KEMAMPUAN PEMEROLEHAN KATA BAHASA INDONE

KEMAMPUAN PEMEROLEHAN KATA BAHASA INDONESIA
ANAK USIA TIGA TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI II
PADANG
ENDRI YANTI
NIM 17330016
Mahasiswa Program Magister Universitas Negeri Padang
Email:endriyanti.spd.2013@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian dilatar belakangi sebagai berikut. Kemampuan Pemerolehan
Kata Bahasa Indonesia Anak Usia Tiga Tahun Di Taman kanak-kanak Negeri II
Padang ternyata pemerolahan bahsa anak hanya sebatas berkata ( a. ii.. uu.. ) atau
bisa di bilang tidak bisa menggunakan bahsa Indonesia yang baik. Pemerolehan
bahasa kurang maksimal. Hal itu disebabkan oleh hal-hal berikut. Pertama,
kurangnya pemahaman guru. Kedua, anak sangat sulit untuk berdiskusi sebab
anak kebanyakkan diam. Ketiga, tidak adanya metode pelatihan penerimaan
bahasa. Seharusnya orang tua, guru mengajak anak berbicara sehingga ank bisa
menerima atau mengisi kosa kata bahasanya terutama bahasa persatuan. Penelitian
ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan Metode Deskrptif. Sampel
merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini
adalah Di Taman kanak-kanak Negeri II Padang.yang berjumlah 15 anak. Data
yang telah terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama, menentukan skor yang dilihat dari penggunaan kemampuan
pemerolehan kata bahasa Indonesia anak usia tiga tahun Di Taman kanak-kanak
Negeri II Padang dengan menggunakan format rubrik penilaian. Kedua,
mengubah skor kemampuan pemerolehan kata bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak Negeri II Padang menjadi nilai. Ketiga, mencari
rata-rata kemampuan pemerolehan kata bahasa Indonesia anak usia tiga tahun Di
Taman kanak-kanak Negeri II Padang berdasarkan rata-rata hitung (M). Keempat,
kemampuan pemerolehan kata bahasa Indonesia anak usia tiga tahun Di Taman
kanak-kanak Negeri II Padang berdasarkan skala 10. Kelima, menguraikan hasil
analisis data dengan cara mendeskripsikan kemampuan pemerolehan kata bahasa
Indonesia anak usia tiga tahun Di Taman kanak-kanak Negeri II Padang. Keenam,
menuliskan histogram hasil penelitian. Ketujuh, meyimpulkan hasil penelitian.
Kata Kunci: Pemerolehan, Kata, Bahasa Indonesia, Anak Usia Tiga Tahun

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa dipengaruhi oleh
faktor
biologis
dan

faktor
lingkungan. Faktor biologis yaitu
anak lahir dalam keadaan normal dan
dibekali dengan organ-organ tubuh
yang cukup seperti kaki, tangan,
mata, hidung, mulut, telinga dan
lain-lain. Dengan kata lain, anak
tidak mengalami cacat fisik, seperti
tuli, bisu, gagap, lemah mental dan
lain sebagainya. Sedangkan faktor
sosial adalah interaksi anak dengan
orang-orang
yang
berada
di
lingkungannya
dalam
proses
memperoleh bahasa.
Selain

itu,
pemerolehan
bahasa anak juga dipengaruhi oleh
kesediaan orangtua membimbing
anaknya. Pada awal pemerolehan
bahasa, seorang anak lebih banyak
menyimak dan memperhatikan apaapa saja yang didengarnya tanpa
memberikan reaksi ucapan. Menurut
Dadan Suryana. (2017:4) setelah
usianya bertambah, pertumbuhan alat
ucapnya pun bertambah baik.
Pertumbuhan alat ucap anak tersebut
dapat diketahui dengan bertambah
sempurnanya ucapan-ucapan yang
dihasilkan oleh anak.
Pemerolehan bahasa anak
sejalan dengan pertumbuhannya.
Menurut Dadan Suryana. (2017:3)
kemampuan
anak

dapat
dikembangkan walaupun tidak sesuai

dengan usia anak, namun tetap sesuai
dengan kemampuan maksimal anak.
Jadi, setiap kegiatan pembelajaran
anak harus disesuaikan dengan
kesiapan umur anak. Pemerolehan
bahasa anak dimulai pada rentang
usia 0;0-5;0. Pada masa ini, anak
perlu mendapat perhatian khusus
terutama oleh orang tuanya. Pada
awalnya
pemerolehan
bahasa,
seorang anak akan lebih banyak
memperhatikan dan menyimak.
Kemudian anak akan berusaha untuk
menerima dan menirukan kata-kata
yang pernah didengarnya baik dari

orang tuanya, keluarga, maupun
lingkungan sekitarnya.
Ditinjau
dari
segi
semantiknya, pada rentang usia 0;05;0, anak mulai mengerti dan paham
dengan lambang-lambang bahasa
(fonologi, sintakasis, dan semantik).
Pemahaman
tersebut
secara
berangsur-angsur terus berlanjut
hingga
akhirnya
pemahaman
semantik anak semakin sempurna.
Pemerolehan semantik anak usia tiga
tahun (3;0) berada pada tahap medan
semantik. Pada tahap ini, anak akan
memberikan makna sebenarnya.

Pada usia 3;0 anak sudah banyak
menguasai kosa kata, anak telah
mampu
berkomunikasi
dengan
menggunakan kosa kata yang
dimilikinya.
Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara yang dilakukan pada
bulan November-Desember 2017

dengan seorang guru Taman kanakkanak dan juga saya sendiri
Kemampuan Pemerolehan Kata
Bahasa Indonesia Anak Usia Tiga
Tahun Di Taman kanak-kanak Negeri
II Padang ternyata pemerolahan
bahsa anak hanya sebatas berkata ( a.
ii.. uu.. ) atau bisa di bilang tidak
bisa menggunakan bahsa Indonesia
yang baik. Pemerolehan bahasa

kurang maksimal. Hal itu disebabkan
oleh hal-hal berikut. Pertama,
kurangnya pemahaman guru. Kedua,
anak sangat sulit untuk berdiskusi
sebab anak kebanyakkan diam.
Ketiga, tidak adanya metode
pelatihan
penerimaan
bahasa.
Seharusnya
orang
tua,
guru
mengajak anak berbicara sehingga
ank bisa menerima atau mengisi kosa
kata bahasanya terutama bahasa
persatuan.
Menurut Suryana, Dadan
(2013:55). ada beberapa Negara yang
memulai pendidikan anak usia dini

lebih awal yaitu pada usia 2 tahun,
dan ada Negara lain yang mengakhiri
pendidikan anak usia dininya lebih
lambat yaitu sampai usia 6 tahun.
National Association for the
Education of Young Children
(NAEYC) menyebutkan bahwa
program anak usia dini adalah
program pusat atau lembaga lain
yang memberikan layanan bagi anak
sejak lahir sampai usia 8 tahun.
Program NAEYC ini meliputi
penitipan anak di masyarakat dan
pada keluarga (untuk kelompok anak
usia
0-3
tahun),
pendidikan

prasekolah swasta dan negeri (untuk

anak usi 3-5 tahun), serta TK dan SD
(untuk usia 6-8 tahun).
Berdasarkan uraian di atas,
perlu dilakukan penelitian tentang
pemerolehan
nomina,
verba,
adjektiva, karena anak berada pada
tahap medan semantik ini lebih
banyak menggunakan jenis nomina,
verba, dan adjektiva dalam ujarannya
daripada jenis kata lain yang
diucapkan anak usia tiga tahun. Usia
tersebut merupakan salah satu tahap
dari masa praoperasional, pada usia
ini pemerolehan semantik anak
masih terus berlangsung.
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan penelitian ini
adalah kemampuan pemerolehan

kata bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak Negeri
II Padang.
Tujuan Penulisan
Mendeskripsikan mendeskripsikan
kemampuan
pemerolehan
kata
bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak Negeri
II Padang yang terdiri dari (1)
nomina, (2) verba, (3) adjektiva yang
diperoleh anak usia tiga tahun (3;0)
dan menganalisis pemaknaan katakata yang diperolehnya.
KAJIAN TEORITIS
Hakikat Pemerolehan Bahasa
Menurut
Maksan
(1995:33),
pemerolehan bahasa (Language

Acquisition) adalah penguasaan
bahasa yang dilakukan secara tidak

sadar bersifat implisit dan informal.
Implisit yaitu pemerolehan bahasa
berlangsung tidak secara sadar
semuanya terjadi tidak disengaja,
sedangkan
informal
yaitu
pemerolehan bahasa berlangsung
secara alamiah tanpa waktu khusus,
tempat khusus, untuk menguasainya,
semuanya terjadi saat si anak
berkomunikasi dengan orang-orang
yang ada di sekitarnya. Selain itu,
Chaer
(2003:167),
menyatakan
bahwa pemerolehan bahasa atau
akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seseorang
kanak-kanak ketika ia memeperoleh
bahasa pertama atau bahasa ibunya.
Selanjutnya, Chomsky (dalam Chaer,
2003:222) menyatakan bahwa anak
yang dilahirkan dibekali ’alat
pemerolehan bahasa’ (Language
Acquisition Device atau LAD). Alat
ini merupakan pemberian biologis
yang sudah diprogramkan untuk
merinci butir-butir yang mungkin
dari suatu tata bahasa. LAD
dianggap sebagai bagian fisiologis
dari otak yang khusus untuk
memproses bahasa.
Pemerolehan Bahasa Pertama
Menurut
Subyakto-N
(1998:66), pemerolehan bahasa
pertama terjadi apabila anak yang
belum pernah belajar bahasa apapun.
Pemerolehan
bahasa
anak
dipengaruhi oleh perkembangan
kognitif anak, perkembangan sosial
anak, alat pemerolehan bahasa yang
dibawa sejak lahir, dan urutan bahasa

anak. Selain itu, Dardjowidjojo
(2005:241), menyatakan bahwa
bahasa pertama anak adalah bahasa
yang dikenal anak sejak lahir atau
disebut dengan bahasa ibu, maka
bahasa
yang
pertama
yang
mempengaruhi pemerolehan bahasa
anak adalah bahasa ibu.
Pemerolehan Semantik
Pemerolehan
semantik
merupakan pemerolehan bahasa
dalam mengkaji makna terhadap
lambang
bahasa.
Pada
masa
pemerolehan semantik ini, anak
mulai mengerti dengan apa yang
diucapkan orang-orang disekitarnya.
Biasanya, bentuk ekspresi ini hanya
dimengerti oleh orang yang dekat
dengannya. Pemerolehan semantik
ini dimulai sejak anak baru lahir dan
berkembang
sesuai
dengan
perkembangan kognitifnya. Dari satu
tahap ke tahap berikutnya, anak
semakin memahami makna dari
sebuah lambang bahasa yang
dilambangkan.
Menurut Clar (dalam Chaer,
2003:7-8) membagi pemerolehan
semantik empat tahap. Pertama,
penyempitan makna (1;0-1;6), tahap
kanak-kanak menganggap satu benda
tertentu diucapkan oleh suatu makna
menjadi nama dari benda itu,
misalnya yang disebut [meong]
hanyalah kucing yang dipelihara di
rumah saja. Kedua, generalisasi
berlebihan (1;6-2;6), tahap kanakkanak mulai menggeneralisasikan
makna suatu kata secara berlebihan.

Jadi yang dimaksud dengan kucing
atau meong adalah semua binatang
yang berkaki empat, termasuk
kambig dan kerbau. Ketiga, medan
semantik (2;6-5;0). tahap kanakkanak mulai mengelompokkan katakata yang berkaitan ke dalam satu
medan semantik, misalnya kata
kambing hanya berlaku untuk
kambing saja. Keempat, generalisasi
(5;0-7;0), tahap kanak-kanak mulai
mengenal benda-benda yang sama
dari sudut persepsi, bahwa bendabenda
mempunyai
fitur-fitur
semantik yang sama.
Pemerolehan
semantik
seorang
anak
bukanlah
menggabungkan kata-kata yang
diucapkan secara sewenang-wenang,
melainkan melalui aturan tertentu,
yakni konteks. Seorang anak
berangsur-angsur
mengetahui
konteks dan dengan konteks itulah
anak mulai menyusun kata-kata
mulai dari penyempitan kata sampai
kata-kata yang digunakan orang
dewasa. Dari hal ini disimpulkan
bahwa
pemerolehan
semantik
merupakan pemerolehan tata bahasa
yang dilahirkan oleh anak.
Kata yang dilahirkan atau
diucapkan oleh anak setiap hari
dalam kehidupannya memiliki dua
makna (dwimakna) contohnya, anak
mengatakan ’Pa main’. Dari ujaran
tersebut dapat diartikan bahwa anak
minta untuk dibawa bermain. Dari
contoh ini, jelaslah bahwa dengan
adanya pemerolehan kata kita bisa

memperoleh
makna.
dalam
pemerolehan
semantik
akan
dijelaskan dua macam makna antara
lain: (1) makan denotatif, dan (2)
makna konotatif.
1) Makna Denotatif
Menurut
Manaf
(2008:67),
makna
denotatif
adalah makna satuan bahasa
yang sesuai dengan acuannya
tanpa mengandung nilai rasa,
baik nilai rasa positif maupun
negatif. Dengan kata lain, makna
denotatif adalah makna satuan
bahasa sesuai dengan acuannya
yang dapat kita amati atau kita
rasakan dengan indra kita tanpa
disertai dengan nilai rasa, baik
nilai rasa positif maupun nilai
rasa negatif.
Berdasarkan pendapat di
atas, disimpulkan bahwa makna
denotatif adalah makna satuan
bahasa sesuai dengan acuannya
yang dapat kita amati atau
disebut dengan makna dasar,
makna
asli,
atau
makna
sebenarnya.
2) Makna Konotatif
Menurut Manaf (2008:67), makna
konotatif adalah makna satuan bahasa
yang didasarkan atas nilai rasa, baik
positif
maupun
negatif,
yang
terkandung dalam suatu satuan bahasa.
Nilai rasa positif adalah nilai rasa yang
mengandung nilai kebaikan, misalnya
halus, sopan, bersih, indah, terhormat
dan lain-lain. Sebaliknya, nilai rasa

negatif adalah nilai rasa yang berisi
ketidakbaikkan, misalnya kasar, kurang
ajar, kotor, cabul, jelek, khianat, kejam
nista, dan lain-lain.
Tahap-tahap
Perkembangan
Bahasa
Tahap perkembangan kognitif
anak berjalan sesuai dengan tahap
normal, maka selanjutnya anak akan
mengalami
tahap-tahap
perkembangan bahasa. Ada beberapa
teori yang membagi tahap-tahapan
perkembangan bahasa ini. Di
antaranya (1) Chaer, yang membagi
tahap perkembagan bahasa menjadi
tiga tahap, (2) Tarigan yang membagi
tahapan
perkembangan
bahasa
menjadi empat tahap, dan (3)
Maksan, merumuskan enam tahap
perkembangan bahasa.
Menurut Chaer (2003:230238), perkembangan bahasa dibagi
menjadi tiga tahap. Pertama,
perkembangan artikulasi (0;0-1;2).
Pada usia ini, semua bayi mampu
mengucapkan bunyi-bunyi vokal
dengan maksud untuk menyatakan
perasaannya. Kedua, perkembangan
kata dan kalimat (1;2-5;0). Pada usia
ini, anak telah mampu mengucapkan
kata, kalimat sederhana dan kalimat
yang lebih sempurna. Namun,
penguasaannya secara berjenjang dan
dalam jangka waktu tertentu. Ketiga,
menjelang sekolah (5;0-6;0). Pada
usia ini, anak-anak sudah menguasai
hampir
semua
kaidah
dasar
gramatikal bahasa. Anak sudah dapat
membuat kalimat berita, kalimat

tanya, dan sejumlah kontruksi lain.
Namun, anak masih mendapat
kesulitan membuat kalimat pasif.
Selanjutnya
Tarigan
(1985:265-268),
membagi
perkembangan anak empat tahap.
Pertama, holofrastik (dimulai pada
masa usia satu tahun sampai
menjelang dua tahun), merupakan
tahap satu kata. Pada masa ini anak
menyatakan makna keseluruhan
kalimat dalam satu kata yang
diucapkannya. Misalnya, kata susu,
dapat berarti bahwa ia ingin minum
susu atau susunya tumpah. Kedua,
tahap-tahap dua kata, yang dimulai
menjelang umur dua tahun. Anakanak memasuki tahap ini dengan
mengucapakan dua holofrasa dalam
rangkaian yang cepat. Tahapan ini
berisi untaian morfem leksikal atau
kata isi, yaitu kata yang mengandung
banyak isi semantik, biasanya
nomina dan verba. Misalnya kucing
papa, Andi main bola. Ketiga,
pengembangan tata bahasa. Pada
masa ini panjang kalimat mereka
bertambah. Namun, semakin rumit
karena
penggunaan
keterangan
waktu dan kata tugas mulai muncul.
Keempat, tata bahasa menjelang
dewasa. Pada masa ini struktur
bahasa lebih rumit dan lebih banyak
melibatkan
gabungan
kalimatkalimat
sederhana
dengan
komplementasi, relativisasi dan
konjungsi.
Selain itu, Maksan (1993:2527) membagi perkembangan bahasa

menjadi enam tingkat sebagai
berikut. Pertama, tingkat membabel
(0;0-1;0). Masa ini dibagi dua
tingkatan, yaitu mendekut dan
membabel. Masa mendekut yang
berkisar dari usia 0;0-0;6
anak
membunyikan bunyi bahasa sedunia,
sedangkan masa membabel yang
berkisar dari usia 0;6-1;0, anak
mencoba mengucapkan pola suku
kata konsonan vokal. Kedua, masa
holofrasa (1;0-2;0). Masa ini
merupakan masa di mana anak-anak
mengucapkan satu kata dengan
maksud sebenarnya menyampaikan
sebuah kalimat. Contohnya, mam
(makan) dapat berarti saya mau
makan
nasi.
Ketiga,
masa
mengucapkan dua kata (2;0-2;5),
contohnya ma num (dapat berarti ma
ambilkan adek minum). Keempat,
masa permulaan tata bahasa ( 2;53;0). Kalimat yang diucapkan hanya
berisi kalimat inti tanpa kata tugas,
contoh: pa dek ndi (papa saya mau
mandi). Kelima, masa menjelang tata
bahasa dewasa (3;0-4;0). Keenam,
masa kecakapan penuh (4;0-5;0).
Perkembangan Kognitif
Sehubungan
dengan
pemerolehan bahasa pertama anak,
perkembangan
kognitif
anak
memegang peranan penting dalam
pemerolehan bahasa. Bloom (dalam
Pateda, 1990:49) menyatakan anak
belajar struktur dalam dan bukan
struktur luar bahasa berupa urutan
kata. Hal ini didukung oleh teori
kognitif yang beranggapan bahwa

struktur serta proses linguistik yang
abstrak mendasari produksi dan
komprehensif ujar. Pertolongan
proses kognitif yang terjadi di otak,
menjadikan setiap orang dapat
mengatur dan mengerti peristiwaperistiwa
nyata
dalam
lingkungannya.
Persepsi
dan
komprehensif para pemakai bahasa
terhadap ujaran dianggap sebagai
hasil interaksi yang rumit antara
interen dan eksteren. Stimulus
merupakan masukan bagi anak yang
kemudian berproses dalam otak.
Pada otak kiri terjadi mekanisme
internal yang diatur oleh pengatur
kognitif yang kemudian keluar
sebagai hasil pengolahan kognitif.
Pemerolehan bahasa pertama
erat kaitannya dengan perkembangan
kognitif anak seperti berfikir,
membentuk konsep, serta mengingat
erat kaitannya dengan pemerolehan
bahasa.
Perkembangan
bahasa
merupakan
refleksi
dari
perkembangan
kognitif,
dan
perkembangan kognitiflah yang
menuntun kemahiran berbahasa
seseorang. Dengan kata lain, Bila
seorang
anak
perkembangan
kognitifnya maju, lancar dan normal.
Maka pemerolehan bahasa dan
pemerolehan
kemampuankemampuan yang lainnya akan
normal.
Hakikat Kata
Menurut
Kridalaksana
(1996:10), kata merupakan suatu
kesatuan yang dapat dianalisis atas

komponen-komponen yang disebut
morfem. Satuan yang disebut
morfem dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan terkecil, dapat
ditandai setelah kata terbentuk
melalui proses morfologis. Kata
merupakan unsur yang paling
penting dalam bahasa. Tanpa kata,
mungkin tidak ada bahasa; sebab
kata
itulah
yang
merupakan
perwujudan bahasa. Setiap kata
mengandung konsep makna dan
mempunyai
peran
di
dalam
pelaksanaan bahasa. Konsep dan
peran apa yang dimiliki tergantung
dari jenis serta penggunaannya di
dalam kalimat.
Jenis Kata
Dalam penelitian ini yang
menjadi pokok penelitian adalah
jenis kata nomina, verba, dan
adjektiva. Jenis kata tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
Nomina (Kata Benda)
Menurut
Alwi,
dkk.
(2003:213), nomina sering juga
disebut sebagai kata benda. Nomina
dapat dikatakan kata yang mengacu
pada manusia, binatang, benda, dan
konsep atau pengertian. Dengan
demikian, kata seperti guru, kucing,
meja, dan kebangsaan adalah
nomina.
Jenis Nomina
a)
Nomina Kekerabatan yaitu kata
yang digunakan sebagai
sebutan orang.

Contoh: ayah, ibu, kakak,
adik.
b)
Nomina Hewan yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
hewan atau binatang.
Contoh:
kuda,
burung,
monyet, kupu-kupu.
c)
Nomina Tumbuhan yaitu kata
yang
digunakan
untuk
sebutan tumbuh-tumbuhan.
Contoh: pohon kelapa, pohon
jambu, pohon mangga.
d)
Nomina Alat yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
alat.
Contoh: pena, penggaris,
piring, gelas.
Verba (Kata Kerja)
Menurut
Alwi,
dkk.
(2003:88), verba adalah semua
perbuatan yang dapat dipakai dalam
kalimat perintah. Misalnya, dari
verba lari dapat dibentuk perintah
Lari, atau Larilah. Namun, dari
verba meledak tidak dapat dibentuk
kalimat
perintah
Meledak(lah),
kecuali dalam kasus-kasus khusus
seperti dalam pertunjukan sulap
ketika
penyulap,
misalnya,
memerintahkan
topinya
untuk
meledak.
Jenis Verba
a)
Perbuatan yaitu

Verba
kata yang

digunakan sebagai sebutan
perbuatan.
Contoh:
loncat-loncat,
berenang, duduk.
b)

c)

Verba
Proses yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
proses.
Contoh: jatuh, mati, terantuk.
Verba
Keadaan yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
keadaan.
Contoh: suka, duka.

Menurut Keraf (1980:63),
kata kerja atau verba adalah semua
kata yang menyatakan perbuatan
atau laku yang digolongkan dalam
kata kerja. Bila suatu kata kerja
menghendaki adanya suatu objek,
disebut
kata
kerja
transitif.
Sebaliknya bila kata tersebut tidak
memerlukan suatu objek maka
disebut kata intransitif.
Adjektiva (kata sifat)
Menurut
Alwi,
dkk.
(2003:171), adjektiva adalah kata
yang memberikan keterangan yang
lebih khusus tentang suatu yang
dinyatakan oleh nomina dalam
kalimat. Adjektiva yang memberikan
keterangan
terhadap
nomina
berfungsi atributif. Keterangan itu
dapat mengungkapkan suatu kualitas
atau keanggotaan dalam suatu
golongan itu ialah kecil, berat,
merah, bundar, gaib, dan ganda.
Jenis Adjektiva

a)
Adjektiva pemberi sifat yaitu
kata yang digunakan sebagai
sebutan pemberi sifat.
Contoh:
pintar,
cantik,
ngantuk, rakus.
b)
Adjektiva ukuran yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
ukuran.
Contoh: besar, kecil, sempit,
luas.
c)
Adjektiva warna yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
warna.
Contoh: hijau, kuning, merah,
putih, hitam, biru, ungu.
d)
Adjektiva waktu yaitu kata yang
digunakan sebagai sebutan
waktu.
Contoh: tadi, cepat, lambat,
nanti, sekarang.
Kosa Kata
Menurut Usman (1979:1),
secara
etimologis,
kosa
kata
merupakan gabungan kata koca dan
kata, kekayaan atau khazanah kata.
Selanjutnya Adiwimarta (dalam
Usman, 1979:2) mengemukakan
pengertian kosa kata sebagai berikut.
Pertama, semua kosa kata terdapat
dalam suatu bahasa. Kedua, katakata yang dipakai oleh segolongan
orang dari lingkungan yang sama.
Ketiga, kata yang dipakai dalam
suatu bidang ilmu pengetahuan.

Keempat, dalam linguistik, seluruh
morfem yang ada dalam suatu
bahasa. Kelima, daftar sejumlah kata
dan frasa dari suatu bahasa yang
disusun secara alfabetis disertai
dengan keterangan dan batasan.
Menurut
Dardjowidjojo
(2005:241), pemerolehan kosa kata
dapat diamati pada masa satu tahun
sampai lima tahun. Pemerolehan
kosa kata diartikan sebagai suatu
penguasaan yang tidak hanya
menyangkut kemampuan pelafalan
tetapi juga penguatan antara bentuk
dan
makna.
Selain
itu,
(Dardjowidjojo,
2005:39),
juga
menyatakan dua kriteria yang harus
dikembangkan dalam pemerolehan
kosa kata pada anak diantaranya: (1)
anak telah dapat memproduksi
bentuk yang paling tidak dekat
bunyinya dengan bentuk orang
dewasa, contohnya kata mobil bisa
saja [be], [obe], [mobe], (2) anak
telah dapat mengaitkan bentuk
dengan makna secara konsisten. Jadi,
meskipun bentuknya baru [be] tetapi
anak
telah
secara
konsisten
mengaitkan bentuk ini dengan
referen mobil. Pemerolehan kosa
kata adalahsuatu proses yang terjadi
pada anak-anak dalam menguasai
perbendaharaan kata suatu bahasa.
Hakikat Anak
Menurut
Aziz
Mushofa
(2009:33), anak adalah makhluk
ciptaan Allah swt, yang hadir di
tengah keluarga atas dasar fitrah

yang menjadi kebahagian keluarga,
yang harus dijaga.
Peran orang tua adalah
sebagai penyelamat anak dunia dan
akhirat,
khusunya
dalam
menumbuhkan
akhlak
mulia.
Pertumbuhan, fisik, intelektual,
emosi, dan sikap sosial anak harus
diukur dengan kesesuain nilai-nilai
agama melalui jalan yang diridhoi
Allah swt. Oleh sebab itu, orang tua
perlu menumbuhkan kepribadian
anak memfokuskan diri pada sifat
dan sikap akhlak mulia. Salah satu
manfaat
memberikan
perhatian
kepada anak adalah membuat anak
merasa
senang
sehingga
ia
termotivasi untuk mengulanginya
kembali tindakan positif tersebut.
Tanpa perhatian orangtua maka anak
akan merasakan bahwa hidupnya
hampa. Anak akan merasa bahwa
dirinya tidak berarti dan tidak
penting. Jika sudah demikian, anak
akan mencari dan bergabung dengan
orang-orang yang dianggap biasa
membahagiakan, mendengarkan, dan
mengerti apa yang sedang ia
butuhkan.
Anak
Umur

Berdasarkan

Kelompok

Piaget
(dalam
Suyanto,
2005:54-55)
membagi
anak
berdasarkan kelompok umur menjadi
empat tahap. Pertama, tahap refleks
atau reflexive stage (usia satu bulan),
tahap ini gerak refleks sangat
dominan. Anak secara refleks
memberi respon terhadap rangsangan

yang datang. Ia akan menangis bila
merasa lapar. Kedua, reaksi sirkuler
primer atau primary circular
reaction (usia 1-4 bulan). Hal ini
demikian karena dua hal: (a) anak
melakukan gerak refleks terhadap
anggota badannya (primary), (b)
anak kemudian mengulangi gerak
tersebut (circular). Contoh anak
secara tidak sengaja memasukkan
jempol tangannya ke dalam mulut.
Hal ini kemudian diulanginya sampai
menjadi prilaku. Ketiga, reaksi
sirkuler sekunder atau secondary
reation (usia 4-8 bulan). Tahap ini
anak mulai menaruh perhatian tidak
saja pada anggota badannya, tetapi ia
juga menaruh perhatian terhadap
benda-benda
di
sekelilingnya
(secondary).
Ia
mulai
memperhatikan wajah ibunya, suara
ibunya dan memperhatikan botol
susu. Keempat, koordinasi skema
sekunder atau coordination of
secondary schemata (8-12 bulan).
Tahap ini anak mulai menggunakan
memori
hasil
pengalaman
sebelumnya untuk bereakasi terhadap
suatu rangsangan. Hal ini tentu
dimulai dari rangsangan yang sama
atau yang pernah dikenalnya. Ia
mulai memperhatikan prilaku orang
lain dan belajar menirukannya.
Contoh ia akan melambaikan tangan
jika orang lain melambaikan tangan
ke padanya.
Anak
Berdasarkan
Ciri
Kebahasaan
Menurut Suyanto (2005:7374), anak memulai perkembangan

ciri kebahasaannya dari menangis
untuk mengekpresikan responnya.
Selain itu anak mulai memeram
(cooing), yaitu melafalkan bunyibunyi yang tidak ada artinya secara
berulang yang sedang dibunyikan.
Setelah itu, anak belajar kalimat
dengan satu kata seperti ’mam’ yang
artinya minta makan dan ’cu’ yang
artinya
minta
minum
susu.
Perkembangan
bahasa
anak
diarahkan
pada
kemampuan
berkomunikasi, baik secara lisan
maupun secara tertulis (simbolis).
Untuk memahami bahasa simbolis
anak perlu belajar membaca dan
menulis.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Dikatakan
kuantitatif karena data yang akan
dikumpulkan berupa angka-angka
dan dianalisis dengan rumus statistik.
Menurut
Arikunto
(2002:10)
dikatakan
penelitian
kuantitatif
karena banyak menggunakan angka,
mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data tersebut,
serta penampilan dari hasilnya.
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif.
Metode
deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan
karakter suatu variabel, kelompok
atau gejala sosial yang terjadi di
masyarakat.
Penelitian deskriptif
tidak bertujuan untuk menjelaskan
hubungan antara variabel satu
dengan variabel yang lain, sehingga

tipe permasalahan deskriptif hanya
menyatakan satu variabel atau satu
konsep yang akan diteliti (Martono,
2011:37).
Metode
deskriptif
digunakan untuk mengungkapkan
gambaran atau tulisan secara
sitematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta objek yang akan di
teliti. Serta menganalisis data
sehingga dapat diketahui gambaran
tentang
kemampuan
berbicara
dengan menggunakan media boneka
tangan di taman Kanak-Kanak (TK)
Kartika
1-7 Padang.
Sampel
merupakan sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Populasi
penelitian ini adalah Di Taman
kanak-kanak Negeri II Padang.yang
berjumlah 15 anak.
Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dua/tiga kali
pertemuan.
Pertemuan terakhir
melakukan isian lembaran yang telah
sesuai
format
dengan
cara
memperhatikan aspek kemampuan
pemerolehan kata bahasa Indonesia
anak usia tiga tahun Di Taman
kanak-kanak Negeri II Padang.
Perincian pertemuan tersebut sebagai
berikut. Pertama, pada pertemuan
pertama
guru
mengamati
pemerolehan bahsa anak, dan guru
mencoba untuk bercerita dan
berbincang-bincang dengan anak
atau berdiskusi. Kedua, setelah anak
diberikan semacam perlakuan anak
diberikan sepacam benda-benda atau
sifat-sifat dari orang seperti jahat,
cantic, baik dan memperkenalkan
kata-kata
yang
mengarah

keperkerjaan seperti mengapus,
menjahit. Ketiga, anak melakukan
kegiatan yang diberikan guru guru
menyiapkan bahahan yang bisa nak
melakukan
kegiatan
berbicara
misalkan mengelompokkan benda,
memperlihatkan gambar marah,
senyum, gembira, senang dan
melihatkan gambar atau secacam
kegiatan untuk mepekenalkan kata
kerja.. Kelima, setelah selesai, angket
di diperiksa sesuai dengan aspek
yang diteliti. Pelaksanaan angket
dengat satu-persatu anak yang
diteliti.
Data yang telah terkumpul
dianalisis dengan langkah-langkah
sebagai
berikut.
Pertama,
menentukan skor yang dilihat dari
penggunaan
kemampuan
pemerolehan kata bahasa Indonesia
anak usia tiga tahun Di Taman
kanak-kanak
Negeri II Padang
dengan menggunakan format rubrik
penilaian. Kedua, mengubah skor
kemampuan
pemerolehan
kata
bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak
Negeri II Padang menjadi nilai,
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.

N=

SM
×S max
SI

Keterangan:
N

= Tingkat penguasaan

SM
=
diperoleh

Skor

yang

SI
= Skor yang harus
dicapai

S max =
digunakan

Skala

yang

Ketiga, mencari rata-rata
kemampuan
pemerolehan
kata
bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak Negeri
II Padang berdasarkan rata-rata
hitung (M). Untuk mencari nilai ratarata digunakan rumus sebagai
berikut:

M=

∑ fx
N

Keterangan:
M = Mean (rata-rata hitung)
f

= Frekuensi

x = Skor (nilai
diperoleh anak)

yang

N = Jumlah anak (sampel)
Keempat,
kemampuan
pemerolehan kata bahasa Indonesia
anak usia tiga tahun Di Taman
kanak-kanak Negeri II Padang
berdasarkan skala 10. Kelima,
menguraikan hasil analisis data
dengan
cara
mendeskripsikan
kemampuan
pemerolehan
kata
bahasa Indonesia anak usia tiga
tahun Di Taman kanak-kanak Negeri
II Padang. Keenam, menuliskan
histogram hasil penelitian. Ketujuh,
meyimpulkan hasil penelitian.
PENUTUP
SIMPULAN
Perkembangan bahasa dibagi
menjadi tiga tahap. Pertama,

perkembangan artikulasi (0;0-1;2).
Pada usia ini, semua bayi mampu
mengucapkan bunyi-bunyi vokal
dengan maksud untuk menyatakan
perasaannya. Kedua, perkembangan
kata dan kalimat (1;2-5;0). Pada usia
ini, anak telah mampu mengucapkan
kata, kalimat sederhana dan kalimat
yang lebih sempurna. Namun,
penguasaannya secara berjenjang dan
dalam jangka waktu tertentu. Ketiga,
menjelang sekolah (5;0-6;0). Pada
usia ini, anak-anak sudah menguasai
hampir
semua
kaidah
dasar
gramatikal bahasa. Anak sudah dapat
membuat kalimat berita, kalimat
tanya, dan sejumlah kontruksi lain.
Namun, anak masih mendapat
kesulitan membuat kalimat pasif.
Saran
Saran yang dapat peneliti berikan
setelah melakukan penelitian ini
adalah :
1.

2.

Diharapkan dengan adanya
rancangan
penelitian
ini,
diharapkan
guru
lebih
memperhatikan pola bahasa
anak mualai dari lahir hingga
usia benar-banar bisa berbicara.
Dengan adanya rancangan ini
para guru teliti terhadap
perkembangan bahasa anak di
dalam ruang lingkup kanakkanak.
KEPUSTAKAAN

Abdurrahman dan Elya Ratna. 2003.
“Evaluasi Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia”.
Buku Ajar. Padang: Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia
FBSS UNP.

Januari. Volume XI No.5
November 2014

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. .

Kridalaksana,
Harimurti.1996.
Pembentukkan Kata Dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT Gramedia.

Chaer. Abdul. 2003. Psikolinguistik
Kajian Teoritik. Jakarta:
Rineka Cipta.

Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-aspek
Psikolinguistik. Ende: Nusa
Indah.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995.
Kristal-kristal Ilmu Bahasa.
Surabaya
Airlangga
University Press.

Maksan,
Marjusman.
”Psikolinguistik”.
IKIP Padang Pres.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005.
Echa: Kisah Pemerolehan
Bahasa Anak Indonesia.
Jakarta : Grasindo.
Dadan

Suryana.
2013.
Profesionalisme
Guru
Pendidikan Anak Usia Dini
Berbasis Peraturan Menteri
N0. 58 Tahun 2009.
Pedagogi. Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan Volume
XIII
No.2
November
2013.

Dadan Suryana. 2017. Pengetahuan
Tentang
Strategi
Pembelajaran, Sikap, Dan
Motivasi Guru. Universitas
Negeri Padang, Kampus
UNP Jl.Prof Hamka Air
Tawar Padang. Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan Volume 6.
Dadan

Suryana. 2014. Jurnal
Cendekia Jilid I No. 2,

1995.
Padang:

Martono, Nanang. 2011. “Metode
Penelitian
Kuantitatif”.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Mushova Aziz, 2009. Aku Anak
Hebat Bukan Anak Nakal.
Diva
Press
(Anggota
IKAPI)
Oka dan Suparno. 1994. Linguistik
Umum.
Jakarta:
Proyek
Pembinaan dan Peningkatan
Mutu Tenaga Kependidikan
Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedjito. 1992. Kosa Kata Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Suyanto, Slamet. 2005. Konsep
Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: Departemen
Pendidikan
Nasional
Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Direktorat Pembinaan
Pendidikan
Tenaga
Kependidikan
Dan

Ketenagaan
Tinggi.

Perguruan

Usman,

Amir
Hakim.
1979.
Pengetahuan Ilmu Kosakata
(Leksikologi). Padang: FBSS
IKIP Padang.