Model Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Rumah Toko Untuk Memodifikasi Suhu Mikro Kota

(L
LAPORAN AKHIR

HffiAH BERSAING

MODEL RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN RUMAH
TOKO UNTUK MEMODIFIKASI SUHU MIKRO KOTA

Tahun ke I dari rencana 2 tahun

ャゥュセキイji@

14002361

Tim Peneliti
1

2

Wahyuni Zahrah, ST., MS
Achmad Delianur Nasution, ST, MT.


0019087301
0028087305

(Ketua Peneliti)
(Anggota)

Dibiayai oleh DIPA Universitas Sumatera Utara Tahun Anggaran 2013,
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah
Bersaing Tahun Anggaran 2013
Nomor: 4267/UN5.l.R!KEU/2013, tanggal3 Juni 2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
OKTOBER 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Judu1 Kegiatan

Model Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan Rumah Toko Untuk:


Memodifikasi Suhu Mikro Kota

Peneliti I Pelaksana
Nama Lengkap
NIDN
Jabatan Fungsional
Program Studi
NomorHP
Surel (e-mail)
Anggota Peneliti (1)
Nama Lengkap
NIDN
Perguruan Tinggi
Jnstitusi Mitra (jib ada)
Nama Institusi Mitra
Alamat
Penanggung Jawab
Tahun Pelaksanaan
Biaya Tahun Berjalan

Biaya Keseluruhan

WAHYUNI ZAHRA ST., MS.

0019087301
Arsitektur
wahyuni zahrah@yahoo.com
ACHMAD DELIANUR NASUTION ST., MT.

0028087305
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Rp. 45.000.000,00
Rp. 136.276.000,00
Medan, 15- 12-2013,

セ]Mャy@

k・セ@

(WA.HYillrr ZAHRA ST., MS.)

Ir. Muhammad Turmuzi, MS)

196112251989032

DZセL[\MB⦅G@

.t'セ@

セ|Ij@

ffi>:
セ@

セ。T」aヲエイAサNqゥ@

. BGセ@

w


1--

セ@

n{ーセャYWSPXQRT@

セENᆱZ[@

.

|LMN^セ@

'ui,

.

ᄋセ@

aga Penelitian USU


"l !I\ ...: ·:; ·... ,
エセ[MN@

LN⦅セBヲG@

f

..

?

.

セLZ@
セalGイカvzO@
-J,.rr
-_.,_.,. 'r"'
..,.


I
J

セQYURPXS@

Harmein Nasution, MSIE)

RINGKASAN

Meningkatnya jumlah tipologi rumah toko (ruko) di Medan dengan
kecenderungan perancangan bangunan dan lingkungan yang tidak sensitif terhadap
iklim perlu diantisipasi dengan mengkaji efeknya terhadap suhu mikro. Sebagai
kawasan bangunan berkepadatan tinggi dengan intensitas kegiatan manusia dan
sirkulasi kendaraan bermotor yang tinggi, kawasan ruko berpotensi menjadi kawasan
kota yang suhu mikronya paling panas. Peningkatan suhu mikro akan meningkatkan
energi dan biaya untuk pendinginan buatan, meningkatkan emisi gas huang oleh
pembangkit listrik dan kendaraan bermotor, sehingga menurunkan kualitas
lingkungan kota.
Penelitian ini bermaksud mengkaji hubungan antara parameter perancangan
kota (urban design) pada kawasan ruko dengan peningkatan suhu mikro yang

mungkin te.zjadi pada ruang kota. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
analisis model rencana tata bangunan dan lingkungan ruko yang dapat memodiflkasi
suhu mikro sebagai bagian dari usaha menciptakan kota yang hemat energi dan ramah
lingkungan.
Dalam penelitian tahun pertama ini didata ( 1) suhu mikro pada kawasan
ruko dan (2) elemen-elemen perancangan kota yang berhubungan dengan modiflkasi
suhu mikro. Analisis vasians satu arah (anova) menunjukkan bahwa perbedaan suhu
yang te.zjadi di antara ketiga lokasi penelitian maupun di antara kawasan studi dengan
tapak referensi cukup signifikan. Suhu rata-rata berkisar antara 25.8 s.d 31.0 °C, suhu
maksimum antara 30 s.d. 36.6°C, suhu minimum antara 22.58 s.d. 25.6 °C. Thamrin
adalah kawasan dengan suhu mikro paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan suhu
mikro berbanding lurus dengan tingkat kepadatan ruko dan luas perkerasan dan
berbanding terbalik dengan tingat tutupan pohon.

Kata kunci : perancangan kota, rumah toko, modiflkasi suhu mikro

iii

PRAKATA


Syukur alhamdulillah, atas berkat rahmat Allah SWT penelitian tahun pertama
"Model Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Rumah Toko untuk Memodifikasi
Suhu Mikro Kota" selesai dilaksanakan. Penelitian ini merupakan bagian dari tugas
dan tanggung jawab penulis dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam bidang arsitektur dan perencanaan kota, lebih khusus lagi, berkaitan dengan
upaya mengembangkan konsep arsitektur dan kota berkelanjutan di Indonesia pada
umumnya dan di Sumatera Utara pada khususnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi
yang telah membiayai penelitian ini melalui skim Penelitian Hibah Bersaing tahun
2013. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada rekan
penulis Melanthon P. Haloho dari BMKG Wilayah 1 dan ternan-ternan dari Dinas PU
yang tanpa mereka penelitian ini tidak mungkin terlaksana, kepada anggota peneliti
Achmad Delianur Nasution, dan kepada para surveyor dan operator komputer:
Zulfikar, Futry, Dewi, Novi dan kawan-kawan. Kepada Beny Marpaung dan segenap
Panitia Seminar Dies Natalis FT USU ke 54 yang telah memberi kesempatan
dimasukkannya hasil penelitian ini dalam prosiding. Terima kasih juga kami
sampaikan kepada Kt!tua dan segenap staf Lembaga Penelitian USU yang sangat
kooperatif dan sangat membantu, juga kepada Dekan, Pembantu Dekan dan Staf
Dekanat FT USU yang telah banyak membantu administrasi penelitian ini. Semoga
keija keras yang dilakukan dan keijasama yang telah teijalin dinilai oleh Allah

sebagai kebajikan dan dibalas dengan pahala berlipat ganda. Aamiin.

Medan, 17 Desember 2013
Ketua Peneliti

Wahyuni Zahrah

iv

DAFTARISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................

i

RING KASAN .............................. ........ ............. ........... ... .......... ....................

ii

PRAKATA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


iii

DAFTAR lSI ................................................................................................

iv

jIセ|ャエ@

..................................................................

"ii

DAFTJ\lt GA.MBAA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

viii

Qイャ|jセ@

Bl\JJ I.

Bl\JJ II

PENDAHULUAN ............... .. . ... ...... ... ... ... ... ... ..........

1

1.1. Latar Belakang ............... ................................................. .....

1

1.2. Keutamaan Penelitian ... .. ... ... .... .... ... ... ... .... .. .... .......... .. .. .. ...

2

1.3. Pennasalahan penelitian........................................................

3

1.4. Tujuan Penelitian............ ......................................................

3

1.5. Luaran Penelitian. ................................................................

3

1.6. Manfaat Penelitian ..............................................................

4

TINJAUAN PUST AKA ............................................................

5

2.1. Fenomena pulau panas kota (Urban Heat Island -UHI) ......

5

2.2. Pengaruh material terhadap suhu mikro kota. .. ... ......... .........

6

2.3. Pengaruh bentuk, ketinggian dan kepadatan bangunan

7

terhadap suhu mikro kota ..................................................... .
2.4. Pengaruh vegetasi terhadap suhu mikro kota .. ... .......... ...... ..

8

2.5. Suhu Mikro Kota dan Konsumsi Energi................................

9

2.6. Sejarah perkembangan tipologi ruko.....................................

10

2. 7 Penelitian Pendahulun Yang Sudah Dilakukan dan Peta

11

Jalan Penelitian ................................................................. .
Bl\JJ Ill

Bl\JJ IV

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................

13

3.1. Tujuan penelitian.......................................

13

3.2. Manfaat Penelitian.................................................

13

METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . .. . .. .. .

15

4.1. Waktu dan seleksi lokasi penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15

4.2. Prosedur Pengumpulan Data....................................

15

4.3. Prosedur Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

18

4.4 Penyusunan Model Rencana Tata Bangunan dan

19

v

Lingkungan (RTBL) Ruko Yang Dapat Memodiflkasi
SuhuMikro ................................. .

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................

21

5.1 Fungsi Bangunan . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . . ..

21

5.2.Ketinggian Bangunan ...... ... .... ..... .. . ...... ......... ... ... ...

26

5.3 Material atap dan perkerasan......... .. . . . . . . . . . . . .. .. . . .. .. ..

29

5.4 Vegetasi... ... ....... ...... ...... .. .. . . ........ ... .. . ... .. .... ... ......

32

5.5 Hasil Pengukuran Suhu......... ........... ... ... ... .... .. ...... ... ...

37

5.6.

44

Modifikasi Suhu Mikro
5.6.1. Kepadatan, ketinggian dan bentuk atap bangunan

45

terhadap modifikasi suhu ........................... .
5.6.2. Material atap dan perkerasan dan modifikasi suhu

48

mikro ................................................... ..

BAB VI

5.6.3. Vegetasi dan Modifikasi Suhu Mikro ...............

52

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA .•. •.. •. . .. . . •• .• . ... . ..

54

6.1 Tahap Penyusunan Kerangka Konseptual RTBL

54

6.2 Tahap Analisis dan Konsep

54

6.3 Tahap penyusunan RTBL Ruko untuk memodifikasi suhu

55

mikro
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

57

7.1 Kesimpulan

57

7.2 Saran

58

DAFfAR PUSTAKA

vi

DAFTAR TABEL

Tabel

5.1

Luas Area Perkerasan Kawasan Thamrin

29

Tabel

5.2

Luas Area Perkerasan Kawasan Katamso - Tritura

30

Tabel

5.3

Material atap dan perkerasan muka tanah di Kawasan Setia 30
Bud

Tabel

5.4

Jumlah luas area yang tertutupi pohon di kawasan Thamrin

33

Tabel

5.5

jumlah luas area yang tertutupi pohon di kawasan Katamso

34

Tabel

5.6

Jumlah luas area yang tertutupi pohon di kawasan Setiabudi

35

Tabel

5.7

Suhu Maksimum Mingguan di Kawasan Studi dan Mean,

37

Median, Modus
Tabel

5.8

Suhu Minimum Mingguan dan Mean, Median Modus di

39

Kawasan Studi
Tabel

5.9

Perbandingan Suhu Rata-rata Mingguan lokasi penelitian dan

41

stasiun cuaca BMKG (Sampali dan Kantor Balai Ngumban
Surbakti) dan Mean, Median, Modus
Tabel

5.10 Selisih suhu rata-rata dan suhu maksimum lokasi penelitian

42

dengan stasiun cuaca BMKG (Sampali dan Kantor Balai
Ngumban Surbakti)
Tabel

5.11 Perbandingan Suhu dan Berbagai Variabel Fisik Ruko Di

44

Tiga Kawasan Studi
Tabel

5.12 Selisih Suhu Rata-Rata Kawasan Ruko Thamrin Dengan

48

Kawasan Pengukuran Suhu Lainnya
Tabel

5.13 Perbandingan Persentase Luas Material Atap Dan Perlakuan

50

Muka Tanah dan Albedo Material

vii

DAFfAR GAMBAR

Gambar 2.1
Gambar

5.1

Gambar 5.2

Kondisi ruko eksisting yang tidak sensitif iklim

11

Fungsi pertokoan ritel di Kawasan Thamrin

23

Tipologi Bangunan Komersial pusat perbelanjaan Thamrin

23

Plaza di Kawasan Thamrin
Gambar 5.3

Bangunan 4 lantai yang mendominasi kawasan Thamrin

24

Gambar 5.4

bangunan 4 dan 8 lantai di kawasan Thamrin

24

Gambar 5.5

Peta tiga dimensi fungsi bangunan di Kawasan Thamrin

25

Gambar 5.6

Peta tiga dimensi fungsi bangunan di Kawasan Katamso

25

Gambar 5.7

Peta tiga dimensi fungsi bangunan di Kawasan Setiabudi

26

Gambar 5.8

Bangunan 4 lantai di kawasan Thamrin

27

Gambar 5.9

Peta tiga dimensi ketinggian bangunan di kawasan Thamrin

27

Gambar 5.10

Peta tiga dimensi ketinggian bangunan di kawasan Katamso

28

Gambar 5.11

Peta tiga dimensi ketinggian bangunan di kawasan SetiaBudi

28

Gambar 5.12

Peta material atap dan perkerasan muka tanah kawasan

31

Thamrin
Gambar 5.13

Peta material atap dan perkerasan muka tanah kawasan

31

Katamso
Gambar 5.14

Peta material atap dan perkerasan muka tanah kawasan

32

Setiabudi
Gambar 5.15

vegetasi di kawasan Thamrin (kiri) dan Setia Budi (kanan)

34

Gambar 5.16

Peta tiga dimensi titik pohondi kawasan Thamrin

35

Gambar 5.17

Peta tiga dimensi titik pohondi kawasan Katamso

36

Gambar 5.18

Peta tiga dimensi titik pohon di kawasan Setiabudi

36

Gambar 5.19

Diagram Batang Suhu Maksimum

39

Gambar 5.20

Diagram Batang Suhu Minimum

41

Gambar 5.21

Diagram suhu rata-rata di tiga kawasan studi

43

Gambar 5.22

Pengaruh albedo beberapajenis material atap terhadap

50

perbedaan suhu atap dengan suhu udara (Sumber : Heat
Island Group. 2005)

viii

BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data dari Balai Meteorologi dan Geofisika menunjukkan suhu rata-rata kota
Medan dalam 30 tahun terakhir naik mencapai 1.2°C. Selain oleh pengaruh perubahan
iklim global, secara teori, hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya lahan
terbangun (built up area), berupa bangunan, jalan, lapangan parkir dan ruang terbuka
yang dikeraskan (Griffith, 1978; Heat Island Group, 2005).
Perubahan suhu mikro perkotaan oleh bangunan menyebabkan kota menjadi
"pulau panas" (urban heat island) (Landsberg, 1981). Keberadaan pulau panas kota
ini berdampak kepada peningkatan energi untuk pendinginan di dalam bangunan
(Carlo dan Lamberts, 2001; Watkins et al, 2002; Akasaka et al, 2002; Priyadarsini,
2009), peningkatan emisi C02 (Akbari et a/, 1988) dan berkurangnya kualitas
kesehatan warga kota oleh udara yang panas dan penuh emisi gas berbahaya (US
EPA, 1992)
Beberapa penelitian tentang pulau panas kota menyimpulkan bahwa panas
terkonsentrasi di pusat kota dengan karakter ( 1) bangunan berkepadatan tinggi
(biasanya diisi oleh bangunan pencakar langit) dan (2) aktivitas manusia yang tinggi.
(Akasaka, 2002; Watkins et a/ , 2002).

alam lima tahun belakangan semakin

berkembang jumlahnya (Pemerintah Kota Medan, 2005) dan menyebar hampir di
seluruh jalan-jalan utama kota (Laboratorium Perkotaan dan Permukiman Arsitektur
USU, 2004) dengan kondisi bangunan dan lingkungan yang tidak sensitif terhadap
iklim (Zahrah, 2003).
Penelitian ini bermaksud mengkaji pengaruh elemen-elemen perancangan kota
pada kawasan ruko terhadap modifikasi suhu mikro kota yang terjadi. Hasil penelitian
berupa model modifikasi suhu mikro oleh elemen perancangan kota dijadikan dasar
untuk menyusun pedoman perancangan bangunan dan lingkungan ruko yang dapat
memodifikasi suhu mikro, yang selanjutnya akan berpengaruh positif terhadap
penghematan energi.

1

1.2 Keutamaan Penelitian
Krisis energi dan menurunnya kualitas lingkungan akibat meningkatnya
penggunaan bahan bakar fosil lebih banyak terkonsentrasi di perkotaan, di mana
terdapat aktivitas manusia yang tinggi. Arsitektur - dengan atau tanpa arsitek sebagai tempat di mana manusia beraktivitas turut menyumbang konsumsi energi
yang cukup tinggi oleh perencanaan bangunan dan lingkungan yang tidak sensitif
terhadap iklim. Energi terbesar untuk operasional bangunan bersumber dari
pemakaian pendingin buatan (air conditioner - AC) dan alat transportasi dalam
bangunanan (lift/elevator, eskalator) yang mencapai 48% dari keseluruhan pemakaian
energi

01 ale dan Vale, 1997). Sementara untuk kota Medan, listrik masih bergantung

dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar.
Peningkatan suhu rnikro kota oleh bangunan dan lingkungannya harus segera
diantisipasi sebelum memperburuk lingkungan kota lebih jauh lagi. Khusus untuk
tipologi ruko, terdapat kecenderungan merupakan tipologi bangunan komersil yang
paling banyak dibangun di berbagai kota besar dan kecil di Indonesia, termasuk
kecamatan yang baru tumbuh menjadi kota kabupaten. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya biaya pembangunan ruko dan harga jual yang cukup tinggi, sehingga
sangat diminati oleh pengembang. Di sisi lain, tipologi ruko telah terbukti berabadabad sebagai bangunan khas perkotaan yang sangat fleksibel menampung berbagai
ftmgsi : rumah, toko, kantor, bengkel, sekolah, sampai rumah sakit.

Dengan

bertambahnya daerah yang berkembang menjadi daerah urban, misalnya oleh
tumbuhnya kabupaten-kabupaten barn di berbagai wilayah di Sumatera Utara dan
Indonesia, maka penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terwujudnya
kota, termasuk kota-kota baru, yang ruko-nya peka iklim dan hemat energi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mewujudkan

kota hemat energi dari aspek perancangan kota dan bangunan. Salah satu hasil

dari penelitian ini, yaitu model modiflkasi ruko oleh elemen perancangan kota dapat
dimanfaatkan untuk menentukan tindakan paling optimal bagi usaha perbaikan
bangunan dan lingkungan kota, juga sebagai pedoman untuk merencanakan fungsi
yang sama di masa mendatang.

2

1.3 Permasalahan penelitian
a. Berapa besar perbedaan suhu di kawasan ruko dibandingkan dengan suhu ratarata kota Medan
b. Bagaimana pengaruh elemen perancangan kota dalam memodifikasi suhu
mikro di kawasan ruko
c. Faktor apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan rencana tata
bangunan dan lingkungan ruko yang dapat meodifikasi suhu mikro

1.4 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui tingkat perbedaan suhu antara kawasan ruko dengan suhu ratarata kota Medan.
b. Mengidentifikasi modiflkasi suhu mikro di kawasan ruko dikaitkan dengan
perbedaan luas lahan terbangun, jenis dan luas material atap dan perkerasan,
dan tingkat penutupan muka tanah oleh vegetasi dan pepohonan

1.5 Luaran Penelitian
a. Tahun pertama, menghasilkan
セ@

Data suhu di kawasan ruko eksisting
セ@

Data fisik tata bangunan dan lingkungan ruko eksisting
セ@

Modifikasi Suhu di Lingkungan Ruko, dengan indikator :
Peningkatan suhu
Hubungan peningkatan suhu dengan luas perkerasan, tutupan muka
tanah dan kepadatan tipologi ruko

セ@

Jurnal ilmiah

b. Tahun kedua menghasilkan :
セ@

Model Rencana tata bangunan dan lingkungan ruko yang dapat
memodifikasi suhu mikro, yang berisikan :
Arahan Perencanaan Tata Ruang Luar:
1) Tata fungsi ruang luar
3

2) Aksesibilitas dan Parkir
3) Tata Hijau
4) Perkerasan
Arahan Perencanaan Bangunan
1) Tata fungsi ruang dalam
2) Bentuk massa bangunan
3) Desain atap
4) Desain kulit bangunan

>>-

Jurnal ilmiah yang diterbitkan di jurnal terakreditasi
Bahan ajar model RTBL ekologis

1.6 Manfaat Penelitian
a

Bagi akademisi, sebagai salah satu referensi ilmiah dalam mengkaji hubungan
antara elemen perancangan kota, performa bangunan, modifikasi suhu dan
tingkat konsumsi energi

b. Bagi pemerintah kota Medan, sebagai salah satu landasan ilmiah untuk
menetapkan regulasi tata bangunan dan lingkungan ruko yang

dapat

memodiflkasi suhu mikro
c. Bagi praktisi, sebagai model panduan perancangan ruko yang

dapat

memodifikasi suhu mikro
d. Bagi masyarakat, sebagai panduan untuk menciptakan ruko yang

dapat

memodiftkasi suhu mikro

4

BABII

2.1. Fenomena pulau panas kota (Urban Heat Island -UHI)
Studi tentang iklim perkotaan dimulai ketika Luke Howard meneliti performa
suhu kota London pada tahun 1820. Namun penelitian secara intensif dan terstruktur
baru dimulai setelah tahun 2000. Kekhasan iklim perkotaan ini menghasilkan satu
pedoman baru dalam pengamatan iklim, menambah variasi dari standar yang telah
ditetapkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorologica/Organization-

WMO) (Oke, 2004)
Skala pegamatan iklim di kawasan urban, menurut Oke (2004) dapat dibagi
tiga sebagai berikut :
1. Skala mikro (microscale)
Merupakan tipe skala iklim mikro kota yang berlokasi pada elemen individu,
seperti : bangunan, pohon, jalan, pelataran, taman, dan sebagainya, dalam
radius kurang dari 100 sampai beberapa ratus meter.
2. Skala lokal (local scale)
Dalam skala ini termasuk pengaruh iklim pada suatu karakter lanskap, seperti
topografi, dengan mengesampingkan efek iklim mikro. Di perkotaan, hal ini
berarti iklim pada suatu unit lingkungan dengan karakter struktur urban yang
mirip (penutupan muka tanah, ukuran dan jarak bangunan, aktivitas). Skala
untuk tipe ini adalah satu sampai beberapa kilometer
3. Skala meso (mesoscale)
Studi yang dilakukan untuk melihat pengaruh suatu kota terhadap cuaca dan

iklim kota secara keseluruhan dengan skala 10 km atau lebih.
Ciri fisik yang membedakan perkotaan (urban) dengan daerah pedesaan (rural)
adalah tingginya intensitas lahan terbangun di kawasan urban, didominasi oleh
bangunan, perkerasan (pavement) ruang terbuka dan jalan. Struktur fisik ini

merupakan permukaan penyerap panas yang akan terakumulasi membentuk panas
5

kota bersama-sama gas rumah kaca hasil dari emisi alat transportasi dan pembangkit
listrik berbahan bakar fosil (Akbari eta/, 1988; Watkins eta/, 2002)
Kondisi di mana terbentuk area kota dengan suhu lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah pinggiran kota, menjadikan pusat kota sebagai 'pulau panas', dalam
istilah iklim disebut sebagai urban heat island (UHI). Fenomena ini pertama kali
dikemukakan oleh Luke Howard setelah mengukur suhu udara kota London tahun
1820 (Landsberg, 1981)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Watkins et al (2002) di kota
London, konsentrasi pulau paJ1as kota terbesar terletak di daerah dengan kepadatan
bangunan dan intensitas kegiatan manusia tertinggi. Panas ini berpola konsentrik, di
mana semakin ke luar dari pusat kota, suhu akan semakin berkurang. Hal yang sama
juga terjadi terhadap karakteristik pulau panas kota di New York (Gedzelman et al,
2003) dan Atena (Mihalakakou et a/ , 2002).
Keberadaan pulau panas kota juga memtcu tingginya curah hujan di
perkotaan, sehingga meningkatkan resiko banjir dan tercemarnya aliran air sungai
oleh laju air larian di perkotaan yang tinggi (Dixon dan Mote, 2003; Shepherd et al,
2002).

2.2. Pengaruh material terhadap suhu mikro kota

Panas matahari yang diterima oleh material kulit bangunan (atap dan dinding)
dan perkerasan ruang terbuka Galan, halaman, lapangan parkir, taman dan
sebagainya) sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulk.an ke udara. Persentase
jumlah penyerapan dan pemantulan panas bervariasi tergantung albedo material.
Secara visual, semakin gelap material akan semakin rendah albedonya. Hal yang
sebaliknya berlaku untuk material dengan warna yang lebih terang.
Material dengan albedo yang rendah akan lebih cepat panas dibanding dengan
material dengan albedo yang tinggi. Menurut Pomerantz et al (1997) aspal merupakan
material perkerasan yang paling banyak ditemukan di kawasan perkotaan dengan
albedo paling rendah dibanding materiallainnya. Rendahnya kemampuan aspal dalam
memantulkan panas matahari yang diterimanya menyebabkan suhu udara disekitar
6

material ini lebih tinggi dibandingkan dengan material lainnya yang memiliki albedo
lebih tinggi. Sebagai perbandingan, di bawah panas matahari suhu aspal mencapai
120p, beton ll0°F, lapangan rumput 100p (Watson eta!, 2003)
Penelitian yang dilakukan oleh Zahrah (2006) di kawasan ruko di kota
Medanmenunjukkan bahwa material perkerasan dengan albedo rendah secara individu
tidak signiflkan dalam menurunkan suhu mikro. Namun luas material perkerasan
secara keseluruhan serta rasio permukaan tanah yang ditutupi perkerasan dan yang
diberi rumput atau tanaman menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam
memodifikasi suhu mikro.

2.3. Pengaruh bentuk, ketinggian dan kepadatan bangunan terhadap suhu
mikro kota

T ergantung

orientasinya

terhadap

matahari,

massa

bangunan

akan

menimbulkan bayangan pada ruang terbuka sekelilingnya. Dipengaruhi oleh sudut
jatuh cahaya matahari, semakin tinggi bangunan, maka akan semakin panjang
bayangan yang akan dihasilkan. Bayangan ini akan mengurangi permukaan yang
terpanasi oleh sinar matahari, sehingga juga akan mengurangi suhu mikro sekeliling
bangunan (Watson et al, 2003).
Semakin luas kulit bangunan yang terkena sinar matahari, maka akan semakin
besar pula intensitas panas yang diterima (Marsh, 1984). Apalagi jika bangunan
berdiri bebas tanpa penghalang, seperti bangunan tinggi. Penelitian tentang pusat area
pulau panas kota berada pada lokasi di mana terdapat banyak bangunan tinggi
(Akasaka et al, 2002; Watkins et al, 2002). Dari bagian kulit bangunan, yaitu dinding

dan atap, bagian atap adalah yang paling dominan menyumbangkan panas mikro. Hal
ini disebabkan oleh bagian atap merupakan yang paling banyak menerima intensitas
matahari tertinggi, antara pukul 12.00 - 14.00. Sementara fasad bangunan Timur
Barat menerima cahaya matahari paling banyak dibanding fasad utara dan selatan
(Lippsmeier, 1994).
Atap datar akan mengumpulkan panas lebih banyak dibanding atap miring
(Marsh, 1984). Hal ini menjadi salah satu sebab di kawasan dengan atap datar beton

7

lebih banyak bisa menghasilkan perbedaan suhu mikro kota sampai 1°C (Zahrah,
2006).
Ketinggian, susunan dan orientasi bangunan terhadap matahari akan
berpengaruh terhadap pergerakan angin di perkotaan. Jika susunan bangunan berderet

dan menyediakan ruang terbuka searah angin dominan, maka angin akan memiliki
jalan untuk bergerak di sekitar bangunan. Namun, jika blok bangunan menghempang

arah angin, atau sangat padat, maka dapat diperkirakan angin tidak akan bergerak.
Padahal, gerakan angin ini bermanfaat dalam menurunkan suhu mikro dengan
menyebarkan panas ke area yang lebih luas (Watkins et al, 2002; Gedzelman eta/,
2003; Kim dan Baik, 2003). Namun angin yang berhembus di kawasan yang lebih
banyak lahan terbangun dibanding area hijaunya tidak selalu dapat menurunkan suhu
mikro kota (Zahrah, 2006).

2.4. Pengaruh vegetasi terhadap suhu mikro kota
Keberadaan vegetasi dapat mengurangi suhu mikro dalam dua cara, yaitu (1)
proses evapotranspirasi dan (2) bayangan kanopi. Dalam proses evapotranspirasi
tumbuhan akan mengambul panas di sekelilingnya untuk mengubah air menjadi uap.
Sementara bayangan pepohonan bermanfaat dalam mengurangi permukaan yang
terpapar sinar matahari secara langsung (Akbari et a!, 1992; Estes et a!, 1996;
Purnomo, 2002; Wark dan Wark, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Zahrah
(2006) di kawasan komersil kota Medan memperkuat pemyataan bahwa peningkatan
suhu akan berbanding terbalik dengan peningkatan area hijau.
Suhu permukaan yang terbayangi oleh pepohonan bisa mencapai 5.5 - 11 °C
lebih rendah dibanding permukaan yang langsung disinari matahari (Robinette.1983).
Penurunan suhu ini cukup signiflkan, sehingga gerakan cool community di beberapa
kota di Amerika Serikat menetapkan penanaman pohon minimal tiga pohon untuk
satu bangunan (Rosenfeld et al,

1996). Namun, keberadaan pepohonan secara

kuantitas tidak selalu menurunkan suhu udara, karena dapat mengurangi kecepatan
angin (Purnomo, 2002). Sementara keberadaan angin dapat menyebarkan panas untuk
mengurangi suhu udara di suatu tempat. Perencanaan vegetasi ini harus secara cermat
memperhatikan jenis dan efektivitasnya dalam mencegah permukaan terpapar
8

matahari langsung. Jika tidak maka penurunan suhu tidak dapat tercapai secara
optimal (Zahrah, 2006)

2.5. Suhu Mikro Kota dan Konsumsi Energi
Peningkatan suhu kota oleh fenomena pulau panas sudah menjadi masalah
serius di beberapa kota di dunia, karena telah mengakibatkan peningkatan energi dan
biaya bagi peralatan pendingin udara di dalam bangunan (Carlo dan Lamberts, 200 1;
Watkins et a/, 2002; Akasaka et al, 2002), peningkatan emisi C02 (Akbari et a/,
1988) dan berkurangnya kualitas kesehatan warga kota oleh udara yang panas dan
penuh emisi gas berbahaya (US EPA, 1992).
Di London, selama periode tahun 1931 - 1999 suhu meningkat sekitar 1. 7°C,
dan diperkirakan akan terjadi peningkatan sebesar 3.3°C pada tahun 2080 (Watkins et

al, 2002). Suhu udara rata-rata kota Tokyo naik sampai dengan 2°C yang ekivalen
dengan peningkatan energi sebesar 20 % untuk pendingin bangunan dan penurunan
energi untuk penghangat ruangan sebesar 40 % (Akasaka, et al, 2002). Kota Los
Angeles sejak tahun 1930 meningkat 1°C setiap 15 tahun. Peningkatan suhu sebesar
3°C sebanding dengan peningkatan energi sebesar 0.6 GW atau sekitar 71 juta dollar
Amerika setiap tahun (Rosenfeld et a/, 1996). Kota Medan, selama sepuluh tahun
terakhir, suhu rata-rata bulanan juga meningkat mencapai 1.2°C (Balai Meteorologi
dan Geofisika, 2004). Untuk kawasan komersil dengan tipologi bangunan deret
berlantai menengah (maksimal 5 lantai) berdasarkan pengamatan bulan Januari s.d.
Februari 2006, selisih suhu udara dengan suhu rata-rata kota dapat mencapai angka
4 °C (Zahrah, 2006).
Selain peningkatan energi dan biaya, tingginya suhu udara di perkotaan akan
membawa dampak kurangnya kenyamanan termal di ruang terbuka kota Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya aktivitas di ruang kota yang akan mengurangi pula
kesempatan warga kota melakukan interaksi sosial (Harris, 2004 ). Selain itu juga
dapat meningkatkan resiko terhadap berjangkitnya penyakit yang berhubungan
temperatur tinggi, seperti kanker kulit, asma dsb. (US EPA, 2003).
Suhu udara rata-rata kota Tokyo naik sampai dengan 2°C yang ekivalen
dengan peningkatan energi sebesar 20 % untuk pendingin bangunan dan penurunan
9

energi untuk penghangat ruangan sebesar 40 % (Akasaka, et al, 2002). Kota Los
Angeles sejak tahun 1930 meningkat 1°C setiap 15 tahun. Peningkatan suhu sebesar
3°C sebanding dengan peningkatan energi sebesar 0.6 GW atau sekitar 71 juta dollar

Amerika setiap tahun (Rosenfeld et al, 1996). Kota Medan, selama sepuluh tahun
terakhir, suhu rata-rata bulanan juga meningkat mencapai 1.2°C (Balai Meteorologi
dan Geofisika, 2004). Untuk kawasan ruko, berdasarkan pengamatan bulan Januari
s.d. Februari 2006, selisih suhu udara dengan suhu rata-rata kota Medan mencapai
4°C (Zahrah, 2006).

2.6. Sejarah perkembangan tipologi ruko
Secara ideal, ada dua hal yang terkandung di dalam pengertian rumah toko
(ruko), yaitu secara fungsional dan secara morfologis. Secara fungsional rumah toko
merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat berdagang,
atau dengan kata lain sering disebut sebagai mix use atau multi fungsi. Secara
morfologis bangunan multi fungsi ada banyak jenisnya, baik yang berbentang Iebar
maupun berlantai banyak, dengan berbagai pola: berderet, tunggal atau campuran.
Dalam tulisan ini yang dimaksud bangunan multi fungsi bernama rumah toko secara
morfologis adalah bangunan berderet berbentuk blok berlantai 2. 3 atau 4. Lantai
dasar berupa unit usaha dan lantai di atasnya berupa rumah tinggal dan atau gudang.
Walaupun dalam istilah "rumah-toko" kata rumah lebih dahulu disebutkan,
namun fungsi komersil yang diwakilkan oleh kata toko secara umum lebih
diutamakan, sehingga kedudukan tipologi bangunan rumah toko dalam struktur tata
guna laban kota lebih kepada kelompok bangunan komersil (Nasution dan Zahrah,
2003).

Rumah toko sebagai satu tipologi bangunan dari aspek fungsional merupakan
satu tipologi yang sudah cukup tua sebagai bangunan khas perkotaan yang padat.
Sebagai contoh,

sejak

900 tahun sebelum Masehi, ruko telah ada pada kota

Phoenician di Afrika, sebagai bangunan berlantai dua atau tiga dengan inner cort di
tengahnya (Corni, 1993)

10

bangunan
kepadatan tinggi

KOB>80%
atap datar beton
albedo tinggi

perkerasan aspal

Gambar 2.1. Kondisi ruko eksisting yang tidak sensitifiklim
Tidak seperti awal tumbuhnya, ruko yang berkembang di Medan dalam lima
tahun belakangan ini memiliki ciri fisik yang sangat kurang dalam merespon iklim
tropis yang panas dan lembab. Berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 2002
pada ruko di ruas jalan Ahmad Y ani (Kesawan), jalan Gatot Subroto, jalan Zainul
Arifm dan jalan S. Parman (Zahrah, 2003) diperoleh fakta :
ruko hampir selalu beratap datar
tipologi ruko dengan sempadan nol tidak menyisakan tempat yang cukup untuk
pohon pada tingkat muka tanah (ground level)
tipologi ruko yang memiliki daerah sempadan sebenarnya memiliki peluang
untuk menjadikan sempadan sebagai area hijau, tetapi tidak selalu ditanami oleh
pemiliknya (atau oleh pengelola properti di kompleks tersebut)

2. 7. Penelitian Pendahulun Yang Sudah Dilakukan dan Peta Jalan Penelitian
Penelitian awal yang dilakukan adalah modifikasi suhu mikro oleh bangunan
dan lingkungan rumah toko pada empat bulan (Januari s.d April 2006). Hasil
penelitian ini menunjukkan suhu mikro akan meningkat seiring dengan meningkatnya
luas tipologi rulko dan berkurangnya jumlah area hijau. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan angin tidak mempengaruhi secara

11

signifikan penurunan suhu mikro. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa
keberadaan area hijau dapat dijadikan orediktor untuk peningkatan suhu mikro.

Tahun Pertama

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zahrah (2006) yang mengkaji
modifikasi suhu mikro di kawasan ruko selama 4 bulan (Januari s.d April 2006),
diperoleh fakta bahwa suhu mikro di kawasan ruko berbanding terbalik dengan
penutupan permukaan penyerap panas oleh tumbuhan dan berbanding lurus dengan
luas permukaan yang dikeraskan.
Tahun pertama dari penelitian ini akan melanjutkan pengamatan iklim mikro
ruko untuk memperoleh data yang mutakhir tentang modifikasi iklim yang teijadi.
Simultan dengan pengamatan suhu akan dilakukan juga pendataan fisik yang lebih
rinci. Dalam lingkup ruang kota akan didata elemen-elemen perancangan kota,
meliputi : fungsi bangunan, massa bangunan, jalan, pedestrian, parkir, perlakuan
muka tanah, vegetasi.
Tahun Kedua

Penelitian oleh Zahrah (2006) masih terbatas pada performa termal ruang kota
pada empat bulan. Tahun kedua penelitian akan melakukan studi performa termal
ruang kota dengan menggunakan data terkini. Selanjutnya dilakukan analisis ruang
kota dan berdasarkan data suhu ruang kota serta data fisik elemen perancangan kota
pada kawasan ruko. Analisis ini akan menghasilkan Model modifikasi suhu mikro
pada ruang kota. Analisis ini dilakukan sebagai keija sama Perguruan Tinggi dengan
BMG. Hasil penelitian ini akan membantu BMG dalam membuat model iklim urban
dengan pengukuran langsung di pusat aktivitas urban, dalam hal ini kawasan ruko.
Studi dilanjutkan dengan proses perencanaan dan perancangan untuk
menghasilkan model rencana tata bangunan dan lingkungan ruko dapat memodifikasi
suhu mikro. Hasil penelitian tahun kedua ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah
Kota Medan sebagai bahan naskah akademik untuk menetapkan regulasi pedoman
perancangan bangunan dan lingkungan ruko yang dapat memodifikasi suhu mikro di
kotaMedan.
12

BABIII
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian


Mengetahui tingkat perbedaan suhu antara kawasan ruko dengan suhu ratarata kota Medan.



Menghasilkan model modiflkasi suhu mikro di kawasan ruko dikaitkan
dengan perbedaan luas lahan terbangun, jenis dan luas material atap dan
perkerasan, dan tingkat penutupan muka tanah oleh vegetasi dan pepohonan



Menghasilkan model Tata Bangunan dan Lingkungan Ruko yang dapat
memodiflkasi suhu mikro

3.2. Manfaat Penelitian
Krisis energi dan menurunnya kualitas lingkungan akibat meningkatnya
penggunaan bahan bakar fosil lebih banyak terkonsentrasi di perkotaan, di mana
terdapat aktivitas manusia yang tinggi. Arsitektur - dengan atau tanpa arsitek sebagai tempat di mana manusia beraktivitas turut menyumbang konsumsi energi
yang cukup tinggi oleh perencanaan bangunan dan lingkungan yang tidak sensitif
terhadap iklim. Energi terbesar untuk operasional bangunan bersumber dari
pemakaian pendingin buatan (air conditioner - AC) dan alat transportasi dalam
bangunanan (lift/elevator, eskalator) yang mencapai 48% dari keseluruhan pemakaian
energi (Vale dan Vale, 1997). Sementara untuk kota Medan, listrik masih bergantung
dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar.
Peningkatan suhu mikro kota oleh bangunan da..'l lingkungannya harus segera
diantisipasi sebelum memperburuk lingkungan kota lebih jauh lagi. Khusus untuk
tipologi ruko, terdapat kecenderungan merupakan tipologi bangunan komersil yang
paling banyak dibangun di berbagai kota besar dan kecil di Indonesia, termasuk
kecamatan yang baru tumbuh menjadi kota kabupaten. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya biaya pembangunan ruko dan harga jual yang cukup tinggi, sehingga
sangat diminati oleh pengembang. Di sisi lain, tipologi ruko telah terbukti berabadabad sebagai bangunan khas perkotaan yang sangat fleksibel menampung berbagai
fungsi : rumah, toko, kantor, bengkel, sekolah, sampai rumah sakit.

Dengan

bertambahnya daerah yang berkembang menjadi daerah urban, misalnya oleh
tumbuhnya kabupaten-kabupaten bam di berbagai wilayah di Sumatera Utara dan

13

Indonesia, maka penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terwujudnya
kota, tennasuk kota-kota baru, yang ruko-nya peka iklim dan hemat energi.
Penelitian ini diharapkan dapat bennanfaat bagi :
1. Pemerintah Kota, sebagai bahan masukan dalam mewujudkan kota hemat

energi dari aspek perancangan kota dan bangunan. Salah satu basil dari
penelitian ini, yaitu model modiflkasi ruko oleh elemen perancangan kota
dapat dimanfaatkan untuk menentukan tindakan paling optimal bagi usaha
perbaikan bangunan dan lingkungan kota, juga sebagai pedoman untuk
merencanakan fungsi yang sama di masa mendatang.
2. Akademisi dan peneliti, untuk menambah wawasan dan referensi di bidang
penelitian arsitektur dan iklim perkotaan (urban climate)
3. Bagi masyarakat umum, khususnya pengembang, dalam membangun rumah
toko yang sensitif terhadap iklim

14

BABIV
METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan seleksi lokasi penelitian
Waktu

Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama dua tahun mulai tahun 2013 s.d.
2014. Penelitian ini adalah penelitian tahun pertama yang dilaksanakan mulai Juni s.d
Oktober 2013.

Seleksi Tapak untuk Sampel Penelitian Kawasan

Sampel penelitian berupa kawasan ruko dan tipologinya didasarkan kepada ::
a. Letak kawasan ruko dalam struktur ruang kota Medan
b. Perbedaan dominasi ruko dalam kawasan
c. Perbedaan luas elemen perancangan kota yang mempengaruhi modifikasi iklim,
yaitu : vegetasi, perkerasan dan kepadatan ruko

Berdasarkan hal tersebut ditetapkan tiga sampel kawasan ruko :
a. Kawasan ruko dengan dominasi ruko lebih dari 80 % dalam radius 100 meter
alat ukur, berada pada distrik komersil kota, fully paved dan penghijauan
kurang, diwakili oleh kawasan ruko Jalan Thamrin
b. Kawasan ruko dengan dominasi ruko 50-80%, berada pada distrik komersil,
tidak fully paved

dan penghijauan lebih banyak dari pada kawasan (a),

diwakili oleh kawasan ruko Katamso-Tritura
c. Kawasan ruko dengan dominasi ruko kurang dari 50 %, berada pada distrik
campuran komersil - perumahan, penghijauan lebih banyak dari kawasan (c),
diwakili oleh kawasan ruko Setia Budi

4.2. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur Pendataan Aspek Fisik Kawasan

Metode survey
Pendataan parameter elemen perancangan kota dilakukan dengan metode
survey visual dengan perekaman kondisi fisik melalui foto, sketsa dan pencacahan di
lapangan menggunakan peta dasar digital kota Medan tahun 2005. Pendataan

セM

i -

15

dilakukan dalam 100m alat ukur, di mana efek perancangan kota paling berpengaruh
terhadap iklim mikro (Emanuel, 1997; Gallo, 1996 dalam Peterson, 2003).
Parameter yang akan didata di lapangan adalah :
1. Tata organisasi fungsi : aksesibilitas, parkir, bangunan, area hijau (sempadan)

2. Bangunan : kepadatan tipologi ruko, fungsi, ketinggian lantai, perbandingan
material atap dan perkerasan, titik pohon dan luas tutupan pohon
3. Jalan dan ruang terbuka : dimensi/luasan, material perkerasan, orientasi
matahari
4. Tata hijau : ukuran, jumlah, jenis, penyebaran

A1at dan bahan yang digunakan dalam survey visual ini adalah :
Kamera digital, untuk merekam objek fisik, baik ruko, jalan, perkerasan
maupun vegetasi eksisting
Peta dasar berupa peta garis kawasan ruko, sebagai peta dasar untuk updating
data fungsi bangunan dan pencacahan jenis material di lapangan
Pensil warna, untuk sketsa dan pendataan fungsi bangunan sertajenis material
di lapangan
Meteran, untuk mengukur Iebar aktual jalan, trotoar dan diameter tajuk pohon

Data sekunder

Peta dasar kondisi fisik ruko, berupa peta garis diperoleh dari Peta Digital kota
Medan
Peta dasar tata guna lahan di kompleks ruko diperoleh dari Database Kota Medan
hasil inventory Laboratorium Perkotaan dan Permukiman Arsitektur USU.
Peta dasar yang merupakan data sekunder akan di-update dengan survey langsung ke
lapangan.

Luaran Survey Lapangan

Survey lapangan untuk elemen fisik perancangan kota akan menghasilkan :
a. Peta Tematik lokasi pengukuran dalam skala 1: 1000; yang terdiri dari :


Peta Guna Lahan



Peta Fungsi Bangunan



Peta Tipologi Bangunan

16



Peta Material Atap Dan Perkerasan



Peta Titik Pohon

b. Luasan beberapa elemen perancangan kota dalam radius 100 m alat ukur:


Luas lahan terbangun



Luas tipologi ruko



Luas dan jenis material atap



Luas dan jenis material perkerasan



Luas kanopi pohon

Prosedur Pendataan Aspek Subu Mikro Ruang Kota
Metode pengukuran
Pengukuran suhu, kelembaban dan kecepatan angin dilakukan secara simultan
dengan metoda pengukuran langsung di lapangan (in situ measurement) dengan
standar pengukuran yang sama dengan tapak referensi, yaitu Stasiun BMG Padang
Bulan (Ngumban Surbakti) dan Sampali.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah:
Sangkar meteo, digunakan untuk tempat meletakkan alat ukur suhu dan
kelembaban
Thermohigrograf, digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban

Data sekunder
Data fluktuasi iklim harlan dan rata-rata kota Medan diperoleh dari Balai
Meteorologi Stasiun Klimat Sampali dan Padang Bulan

Prosedur pengukuran
Proses pengukuran di lapangan disamakan dengan standar-standar pengukuran
pada stasiun/tapak referensi, yaitu Stasiun Klimat Sampali dan Ngumban Surbakti
Alat ukur suhu dan kelembaban berupa thermo-hygrograph diletakkan dalam
sangkar meteo setinggi 1.2 meter dari permukaan tanah. Kertas pias pada
thermohygrograph akan mencatat secara otomatis suhu setiap 10 menit.
Alat ukur diletakkan di ruang terbuka pada kompleks ruko, yaitu di taman
persimpanganjalan di mana dalam radius 100 meter alat ukur terdapat bangunan
ruko.

17

Variabel yang diukur adalah suhu
Pengukuran dilakukan secara serempak di lapangan
Data iklim dari stasiun BMKG Padang Bulan dan Sampali dijadikan stasiun
referensi sebagai pembanding terhadap hasil pengukuran di lapangan

4.3. Prosedur Analisis
Analisis ModifJ.kasi Suhu Mikro di Ruang Kota

Modifikasi Suhu Mikro

Hasil pengukuran akan dideskripsikan sebagai suhu rata-rata, maksimum dan
minimum hariali dan bulanan, dan yang mewakili musim pada saat dilakukan
pengukuran.
Perhitungan suhu rata-rata harian disesuaikan dengan standar BMG, yaitu : ((2x
suhujam 07.00 pagi) + suhujam 13.00 + suhujam 18.00))/4
Hasil pengukuran suhu rata-rata, suhu maksimum dan suhu minimum harian di
lapangan pada setiap lokasi pengukuran akan dibandingkan dengan stasiun
referensi dari BMG Sampali dan Polonia
Hasil pengukuran suhu akan dihubungkan dengan parameter fisik bangunan dan
lingkungan ruko dalam radius 100 meter alat ukur (Emmanuel, 1997;

Gallo,

1996, dalam Peterson, 2003).
Estimasi jumlah luas material dan penutupan tanah oleh vegetasi dilakukan
dengan menggunakan program Auto CAD
Analisis hubungan suhu dengan parameter fisik bangunan dan lingkungan
dilakukan dengan regresi linier berganda, di mana unsur pengubah perbedaan
suhu adalah perbedaan kepadatan bangunan, jenis dan luas material atap dan
perkerasan, luas kanopi pohon
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Emmanuel (1997), analisis perbedaan
suhu antar lokasi dilakukan dengan analisis variance dua arah (two way annova).
Perbedaan karakter fisik bangunan dan lingkungan ruko merupakan sumber
variasi, sementara data harian, mingguan dan bulanan merupakan ulangan
pengarnbilan sampel.

18

4.4. Penyusunan Model Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTB) Ruko
Yang Dapat Memodiilkasi Suhu Mllrro

Penyusunan model RTBL ruko yang memodifikasi suhu mikro bertujuan untuk
memitigasi efek-efek negatif peningkatan suhu mikro ruang kota melalui elemenelemen

perancangan

kota

(perancangan

skala

ruang

kota).

Pertimbangan-

pertimbangan rencana antara lain berdasar kepada model modifikasi suhu mikro yang
telah dihasilkan pada tahap sebelumnya Model RTBL ini memuat arahan
perancangan kota antara lain :
a. rasio lahan terbangun dan area hijau
b. penataan fungsi
c. blok massa bangunan
d. ketinggian bangunan
e. material kulit bangunan
f. perlakuan muka tanah (ground treatment)
g. aksesibilitas, sirkulasi dan parkir
h. penataan area hijau pada tingkat muka tanah dan atap bangunan

19

セMa⦅キl@

______

セi@

RUKO EKSISTING
(1) Tata bangunan dan
lingkungan (parameter
perancangan kota) yg
tidak sensitif iklim :
• Tata guna lahan
berkepadatantinggj
• Tata guna lahan
komersil yang
menarik arus
kendaraan bermotor
sbg sumber emisi
• T ata parkir yang
memberi peluang
kemacetan
• Atap datar beton dan
Perkerasan dominan
aspal sebagai
penyerap panas
• Kurangnya
pepohonan/area
hijau
• Tidak seimbangnya
rasio lahan
terbangun dan
bidang penyerap
(2) Tipologi bangunan
ruko yang tidak
sensitif iklim

T_AHDN
_____
I __

L [_ _ _ _

セ@

TAHUNII

Survey fisik
parameter
perancangan kota pada
kawasan ruko

Analisis modifikasi
suhu mikro pada
kawasan ruko oleh
elemen perancangan
kota

1
Pengukuran in situ :
suhu mikro ruang kota
a. Model modifikasi
suhu mikro ruko

1
Data ヲゥウセ@
ォ。キセ@
ruko
b. Data iklim mikro
kawasan ruko selama
tiga bulan

b. Model RTBL ruko
yang dapat
memodifikasi suhu
mikro

セ@

J

20

BABV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Survey fisik kawasan studi dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2013,
sementara pegukuran suhu dilakukan pada bulan Agustus s.d. Oktober 2013.

5.1

Fungsi Bangunan

Ketiga lokasi studi merupakan koridor komersial yang lebih banyak diisi oleh
fungsi-fungsi komersial, terutama pertokoan dengan berbagai jenis usaha (gambar
5.1). Di antara fungsi yang mengisi kawasan studi ini antara lain adalah toko (ritel),

pusat perbelanjaan, rumah makan, sekolah, bengkel dan rurnah ibadah. Selain fungsifungsi tersebut, terdapat juga fungsi perumahan yang mengisi sebagian kecil kawasan.
Di antara ketiga lokasi penelitian, Kawasan Thamrin dan kawasan KatamsoTritura adalah kawasan dengan fungsi komersial yang lebih dominan. Kawasan
Thamrin adalah satu koridor komersil yang merupakan salah satu penggal dari Distrik
Komersil utama kota Medan. yang berada di sekitar jalan Suprapto, Sutomo dan Asia.
Kawasan ini, yang juga dikenal sebagai daerah Pecinan. Kawasan Pecinan ini, sejak
awal kota Medan berdiri telah menjadi cikal bakal pusat perdagangan yang sibuk.
Saat ini kawasan Thamrin termasuk kawasan komersil yang sagat sibuk, oleh
beberapa generator aktivitas, yaitu pertokoan, pusat perbelanjaan, pasar dan fungsi
lainnya, dan Stasiun Kecil Kereta Api antar kota yang persis berada di sisi Barat
Thamrin Plaza.

Dengan generator-generator aktivitas tersebut, kawasan Thamrin

memiliki intensitas sirkulasi kendaraan bermotor yang cukup tinggi. Potensi
kemacetan juga tinggi dengan padatnya jumlah kendaraan bermotor yang melintasi
kawasan ini. Hal ini diperparah dengan fasilitas parkir di badan jalan (on street
parking) yang mengurangi kemampuan jalan menampung kendaraan.

Kawasan Katamso Tritura juga merupakan jalan utama dan menjadi koridor
komersil yang padat juga, walaupun proporsi kepadatan tipologi ruko tidak seperti
kawasan Thamrin yang boleh dikatakan merupakan "distrik ruko berlapis", artinya
21

tiologi ruko juga mengisi bagian dalam blok. Di kawasan Katamso-Tritura, fungsi
komersil hanya mengisi lapis pertama yang langsung berbatasan dengan jalan
Katamso dan jalan Tritura. Sementara di dalam blok lebih banyak diisi oleh fungsi
perumahan. Walaupun demikian bangkitan lalu lintasnya tetap tinggi. Hal ini
dikarenakan jalan Tritura merupakan salah satu penggal dari jaringan jalan lingkar

(ring road) yang menghubungkan titik-titik terluar kota Medan. Jalan ini, misalnya
menghubungkan Terminal Amplas di sisi Timur dengan Terminal Pinang Baris dan
kota Binjai di sisi Barat. Juga menghubungkan Terminal Amplas dengan Belawan di
sisi Utara serta kota wisata Brastagi di sisi Selatan. Maka, jika di kawasan Thamrin
arus lalu lintas dibangkitkan oleh hanya kawasan komersil dengan kendaraan pribadi
dan umum berupa angkutan kota, jalan Tritura juga dilewati oleh kendaraankendaraan bertonase tinggi, seperti truk dan his yang bercampur baur dengan
angkutan dalam kota dan kendaraan pribadi. Keberadaan fungsi rumah toko di
kawasan ini dapat dikatakan "menambah beban" fungsi jalan lingkamya.
Berbeda dengan fungsi pertokoan di kawasan Thamrin yang seluruhnya
memiliki sempadan nol (bangunan langsung berbatasan dengan trotoar kota), kawasan
Katamso-Tritura memiliki sempadan yang berbeda. Penggalan jalan Katamso
sebagian memiliki sempadan nol, namun sebagian mundur (set back) sehingga
menyisakan halaman depan yang dapat digunakan unh1k area parkir. Tetapi kondisi
parkir seperti ini, masih membebani lalu lintas, ketika area masuknya langsung
diakses dari badan jalan. Sementara itu penggal jalan Tritura rukonya terletak set

back, dengan area parkir pada area sempadan yang "terlokalisasi" dengan adanya
pintu masuk dan keluar dari "kantong parkir" (parking lot).
Kawasan Setiabudi, selain diisi oleh fungsi pertokoan, terdapat beberapa
bangkitan aktivitas yang penting, seperti pasar tradisional dan sekolah. Fungsi
komersial pada kawasan ini juga banyak didominasi oleh adanya pusat jajan atau
restoran dengan berbagai bentuk. Namun, sebagaimana kawasan Thamrin, bangkitan
aktivitas di kawasan Setiabudi tidak menyediakan parkir di dalam kavling
bangunannya, tetapi menggunakan badan jalan. Sekolah yang terletak sudut Setia
Budi- Dr. Mansyur bahkan selalu mengisi badan jalan dengan parkir mobil dua lapis.
Hal ini mengakibatkan kemacetan pada jam-jam datang dan pulang murid sekolah.

22

Gambar 5.1. Fungsi pertokoan ritel di Kawasan Thamrin

Gambar 5.2. Tipologi Bangunan Komersia.l pusat perbelanjaan Thamrin
Plaza di Kawasan Thamrin

23

Gambar 5.3. Bangunan 4 lantai yang mendominasi kawasan Thamrin

Gambar 5.4. bangunan 4 dan 8 lantai di kawasan Thamrin

24

Gambar 5.5. Peta tiga dimensi fungsi bangunan di Kawasan Thamrin

Gambar 5.6. Peta tiga dimensi fungsi bangunan di Kawasan Katamso

25

KETERANGAN :

;;'l
セGAャui@



.-TPUIBI«