Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015 Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross
sectional, yaitu mengambil data hanya dalam satu saat ( one point one time ) dimana

data variabel dependen dan independen dikumpulkan dalam waktu bersamaan
(Sudigdo, 2010 ).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian

dilakukan

di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan,

Kabupaten Mandailing Natal, dengan pertimbangan Kabupaten Mandailing Natal
merupakan salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan
tempat di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan berdasarkan alasan :

1. Klinik tersebut berada di pusat Kecamatan Panyabungan Kota yang paling padat
penduduknya

dan berbatasan/dekat

dengan kecamatan-kecamatan lainnya

sehingga klinik ini yang paling tinggi frekuensi kunjungan penderita malaria.
2. Tingginya kasus malaria setiap bulannya rerata sebanyak 45 kasus positif.
3. Merupakan klinik yang memiliki kelengkapan laboratorium pemeriksaan Malaria.
4. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai determinan kejadian Malaria.

33

Universitas Sumatera Utara

34

3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan Desember tahun 2015 sampai Oktober

tahun 2016.

3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien tersangka malaria yang
berumur ≥ 15 tahun yang tercatat di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan
tahun 2015.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari tersangka penderita malaria pada periode tahun
2015 di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan. Pengambilan besar sampel
dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis

Z
n=



data proporsi satu populasi, sebagai berikut: (Sastroasmoro, 2010)
1 / 2


P0 1  P0   Z1  Pa 1  Pa 

Pa  Po 2

2

Keterangan:
n

= Besar sampel minimal

Z1-α/2 = Nilai deviasi standar pada α 5% =1,96
Z ₁-β = Nilai deviasi standar pada β 20% = 0,842
P0

= Proporsi sampel yang mengalami malaria = 0,50

Pa

= Proporsi sampel yang diharapkan mengalami malaria = 0,35


Universitas Sumatera Utara

35

1,96
n



Pa- P0 = Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi = 0,15

 118

0,50 x0,50  0,842 0,35x0,65
0,50  0,352

2

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh maka jumlah sampel adalah 118

responden dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
consecutive sampling .

3.4.

Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan wawancara kepada responden dan
melakukan observasi secara langsung ke rumah responden.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien yang berobat di Klinik dr.
Martiani Pujiatmika dan instansi terkait lainnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Bebas dan Variabel Terikat
1.

Variabel bebas yaitu: Perilaku pencegahan malaria (kebiasaan penggunaan anti
nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu,

kebiasaan keluar rumah di malam hari), Lingkungan fisik rumah (genangan air,
kandang hewan ternak, penggunaan kawat kasa),

2.

Variabel terikat yaitu: Kejadian malaria periode tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

36

3.5.2. Defenisi Operasional
1. Umur adalah lamanya hidup responden sejak ia dilahirkan sampai saat
wawancara.
2. Pendidikan adalah pendidikan terakhir responden yang telah ditamatkan.
3. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk menghasilkan uang.
4. Pendapatan adalah hasil yang diperoleh responden dari pekerjaan setiap bulannya.
5. Kebiasaan penggunaan anti nyamuk adalah kegiataan pemakaian anti nyamuk
untuk mengusir nyamuk.
6. Kebiasaan menggantung pakaian adalah kegiatan menggantung pakaian yang

dilakukan responden.
7. Kebiasaan penggunaan kelambu adalah pemakaian kelambu saat responden tidur.
8. Kebiasaan keluar rumah di malam hari adalah kegiatan yang dilakukan responden
setiap hari di atas pukul 18.00 wib.
9. Genangan Air adalah keadan air yang tidak bisa mengalir disekitar rumah
responden.
10. Kandang hewan adalah keberadaan kandang hewan ternak responden.
11. Penggunaan kawat kasa adalah pemakaian kawat kasa untuk tehindar dari
nyamuk.
12. Kejadian Malaria adalah penderita dengan gejala malaria yang didalam darahnya
ditemukan atau tidak ditemukan parasit plasmodium periode tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

37

3.6.

Metode Pengukuran


3.6.1. Karakteristik, Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Pengukuran karakteristik, variabel bebas dan terikat menggunakan skala
ordinal dan nominal. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi komponenkomponen yang dapat diukur dalam bentuk item pertanyaan. Indikator dibagi dalam
beberapa tingkatan dan diberikan skor/nilai. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
di bawah ini:
Tabel 3.1. Metode Pengukuran Karakteristik, Variabel Bebas dan Variabel
Terikat Responden di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan
Kota Kabupaten Mandailing Natal
No
Karakteristik
1
Umur

Cara Ukur
Wawancara

Skala Ukur
Ordinal

2


Pendidikan

Wawancara

Ordinal

3

Pekerjaan

Wawancara

Nominal

4

Pendapatan

Wawancara


Ordinal

No
I

Variabel Bebas
Perilaku Pencegahan
Malaria
Kebiasaan penggunaan
anti nyamuk
Kebiasaan
menggantung pakaian
Kebiasaan penggunaan
kelambu
Kebiasaan keluar rumah
di malam hari

Cara Ukur


Skala Ukur

Wawancara

Ordinal

Wawancara

Ordinal

Wawancara

Ordinal

Wawancara

Ordinal

1
2
3
4

Hasil Ukur
1. < 26 Tahun
2. > 26 Tahun
1. Pendidikan Rendah
2. Pendidikan Tinggi
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
1. < Rp. 1. 625.000,2. > Rp. 1. 625.000,Hasil Ukur

1. Tidak
2. Ya
1. Ya
2. Tidak
1. Tidak
2. Ya
1. Ya
2. Tidak

Universitas Sumatera Utara

38

Tabel 3.1. (Lanjutan)
II
1

Lingkungan Fisik
Rumah
Genangan air

Cara Ukur

Skala Ukur

Observasi

Ordinal

2

Kandang hewan

Observasi

Ordinal

3

Penggunaan kawat kasa

Observasi

Ordinal

No
1

Variabel Terikat
Kejadian malaria

Cara Ukur
Wawancara

Skala Ukur
Nominal

Hasil Ukur
1. Ada
2. Tidak Ada
1. Ada
2. Tidak ada
1. Tidak
2. Ya
Hasil Ukur
1. Positif
2. Negatif

3.7. Metode Analisis Data
3.7.1. Analisa Univariat
Analisis univariat untuk menggambarkan variabel-variabel penelitian secara
tunggal yaitu Karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), variabel
independen yang terdiri dari Perilaku pencegahan malaria (kebiasaan penggunaan anti
nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan
keluar rumah di malam hari), Lingkungan fisik rumah (genangan air, kandang hewan,
penggunaan kawat kasa).
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variable
independen dengan variable dependen dengan menggunakan uji statistic yaitu chisquare pada tingkat kepercayaan 95% dan jika tidak memenuhi syarat dilanjutkan

dengan uji fisher exact.

Universitas Sumatera Utara

39

3.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh antara seluruh variabel
bebas yang diteliti terhadap variabel terikat sehingga diketahui variabel mana yang
paling dominan berpengaruh terhadap kejadian malaria dengan menggunakan regresi
logistik berganda dengan metode Backward Stepwise (Wald) (p < 0,25).

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan merupakan salah satu klinik
swasta yang berada di Kecamatan Panyabungan Kota. Secara administratif
Kecamatan Panyabungan Kota berbatasan dengan :
a.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Utara, Desa
Mompang

b.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Selatan, Desa Kayu
Laut dan Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Desa Purba Baru

c.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Timur, Desa Huta
Baringin

d.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panyabungan Barat, Desa Huta
Bargot
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan memiliki fasilitas pelayanan

antara lain penegakan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis, unit
pelayanan laboratorium, unit pelayanan obat-obatan dan kefarmasian serta jika
diperlukan memberi rujukan ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang
lebih intensif.

40

Universitas Sumatera Utara

41

Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan memiliki sekitar 5-7 orang
tenaga medis, diantaranya akademi perawat, analis laboratorium, pembantu perawat,
asisten apoteker.

4.2. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 118 responden. Karakteristik
responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan.
Tabel 4.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan
Pekerjaan dan Pendapatan di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan
Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal
Karakteristik Responden
Umur
> 26 Tahun
> 26 Tahun
Pendidikan
Pendidikan Rendah
Pendidikan Tinggi
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Pendapatan
Rp.1.625.000,Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

50
68

42,4
57,6

40
78

33,9
66,1

110
8

93,2
6.8

60
58
118

50,8
49,2
100

Berdasarkan tabel 4.1. diatas menunjukkan bahwa karakteristik responden
berdasarkan umur bahwa mayoritas umur responden berada pada kelompok umur >
26 tahun sebanyak 68 responden (57,6%) dan minoritas pada kelompok umur < 26
tahun sebanyak 50 responden (42,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui

Universitas Sumatera Utara

42

mayoritas pendidikan responden memiliki pendidikan tinggi sebanyak 78 responden
(66,1%) dan minoritas memiliki pendidikan rendah sebanyak 40 responden (33,9%).
Berdasarkan jenis pekerjaan diketahui bahwa mayoritas responden memiliki
pekerjaan sebanyak 110 responden (93,2%) dan minoritas tidak memiliki pekerjaan
sebanyak 8 responden (6,8%). Berdasarkan pendapatan responden diketahui
mayoritas memiliki pendapatan Rp.1.625.000,- per bulan sebanyak 58
responden (49,2%).

4.3. Perilaku Pencegahan Malaria
Perilaku pencegahan malaria terdiri dari kebiasaan penggunaan anti nyamuk,
kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar
rumah di malam hari. Distribusi perilaku pencegahan malaria dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.2. Distribusi Porporsi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan
Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota
Kabupaten Mandailing Natal
Perilaku Pencegahan Malaria
Kebiasaan penggunaan anti nyamuk
Tidak
Ya
Kebiasaan menggantung Pakaian
Ya
Tidak

Jumlah
(n)

Persentase
(%)

87
31

73,7
26,3

92
26

78,0
22,0

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 4.2 (Lanjutan)
Penggunaan kelambu
Tidak
Ya
Kebiasaan keluar rumah di malam hari
Ya
Tidak
Total

Jumlah
(n)
75
43

Persentase
(%)
63,6
36,4

89
29
118

75,4
24,6
100

Berdasarkan tabel 4.2. diatas menunjukkan bahwa dari beberapa perilaku
pencegahan malaria diketahui bahwa kebiasaan penggunaan anti nyamuk mayoritas
responden tidak menggunakan sebanyak 87 responden (73,7%) dan minoritas
menggunakan anti nyamuk sebanyak 31 responden (26,3%). Kebiasaan menggantung
pakaian bahwa mayoritas responden menggantung pakaian sebanyak 92 responden
(78,0%) dan minoritas tidak menggantung pakaian sebanyak 26 responden (22,0%).
Kebiasaan responden dalam penggunaan kelambu bahwa mayoritas responden tidak
menggunakan kelambu saat tidur sebanyak 75 responden (63,6%) dan minoritas
menggunakan kelambu sebanyak 43 responden (36,4%). Kebiasaan keluar rumah di
malam hari bahwa mayoritas responden selalu keluar rumah dimalam hari sebanyak
89 responden (75,4%) dan minoritas tidak keluar rumah dimalam hari sebanyak 29
responden (24,6%) .

Universitas Sumatera Utara

44

4.4. Lingkungan Fisik Rumah
Lingkungan fisik rumah terdiri dari genangan air, kandang hewan dan
penggunaan kawat kasa. Distribusi lingkungan fisik dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Lingkungan Fisik
Rumah di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota
Kabupaten Mandailing Natal
Lingkungan Fisik Rumah
Genangan air
Ada, dengan Jenis Genangan Air :
Galian
Kubangan
Selokan
Kolam
Sungai
Mata air
Tidak ada
Total
Kandang hewan
Ada
Tidak ada
Total
Penggunaan Kawat kasa
Tidak
Ya
Total

Jumlah (n)

Persentase (%)

104
10
2
40
25
20
7
14
118

88,1
9,6
1,9
38,5
24,0
19,2
6,7
11,9
100

92
26
118

78,0
22,0
100

95
23
118

80,5
19,5
100

Berdasarkan tabel 4.3. diatas diketahui bahwa dari 118 responden mayoritas
memiliki genangan air sebanyak 104 responden (88,1%) dan minoritas tidak memiliki
genangan air sebanyak 14 responden (11,9%) dengan jenis genangan air mayoritas
adalah selokan yaitu sebanyak 40 responden (38,5%) dan minoritas dengan jenis

Universitas Sumatera Utara

45

genangan air kubangan yaitu sebanyak 2 responden (1,9%). Mayoritas responden
memiliki kandang hewan ternak sebanyak 92 responden (78,0%) dan sebanyak 26
responden (22,0%) tidak memiliki kandang hewan ternak. Sebanyak 95 responden
(80,5%) tidak menggunakan kawat kasa dan 23 responden (19,5%) menggunakan
kawat kasa.

4.5. Kejadian Malaria
Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani
Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal
Kejadian Malaria
Positif
Negatif
Total

Jumlah (n)
107
11
118

Persentase (%)
90,7
9,3
100

Berdasarkan tabel 4.4. diketahui dari 118 responden bahwa mayoritas
responden positif malaria sebanyak 107 responden (90,7%) dan sebanyak 11
responden (9,3%) negatif malaria.

Universitas Sumatera Utara

46

4.6. Analisis Bivariat
4.6.1. Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten
Mandailing Natal
Tabel 4.5. Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten
Mandailing Natal
Faktor
Internal
Kebiasaan
penggunaan
anti nyamuk
Tidak
Ya
Kebiasaan
menggantung
pakaian
Tidak
Ya
Kebiasaan
menggunakan
kelambu
Tidak
Ya
Kebiasaan
keluar rumah
di malam hari
Tidak
Ya

Kejadian Malaria
Positif
Negatif
n
%
n
%

n

%

82
25

94,3
80,6

5
6

5,7
19,4

87
31

19
88

73,1
95,7

7
4

26,9
4,3

72
35

96
81,4

3
8

21
86

72,4
96,6

8
3

Total

p
value

PR
(95%CI)

100
100

0,036

1,169
(0,976-1,399)

26
92

100
100

0,002

1,309
(1,032-1,660)

4,0
18,6

75
43

100
100

0,017

1,179
(1,015-1,371)

27,6
3,4

29
89

100
100

0,001

1,334
(1,062-1,676)

Berdasarkan tabel 4.5. diketahui hasil analisis hubungan antara penggunaan
anti nyamuk dengan kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden diperoleh
mayoritas tidak menggunakan anti nyamuk sebanyak 87 responden diantaranya
mayoritas mengalami malaria sebanyak 82 responden (94,3%) dan 5 responden

Universitas Sumatera Utara

47

(5,7%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact
dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan
kejadian malaria (p=0,036;PR=1,169) dengan CI 95% [(0,976-1,399)] ini
menunjukkan bahwa responden yang tidak menggunakan anti nyamuk memiliki
peluang lebih besar terkena malaria (1,169 kali lebih besar) dibandingkan dengan
responden

dengan

kepercayaannya

kebiasaaan

didapat

menggunakan

[(0,976-1,399)]

anti

dimana

nyamuk.
pada

Untuk

selang

selang

kepercayaan

mengandung nilai prevalen risk 1 sehingga menunjukan bahwa

Universitas Sumatera Utara

48

kebiasaan menggantung pakaian sebagai faktor risiko penyebab kejadian malaria
pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji
Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).
Hasil analisis hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan
kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden dengan kebiasaan penggunaan
kelambu mayoritas tidak menggunakan kelambu sebanyak 75 responden diantaranya
mayoritas mengalami malaria sebanyak 72 responden (96,0%) dan minoritas 3
responden (4,0%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact
dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggunakan kelambu
dengan kejadian malaria (p=0,017;PR=1,179) dengan CI 95% [(1,015-1,371)] ini
menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan tidak menggunakan kelambu
memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,179 kali lebih besar) dibandingkan
dengan responden dengan kebiasaaan menggunakan kelambu. Untuk selang
kepercayaannya

didapat

[(1,015-1,371)]

dimana

pada

selang

kepercayaan

mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa kebiasaan tidak
menggunakan kelambu sebagai faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf
signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi
Logistik Ganda (p < 0,25).
Hasil analisis hubungan antara kebiasaan keluar rumah di malam hari dengan
kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden dengan kebiasaan tidak keluar
rumah di malam hari mayoritas responden keluar rumah di malam hari sebanyak 89
responden diantaranya mengalami malaria sebanyak 86 responden (96,6%) dan 3

Universitas Sumatera Utara

49

responden (3,4%) tidak mengalami malaria. Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact
dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan keluar rumah di malam
hari dengan kejadian malaria (p=0,001;PR=1,334) dengan CI 95% [(1,062-1,676)] ini
menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan selalu keluar di malam hari
memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,334 kali lebih besar) dibandingkan
dengan responden dengan kebiasaaan tidak keluar di malam hari. Untuk selang
kepercayaannya

didapat

[(1,062-1,676)]

dimana

pada

selang

kepercayaan

mengandung nilai prevalen risk >1 sehingga menunjukan bahwa kebiasaan keluar di
malam hari faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95 %.
Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p <
0,25).
4.6.2. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Klinik
dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten
Mandailing Natal
Tabel 4.6. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten
Mandailing Natal
Faktor
Eksternal
Genangan Air
Ada
Tidak
Kandang Hewan
Ada
Tidak
Penggunaan
Kawat Kasa
Ya
Tidak

Kejadian Malaria
Positif
Negatif
n
%
n
%

Total
n

%

p value

PR
(95%CI)

100
7

96,2
50,0

4
7

3,8
50,0

104
14

100
100

< 0,001

1,923
(1,137-3,252)

89
18

96,7
69,2

3
8

3,3
30,8

92
26

100
100

< 0,001

1,397
(1,079-1,810)

16
91

69,6
95,8

3
8

7
4

30,4
4,2

100
100

0,001

1,377
(1,047-1,810)

Universitas Sumatera Utara

50

Berdasarkan tabel 4.6. hasil analisis hubungan antara genangan air dengan
kejadian malaria diperoleh bahwa dari 118 responden dengan keberadaan genangan
air mayoritas 104 responden ada genangan air diantaranya mayoritas sebanyak 100
responden (96,2%) menderita malaria dan minoritas tidak menderita malaria
sebanyak 4 responden (3,8%). Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan
ada hubungan yang bermakna antara genangan air dengan kejadian malaria
(p=1 sehingga menunjukan bahwa
genangan air faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95%.
Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p <
0,25).
Hasil analisis hubungan antara kandang hewan dengan kejadian malaria
diperoleh bahwa dari 118 responden yang memiliki kandang hewan sebanyak 92
responden diantaranya mayoritas menderita malaria sebanyak 89 responden (96,7%)
dan minoritas tidak menderita malaria sebanyak 3 responden (3,3%). Secara statistik
dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang bermakna antara
keberadaan kandang ternak dengan kejadian malaria (p=1 sehingga menunjukan bahwa keberadaan kandang
ternak faktor risiko penyebab kejadian malaria pada taraf signifikansi 95%. Variabel
ini berkandidat untuk diikut sertakan dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).
Hasil analisis hubungan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian
malaria diperoleh bahwa dari 118 responden yang tidak menggunakan kawat kasa
sebanyak 95 responden diketahui mayoritas menderita malaria sebanyak 91
responden (95,8%) dan minoritas tidak menderita malaria sebanyak 4 responden
(4,2%). Secara statistik dengan uji Fisher’s Exact dibuktikan ada hubungan yang
bermakna antara kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,001;PR=1,377) dengan CI
95% [(1,047-1,810)] ini menunjukkan bahwa responden dengan yang tidak memiliki
kawat kasa memiliki peluang lebih besar terkena malaria (1,377 kali lebih besar)
dibandingkan dengan responden memiliki kawat kasa. Untuk selang kepercayaannya
didapat [(1,047-1,810)] dimana pada selang kepercayaan mengandung nilai prevalen
risk >1 sehingga menunjukan bahwa kawat kasa faktor risiko penyebab kejadian

malaria pada taraf signifikansi 95 %. Variabel ini berkandidat untuk diikut sertakan
dalam uji Regresi Logistik Ganda (p < 0,25).

4.7. Analisis Multivariat
Uji regresi logistik digunakan untuk mencari variabel yang berpengaruh
terhadap Kejadian Malaria. Berdasarkan hasil uji bivariat, maka terdapat 7 (tujuh)

Universitas Sumatera Utara

52

variabel yang dapat diikutsertakan dalam analisis multivariat yaitu variabel kebiasaan
menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu, kebiasaan keluar rumah di
malam hari, kebiasaan penggunaan anti nyamuk, genangan air, keberadaan kandang
hewan dan penggunaan kawat kasa seperti terlihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :
Tabel 4.7. Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen yang Berkandidat
Masuk dalam Analisis Multivariat
No Faktor Risiko
Kategori
Kebiasaan Penggunaan Anti Tidak
1
Nyamuk
Ya
Kebiasaan
Menggantung Ya
2
Pakaian
Tidak
Kebiasaan
Menggunakan Tidak
3
Kelambu
Ya
Kebiasaan Keluar Rumah di Ya
4
Malam Hari
Tidak
5
Genangan Air
Ada
Tidak ada
6
Kandang Hewan
Ada
Tidak ada
7
Penggunaan Kawat Kasa
Tidak
Ya

PR 95% CI

P value
1,169 (0,976-1,399) 0,036
1,309 (1,032-1,660) 0,002
1,179 (1,015-1,371) 0,017
1,334 (1,062-1,676) 0,001
1,923 (1,137-3,252) < 0,001
1,397 (1,079-1,810) < 0,001
1,377 (1,047-1,810) 0,001

Berdasarkan tabel 4,7 diatas diketahui bahwa seluruh variabel independen
yaitu kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian,
kebiasaan, menggunakan kelambu, kebiasaan keluar rumah di malah hari, genangan
air, kandang hewan dan penggunaan kawat kasa berkandidat untuk dimasukkan
dalam uji regresi logistik berganda karena memiliki nilai p < 0,25. Dengan demikian
seluruh variabel independen tersebut dijadikan prediktor kemudian secara bertahap
akan tereliminasi satu per satu hingga tersisa hasil akhir yang menunjukkan varibabel
yang paling dominan berhubungan dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani

Universitas Sumatera Utara

53

Pujiatmika Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Hasil analisis tersebut
terlihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8. Determinan Kejadian Malaria diKlinik dr. Martiani Pujiatmika
Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal
Variabel

B

S.E

Kebiasaan
2,323
menggantung pakaian

0,936

,013

10,204

1,629-63,940

Kebiasaan keluar
rumah di malam hari

2,152

0,894

,016

8,598

1,489-49,636

Genangan air
Constant

3,372 0,961
-13,071 2,965

,000
,000

29,125
,000

4,432-191,374

P value

Exp(B)

95% Exp(B)

Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa analisis uji regresi logistik
berganda menghasilkan variabel yang mempunyai hubungan yang paling dominan
terhadap kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kota Panyabungan
Kabupaten Mandailing Natal yaitu variabel kebiasaan menggantung pakaian,
kebiasaan keluar rumah di malam hari dan genangan air. Jika dilihat nilai PR hasil uji
regresi logistik berganda diketahui variabel genangan air memiliki nilai PR sebesar
29,125 (95%CI= 4,432-191,374), hal ini menunjukkan bahwa variabel genangan air
merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan kejadian malaria di Klinik
dr. Martiani Pujiatmika Kota Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1.

Hubungan Perilaku Pencegahan Malaria dengan Kejadian Malaria di
Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota
Kabupaten Mandailing Natal

5.1.1. Kebiasaan Penggunaan Anti Nyamuk
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria di Klinik dr.
Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten

Mandailing

Natal.

Pengendalian vektor secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yakni
pemberantasan sarang nyamuk dan pencegahan gigitan nyamuk. Penggunaan obat
nyamuk merupakan salah satu perilaku pencegahan terhadap gigitan nyamuk. Selain
menggunakan obat nyamuk, penggunaan kelambu dan tidak pergi ke daerah endemis
Malaria ialah cara lain yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk
(Komariah et al., 2010).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Manaroiinsong (2010), yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian
malaria di Puskesmas Wolaang Kecamatan Langowan Timur Minahasa dengan
(OR=3,82). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Santy et al. (2014)
bahwa masyarakat yang tidak menggunakan obat nyamuk di Desa Sungai Ayak 3
berisiko 2,17 kali lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang menggunakan

54

Universitas Sumatera Utara

55

obat anti nyamuk. Nurlette et al. (2012) juga menyatakan bahwa penggunaan obat
nyamuk berhubungan dengan kejadian Malaria dengan p.value = 0,000.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Nuratikoh (2015) menyatakan Masyarakat
di Desa Selakambang yang menderita Malaria sebagian besar (75%) tidak
menggunakan obat nyamuk saat tidur dimalam hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan obat nyamuk tidak berhubungan dengan kejadian Malaria dengan
p.value = 1,000. Hal tersebut dapat dikarenakan sebanyak 67% responden yang tidak

menggunakan obat nyamuk diketahui juga memiliki kebiasan keluar rumah pada
malam hari. Sedangkan sebanyak 61% responden yang tidak menggunakan obat
nyamuk diketahui tidak memakai kelambu saat tidur malam hari. Selain itu, sebagian
besar (89%) responden yang tidak menggunakan obat nyamuk juga tidak memasang
kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah.
5.1.2. Kebiasaan Menggantung Pakaian
Hasi penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani
Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Kebiasaan
menggantung pakaian didalam rumah sebagian besar responden menjawab ya,
walaupun mereka sudah mengetahui jika menggantung pakaian di dalam rumah
merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat dan pada saatnya akan
menghisap darah manusia kembali sehingga menggantung pakaian dirumah
merupakan faktor risiko penyakit malaria.

Universitas Sumatera Utara

56

Kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah merupakan kebiasaan yang
kurang baik. Di lihat dari karakterisik nyamuk terdapat beberapa golongan nyamuk
yang memiliki sifat suka menempel di tempat yang lembab dan redup dalam rumah
setelah menghisap darah misalnya menempel di tembok. Bila terdapat banyak
pakaian yang menggantung dapat digunakan sebagai tempat persembunyian nyamuk.
Hal ini tentu akan meningkatkan potensi nyamuk untuk kontak dengan manusia.
Kebiasaan buruk responden yang peneliti temukan yakni : menggantungkan
pakaian di tempat tidur, gantungan di belakang pintu kamar, di jendela, di kursi, di
dapur, dan di kamar mandi atau WC. Pakaian - pakaian kotor yang digantungkan di
sembarang tempat dan berserakan hampir di seluruh sisi rumah, itulah yang kemudian
menjadi sarang nyamuk. Dengan demikian kebiasaan menggantung pakaian
merupakan faktor risiko terhadap kejadian malaria bagi responden.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lumolo (2015) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah dengan kejadian malaria, yang ditandai dengn nilai p= 0,018
; OR= 0,472 (95%CI:0,261-0,851). Jika dilihat dari nilai OR=0,472 maka kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah merupakan faktor risiko terhadap kejadian
malaria.
5.1.3. Kebiasaan Penggunaan Kelambu
Hasil penelitan menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani
Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara

57

Penggunaan kelambu telah diketahui sebagai salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya Malaria. Penggunaan kelambu diharapkan dapat melindungi
masyarakat dari gigitan nyamuk dimalam hari. Hal tersebut sesuai dengan teori
bahwa penggunaan kelambu dapat mencegah terjadinya Malaria sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Saikhu et al. (2011) bahwa proporsi yang tidak
menggunakan kelambu lebih tinggi pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol.
Berdasarkan uji statistik, penggunaan kelambu berinsektisida berhubungan dengan
kejadian Malaria.
Bagaray et al. (2015) juga mengatakan bahwa penggunaan kelambu
berhubungan dengan kejadian Malaria. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
Sagay et al. (2015) bahwa responden yang tidak sering menggunakan kelambu
memiliki risiko 2,447 kali menderita Malaria dibandingkan dengan responden yang
sering menggunakan kelambu.
Salim et al. (2012), Ristadeli et al. (2013) dan Santy et al. (2014) mendukung
hasil penelitian tersebut dengan menyatakan bahwa penggunaan kelambu
berhubungan dengan kejadian Malaria. Namun, Imbiri et al. (2012) memiliki hasil
penelitian yang berbeda bahwa penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan
kejadian Malaria di wilayah kerja Puskesmas Sarmi Kota Tahun 2012.
Meskipun menggunakan kelambu tidak menjamin responden tidak terkena
gigitan nyamuk malaria. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain ialah
apakah kelambu yang dipakai merupakan kelambu berinsektisida atau tidak. Ikawati
et al. (2010) menjelaskan bahwa kelambu dengan insektisida lebih efektif

Universitas Sumatera Utara

58

dibandingkan dengan kelambu biasa. Hasil uji hayati kelambu yang dipakai di
masyarakat di daerah Dukuh Lamuk, Desa Kalibening, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa nyamuk uji mati sebanyak 70% pada 30
menit pertama dan meningkat hingga 93,3% setelah 24 jam. Kematian nyamuk uji
yang mencapai angka tersebut menunjukkan bahwa kelambu dengan insektisida
efektif bahkan hingga 24 jam pemakaian.
Arsin et al. (2013) memperhatikan beberapa hal dalam penelitiannya tentang
penggunaan kelambu selain jenis kelambu yang berinsektisida atau tidak. Hal tersebut
yakni penggunaan kelambu (dimasukkan kebawah kasur atau tidak), waktu
penggunaan kelambu (sebelum atau sesudah pukul 21.00 WIB), frekuensi
penggunaan kelambu (sering atau kadang – kadang), perawatan kelambu (dirawat
atau tidak) dan bahan kelambu (polyester atau bukan). Penggunaan kelambu,
frekuensi penggunaan kelambu dan perawatan kelambu diketahui berhubungan
dengan kejadian Malaria. Selain itu kondisi kelambu yang tidak baik seperti ada
lubang atau robekan dan jenis dinding serta lantai rumah berupa kayu juga
memungkinkan nyamuk untuk masuk (Media et al., 2011).
Penggunaan kelambu yang tidak dimasukkan kebawah kasur lebih berisiko
dibanding dengan penggunaan kelambu yang dimasukkan kedalam kasur. Waktu
penggunaan kelambu diketahui lebih aman sebelum pukul 21.00 WIB daripada
setelah pukul 21.00 WIB. Selain itu, sering atau tidaknya kelambu digunakan juga
berpengaruh terhadap kejadian Malaria dimana penggunaan yang lebih sering akan
lebih aman dibandingkan dengan penggunaan yang jarang atau kadang-kadang (Arsin

Universitas Sumatera Utara

59

et al., 2013). Artinya, variabel penggunaan kelambu tidak dapat berdiri sendiri dan
diperlukan penelitian lebih dalam mengenai penggunaan kelambu.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andriyanto (2009) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tidur menggunakan kelambu
dengan kejadian malaria dengan p= 0,000 . Dan responden yang tidak patuh terhadap
penggunaan kelambu 2,18 kali menderita malaria dibandingkan responden yang
patuh menggunakan kelambu. Penelitian Manaroiinsong (2010) menyatakan terdapat
hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian Malaria di Puskesmas
Wolaang.
Hasil penelitian Chamlong (1998) yang menyatakan bahwa penduduk yang
tidak teratur menggunakan kelambu mempunyai risiko terkena malaria 1,52 kali
dibandingkan penduduk yang tidak teratur menggunakan kelambu saat tidur. Menurut
WHO (2005) penggunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak langsung
antara nyamuk dengan manusia dan dengan kelambu tersebut diharapkan mass killing
dari nyamuk malaria dapat dicegah dibandingkan dengan yang tidak menggunakan
kelambu.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Hasyim (2014) mengatakan bahwa
penggunaan kelambu tidak berhubungan dengan kasus malaria (nilai p=0,291),
karena kelambu yang digunakan bukan standar Insecta Treated Mosquiti Nets (ITNs)
sehingga masih dimungkinkan kontak dengan nyamuk Anopheles.

Universitas Sumatera Utara

60

5.1.4. Kebiasaan Keluar Rumah di Malam Hari
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan keluar rumah di malam hari dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani
Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.
Perilaku keluar rumah malam hari merupakan salah satu tindakan berisiko
yang dapat menyebabkan manusia tergigit oleh nyamuk. Anopheles, sp merupakan
vektor yang aktif mencari makan pada malam hari sehingga manusia yang keluar
rumah pada malam hari memiliki kemungkinan untuk terkena Malaria (Hiswani,
2004).
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa keluar rumah pada malam hari
merupakan faktor risiko kejadian Malaria (Santy et al. (2014), Nurlette et al. (2012),
Salim et al. (2012). Asa et al. (2015) mendukung pernyataan tersebut bahwa perilaku
keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria di Desa Lobu
dan Lobu II Kecamatan Touluan Kabupaten Minahasa dengan p.value = 0,007. Salim
et al. (2012) menjelaskan bahwa masyarakat yang keluar rumah pada malam hari
memiliki risiko 7,8 kali lebih besar terkena Malaria dibanding masyarakat yang tidak
keluar rumah pada malam hari.
Hasil penelitian dapat disebabkan karena sebanyak 75,3% responden yang
keluar rumah pada malam hari tidak memakai obat anti nyamuk dimalam hari.
Sebagian besar responden yang keluar rumah dimalam hari juga diketahui terdapat
tempat perindukan nyamuk yaitu genangan air di sekitar rumahnya. Hal itu
menunjukkan bahwa masyarakat yang keluar rumah pada malam hari memiliki risiko

Universitas Sumatera Utara

61

tergigit nyamuk lebih besar dibanding dengan yang tidak keluar rumah pada malam
hari.
Perilaku berisiko tersebut dilakukan salah satunya karena dipengaruhi oleh
keaktifan masyarakat keluar rumah pada malam hari. Kegiatan tersebut antara lain
seperti kebiasaan duduk di depan teras rumah pada waktu malam hari hanya untuk
sekedar bersantai dan bercengekerama bersama anggota keluarga dan teman-teman.
Kemudian kebiasaan kaum lelaki keluar pada malam hari untuk berkumpul di warung
kopi bersama teman-temannya sambil melakukan permainan kartu. Kegiatan ini
dilakukan di warung yang terbuka dan memungkinkan dapat terkena gigitan nyamuk.
Pelaksanaan kegiatan kumpul bersama teman dan tetangga tersebut dilakukan
pada pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB atau bahkan lebih. Hal
tersebut meningkatkan risiko masyarakat untuk tergigit nyamuk. Nyamuk Anopheles,
sp terhitung menggigit pada pukul 18.00 dan puncak gigitan nyamuk terjadi pada

pukul 22.00 WIB (Friaraiyatini et al. (2006), Samarang et al. (2007), Ikawati et al.
(2010)). Pada jam tersebut bukan tidak memungkinkan bahwa masyarakat tergigit
nyamuk pada saat perjalanan menuju tempat perkumpulan warga.
Perilaku nyamuk anopheles dalam mencari darah (Feeding Places) terbagi
berdasarkan spesies yaitu ada nyamuk yang aktif menggigit mulai senja hari hingga
menjelang tengah malam dan ada nyamuk yang aktif menggigit mulai tengah malam
sampai pagi hari. Aktifitas menggigit nyamuk anopheles berlangsung sepanjang
malam sejak matahari terbenam yaitu pukul 18.30 – 22.00 (Pranoto dkk, 1980).
Perilaku nyamuk anopheles lainnya yang merupakan faktor risiko bagi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

62

yang mempunyai kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari yaitu adanya
golongan eksofilik yaitu golongan nyamuk yang senang tinggal diluar rumah dan
golongan eksofagik yaitu golongan nyamuk yang suka menggigit diluar rumah
(Arsin, 2012).
Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis bahwa perilaku keluar rumah pada
malam hari berhubungan dengan kejadian Malaria. Berdasarkan temuan pada saat
penelitian, terdapat informasi bahwa perempuan maupun laki – laki dengan umur di
atas 26 tahun sering keluar rumah pada malam hari menjelang shubuh. Hal tersebut
dikarenakan mereka menjalankan ibadah sholat di masjid setempat. Berbeda pada laki
– laki pada umur tersebut, selain keluar rumah pada malam hari karena pergi ke
masjid untuk beribadah mereka juga sering melaksanakan kumpul dengan warga
setempat di warung kopi sambil bermain kartu sebagai hiburan karena pada siang hari
mereka sibuk dengan rutinitas bekerja.
Kebiasaan beraktifitas diluar saat malam hari memiliki prevalensi yang sama
antara responden yang memiliki kebiasaan dan tidak pada kejadian malaria vivax
maupun falciparum. Pada umumnya nyamuk anopheles lebih senang menggigit pada
malam hari. Biasanya kebiasaan masyarakat keluar rumah adalah untuk bercakapcakap dengan teman, kegiatan ronda malam, kegiatan keagamaan dan kebanyakan
tidak menggunakan lengan panjang saat keluar malam hari sehingga sangat mudah
terpapar nyamuk Anopheles.
Sebagian besar nyamuk Anopheles bersifat krepuskular yang aktif pada senja
atau fajar atau nocturnal yang aktif pada malam hari sehingga kegiatan menggigit

Universitas Sumatera Utara

63

nyamuk selalu aktif pada malam hari mulai pukul 18.00 hingga 06.00 dan mencapai
puncak pada pukul 24.00-01.00. Namun ada juga nyamuk Anopheles yang aktif
ditengah malam sampai menjelang pagi (Suwito, 2005 dan Raharjo, 2003).
Pencegahan penyakit malaria secara personal dapat dilakukan dengan penggunaan
repellent dan baju lengan panjang yang efektif melindungi gigitan nyamuk malaria

saat beraktifitas di luar rumah pada malam hari (Sarumpaet, 2007).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Syah (2012) di Kota Bitung yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah
dengan proporsi kejadian malaria yaitu p=0,000. Responden yang mempunyai
kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko 70,33 kali untuk menjadi
penderita malaria dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai kebiasaan
keluar rumah pada malam hari.
Penelitian Manaroiinsong (2010) menyatakan terdapat hubungan antara
kebiasaan keluar malam dengan kejadian Malaria di Puskesmas Wolaang dengan
(OR=18,8). Penelitian Benru (2006) pada masyarakat usia 15-55 tahun di Pesisir
Pantai Kota Bengkulu yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan
keluar rumah penduduk pada malam hari dengan kejadian malaria dengan nilai
p=0,003. Penelitian Masra (2002) menyatakan bahwa penduduk yang mempunyai
kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko untuk terkena malaria
sebesar 2 kali dibandingkan dengan penduduk yang tidak mempunyai kebiasaan
keluar rumah pada malam hari. Penelitian yang dilakukan di Desa Sungai Ayak 3

Universitas Sumatera Utara

64

oleh Santy (2014) hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan responden beraktivitas di luar rumah pada malam hari.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Hasyim, 2014 yang mengatakan
kebiasaan keluar rumah pada malam hari tidak berhubungan bermakna dengan kasus
malaria (nilai p=0,439). Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Nuratikoh
(2015) dimana perilaku keluar rumah pada malam hari pada masyarakat Desa
Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga tidak berhubungan
dengan kejadian Malaria.

5.2.

Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Klinik
dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten
Mandailing Natal

5.2.1. Genangan Air
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara genangan
air dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan
Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal. Genangan air dalam penelitian ini
merupakapan tempat potensial perindukan nyamuk vektor malaria.
Genangan air yang menjadi tempat-tempat perindukan nyamuk malaria pada
penelitian ini ada yang merupakan breeding site permanen seperti mata air, sungai,
kolam, rawa dan ada pula yang merupakan breeding site temporer seperti kubangan
dan selokan dengan karakteristik perindukkannya berbeda-beda, hal ini memberikan
konstribusi besar bagi tingkat densitas larva pada masing -masing perindukan.

Universitas Sumatera Utara

65

Peneliti menemukan pada genangan air sungai terdapat sampah plastik bekas,
rumput kering, semak, potongan kayu dengan kondisi genangan air jernih, keruh
terkena sinar matahari langsung atau terbuka serta tidak terdapat hewan air berbadan
dan berdasar tanah yang merupakan tempat yang disenangi nyamuk Anopheles untuk
meletakan telurnya, hal ini memberikan peluang terjadinya peningkatan populasi
densitas larva sepanjang tahun. Sesuai dengan teori dan beberapa peneliti terdahulu

menyatakan bahwa nyamuk Anopheles senang memilih genangan air atau tempat
berair yang dasarnya tanah, air keruh, sedikit jernih, kondisi air mengalir atau tidak
mengalir serta terjadi penetrasi sinar matahari maupun tidak terjadi penetrasi sinar
matahari (Kazwani, 2006).
Kondisi lingkungan seperti selokan yang tergenang air dan diperparah dengan
perilaku masyarakat yang sering membuang sampah dan sisa bahan dapur yang
langsung dialirkan ke selokan sehingga tumpukan sampah membuat selokan
tersumbat dan tergenang dan menjadi tempat perindukan nyamuk malaria. Demikian
juga halnya dengan sungai yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mandi dan
mencuci pakaian yang dipenuhi oleh sampah sisa detergen dan bungkus sabun mandi
dan pasta gigi karena masyarakat membuangnya begitu saja ke badan sungai sehingga
lama-kelamaan sungai tersebut dipenuhi oleh sampah yang menyumbat aliran sungai
sehingga air sungai tidak mengalir dengan lancar dan potensial sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.
Berdasarkan data dari Kecamatan Panyabungan Kota diketahui sebanyak
2.526 keluarga memanfaatkan sungai sebagai sumber air utama mereka. Artinya,

Universitas Sumatera Utara

66

warga yang memanfaatkan sungai tersebut memiliki kontak lebih sering dengan
nyamuk yang memungkinkan warga dapat tergigit oleh nyamuk di sekitarnya.
Sesuai dengan teori Prabowo (2004) keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air
di hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu
daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat tempat tersebut

merupakan

tempat

perindukan

nyamuk

malaria.

Dengan

bertambahnya tempat perkembangbiakkan, maka populasi nyamuk Anopheles akan
bertambah. Kelembapan yang rendah akan memperpendek umur nyamuk Anopheles,
meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembapan 60% merupakan batas
paling rendah yang memungkinkan untuk nyamuk hidup. Pada kelembapan yang
tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga
meningkatkan penularan malaria.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pamela (2009) menyatakan bahwa ada
hubungan antara parit, selokan, genangan air dengan kejadian malaria di Kabupaten
Purworejo dengan nilai p= 0,000 dan OR=0,06. Nyamuk menyukai tempat - tempat
yang terdapat genangan air sebagai tempat berkembangbiak. Kehidupan nyamuk
sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada seperti suhu, kelembaban, curah
hujan. Nyamuk anopheles biasanya hidup di air payau, di sawah, air bersih
pegunungan. Menurut hasil penelitian Saputro dan Arum (2013) menyatakan bahwa
ada hubungan antara keberadaan genangan air dengan kejadian malaria di Kabupaten
Banjarnegara dengan nilai p= 0,012 dan OR=4,250.

Universitas Sumatera Utara

67

5.2.2. Keberadaan Kandang Hewan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
keberadaan kandang hewan ternak dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani
Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.
Beternak merupakan salah satu kegiatan sampingan yang dilakukan oleh
masyarakat di Panyabungan Kota sebagai usaha sampingan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi masyarakat. Ternak ayam, bebek kambing dan lembu di belakang
rumah sering dilakukan olaeh masyarakat setempat. Sebanyak 450 warga diketahui
memiliki ternak dan dari jumlah tersebut ada beberapa rumah yang letaknya berada di
sekitar kandang.
Kandang ternak ditemukan sebagai tempat peristirahatan bagi nyamuk
Anopheles aconitus dengan presentase jumlah nyamuk mencapai 60% (Handayani

and Darwin, 2006). Jika terdapat kandang ternak di sekitar rumah, maka tidak
menutup kemungkinan bahwa nyamuk yang mencari makan di kandang juga masuk
kedalam rumah.
Penelitian ini sejalan Penelitian Pamela (2009) menyatakan bahwa ada
hubungan antara keberadaan kandang hewan ternak disekitar rumah dengan kejadian
malaria di Kabupaten Purworejo dengan nilai p= 0,000 dan OR=0,01. Penelitian ini
didukung dengan hasil penelitian Hasyimi and Herawati (2012), Mulyono et al.
(2013) dan Pamela (2009) bahwa kandang ternak berhubungan dengan kejadian
malaria. Responden yang di sekitar rumahnya terdapat ternak memiliki risiko 1,64

Universitas Sumatera Utara

68

kali lebih besar terkena malaria dibandingkan responden yang di sekitar rumahnya
tidak ada ternak (Hasyimi, 2012).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Nuratikoh (2015) yang menunjukkan
bahwa 75% penderita Malaria terdapat kandang ternak di sekitar rumahnya. Secara
statistik, keberadaan kandang ternak ini memiliki hubungan dengan kejadian Malaria
di Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga.
5.2.3. Penggunaan Kawat Kasa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kawat kasa dengan kejadian malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan
Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal
Kasa anti nyamuk diketahui merupakan salah satu perilaku pencegahan yang
dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk. Ristadeli et al. (2013)
melakukan penelitian dengan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pemasangan kasa anti nyamuk dengan kejadian Malaria di Kecamatan Nanga Ella
Hilir Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat dengan nilai OR sebesar 10,5.
Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak memasang kasa anti nyamuk pada
ventilasi rumah memiliki risiko 10,5 kali lebih besar terkena Malaria dibandingkan
dengan masyarakat yang memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah.
Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang tidak
menggunakan kasa maupun penutup pada ventilasi rumah. Pemasangan kasa anti
nyamuk ventilasi rumah ini dengan kejadian Malaria berpengaruh terhadap mudah

Universitas Sumatera Utara

69

tidaknya nyamuk masuk kedalam rumah, ventilasi yang tidak menggunakan kasa
akan memudahkan nyamuk masuk kedalam rumah (Imbiri et al., 2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pamela (2009) menyatakan
bahwa ada hubungan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian malaria di
Kabupaten Purworejo dengan nilai p=0,002 dan OR=8,50. Adanya kejadian malaria
disebabkan rumah yang tidak terpasang kawat kasa akan mempermudah masuknya
nyamuk ke dalam rumah. Kawat kasa merupakan penghalang bila kawat dalam
keadaan baik (Lestari, 2007). Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
Nuratikoh (2015) menunjukkan bahwa sebagian besar (83,3%) masyarakat yang
menderita Malaria dan sebanyak 84,9% masyarakat yang tidak menderita Malaria
tidak memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah mereka. Uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi
dengan kejadian Malaria di Desa Selakambang.

5.3. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian Malaria