Tenaga Kerja Dan Jenis Upah
DAFTAR ISI
Daftar Isi .............................................................................................................. 1
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 4
2.1 Mobilitas Penduduk .............................................................................. 4
2.2 Sumber Dataa Demografi ...................................................................... 4
BAB III Metode Penulisan ................................................................................. 6
BAB IV Pembahasan .......................................................................................... 7
4.1 Peningkatan Prasaranan Transportasi Dan Komunikasi ....................... 7
4.2 Analisis Data Mobilitas Penduduk DI Indonesia ..................................12
BAB V Penutup ...................................................................................................16
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................16
5.2 Saran ......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada suatu negara memiliki tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan pasar domestik dan luar negeri.
Keseimbangan ini diwujudkan dengan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, dan
tingkat pengerjaan yang optimal. Sedangkan kestabilan luar negeri berkaitan dengan
neraca perdangan dan pembayaran yang terhindar dari defisit. Selama proses
pembangunan dibutuhkan input dalam memproduksi output, yaitu sumber daya alam
(raw material), sumber daya manusia (tenaga kerja), dan teknologi.
Pengembangan sumber daya manusia sebagai unsur pendukung utama
pembangunan merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan ekonomi.
Berdasarkan negara-negara industri baru (NICs), pertumbuhan ekonomi yang tinggi
selalu bersumber dari efisiensi produksi. Efisiensi didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas. Dalam jangka panjang, perluasan kesempatan kerja dan
penggunaan tenaga kerja produktif serta pemberian upah yang layak memiliki peran
dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Tingkat upah yang layak dapat
meningkatkan pendapatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya beli. Secara
analisis pasar, daya beli yang meningkat membawa dampak kenaikan permintaan
efektif.
Pemerintah telah menetapkan besarnya upah minimum propinsi yang harus
dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja. Sebagai upaya meningkatkan pendapatan
pekerja. Setiap tahun akan ditetapkan upah minimum propinsi sesuai dengan
pengaruh inflasi supaya kesejahteraan pekerja tetap stabil. Berdasarkan data pada
tabel 1.1 menunjukkan bahwa tingkat upah minimum regional/propinsi setiap
tahunnya mengalami peningkatan.
2
Tabel 1.1
Upah Minimum Regional/Propinsi
Provinsi
Upah Minimum Regional/Propinsi (Rupiah)
2013
1550000
SUMATERA
SELATAN
BENGKULU
2012
140000
0
120000
0
115000
0
123800
0
114250
0
119522
0
930000
LAMPUNG
975000
1150000
KEP. BANGKA
BELITUNG
KEP. RIAU
1265000
JAWA BARAT
111000
0
101500
0
152915
0
780000
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
765000
892660
745000
830000
947114
866250
BANTEN
104200
0
1170000
ACEH
SUMATERA
UTARA
SUMATERA
BARAT
RIAU
JAMBI
DKI JAKARTA
1375000
1350000
1400000
1300000
1630000
1200000
1365087
2200000
850000
2014
175000
0
150585
0
149000
0
170000
0
150230
0
182500
0
135000
0
139903
7
164000
0
166500
0
244100
0
100000
0
910000
988500
100000
0
132500
0
2015
1900000
1625000
1615000
1878000
1710000
1974346
1500000
1581000
2100000
1954000
2700000
1000000
910000
988500
1000000
1600000
2016
211850
0
181187
5
180072
5
209500
0
190665
0
220600
0
160500
0
176300
0
234150
0
217871
0
310000
0
225000
0
178400
0
Sumber: BPS, 2016
Dampak dari kenaikan UMR/P mendorong pengeluaran pekerja yang dapat
meningkatkan permintaan pasar. Fenomena ini apabila tidak diimbangi dengan
ketersediaan pasar akan menimbulkan harga-harga mengalami kenaikan (Demand
Pull Inflation). Pengusaha menanggapi kenikan upah akan mengkalkulasi ulang biaya
dan menaikkan harga output untuk menutupi kenaikan biaya.
3
Agregasi dari kenaikan produksi pada masing-masing perusahaan diberbagai
sektor akan menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu mengurang pengangguran secara
agregat dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Di berbagai perusahaan terdapat berbagai macam sistem penggajian
berdasarkan klasifikasi perusahaan tersebut bergerak di bidang tertentu. Contohnya,
pekerja akan dibayar sesuai dengan waktu yang dihabiskan dalam bekerja atau output
yang dihasilkan. Selain itu, terdapat perusahaan yang menggabungkan kedua sistem,
yaitu upah borongan. Beberapa perusahaan rokok di Indonesia seperti, PT Gandum
Sejahtera, PT GL, atau PT Bentoel menerapkan sistem borongan berdasarkan
seberapa lama waktu bekerja, namun tetap memilhat output yang dihasilkan. Oleh
karena itu, perlu diketahui lebih lanjut mengenai sistem pengupahan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan
waktu (Time Rates)
2. Bagaimana tingkat efisiensi upah terbentuk
3. Bagaimana implikasi penetapan upah di Indonesia
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan
waktu (Time Rates)
2. Mengetahui tingkat efisiensi upah terbentuk
3. Menganalisis implikasi penetapan upah di Indonesia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Upah
Upah dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja kasar yang
pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti misalnya pekerja pertanian, tukang
kayu, buruh kasar dan lain sebagainya. Teori ekonomi mengartikan upah sebagai
pembayaran keatas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga
kerja kepada pengusaha, dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan
antara pembayaran kepada pegawai tetap dan pembayaran kepada pegawai tidak
tetap (Sukirno, 2008:350-351).
Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun
2000, Bab I, pasal 1, Ayat 30): "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi
kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk
tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau
jasa yang telah atau akan dilakukan."
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap
sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi,
sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan
dua macam yaitu:
1. Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang
diterima secara rutin oleh para pekerja
2. Upah Riil, yaitu kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja
jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya
barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut (Sukirno,
2008:351).
5
2.1.2
Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga
kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang
berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian
ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah
penduduk yang mempunyai umur didalam batas usia kerja. Tujuan dari pemilihan
batas umur tersebut, supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin
menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur
yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga
berbeda, sehingga batasan usia kerja antar negara menjadi tidak sama. Di
Indonesia, batas umur minimal untuk tenaga kerja yaitu 15 (lima belas) tahun
tanpa batas maksimal.
Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja,
bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi secara
fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
2.1.3
Produktivitas Pekerja
Produktivitas kerja adalah sebagai hubungan antara hasil nyata maupun
fisik (barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Masukan sering
6
diartikan sebagai masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran di ukur dalam
kesatuan fisik, bentuk dan nilai. Pada umumnya, seorang pegawai akan
mengalami kepuasan kerja apabila mempunyai kebebasan dalam menentukan
pekerjaan yang ingin dilakukan dengan cara yang diinginkannya. Demikian pula,
peran serta dan keterlibatan diri tanpa paksaan akan meningkatkan motivasi
kerja. Kesesuaian antara kebutuhan individual dan kebutuhan organisasi
merupakan faktor yang penting untuk menunjang produktivitas kerja.
2.1.4 Sistem Upah
Menurut Malayu S.P. Hasibuan, system pembayaran upah yang umum
digunakan adalah :
a. Sistem Upah Menurut Waktu
Sistem waktu biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per
unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem
waktu secara periodik setiap bulannya. Besarnya upah sistem waktu
hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada
prestasi kerjanya.
b. Sistem upah menurut hasil (Output)
Besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan
pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Upah yang
dibayarkan selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan
bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.
c. Sistem Upah Borongan
Sistem borongan merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah
potongan. Sistem ini menetapkan pekerjaan tertentu yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Jika selesai tepat pada
waktunya ditetapkan upah sekian rupiah. Selain itu, system borongan
7
dapat juga dikatakan sebagai suatu cara pengupahan yang penetapan
besarnya
jasa
didasarkan
atas
volume
pekerjaan
dan
lama
mengerjakannya.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan
empat sistem yang secara umum dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
1. Sistem upah menurut banyaknya produksi. Adalah Upah menurut
banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja
lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilakan dapat
dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari
dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan
pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut
produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya
orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.
2. Sistem upah menurut lamanya dinas adalah Sistem upah semacam ini akan
mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga
kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga
orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu
perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih
mendapat perhatian. Jadi upah ini kan memberikan perasaan aman kepada
karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi
karyawan.
3. Sistem upah menurut lamanya kerja. Adalah Upah menurut lamanya
bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini
berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu
yang kerja yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini
menimbulkan ketentraman karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari
kelambatan bahan untuk bekerja, kerusakan alat, sakit dan sebagainya.
8
4. Sistem upah menurut kebutuhan. Adalah Upah yang diberikan menurut
besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut
kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan
mempersamakan standar hidup semua orang.
Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja,
sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya
dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung
oleh perusahaan.
2.1.5 Hak dan Kewajiban Pekerja
Hak Pemberi Kerja :
a. Berhak sepenuhnya atas hasilkerja pekerja.
b. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi.
c. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
Kewajiban Pemberi Kerja :
a. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut
agamanya.
b. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan.
c. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan.
d. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan.
e. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi.
f. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
g. Wajib mengikutsertakan dalam program Jamsostek.
9
2.2 Penelitian Sebelumnya
Kebijakan pengupahan dan penggajian harus memperhatikan produktivitas
tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, maka perlu diarahkan pada peningkatan
kesejahteraan dan peningkatan daya beli penerima upah dan gaji rendah. Krisnarini,
et al (2008) menganalisis antara tingkat upah dan kesejahteraan pekerja di industri
kecil menengah untuk pakaian jeans XYZ di Pondok Aren, Tanggerang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan upah dan kesejahteraan pekerja serta alternatif
cara menaikkan upah dan kesejahteraan pekerja. Dari kajian diperoleh hasil skor ratarata tingkat kepuasan pekerja terhadap upah dan komponen yang telah diterima
pekerja sebesar 2,97, berarti hubungan antara upah dan kepuasan mendekati puas.
Akan tetapi dari hasil analisa korelasi rank Spearman dengan korelasi -0,160, dapat
diartikan bahwa upah pokok dan komponennya yang telah diberikan perusahaan
belum dapat mencerminkan tingkat kepuasan pekerja.
Lama masa kerja, usia dan posisi di dalam perusahaan menjadi faktor yang
mempengaruhi cara pandang para pekerja terhadap pentingnya upah. Walaupun
masing-masing pekerja merasakan adanya ketidakpuasan pada beberapa bagian upah
dan komponennya yang diberikan oleh perusahaan, tetapi dapat terlihat bagian yang
dirasakan tidak puas adalah berbeda. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh lamanya
masa kerja, faktor usia dan kedudukan pekerja pada perusahaan (Krisnarini, 2008)
Umar (2012) juga melakukan penelitian pengaruh upah, motivasi kerja, dan
kepuasan kerja, terhadap kinerja pekerja pada industri manufaktur di Kota Makassar.
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menilai (1) upah pengaruh
motivasi kerja karyawan, (2) upah pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, (3)
kerja pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan; (4 ) pekerjaan pengaruh
kepuasan terhadap kinerja karyawan, (5) upah pengaruh terhadap kinerja karyawan,
(6) pekerjaan pengaruh kepuasan motivasi kerja karyawan di industri manufaktur di
Kawasan Industri Makassar.
10
Data Model analisis dalam penelitian ini menggunakan SEM (Structural
Equation Modeling). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upah, motivasi kerja,
dan kepuasan kerja karyawan secara signifikan dipengaruhi oleh kinerja karyawan di
industri manufaktur di Kawasan Industri Makassar. Semakin tinggi upah yang
diterima pekerja, maka kepuasan kerja pekerja pada industri manufaktur di kota
Makassar cenderung meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja
mempengaruhi motivasi kerja karyawan, positif.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dimpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari internet, jurnal
penelitian, hasil survei, buku referensi atau artikel–artikel ilmiah dari sumber yang
kredibel.
3.2. Teknik Pengolahan Data
input
proses
output
Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari jurnal
penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet),
literatur buku maupun dari situs-situs koran online.
Proses : menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat dalam karya tulis dan melakukan penghitungan Statistik
sederhana guna mengkomparasi keadaan riil dengan data yang ada.
Output : penyajian data berupa makalah karya tulis
3.3. Teknik Analisis Data
Berdasarkan karakteristiknya, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
deskriptif. Penelitian deskriptif mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu bahwa penelitian
itu: 1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, 2) data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, pelaksanaan penelitian-penelitian
12
deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data,
namun data yang diperoleh kemudian dipaparkan, dan penulis
melakukan
interpretasi data untuk mendapatkan pemahaman yang memadai
13
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sistem Upah Satuan (Piece Rates) Dan Berdasarkan Waktu (Time Rates)
Hubungan antara metode kompensasi dan insentif kerja bagi para pekerja
adalah membandingkan dua sistem pembayaran, yakni piece rates dan time rates.
Sistem upah satuan output (piece rate) mengkompesasi pekerja berdasarkan beberapa
pengukuran dari tingkat output para pekerja. Sebagaimana pekerja garmen dibayar
berdasarkan berapa banyak pasang celana pendek yang dapat diproduksi, Pegawai
penjaja (sales) sering mendapat komisi berdasarkan volume penjualan yang
dilakukan, semakin banyak produk yang dapat dijual, maka komisi yang didapatkan
tentu lebih banyak, dan pemetik strawberi di California dibayar sesuai dengan
banyaknya box strawberi yang dapat dikumpulkan.
Pada “Junk Bond King” tingkat gaji berasal dari 35 % komisi (upah satuan
output) dari laba. Di sisi lain, kompensasi untuk pekerja berdasarkan tingkat waktu
bergantung hanya pada jumlah jam yang dapat dialokasikan pada pekerjaan dan tidak
berhubungan dengan unit yang dapat diproduksi (dalam jangka pendek). Dalam
jangka panjang, perusahaan akan memutuskan penyimpanan dan promosi
berdasarkan catatan performa pekerja selama ini. Secara singkat diasumsikan bahwa
pendapatan mingguan dari pekerja harian (time-rate) bergantung pada jam bekerja
dan tidak mempertimbangkan performanya.
Terdapat berbagai variasi di Amerika Serikat khususnya pada industri
manufaktur dalam menentukan alternatif dari kedua jenis pengupahan diatas. Lebih
dari 90 % pekerja yang diperjakan di perusahaan permen, industri kimia, dan
fabrikasi industri baja dibayar berdasarkan tingkat waktu bekerja. Kebalikannya,
lebih dari 75 persen pekerja yang memproduksi alas kaki, kaos laki-laki, atau barang
berbahan besi dan baja dibayar sesuai output yang dihasilkan (piece rate).
14
4.1.1 Pemilihan Upah Tingkat Satuan Output (Piece Rates) Atau Waktu (Time
Rates)
Dalam menentukan sistem pengupahan berdasarkan output yang dihasilkan
atau waktu bekerja. Setiap pekerja memiliki produktivitas yang berbeda, baik dalam
kemampuan yang berbeda atau ditempatkan pada seluruh bagian pekerjaan sedangkan
pekerja lainnya tidak. Perusahaan memiliki pertimbangan dalam menentukan upah
satuan output atau berdasarkan waktu bekerja. Apabila perusahaan menawarkan upah
borogan, gaji pekerja harus sama dengan nilai dari marginal product. Apabila
perusahaan menawarkan upah berdasarkan waktu bekerja, pekerja yang gajinya lebih
rendah dari nilai marginal productnya akan mencari pekerjaan di perusahaan lain
yang sanggup membayar lebih tinggi.
Perusahaan yang memilih menggaji menurut satuan output harus melakukan
mengawasi produktivitas pekerja secara konstan. Hal ini juga dapat digunakan untuk
menyewa modal tambahan untuk proses produksi. Perusahaan yang melakukan
pengawasan akan menanggung biaya pengawasan, dimana setiap perusahaan
memiliki variasi yang berbeda-beda tergantung pada kemudahan proses pengawasan
dalam lingkup lingkungan kerja. Alternatif pembayaran lain, perusahaan memilih
sistem tingkat waktu dan membayar pekerja dengan gaji tetap, misalnya Rp
1.000.000 setiap minggu. Minimal dalam jangka pendek, perusahaan yang memilih
sisitem ini tidak memerlukan pengawasan kinerja pekerja.
4.1.2 Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rate)
Berdasarkan Gambar 4.1, tingkat satuan berada pada r dollar, sehingga
pendapatan marjinal dari penambahan unit output sama dengan r. Pekerja mendapat
disutilitas dari memproduksi output, hal ini diindikasikan dengan kurva upwardsloping biaya marginal dari usaha. Tingkat usaha yang dipilih oleh pekerja dengan
upah satuan sama dengan perpotongan pendapatan marginal dan biaya marginal, atau
q* unit. Semakin mudah pekerja dalam mengalokasikan usahanya pada pekerjaan
15
mereka, maka akan menemui kurva biaya marjinal yang lebih rendah dan output yang
diproduksi lebih tinggi.
Sumber : Borjas (2013:466)
Gambar 4.1
Kurva Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rates)
Pada pekerja yang digaji berdasarkan satuan waktu akan
melakukan usaha dengan memenuhi tingkat output minimum, q
yang dengan mudah dapat diawasi oleh perusahaan. Disisi lain,
perusahaan mengetahui ketika pekerja duduk pada meja kerja atau
bekerja pada perakitan. Apabila pekerja tidak dapat mecapai tingkat
minimum, maka akan dipecat. Sehingga pekerja dengan upah
sesuai waktu (time rate) akan dibayar sebesar r*q (utilitas pekerja),
dengan asumsi tidak ada tekanan pada tempat bekerja yang
menyebabkan produksi output sangat minim dari yang diharapkan.
4.1.3 Penyortiran Pekerja Di Perusahaan
Berdasarkan Gambar 4.2 mengilustrasikan hubungan antara
utilitas pekerja dengan kemampuannya. Pada pekerjaan yang
pengupahannya berdasarkan tingkat wkatu kerja, utilitas pekerja
16
sama dengan pendapatnya (r*q dollars). Dengan asumsi bahwa
semua
pekerja
mereka.Utilitasnya
tidak
pada
tingkat
memperdulikan
yang
sama
kemampuan
(semua
pekerja
mengalokasikan tingkat minimal yang sama dalam berusaha).
Sedangkan, jika pekerja dibayar berdasarkan satuan output yang
dihasilkan, utilitasnya bergantung pada kemampuannya.Pekerja
dengan kemampuan rendah kesulitan untuk memproduksi banyak
output sehingga menyebabkan rendahnya utilitas dan pendapatan.
Sedangkan pekerja dengan kemampuan tinggi dapat memperoduksi
output lebih banyak, sehingga memiliki pendapat dan utilitas yang
lebih tinggi.
Sumber : Borjas (2013:467)
Gambar 4.2
Kurva Usaha Dan Kemampuan Pekerja Pada Upah Satuan (Piece Rates) Dan
Tingkat Waktu (Time Rates)
4.1.3.1 Kerugian Menggunakan Kompensasi Sistem Upah Satuan (Piece Rates)
Sistem Piece Rates memiliki keunggulan mendorong pekerja yang paling
mampu untuk memperoleh tingkat usaha yang tinggi dari angkatan kerja,
meminimalkan peran diskriminasi, dan meningkatkan produktivitas. Namun terdapat
17
kerugian sistem ini terdapat pada perusahaan yang outputnya berbasis pengerjaan tim,
contohnya produksi mobil. Sebagian pekerja menjadi “free rider” pada usaha pekerja
lainnya karena produktivitasnya terakumulasi.
Orientasi pada jumlah output yang diproduksi sehingga sering mengabaikan
kualitas dari output. Dampaknya akan menambah biaya pengawasan untuk menjaga
kualitas output. Pekerja sering tidak menyukai sistem ini karena terdapat fluktuasi
upah karena pengaruh cuaca atau faktor eksternal penghambat produktivitas.
Kerugian terakhir adalah ratchet effect, yakni ketika pekrja menghasilkan output yang
diharapkan lebih tinggi, maka ditafsirkan pekerjaan tersebut memiliki tingkat
kesulitas rendah dan menganggap bayaran pekerja terlalu tinggi. Pada periode
selanjutnya, piece rates diturunkan dan pekerja harus bekerja lebih keras.
4.1.3.2 Penghargaan Untuk Produktivitas Tinggi
Perusahaan memberikan berbagai bentuk penghargaan untuk mengapresiasi
produktivitas yang tinggi. Pertama dengan bonus, pembayaran yang diberikan kepada
pekerja di atas dandi luar gaji pokok dan biasanya terkait dengan kinerja pekerja (atau
ke perusahaan) selama jangka waktu tertentu. Kedua yaitu profit sharing yang
mendistribusikan kembali sebagian keuntungan perusahaan kembali ke pekerja.
Selanjutnya ada tim insentif, tidak seperti sistem piece-rate yang diterapkan untuk
para pekerja individu, bagaimanapun, program profit sharing mendapati masalah
insentif yang menimpa usaha semua tim, hal ini disebut free-riding problem.
4.1.4 Aplikasi Kebijakan: Kompensasin Eksekutif
4.1.4.1 Masalah Principal-Agent
CEO adalah "agen" bagi pemilik perusahaan (pemilik juga disebut prinsipal).
Pemilik perusahaan, yang biasanya pemegang saham, menginginkan CEO
Mengadakan bisnis perusahaan dengan cara yang meningkatkan kekayaan mereka.
CEO mungkin ingin menghias kantornya dengan dokumen asli impresionis yang
mahal. Pembelian ini lukisan mengurangi kekayaan pemegang saham namun
18
meningkatkan utilitas CEO. Konflik yang tak terelakkan antara kepentingan para
pelaku dan kepentingan agen dikenal sebagai agen utama masalah.
4.1.4.2 Hubungan antara Kompensasi CEO dan Kinerja Perusahaan
Untuk terus mendapatkan insentif yang benar dari orang yang memenangkan
turnamen, Kompensasi CEO harus dikaitkan dengan kinerja ekonomi perusahaan.
CEO kemudian akan terkendali dari tindakan yang mengurangi kekayaan pemegang
saham. Tindakan itu juga akan mengurangi kekayaannya. Bukti menunjukkan bahwa
memang ada korelasi positif antara kinerja perusahaan dan kompensasi CEO,
meskipun elastisitasnya CEO membayar sehubungan dengan tingkat pengembalian
pemegang saham kecil. Secara khusus, 10 persen poin Kenaikan tingkat
pengembalian pemegang saham meningkatkan gaji CEO hanya 1 persen. Dengan kata
lain, gaji CEO hanya meningkat 2 sen untuk setiap orang $ 1.000 peningkatan
kekayaan pemegang saham.
4.1.4.2 Insentif Kerja dan Kompensasi Tertunda
Pekerja yang melupakan alokasi waktu dan usaha karyawan untuk melakukan
kegiatan selain kerja, dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar di banyak
industri. Sebanyak 80 persen pengiriman kerugian dalam industri kargo dan
penanganan kargo bandara timbul dari pencurian karyawan; 30 persentase pegawai
ritel mencuri barang dagangan dari tempat kerja atau menyalahgunakan diskon hak
istimewa; 27 persen pegawai rumah sakit mencuri perlengkapan rumah sakit; 9
persen pekerja di manufaktur memalsukan kartu waktu mereka; dan pegawai
pemerintah federal A.S. penyalahgunaan sistem telepon jarak jauh pemerintah untuk
lagu $ 100 juta per tahun. Mengingat biaya ini, pengusaha jelas ingin menyusun paket
kompensasi itu mencegah dari kenakalan pekerja.
Telah dicatat bahwa profil penghasilan usia miring ke atas dapat melakukan
tindakan yang sangat berguna untuk membuat pekerja yang tidak hati-hati. 27 Intuisi
di balik hipotesis ini diilustrasikan pada Gambar 4.2. Misalkan nilai pekerja produk
19
marjinal selama siklus hidup konstan. Profil penghasilan usia di pasar tenaga kerja
spot (saat ini), dimana usaha pekerja dapat dikurangi dengan mudah kemudian akan
horisontal, seperti yang digambarkan oleh garis VMP pada gambar.
Sebenarnya, usaha dan keluaran pekerja sulit untuk diamati, dan ini sangat
mahal bagi perusahaan untuk memantau pekerja secara terus menerus. Perusahaan
secara maksimal hanya bisa melakukan pengamatan acak dari kinerja pekerja dan
mengambil tindakan yang tepat apabila pekerja tersebut tertangkap pengamatan.
Pekerja
yang
mencuri
persediaan
dari
majikannya
mengetahui
bahwa
kemungkinannya tertangkap dan dipecat. Oleh karena itu, dia akan bersikap dengan
cara membatasi dirinya pada produktivitas di bawah potensinya (sehingga kontribusi
aktual pekerja terhadap perusahaan kurang dari pada VMP).
Sumber : Borjas (2013:466)
Gambar 4.3
Kurva Upah Konstan dan Profile Pendapatan
Meskipun demikian, perusahaan dapat membuat kontrak dimana pekerja
tersebut akan secara sukarela menghasilkan tingkat output yang tepat (yaitu VMPnya) bahkan jika perusahaan tidak dapat terus-menerus memantau pekerja. Misalkan
perusahaan menawarkan kontrak kepada pekerja di mana upahnya selama itu. Tahun20
tahun awal bekerja di bawah nilai produk marjinalnya namun upahnya di kemudian
hari berada di atas nilai produk marjinalnya.
Kurva AC pada Gambar 4.2 memberikan alternatif kontrak. Pekerja akan acuh
tak acuh antara kontrak kompensasi tertunda dan kontrak yang membayar VMP
dalam setiap periode waktu asalkan nilai sekarang dua aliran pendapatan itu sama.
Dengan kata lain, pekerja akan bersikap acuh tak acuh antara upah konstan VMP dan
profil penghasilan usia miring ke atas sepanjang segitiga DBA pada Gambar 4.2
memiliki nilai sekarang sama seperti segitiga BCE. Relatif upah rendah yang akan
diterima pekerja pada awalnya dikompensasikan dengan upah tinggi yang pekerja
akan dapatkan di tahun-tahun berikutnya.
4.2 Efisiensi Upah
Korelasi antara usaha yang dilakukan pekerja dan kompensasi yang
didapatkan berdasarkan profitnya untuk mendorong pekerja lebih giat dalam berusaha
didalam batas finansial yang diberlakukan oleh pasar yang kompetitif. Sebagai
contohnya, titik optimal dari sistem upah satuan atau komisi yang diberlakukan oleh
perusahaan sudah dipastikan mendapatkan profit normal, terlalu tinggi atau rendah
upah yang diperlakukan akan mendorong keluar dan masuknya perusahaan, sehingga
mendorong keuntungan pada tingkat normal.
Beberapa perusahaan dapat meningkatkan produktivitas pekerja dengan
membayar upah di atas upah yang dibayarkan perusahaan lain. Terdapat kaitan antara
nutrisi pekerja dan produktivitas dalam pasar tenaga kerja. Kenaikan kalori sebesar
10 persen diantara pekerja pertanian di Sierra Leone meningkatkan produktivitas
sekitar 3.4 persen. Akibatnya, perusahaan meningkatkan produktivitas pekerja dengan
membayar di atas upah subsisten. Sehingga pekerja dapat membeli makanan yang
lebih bergizi dan menjadikan tubuh lebih sehat, kuat, dan produktif. Upah yang
ditetapkan di atas tingkat subsisten akan meningkatkan biaya tenaga kerja, namun
dikenal sebagai upah efisein, biaya marjinal dari peningkatkan upah sama dengan
keuntungan marjinal dalam produktivitas perusahaan.
21
4.2.1 Penentapan Upah Efisien
Pada tingkat pekerja yang telah ditetapkan, hubungan antara
output perusahaan dan gaji ditunjukkan dengan kurva total produksi
pada Gambar 4.4. Kurva total produksi menujukkan upward-sloping
yang mengindikasikan bahwa pekerja memproduksi output lebih
maka akan dibayar dengan upah yang lebih baik. Pada kurva total
produksi
menunjukkan
produktivitas
kerja
dan
usaha
kerja
bergantung pada upahnya. Awalnya output perusahaan meningkat
sangat cepat seiring peningkatan gaji. Pada akhirnya, perusahaan
akan mengalami diminishing return karena terus meningkatnya
upah. Kemiringan dari kurva total produksi merupakan produk
marjinal (penambahan pendapatan saat output bertambah) dari
peningkatan gaji (MPw). Kecembungan dari kurva menunjukkan
bahwa produk marjinal pada akhirnya menurun.
Sumber : Borjas (2013:486)
Gambar 4.4
Kurva Penentu Efisiensi Upah
22
Perusahaan harus menentukan upah yang dibayarkan untuk memaksimalkan
profit, yakni pada upah efisien ketika kemiringan dari kurva total produksi sama
dengan kemiringan garis lurus yang berasal dari titik origin atau rata-rata produk.
Dengan keseimbangan sebagai berikut :
Δq q
=
Δw w
Upah efisien ada pada poin X pada Gambar 4.4, ketika produk
marjinal dari upah (kemiringan dari kurva total produksi) sama
dengan produk rata-rata dari upah (kemiringan garis dari titik
origin). Tingkat upah efisien akan memaksimalkan keuntungan
perusahaan.
4.3 Impilikasi Penetapan Upah Di Indonesia
4.3.1 Sistem Penentuan Upah Di Indonesia
Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja,
terlepas dari jenis pekerjaan dan denominasinya. Sistem penentuan upah
(pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya
hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi dari tingkat
kemakmuran, dengan kata lain berbasiskan angka Kehidupan Hidup yang Layak
(KHL) dan tingkat inflasi.
Sistem pengupahan di Indonesia juga mendasarkan penentuannya melalui
mekanisme konsultasi tripatit dalam menetapkan upah minimum antara wakil
pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan. Wakil pemerintahan selain
dalam fungsinya sebagai fasilitator dan mediator bila diperlukan pada akhirnya akan
juga berperan sebagai pengambil kebijakan sekaligus mengesahkannya secara hukum.
23
Tabel 4.2
Rata-rata Upah/Gaji Bersih Sebulan Buruh/Karyawan/Pegawai Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Pekerjaan (Rupiah), Februari 2016
Kelom
pok
Umur
(1)
Jenis Pekerjaan Utama
1)
Jumla
0/1
2
3
4
5
6
7/8/9
X/00
h
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1
140
15 - 19
583
1
228
20 - 24
035
1
811
25 - 29
1
-
466
1
164
1
187
1
050
1
343
1
432
1
266
244
335
1
854
553
1
521
854
1
535
676
1
180
016
1
673
276
2
263
567
1
603
824
3
312
588
2
353
417
1
876
940
1
734
838
1
302
041
1
843
072
2
455
956
1
934
058
2
279
620
4
026
980
2
532
191
1
882
116
1
887
788
1
336
647
1
924
937
2
559
702
2
087
30 - 34
983
2
846
701
4
470
058
2
698
046
2
033
149
1
529
217
1
439
583
1
961
081
2
738
761
2
213
35 - 39
230
3
305
038
6
054
966
3
273
626
2
764
450
1
699
992
1
469
670
2
043
961
2
784
529
2
540
40 - 44
973
3
795
570
5
452
295
3
623
545
2
151
844
1
450
835
1
414
266
1
998
463
2
612
711
2
677
45 - 49
912
4
679
537
5
257
273
3
870
313
4
606
676
2
066
476
1
397
423
1
889
293
3
435
731
3
205
50 - 54
461
4
751
891
6
107
108
3
712
693
2
204
876
1
486
918
1
161
217
1
783
146
2
898
550
3
055
55 - 59
475
5
001
621
5
068
916
2
138
473
2
630
685
868
948
1
376
090
1
141
229
1
957
60+
033
415
951
253
268
269
740
523
Rata-
2
rata
016
847
3
5
126
560
2
690
471
1
865
277
906
1
954
196
603
321
1
319
475
1
848
571
2
615
252
2
577
Sumber: BPS, 2016
Catatan :
1)
2)
3)
4)
Tenaga Profesional, Teknisi dan yang sejenis (0/1)
Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan
Tenaga Tata Usaha dan yang sejenis
Tenaga Usaha Penjualan
24
180
5) Tenaga Usaha Jasa
6) Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
7/8/9 Tenaga Produksi, Operator Alat-alat Angkut dan Pekerja Kasar
X/00 Lainnya
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa untuk pekerja dengan klasifikasi
pekerjaan professional gajinya terus mengalami peningkatkan seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan jenis pekerjaan lainnya rata-rata mengalami
peningkatan hingga usia 40 tahun kemudian mengalami penurunan pada usia 50
tahun. Hal ini bergantung pada produktivitas tenaga kerja dan sistem pengupahan
yang ditetapkan masing-masing perusahaan.
4.3.2 Penetapan Upah Lembur Di Indonesia
Upah lembur adalah upah yang diberikan ketika buruh bekerja melebihi waktu
kerja yang telah diatur dalam peraturan perburuhan/ketenagakerjaan yaitu lebih dari 8
jam sehari untuk 5 hari kerja, dan 7 jam sehari untuk 6 hari kerja, atau jumlah
akumulasi kerjanya 40 jam seminggu 6. Upah lembur juga diberikan ketika buruh
bekerja pada waktu istirahat mingguan dan hari-hari besar yang ditetapkan
pemerintah, peraturan membatasi waktu lembur selama 3 jam per hari atau 14 jam
seminggu.
Berdasarkan
ketentuan
yang
tertuang
dalam
Kepmenakertrans
No.
102/MEN/VI/2004, Rumus perhitungan upah lembur di hari libur mingguan dan hari
libur nasional sebagaimana pada Tabel 4.3.
25
Tabel 4.3
Perhitungan Upah Lembur
Sumber : Kepmenakertrans, 2004
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maqassary, Ardi. E-Jurnal. September 2013. http://www.ejurnal.com/2013/09/pengertian-produktivitas-kerja.html (accessed November
4, 2017).
Borjas, George. Labor Economics. United States: Douglas Reiner, 2013.
Kanzunnudin, Mohammad. "PENGARUH UPAH DAN PENGAWASAN
TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN STUDI KASUS PADA PT.
TONGA TIUR PUTRA KRAGAN KABUPATEN REMBANG." Jurnal
Fokus Ekonomi, 2007: 13.
Krisnarini, Dwi. "Analisa Upah dan Kesejahteraan Pekerja Industri Kecil Menengah
Pakaian Jeans XYZ di Pondok Aren, Tangerang." Jurnal Manajemen MPI,
2010: 9.
Manulang, Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta:
Rhineka Cipta, 2001.
"Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Sumber-Sumber Hukum
Mengenai Ketenagakerjaan ." Jurnal Kajian Ekonomi , 2015: 14.
Sholeh, Maimun. "DAMPAK KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI
TERHADAP KESEMPATAN KERJA (STUDI KASUS PROPINSI JAWA
TENGAH)." Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 2005: 156-157.
Sulistiawati, Rini. "Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia." Jurnal EKSOS, 2012:
200.
28
Umar, Akmal. "Pengaruh Upah, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Pekerja pada Industri Manufaktur di Kota Makassar." Jurnal Aplikasi
Manajemen, 2012: 416.
29
Daftar Isi .............................................................................................................. 1
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 4
2.1 Mobilitas Penduduk .............................................................................. 4
2.2 Sumber Dataa Demografi ...................................................................... 4
BAB III Metode Penulisan ................................................................................. 6
BAB IV Pembahasan .......................................................................................... 7
4.1 Peningkatan Prasaranan Transportasi Dan Komunikasi ....................... 7
4.2 Analisis Data Mobilitas Penduduk DI Indonesia ..................................12
BAB V Penutup ...................................................................................................16
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................16
5.2 Saran ......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada suatu negara memiliki tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan pasar domestik dan luar negeri.
Keseimbangan ini diwujudkan dengan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, dan
tingkat pengerjaan yang optimal. Sedangkan kestabilan luar negeri berkaitan dengan
neraca perdangan dan pembayaran yang terhindar dari defisit. Selama proses
pembangunan dibutuhkan input dalam memproduksi output, yaitu sumber daya alam
(raw material), sumber daya manusia (tenaga kerja), dan teknologi.
Pengembangan sumber daya manusia sebagai unsur pendukung utama
pembangunan merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan ekonomi.
Berdasarkan negara-negara industri baru (NICs), pertumbuhan ekonomi yang tinggi
selalu bersumber dari efisiensi produksi. Efisiensi didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas. Dalam jangka panjang, perluasan kesempatan kerja dan
penggunaan tenaga kerja produktif serta pemberian upah yang layak memiliki peran
dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Tingkat upah yang layak dapat
meningkatkan pendapatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya beli. Secara
analisis pasar, daya beli yang meningkat membawa dampak kenaikan permintaan
efektif.
Pemerintah telah menetapkan besarnya upah minimum propinsi yang harus
dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja. Sebagai upaya meningkatkan pendapatan
pekerja. Setiap tahun akan ditetapkan upah minimum propinsi sesuai dengan
pengaruh inflasi supaya kesejahteraan pekerja tetap stabil. Berdasarkan data pada
tabel 1.1 menunjukkan bahwa tingkat upah minimum regional/propinsi setiap
tahunnya mengalami peningkatan.
2
Tabel 1.1
Upah Minimum Regional/Propinsi
Provinsi
Upah Minimum Regional/Propinsi (Rupiah)
2013
1550000
SUMATERA
SELATAN
BENGKULU
2012
140000
0
120000
0
115000
0
123800
0
114250
0
119522
0
930000
LAMPUNG
975000
1150000
KEP. BANGKA
BELITUNG
KEP. RIAU
1265000
JAWA BARAT
111000
0
101500
0
152915
0
780000
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
765000
892660
745000
830000
947114
866250
BANTEN
104200
0
1170000
ACEH
SUMATERA
UTARA
SUMATERA
BARAT
RIAU
JAMBI
DKI JAKARTA
1375000
1350000
1400000
1300000
1630000
1200000
1365087
2200000
850000
2014
175000
0
150585
0
149000
0
170000
0
150230
0
182500
0
135000
0
139903
7
164000
0
166500
0
244100
0
100000
0
910000
988500
100000
0
132500
0
2015
1900000
1625000
1615000
1878000
1710000
1974346
1500000
1581000
2100000
1954000
2700000
1000000
910000
988500
1000000
1600000
2016
211850
0
181187
5
180072
5
209500
0
190665
0
220600
0
160500
0
176300
0
234150
0
217871
0
310000
0
225000
0
178400
0
Sumber: BPS, 2016
Dampak dari kenaikan UMR/P mendorong pengeluaran pekerja yang dapat
meningkatkan permintaan pasar. Fenomena ini apabila tidak diimbangi dengan
ketersediaan pasar akan menimbulkan harga-harga mengalami kenaikan (Demand
Pull Inflation). Pengusaha menanggapi kenikan upah akan mengkalkulasi ulang biaya
dan menaikkan harga output untuk menutupi kenaikan biaya.
3
Agregasi dari kenaikan produksi pada masing-masing perusahaan diberbagai
sektor akan menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu mengurang pengangguran secara
agregat dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Di berbagai perusahaan terdapat berbagai macam sistem penggajian
berdasarkan klasifikasi perusahaan tersebut bergerak di bidang tertentu. Contohnya,
pekerja akan dibayar sesuai dengan waktu yang dihabiskan dalam bekerja atau output
yang dihasilkan. Selain itu, terdapat perusahaan yang menggabungkan kedua sistem,
yaitu upah borongan. Beberapa perusahaan rokok di Indonesia seperti, PT Gandum
Sejahtera, PT GL, atau PT Bentoel menerapkan sistem borongan berdasarkan
seberapa lama waktu bekerja, namun tetap memilhat output yang dihasilkan. Oleh
karena itu, perlu diketahui lebih lanjut mengenai sistem pengupahan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan
waktu (Time Rates)
2. Bagaimana tingkat efisiensi upah terbentuk
3. Bagaimana implikasi penetapan upah di Indonesia
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan
waktu (Time Rates)
2. Mengetahui tingkat efisiensi upah terbentuk
3. Menganalisis implikasi penetapan upah di Indonesia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Upah
Upah dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja kasar yang
pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti misalnya pekerja pertanian, tukang
kayu, buruh kasar dan lain sebagainya. Teori ekonomi mengartikan upah sebagai
pembayaran keatas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga
kerja kepada pengusaha, dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan
antara pembayaran kepada pegawai tetap dan pembayaran kepada pegawai tidak
tetap (Sukirno, 2008:350-351).
Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun
2000, Bab I, pasal 1, Ayat 30): "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi
kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk
tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau
jasa yang telah atau akan dilakukan."
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap
sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi,
sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan
dua macam yaitu:
1. Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang
diterima secara rutin oleh para pekerja
2. Upah Riil, yaitu kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja
jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya
barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut (Sukirno,
2008:351).
5
2.1.2
Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga
kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang
berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian
ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah
penduduk yang mempunyai umur didalam batas usia kerja. Tujuan dari pemilihan
batas umur tersebut, supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin
menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur
yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga
berbeda, sehingga batasan usia kerja antar negara menjadi tidak sama. Di
Indonesia, batas umur minimal untuk tenaga kerja yaitu 15 (lima belas) tahun
tanpa batas maksimal.
Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja,
bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi secara
fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
2.1.3
Produktivitas Pekerja
Produktivitas kerja adalah sebagai hubungan antara hasil nyata maupun
fisik (barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Masukan sering
6
diartikan sebagai masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran di ukur dalam
kesatuan fisik, bentuk dan nilai. Pada umumnya, seorang pegawai akan
mengalami kepuasan kerja apabila mempunyai kebebasan dalam menentukan
pekerjaan yang ingin dilakukan dengan cara yang diinginkannya. Demikian pula,
peran serta dan keterlibatan diri tanpa paksaan akan meningkatkan motivasi
kerja. Kesesuaian antara kebutuhan individual dan kebutuhan organisasi
merupakan faktor yang penting untuk menunjang produktivitas kerja.
2.1.4 Sistem Upah
Menurut Malayu S.P. Hasibuan, system pembayaran upah yang umum
digunakan adalah :
a. Sistem Upah Menurut Waktu
Sistem waktu biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per
unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem
waktu secara periodik setiap bulannya. Besarnya upah sistem waktu
hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada
prestasi kerjanya.
b. Sistem upah menurut hasil (Output)
Besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan
pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Upah yang
dibayarkan selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan
bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.
c. Sistem Upah Borongan
Sistem borongan merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah
potongan. Sistem ini menetapkan pekerjaan tertentu yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Jika selesai tepat pada
waktunya ditetapkan upah sekian rupiah. Selain itu, system borongan
7
dapat juga dikatakan sebagai suatu cara pengupahan yang penetapan
besarnya
jasa
didasarkan
atas
volume
pekerjaan
dan
lama
mengerjakannya.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan
empat sistem yang secara umum dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
1. Sistem upah menurut banyaknya produksi. Adalah Upah menurut
banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja
lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilakan dapat
dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari
dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan
pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut
produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya
orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.
2. Sistem upah menurut lamanya dinas adalah Sistem upah semacam ini akan
mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga
kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga
orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu
perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih
mendapat perhatian. Jadi upah ini kan memberikan perasaan aman kepada
karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi
karyawan.
3. Sistem upah menurut lamanya kerja. Adalah Upah menurut lamanya
bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini
berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu
yang kerja yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini
menimbulkan ketentraman karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari
kelambatan bahan untuk bekerja, kerusakan alat, sakit dan sebagainya.
8
4. Sistem upah menurut kebutuhan. Adalah Upah yang diberikan menurut
besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut
kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan
mempersamakan standar hidup semua orang.
Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja,
sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya
dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung
oleh perusahaan.
2.1.5 Hak dan Kewajiban Pekerja
Hak Pemberi Kerja :
a. Berhak sepenuhnya atas hasilkerja pekerja.
b. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi.
c. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
Kewajiban Pemberi Kerja :
a. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut
agamanya.
b. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan.
c. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan.
d. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan.
e. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi.
f. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
g. Wajib mengikutsertakan dalam program Jamsostek.
9
2.2 Penelitian Sebelumnya
Kebijakan pengupahan dan penggajian harus memperhatikan produktivitas
tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, maka perlu diarahkan pada peningkatan
kesejahteraan dan peningkatan daya beli penerima upah dan gaji rendah. Krisnarini,
et al (2008) menganalisis antara tingkat upah dan kesejahteraan pekerja di industri
kecil menengah untuk pakaian jeans XYZ di Pondok Aren, Tanggerang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan upah dan kesejahteraan pekerja serta alternatif
cara menaikkan upah dan kesejahteraan pekerja. Dari kajian diperoleh hasil skor ratarata tingkat kepuasan pekerja terhadap upah dan komponen yang telah diterima
pekerja sebesar 2,97, berarti hubungan antara upah dan kepuasan mendekati puas.
Akan tetapi dari hasil analisa korelasi rank Spearman dengan korelasi -0,160, dapat
diartikan bahwa upah pokok dan komponennya yang telah diberikan perusahaan
belum dapat mencerminkan tingkat kepuasan pekerja.
Lama masa kerja, usia dan posisi di dalam perusahaan menjadi faktor yang
mempengaruhi cara pandang para pekerja terhadap pentingnya upah. Walaupun
masing-masing pekerja merasakan adanya ketidakpuasan pada beberapa bagian upah
dan komponennya yang diberikan oleh perusahaan, tetapi dapat terlihat bagian yang
dirasakan tidak puas adalah berbeda. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh lamanya
masa kerja, faktor usia dan kedudukan pekerja pada perusahaan (Krisnarini, 2008)
Umar (2012) juga melakukan penelitian pengaruh upah, motivasi kerja, dan
kepuasan kerja, terhadap kinerja pekerja pada industri manufaktur di Kota Makassar.
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menilai (1) upah pengaruh
motivasi kerja karyawan, (2) upah pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, (3)
kerja pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan; (4 ) pekerjaan pengaruh
kepuasan terhadap kinerja karyawan, (5) upah pengaruh terhadap kinerja karyawan,
(6) pekerjaan pengaruh kepuasan motivasi kerja karyawan di industri manufaktur di
Kawasan Industri Makassar.
10
Data Model analisis dalam penelitian ini menggunakan SEM (Structural
Equation Modeling). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upah, motivasi kerja,
dan kepuasan kerja karyawan secara signifikan dipengaruhi oleh kinerja karyawan di
industri manufaktur di Kawasan Industri Makassar. Semakin tinggi upah yang
diterima pekerja, maka kepuasan kerja pekerja pada industri manufaktur di kota
Makassar cenderung meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja
mempengaruhi motivasi kerja karyawan, positif.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dimpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari internet, jurnal
penelitian, hasil survei, buku referensi atau artikel–artikel ilmiah dari sumber yang
kredibel.
3.2. Teknik Pengolahan Data
input
proses
output
Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari jurnal
penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet),
literatur buku maupun dari situs-situs koran online.
Proses : menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat dalam karya tulis dan melakukan penghitungan Statistik
sederhana guna mengkomparasi keadaan riil dengan data yang ada.
Output : penyajian data berupa makalah karya tulis
3.3. Teknik Analisis Data
Berdasarkan karakteristiknya, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
deskriptif. Penelitian deskriptif mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu bahwa penelitian
itu: 1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, 2) data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, pelaksanaan penelitian-penelitian
12
deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data,
namun data yang diperoleh kemudian dipaparkan, dan penulis
melakukan
interpretasi data untuk mendapatkan pemahaman yang memadai
13
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sistem Upah Satuan (Piece Rates) Dan Berdasarkan Waktu (Time Rates)
Hubungan antara metode kompensasi dan insentif kerja bagi para pekerja
adalah membandingkan dua sistem pembayaran, yakni piece rates dan time rates.
Sistem upah satuan output (piece rate) mengkompesasi pekerja berdasarkan beberapa
pengukuran dari tingkat output para pekerja. Sebagaimana pekerja garmen dibayar
berdasarkan berapa banyak pasang celana pendek yang dapat diproduksi, Pegawai
penjaja (sales) sering mendapat komisi berdasarkan volume penjualan yang
dilakukan, semakin banyak produk yang dapat dijual, maka komisi yang didapatkan
tentu lebih banyak, dan pemetik strawberi di California dibayar sesuai dengan
banyaknya box strawberi yang dapat dikumpulkan.
Pada “Junk Bond King” tingkat gaji berasal dari 35 % komisi (upah satuan
output) dari laba. Di sisi lain, kompensasi untuk pekerja berdasarkan tingkat waktu
bergantung hanya pada jumlah jam yang dapat dialokasikan pada pekerjaan dan tidak
berhubungan dengan unit yang dapat diproduksi (dalam jangka pendek). Dalam
jangka panjang, perusahaan akan memutuskan penyimpanan dan promosi
berdasarkan catatan performa pekerja selama ini. Secara singkat diasumsikan bahwa
pendapatan mingguan dari pekerja harian (time-rate) bergantung pada jam bekerja
dan tidak mempertimbangkan performanya.
Terdapat berbagai variasi di Amerika Serikat khususnya pada industri
manufaktur dalam menentukan alternatif dari kedua jenis pengupahan diatas. Lebih
dari 90 % pekerja yang diperjakan di perusahaan permen, industri kimia, dan
fabrikasi industri baja dibayar berdasarkan tingkat waktu bekerja. Kebalikannya,
lebih dari 75 persen pekerja yang memproduksi alas kaki, kaos laki-laki, atau barang
berbahan besi dan baja dibayar sesuai output yang dihasilkan (piece rate).
14
4.1.1 Pemilihan Upah Tingkat Satuan Output (Piece Rates) Atau Waktu (Time
Rates)
Dalam menentukan sistem pengupahan berdasarkan output yang dihasilkan
atau waktu bekerja. Setiap pekerja memiliki produktivitas yang berbeda, baik dalam
kemampuan yang berbeda atau ditempatkan pada seluruh bagian pekerjaan sedangkan
pekerja lainnya tidak. Perusahaan memiliki pertimbangan dalam menentukan upah
satuan output atau berdasarkan waktu bekerja. Apabila perusahaan menawarkan upah
borogan, gaji pekerja harus sama dengan nilai dari marginal product. Apabila
perusahaan menawarkan upah berdasarkan waktu bekerja, pekerja yang gajinya lebih
rendah dari nilai marginal productnya akan mencari pekerjaan di perusahaan lain
yang sanggup membayar lebih tinggi.
Perusahaan yang memilih menggaji menurut satuan output harus melakukan
mengawasi produktivitas pekerja secara konstan. Hal ini juga dapat digunakan untuk
menyewa modal tambahan untuk proses produksi. Perusahaan yang melakukan
pengawasan akan menanggung biaya pengawasan, dimana setiap perusahaan
memiliki variasi yang berbeda-beda tergantung pada kemudahan proses pengawasan
dalam lingkup lingkungan kerja. Alternatif pembayaran lain, perusahaan memilih
sistem tingkat waktu dan membayar pekerja dengan gaji tetap, misalnya Rp
1.000.000 setiap minggu. Minimal dalam jangka pendek, perusahaan yang memilih
sisitem ini tidak memerlukan pengawasan kinerja pekerja.
4.1.2 Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rate)
Berdasarkan Gambar 4.1, tingkat satuan berada pada r dollar, sehingga
pendapatan marjinal dari penambahan unit output sama dengan r. Pekerja mendapat
disutilitas dari memproduksi output, hal ini diindikasikan dengan kurva upwardsloping biaya marginal dari usaha. Tingkat usaha yang dipilih oleh pekerja dengan
upah satuan sama dengan perpotongan pendapatan marginal dan biaya marginal, atau
q* unit. Semakin mudah pekerja dalam mengalokasikan usahanya pada pekerjaan
15
mereka, maka akan menemui kurva biaya marjinal yang lebih rendah dan output yang
diproduksi lebih tinggi.
Sumber : Borjas (2013:466)
Gambar 4.1
Kurva Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rates)
Pada pekerja yang digaji berdasarkan satuan waktu akan
melakukan usaha dengan memenuhi tingkat output minimum, q
yang dengan mudah dapat diawasi oleh perusahaan. Disisi lain,
perusahaan mengetahui ketika pekerja duduk pada meja kerja atau
bekerja pada perakitan. Apabila pekerja tidak dapat mecapai tingkat
minimum, maka akan dipecat. Sehingga pekerja dengan upah
sesuai waktu (time rate) akan dibayar sebesar r*q (utilitas pekerja),
dengan asumsi tidak ada tekanan pada tempat bekerja yang
menyebabkan produksi output sangat minim dari yang diharapkan.
4.1.3 Penyortiran Pekerja Di Perusahaan
Berdasarkan Gambar 4.2 mengilustrasikan hubungan antara
utilitas pekerja dengan kemampuannya. Pada pekerjaan yang
pengupahannya berdasarkan tingkat wkatu kerja, utilitas pekerja
16
sama dengan pendapatnya (r*q dollars). Dengan asumsi bahwa
semua
pekerja
mereka.Utilitasnya
tidak
pada
tingkat
memperdulikan
yang
sama
kemampuan
(semua
pekerja
mengalokasikan tingkat minimal yang sama dalam berusaha).
Sedangkan, jika pekerja dibayar berdasarkan satuan output yang
dihasilkan, utilitasnya bergantung pada kemampuannya.Pekerja
dengan kemampuan rendah kesulitan untuk memproduksi banyak
output sehingga menyebabkan rendahnya utilitas dan pendapatan.
Sedangkan pekerja dengan kemampuan tinggi dapat memperoduksi
output lebih banyak, sehingga memiliki pendapat dan utilitas yang
lebih tinggi.
Sumber : Borjas (2013:467)
Gambar 4.2
Kurva Usaha Dan Kemampuan Pekerja Pada Upah Satuan (Piece Rates) Dan
Tingkat Waktu (Time Rates)
4.1.3.1 Kerugian Menggunakan Kompensasi Sistem Upah Satuan (Piece Rates)
Sistem Piece Rates memiliki keunggulan mendorong pekerja yang paling
mampu untuk memperoleh tingkat usaha yang tinggi dari angkatan kerja,
meminimalkan peran diskriminasi, dan meningkatkan produktivitas. Namun terdapat
17
kerugian sistem ini terdapat pada perusahaan yang outputnya berbasis pengerjaan tim,
contohnya produksi mobil. Sebagian pekerja menjadi “free rider” pada usaha pekerja
lainnya karena produktivitasnya terakumulasi.
Orientasi pada jumlah output yang diproduksi sehingga sering mengabaikan
kualitas dari output. Dampaknya akan menambah biaya pengawasan untuk menjaga
kualitas output. Pekerja sering tidak menyukai sistem ini karena terdapat fluktuasi
upah karena pengaruh cuaca atau faktor eksternal penghambat produktivitas.
Kerugian terakhir adalah ratchet effect, yakni ketika pekrja menghasilkan output yang
diharapkan lebih tinggi, maka ditafsirkan pekerjaan tersebut memiliki tingkat
kesulitas rendah dan menganggap bayaran pekerja terlalu tinggi. Pada periode
selanjutnya, piece rates diturunkan dan pekerja harus bekerja lebih keras.
4.1.3.2 Penghargaan Untuk Produktivitas Tinggi
Perusahaan memberikan berbagai bentuk penghargaan untuk mengapresiasi
produktivitas yang tinggi. Pertama dengan bonus, pembayaran yang diberikan kepada
pekerja di atas dandi luar gaji pokok dan biasanya terkait dengan kinerja pekerja (atau
ke perusahaan) selama jangka waktu tertentu. Kedua yaitu profit sharing yang
mendistribusikan kembali sebagian keuntungan perusahaan kembali ke pekerja.
Selanjutnya ada tim insentif, tidak seperti sistem piece-rate yang diterapkan untuk
para pekerja individu, bagaimanapun, program profit sharing mendapati masalah
insentif yang menimpa usaha semua tim, hal ini disebut free-riding problem.
4.1.4 Aplikasi Kebijakan: Kompensasin Eksekutif
4.1.4.1 Masalah Principal-Agent
CEO adalah "agen" bagi pemilik perusahaan (pemilik juga disebut prinsipal).
Pemilik perusahaan, yang biasanya pemegang saham, menginginkan CEO
Mengadakan bisnis perusahaan dengan cara yang meningkatkan kekayaan mereka.
CEO mungkin ingin menghias kantornya dengan dokumen asli impresionis yang
mahal. Pembelian ini lukisan mengurangi kekayaan pemegang saham namun
18
meningkatkan utilitas CEO. Konflik yang tak terelakkan antara kepentingan para
pelaku dan kepentingan agen dikenal sebagai agen utama masalah.
4.1.4.2 Hubungan antara Kompensasi CEO dan Kinerja Perusahaan
Untuk terus mendapatkan insentif yang benar dari orang yang memenangkan
turnamen, Kompensasi CEO harus dikaitkan dengan kinerja ekonomi perusahaan.
CEO kemudian akan terkendali dari tindakan yang mengurangi kekayaan pemegang
saham. Tindakan itu juga akan mengurangi kekayaannya. Bukti menunjukkan bahwa
memang ada korelasi positif antara kinerja perusahaan dan kompensasi CEO,
meskipun elastisitasnya CEO membayar sehubungan dengan tingkat pengembalian
pemegang saham kecil. Secara khusus, 10 persen poin Kenaikan tingkat
pengembalian pemegang saham meningkatkan gaji CEO hanya 1 persen. Dengan kata
lain, gaji CEO hanya meningkat 2 sen untuk setiap orang $ 1.000 peningkatan
kekayaan pemegang saham.
4.1.4.2 Insentif Kerja dan Kompensasi Tertunda
Pekerja yang melupakan alokasi waktu dan usaha karyawan untuk melakukan
kegiatan selain kerja, dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar di banyak
industri. Sebanyak 80 persen pengiriman kerugian dalam industri kargo dan
penanganan kargo bandara timbul dari pencurian karyawan; 30 persentase pegawai
ritel mencuri barang dagangan dari tempat kerja atau menyalahgunakan diskon hak
istimewa; 27 persen pegawai rumah sakit mencuri perlengkapan rumah sakit; 9
persen pekerja di manufaktur memalsukan kartu waktu mereka; dan pegawai
pemerintah federal A.S. penyalahgunaan sistem telepon jarak jauh pemerintah untuk
lagu $ 100 juta per tahun. Mengingat biaya ini, pengusaha jelas ingin menyusun paket
kompensasi itu mencegah dari kenakalan pekerja.
Telah dicatat bahwa profil penghasilan usia miring ke atas dapat melakukan
tindakan yang sangat berguna untuk membuat pekerja yang tidak hati-hati. 27 Intuisi
di balik hipotesis ini diilustrasikan pada Gambar 4.2. Misalkan nilai pekerja produk
19
marjinal selama siklus hidup konstan. Profil penghasilan usia di pasar tenaga kerja
spot (saat ini), dimana usaha pekerja dapat dikurangi dengan mudah kemudian akan
horisontal, seperti yang digambarkan oleh garis VMP pada gambar.
Sebenarnya, usaha dan keluaran pekerja sulit untuk diamati, dan ini sangat
mahal bagi perusahaan untuk memantau pekerja secara terus menerus. Perusahaan
secara maksimal hanya bisa melakukan pengamatan acak dari kinerja pekerja dan
mengambil tindakan yang tepat apabila pekerja tersebut tertangkap pengamatan.
Pekerja
yang
mencuri
persediaan
dari
majikannya
mengetahui
bahwa
kemungkinannya tertangkap dan dipecat. Oleh karena itu, dia akan bersikap dengan
cara membatasi dirinya pada produktivitas di bawah potensinya (sehingga kontribusi
aktual pekerja terhadap perusahaan kurang dari pada VMP).
Sumber : Borjas (2013:466)
Gambar 4.3
Kurva Upah Konstan dan Profile Pendapatan
Meskipun demikian, perusahaan dapat membuat kontrak dimana pekerja
tersebut akan secara sukarela menghasilkan tingkat output yang tepat (yaitu VMPnya) bahkan jika perusahaan tidak dapat terus-menerus memantau pekerja. Misalkan
perusahaan menawarkan kontrak kepada pekerja di mana upahnya selama itu. Tahun20
tahun awal bekerja di bawah nilai produk marjinalnya namun upahnya di kemudian
hari berada di atas nilai produk marjinalnya.
Kurva AC pada Gambar 4.2 memberikan alternatif kontrak. Pekerja akan acuh
tak acuh antara kontrak kompensasi tertunda dan kontrak yang membayar VMP
dalam setiap periode waktu asalkan nilai sekarang dua aliran pendapatan itu sama.
Dengan kata lain, pekerja akan bersikap acuh tak acuh antara upah konstan VMP dan
profil penghasilan usia miring ke atas sepanjang segitiga DBA pada Gambar 4.2
memiliki nilai sekarang sama seperti segitiga BCE. Relatif upah rendah yang akan
diterima pekerja pada awalnya dikompensasikan dengan upah tinggi yang pekerja
akan dapatkan di tahun-tahun berikutnya.
4.2 Efisiensi Upah
Korelasi antara usaha yang dilakukan pekerja dan kompensasi yang
didapatkan berdasarkan profitnya untuk mendorong pekerja lebih giat dalam berusaha
didalam batas finansial yang diberlakukan oleh pasar yang kompetitif. Sebagai
contohnya, titik optimal dari sistem upah satuan atau komisi yang diberlakukan oleh
perusahaan sudah dipastikan mendapatkan profit normal, terlalu tinggi atau rendah
upah yang diperlakukan akan mendorong keluar dan masuknya perusahaan, sehingga
mendorong keuntungan pada tingkat normal.
Beberapa perusahaan dapat meningkatkan produktivitas pekerja dengan
membayar upah di atas upah yang dibayarkan perusahaan lain. Terdapat kaitan antara
nutrisi pekerja dan produktivitas dalam pasar tenaga kerja. Kenaikan kalori sebesar
10 persen diantara pekerja pertanian di Sierra Leone meningkatkan produktivitas
sekitar 3.4 persen. Akibatnya, perusahaan meningkatkan produktivitas pekerja dengan
membayar di atas upah subsisten. Sehingga pekerja dapat membeli makanan yang
lebih bergizi dan menjadikan tubuh lebih sehat, kuat, dan produktif. Upah yang
ditetapkan di atas tingkat subsisten akan meningkatkan biaya tenaga kerja, namun
dikenal sebagai upah efisein, biaya marjinal dari peningkatkan upah sama dengan
keuntungan marjinal dalam produktivitas perusahaan.
21
4.2.1 Penentapan Upah Efisien
Pada tingkat pekerja yang telah ditetapkan, hubungan antara
output perusahaan dan gaji ditunjukkan dengan kurva total produksi
pada Gambar 4.4. Kurva total produksi menujukkan upward-sloping
yang mengindikasikan bahwa pekerja memproduksi output lebih
maka akan dibayar dengan upah yang lebih baik. Pada kurva total
produksi
menunjukkan
produktivitas
kerja
dan
usaha
kerja
bergantung pada upahnya. Awalnya output perusahaan meningkat
sangat cepat seiring peningkatan gaji. Pada akhirnya, perusahaan
akan mengalami diminishing return karena terus meningkatnya
upah. Kemiringan dari kurva total produksi merupakan produk
marjinal (penambahan pendapatan saat output bertambah) dari
peningkatan gaji (MPw). Kecembungan dari kurva menunjukkan
bahwa produk marjinal pada akhirnya menurun.
Sumber : Borjas (2013:486)
Gambar 4.4
Kurva Penentu Efisiensi Upah
22
Perusahaan harus menentukan upah yang dibayarkan untuk memaksimalkan
profit, yakni pada upah efisien ketika kemiringan dari kurva total produksi sama
dengan kemiringan garis lurus yang berasal dari titik origin atau rata-rata produk.
Dengan keseimbangan sebagai berikut :
Δq q
=
Δw w
Upah efisien ada pada poin X pada Gambar 4.4, ketika produk
marjinal dari upah (kemiringan dari kurva total produksi) sama
dengan produk rata-rata dari upah (kemiringan garis dari titik
origin). Tingkat upah efisien akan memaksimalkan keuntungan
perusahaan.
4.3 Impilikasi Penetapan Upah Di Indonesia
4.3.1 Sistem Penentuan Upah Di Indonesia
Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja,
terlepas dari jenis pekerjaan dan denominasinya. Sistem penentuan upah
(pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya
hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi dari tingkat
kemakmuran, dengan kata lain berbasiskan angka Kehidupan Hidup yang Layak
(KHL) dan tingkat inflasi.
Sistem pengupahan di Indonesia juga mendasarkan penentuannya melalui
mekanisme konsultasi tripatit dalam menetapkan upah minimum antara wakil
pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan. Wakil pemerintahan selain
dalam fungsinya sebagai fasilitator dan mediator bila diperlukan pada akhirnya akan
juga berperan sebagai pengambil kebijakan sekaligus mengesahkannya secara hukum.
23
Tabel 4.2
Rata-rata Upah/Gaji Bersih Sebulan Buruh/Karyawan/Pegawai Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Pekerjaan (Rupiah), Februari 2016
Kelom
pok
Umur
(1)
Jenis Pekerjaan Utama
1)
Jumla
0/1
2
3
4
5
6
7/8/9
X/00
h
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1
140
15 - 19
583
1
228
20 - 24
035
1
811
25 - 29
1
-
466
1
164
1
187
1
050
1
343
1
432
1
266
244
335
1
854
553
1
521
854
1
535
676
1
180
016
1
673
276
2
263
567
1
603
824
3
312
588
2
353
417
1
876
940
1
734
838
1
302
041
1
843
072
2
455
956
1
934
058
2
279
620
4
026
980
2
532
191
1
882
116
1
887
788
1
336
647
1
924
937
2
559
702
2
087
30 - 34
983
2
846
701
4
470
058
2
698
046
2
033
149
1
529
217
1
439
583
1
961
081
2
738
761
2
213
35 - 39
230
3
305
038
6
054
966
3
273
626
2
764
450
1
699
992
1
469
670
2
043
961
2
784
529
2
540
40 - 44
973
3
795
570
5
452
295
3
623
545
2
151
844
1
450
835
1
414
266
1
998
463
2
612
711
2
677
45 - 49
912
4
679
537
5
257
273
3
870
313
4
606
676
2
066
476
1
397
423
1
889
293
3
435
731
3
205
50 - 54
461
4
751
891
6
107
108
3
712
693
2
204
876
1
486
918
1
161
217
1
783
146
2
898
550
3
055
55 - 59
475
5
001
621
5
068
916
2
138
473
2
630
685
868
948
1
376
090
1
141
229
1
957
60+
033
415
951
253
268
269
740
523
Rata-
2
rata
016
847
3
5
126
560
2
690
471
1
865
277
906
1
954
196
603
321
1
319
475
1
848
571
2
615
252
2
577
Sumber: BPS, 2016
Catatan :
1)
2)
3)
4)
Tenaga Profesional, Teknisi dan yang sejenis (0/1)
Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan
Tenaga Tata Usaha dan yang sejenis
Tenaga Usaha Penjualan
24
180
5) Tenaga Usaha Jasa
6) Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
7/8/9 Tenaga Produksi, Operator Alat-alat Angkut dan Pekerja Kasar
X/00 Lainnya
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa untuk pekerja dengan klasifikasi
pekerjaan professional gajinya terus mengalami peningkatkan seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan jenis pekerjaan lainnya rata-rata mengalami
peningkatan hingga usia 40 tahun kemudian mengalami penurunan pada usia 50
tahun. Hal ini bergantung pada produktivitas tenaga kerja dan sistem pengupahan
yang ditetapkan masing-masing perusahaan.
4.3.2 Penetapan Upah Lembur Di Indonesia
Upah lembur adalah upah yang diberikan ketika buruh bekerja melebihi waktu
kerja yang telah diatur dalam peraturan perburuhan/ketenagakerjaan yaitu lebih dari 8
jam sehari untuk 5 hari kerja, dan 7 jam sehari untuk 6 hari kerja, atau jumlah
akumulasi kerjanya 40 jam seminggu 6. Upah lembur juga diberikan ketika buruh
bekerja pada waktu istirahat mingguan dan hari-hari besar yang ditetapkan
pemerintah, peraturan membatasi waktu lembur selama 3 jam per hari atau 14 jam
seminggu.
Berdasarkan
ketentuan
yang
tertuang
dalam
Kepmenakertrans
No.
102/MEN/VI/2004, Rumus perhitungan upah lembur di hari libur mingguan dan hari
libur nasional sebagaimana pada Tabel 4.3.
25
Tabel 4.3
Perhitungan Upah Lembur
Sumber : Kepmenakertrans, 2004
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maqassary, Ardi. E-Jurnal. September 2013. http://www.ejurnal.com/2013/09/pengertian-produktivitas-kerja.html (accessed November
4, 2017).
Borjas, George. Labor Economics. United States: Douglas Reiner, 2013.
Kanzunnudin, Mohammad. "PENGARUH UPAH DAN PENGAWASAN
TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN STUDI KASUS PADA PT.
TONGA TIUR PUTRA KRAGAN KABUPATEN REMBANG." Jurnal
Fokus Ekonomi, 2007: 13.
Krisnarini, Dwi. "Analisa Upah dan Kesejahteraan Pekerja Industri Kecil Menengah
Pakaian Jeans XYZ di Pondok Aren, Tangerang." Jurnal Manajemen MPI,
2010: 9.
Manulang, Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta:
Rhineka Cipta, 2001.
"Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Sumber-Sumber Hukum
Mengenai Ketenagakerjaan ." Jurnal Kajian Ekonomi , 2015: 14.
Sholeh, Maimun. "DAMPAK KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI
TERHADAP KESEMPATAN KERJA (STUDI KASUS PROPINSI JAWA
TENGAH)." Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 2005: 156-157.
Sulistiawati, Rini. "Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia." Jurnal EKSOS, 2012:
200.
28
Umar, Akmal. "Pengaruh Upah, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Pekerja pada Industri Manufaktur di Kota Makassar." Jurnal Aplikasi
Manajemen, 2012: 416.
29