besar penyebab kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering
menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian
3.
Malaria kuartana yang disebabkan P. malariae, memiliki masa inkubasi lebih
lama dari pada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya
terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi. Gejala itu kemudian akan
terulang lagi tiap tiga hari.
4.
Malaria yang mirip malaria tertiana, malaria ini paling jarang ditemukan, dan
disebabkan oleh P. ovale. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam
sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut
menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.
2.1.2. Gejala Klinis
Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/strain Plasmodium, imunitas tubuh
dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai
timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara
terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten
(Harijanto, 2010).
Menurut Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias
malaria), (Harijanto, 2010) yaitu :
1.
Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis
seperti orang
Universitas Sumatera Utara
10
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2.
Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas badan tetap tinggi dapat mencapai 40 0C atau lebih, respirasi meningkat,
nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari
fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
3.
Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Pada daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang
dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit
malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang- ulang.
Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat setelah
beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara
baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil.
Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita
tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut : gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau
tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat,
muntah terus-menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua
sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2. Epidemiologi Malaria
2.2.1. Distribusi Penyakit Malaria
a.
Menurut Orang
Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih
41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda
(Mutabingwa T. K., 2005).
Biasanya infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan
akan tetapi yang paling berisiko adalah ibu hamil, karena dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin. Jika ditemukan perbedaan angka
kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau pada berbagai golongan umur
sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti aktivitas, imunitas dan status
gizi (Depkes RI, 1999).
Penelitian Nasution (2005) di Kecamatan Panyabungan Kota, Kabupaten Mandailing
Natal tahun 2004 terdapat 1.772 penderita malaria, 770 orang (43,45%) laki-laki dan
1.002 orang (56,55%) perempuan, kelompok umur 1-5 tahun 482 orang (27,20%), 611 tahun 346 orang (19,52%), 12-18 tahun 174 orang (9,82%), 19-55 tahun 702 orang
(39,62%) dan ≥ 56 tahun 68 orang (3,84%).
Universitas Sumatera Utara
12
b.
Menurut Tempat
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari
daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium
falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin, namun paling sering
ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae
hampir sama dengan Plasmodium falciparum, meskipun lebih jarang terjadi dan
dengan distribusi yang sporadik. Dari semua jenis spesies Plasmodium pada manusia,
Plasmodium ovale paling jarang ditemukan, termasuk di wilayah Afrika yang
beriklim tropis dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat.
Tidak dijumpai lagi daerah endemis malaria di negara-negara yang mempunyai iklim
dingin dan subtropis, akan tetapi malaria masih menjadi penyebab utama masalah
kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis dan subtropis; transmisi malaria yang
tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara
(Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika (Harijanto, 2010).
Tahun 2008, diperkirakan 243 juta kasus malaria diseluruh dunia. Sebagian besar
(85%) terjadi di wilayah Afrika, kemudian diikuti wilayah Asia Tenggara (10%) dan
wilayah Mediterania (4%). Diantaranya mengalami kematian sekitar 863.000 orang,
89% terjadi di wilayah Afrika, 6% di wilayah Mediterania dan 5% di Asia Tenggara
(WHO, 2007).
Penyebaran malaria di Provinsi Sumatera Utara dibagi ke dalam dua daerah yaitu
daerah endemis dan daerah non endemis. Yang termasuk ke dalam daerah endemis
Universitas Sumatera Utara
13
adalah Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Tapanuli Tengah, Asahan, Labuhan
Batu dan Deli Serdang (Lubis C. P. dan Pasaribu S., 2002).
c.
Menurut Waktu
Malaria terjadi musiman dibeberapa negara di wilayah Afrika, seperti Bostwana,
Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland dan Zimbabwe, penularannya lebih
rendah dibandingkan dengan Sub-Sahara Afrika. Penyebab utama malaria adalah
Plasmodium falciparum. Lima negara (Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika
Selatan dan Swaziland) antara tahun 2000 sampai 2008 menunjukkan penurunan
diatas 50% dari jumlah kematian karena malaria, Cape Verde melaporkan hanya 2
kematian di tahun 2008. Sementara di Zimbabwe, kasus malaria positif mengalami
peningkatan dari 16.990 kasus di tahun 2004 menjadi 92.900 kasus di tahun 2008.
(WHO, 2009)
Hampir di seluruh wilayah tanah air angka kesakitan malaria menunjukan trend yang
menurun, namun tidak disertai dengan penurunan jumlah kejadian luar biasa (KLB)
malaria yang terjadi. Selama tahun 2001-2005 kejadian luar biasa malaria terjadi di
15 provinsi meliputi 30 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000
orang dengan 389 kematian dan Case Fatality Rate (CFR) 1,95% (Depkes RI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.2. Determinan Penyakit Malaria
Komponen Epidemiologi Malaria terdiri atas :
a.
Agen Malaria
Menurut Rahayu (2010) mengemukakan bahwa agent penyebab malaria ialah
makhluk hidup Genus Plasmodia, Famili Plasmodiidae dari Ordo Coccidiidae.
Sampai saat ini di Indonesia dikenal empat spesies parasit malaria pada manusia,
yaitu :
1.
Plasmodium falciparum : penyebab penyakit tropika yang sering menyebabkan
malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap
dua hari (48 jam) sekali.
2.
Plasmodium vivax : penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya
timbul berselang setiap 3 hari.
3.
Plasmodium malariae : penyebab penyakit malaria quartana yang gejala
serangannya timbul berselang setiap empat hari.
4.
Plasmodium ovale : jenis ini jarang ditemui di Indonesia, banyak dijumpai di
Afrika dan pasifik Barat.
b.
Host Malaria
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni
manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan
nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit
berlangsung).
Universitas Sumatera Utara
15
1.
Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis
ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan
nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
manusia ialah:
a.
Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan
tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan
kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih
dahulu.
Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari
infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui
pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang
kebal penyakit.
b.
Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai
kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan,
pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
16
c.
Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam
Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak
malnutrisi.
Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort, diketahui
bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang
menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99).
Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai
efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan parasit.
2.
Nyamuk (host definitive)
Agen tersebut tidak dapat menjangkiti manusia secara langsung, akan tetapi
menjangkiti manusia karena perantara vektor yaitu nyamuk Anopheles. Secara
spesifik vector malaria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut,
1.
Bionomik Nyamuk Malaria
a.
Tempat Perindukan
Menurut Hiswani (2004) keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat
tergantung pada lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai,
curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk
perairan yang ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah
persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang
bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Sudarman dkk dalam Saputra (2006), kepadatan populasi nyamuk ini
sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai
ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan
paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang
panen. Pada daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun
ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang
tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan
sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies
nyamuk yang banyak ditemukan di daerah - daerah pegunungan non persawahan
dekat hutan.
Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim
kemarau dan sepanjang musim kemarau. Tempat perkembangbiakannya di genangangenangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang
sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan alirannya, dan
pada air di lubang batu-batu.
Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim
penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan
di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat
untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki
kerbau dan kebun salak.
Berdasarkan gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak
spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat
Universitas Sumatera Utara
18
hidup di beberapa jenis genangan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada
umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada
genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi
yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang
umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan
daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji dkk, 2001).
2.
Tempat Istirahat
Tempat istirahat nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat
istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang yang lembab dan teduh,
terletak ditengah kebun salak. Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya ditempat
yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang
tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah, nyamuk ini
biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit,
tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang yang
lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak. An. balabacencis juga ditemukan di
tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta
di lubang tanah bersemak. Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di
pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk
An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk.
Universitas Sumatera Utara
19
c. Environment Malaria
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung
dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar
lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis
diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita
malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan
dengan responden yang tidak menderita malaria.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan
nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
c.1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan nyamuk,
yaitu:
1.
Suhu udara
Suhu udara sangat dipengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang
biak dan agresif mengisap darah.
2.
Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk, meskipun tidak
berpengaruh pada parasit.
Universitas Sumatera Utara
20
3.
Hujan
Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa.
4.
Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, hal ini
berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata.
5.
Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbang
nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight
range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin
yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.
6.
Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang terkena sinar matahari
langsung,
Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles pinctutatus spp lebih menyukai
tempat
terbuka, sedangkan Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun
kena sinar matahari.
7.
Arus air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat,
sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles latifer
menyukai air tergenang.
Universitas Sumatera Utara
21
c.2. Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia, seperti kadar garam pada suatu tempat perindukan
nyamuk, seperti diketahui nyamuk An. Sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar antara 12-18‰ dan tidak dapat berkembangbiak pada
kadar garam 40‰ ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara An.
sundaicus sudah ditemukan pula dalam air tawar. An. Latifer dapat hidup di tempat
yang asam/pH rendah. Ketika kemarau datang luas laguna menjadi mengecil dan
sebagian menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas
berwarna hijau bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau meninggi
dan menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk.
c.3. Lingkungan Biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk
atau melindungi serangan dari makhluk hidup lain. Adanya berbagai
jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu wilayah. Selain itu juga adanya ternak besar
seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah.
c.4. Lingkungan Sosial Budaya
Masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai latar
belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya sangat mempengaruhi
tingkah
laku
manusia
yang
memilki
budaya
tersebut,
sehingga
dengan
Universitas Sumatera Utara
22
keanekaragaman budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala
hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Faktor inilah yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Tradisi dalam masyarakat
yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa sikap yang
sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit malaria. Seperti
kebiasaan masyarakat bepergian jauh apalagi pergi ke tempat yang endemis malaria,
kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau
menggunakan obat anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan
masyarakat yang mempengaruhi terjadinya malaria.
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan
zat
penolak
nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status
sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.
Menurut Hendrik L. Blum faktor perilaku adalah salah satu yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Faktor perilaku pula penyebab timbulnya berbagai
penyakit menular termasuk penyakit malaria. Pengetahauan
masyarakat tentang
kesehatan terutama malaria sangat minim sehingga cara masyarakat dalam menyikapi
masalah kesehatan khususnya malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagian masyarakat belum mengetahui tempat- tempat perindukan dari malaria,
bahkan masyarakat pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles
Universitas Sumatera Utara
23
menggigit. Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah
malaria.
Namun ada sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan bahayanya
penyakit menular terutama malaria akan tetapi tidak ada tindakan atau perlakuan yang
mereka lakukan untuk terhindar dari penyakit malaria.
Praktik atau perilaku masyarakat ataupun keluarga terhadap upaya mengurangi
gigitan nyamuk malaria adalah :
1. Kebiasaan menggunakan kelambu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada
waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak
menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria.
2. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk
Menurut Depkes RI (1992) untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat
semprot, obat poles, atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan
nyamuk (Dalam Mobonggi, 2011).
3. Tidak membiasakan berada di luar rumah pada malam hari
Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari. Nyamuk
Anopheles paling aktif mencari darah pada pukul 21.00-03.00. Menurut kebiasaan
penduduk berada di luar rumah pada malam hari antara pukul
21.00-22.00
menghisap darah jam tersebut sangat tinggi. Sehingga harus menghindari kebiasaan
berada di luar rumah pada malam hari.
Universitas Sumatera Utara
24
2.3. Penularan Penyakit Malaria
Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam (Harmendo,
2008)
2.3.1. Penularan secara Alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada
80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar
spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor
mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Pada
saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke
dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2.3.2. Penularan tidak Alamiah (not natural infection), terdiri atas :
a. Malaria bawaan. Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya
menderita malaria. Penularannya terjadi melalui tali pusat atau
plasenta (transplasental)
b. Secara mekanik. Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui
jarum suntik.
c. Secara oral. Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung
(P.gallinasium), burung dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).
Universitas Sumatera Utara
25
2.4. Pencegahan dan Pengobatan Malaria
2.4.1. Pencegahan Malaria
Menurut DepKes RI (1999) Pencegahan penyakit malaria secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan :
a. Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis atau pengobatan
pencegahan.
a.1.
Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah endemis malaria harus minum
obat
anti malaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum keberangkatan
sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis
malaria.
a.2.
Wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria diperingatkan
tentang risiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum bepergian, ibu hamil
disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau Rumah Sakit dan mendapatkan
obat anti malaria.
a.3.
Bayi dan anak-anak berusia di bawah empat tahun dan hidup di daerah
endemis malaria harus mendapat obat anti malaria karena tingkat kematian
bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.
b. Pencegahan terhadap vektor atau gigitan nyamuk.
Daerah
yang
jumlah
penderitanya
sangat
banyak,
tindakan
untuk
menghindari gigitan nyamuk sangat penting. Maka dari itu disarankan untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah terutama pada
malam hari, memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah, serta
Universitas Sumatera Utara
26
menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti
nyamuk saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, karena
biasanya vektor malaria menggigit pada malam hari.
Upaya pencegahan malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan
masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat,
artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan.
Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan
permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup
metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi
faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perilaku masyarakat.
2.4.2. Pengobatan Malaria
Selain pencegahan bersifat primer, diagnosis dan pengobatan malaria (pencegahan
sekunder) juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk
diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah.
Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi
peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya.
Pada Tahun 2008 dari 1.912.698 malaria klinis diperiksa sediaan darah hanya
921.599 (48,18%). Tahun 2009 dan 2010 malaria klinis yang diperiksa sedian darah
sudah di atas 50%, tahun 2009 sebesar (75,61%), tahun 2010 sebesar (64,44%).
Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari
Universitas Sumatera Utara
27
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan bahan/reagen
laboratorium/mikroskospis malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan
pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.
Pengendalian malaria mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal
pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi,
saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat
tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT.
Pada Tahun 2010, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan
darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif
malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih
tinggi daripada laporan Riskesdas Tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan
efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga
perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan
aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga
analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan masih
menjadi andalan adalah pengobatan penderita. Pengobatan yang efektif ini harus
memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat
tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat
diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.
Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan
kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian
Universitas Sumatera Utara
28
ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa) dan penanganan yang
salah/tidak tepat/terlambat. Perubahan yang besar dalam penanganan malaria berat
ialah
pemakaian
artesunate
intravena
untuk
menurunkan
mortalitas
34%
dibandingkan dengan penggunaan kina.
Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting
yaitu:
1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
2. Pengobatan
supportif
(termasuk
perawatan
umum
dan
pengobatan
simptomatik).
3. Pengobatan terhadap komplikasi.
Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemianya. Oleh
karenanya dipilih pemakaian obat per parenteral (intravena, per infus/intra muskuler)
yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi, Derivat
Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China.
Untuk mengendalikan malaria selain pengobatan sangat penting pencegahan
terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai kelambu
sewaktu tidur. Besarnya persentase pemakaian kelambu (dengan dan tanpa
insektisida)
nasional
adalah
26,1
persen.
Persentase
pemakaian
kelambu
berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen (Kemenkes RI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
29
2.5. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan
teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan faktor
risiko yang lain yang mempengaruhi terjadinya malaria.
Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya malaria adalah faktor
karakteristik (meliputi : umur, jenis kelamin), faktor lingkungan fisik luar rumah
dan dalam rumah (meliputi : jarak rumah dengan breeding place, suhu, kelembaban,
pencahayaan, tempat istirahat, genangan air, dinding rumah, ventilasi, penggunaan
kawat kasa, dan lantai rumah), faktor lingkungan kimia (meliputi : air tawar, air
payau, dan air garam), faktor lingkungan biologi (meliputi : keberadaan kandang
hewan), faktor sosial ekonomi (meliputi: pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan),
faktor perilaku (meliputi : kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar
rumah pada malam hari, penggunaan kelambu), faktor pelayanan kesehatan (meliputi
: penyuluhan, penyemprotan, pengobatan), faktor lain (meliputi vektor, imunitas,
status gizi, kepadatan nyamuk ). Kerangka teori terjadinya malaria dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
30
Luar rumah :
- Genangan air
- Suhu
Vektor
Dalam rumah :
- Ventilasi
- Penggunaan kawat
kasa
- Kelembaban
- Lantai rumah
- Dinding rumah
Imunitas
Status gizi
Kepadatan
nyamuk
Lingkungan Biologi
Kandang Hewan
Lingkungan Kimia
-
Gigitan Nyamuk
yang
mengandung
Sporoid
Kejadian
Malaria
Pelayanan Kesehatan
-
Air tawar
Air Payau
Air garam
Penyuluhan
Penyemprotan
Pengobatan
Sosial Ekonomi -----------------
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Perilaku ------------------------------
- Kebiasaan tidak menggunakan
kelambu
- Kebiasaan tidak menggunakan
anti nyamuk
- Kebiasaan menggantung baju
Demografi
Umur
Jenis Kelamin
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Abdullah (2008); Babba (2007); Erdinal (2006); Friaraiyatini (2006);
Sarumpaet (2007); Suhardiono (2005); Timmreck (2002)
Universitas Sumatera Utara
31
2.6. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang akan diteliti dari
kerangka teori. Semua variabel yang tercantum dalam kerangka teori dilakukan
pengukuran penelitian, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat
dilakukan oleh peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian.
Variabel bebas yang akan diteliti adalah faktor internal (perilaku pencegahan
penularan
malaria
yaitu kebiasaan penggunaan
anti
nyamuk,
kebiasaan
menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu dan kebiasaan keluar rumah
di malam hari) dan eksternal (lingkungan fisik rumah yaitu adanya genangan air
(laguna, rawa-rawa, pembuangan air limbah atau sawah), kandang hewan, dan
penggunaan kawat kasa).
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, maka yang menjadi kerangka
konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
32
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Internal
Perilaku Pencegahan Malaria
a. Kebiasaan penggunaan anti
nyamuk
b. Kebiasaan
menggantung
pakaian
c. Kebiasaan
penggunaan
kelambu
d. Kebiasaan keluar rumah di
malam hari
Karakteristik
Responden
a.
b.
c.
d.
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Kejadian Malaria
Faktor Eksternal
Lingkungan Fisik Rumah
a. Genangan air
b. Kandang hewan
c. Penggunaan kawat kasa
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara