PENERAPAN METODE BERMAIN UNTUK PELAJARAN

PENERAPAN METODE BERMAIN UNTUK PELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN
KHUSUSNYA MATERI ATLETIK SISWA SMP
Oleh:
Rahman Diputra, M.Pd
Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Abstrak
Permainan dan olahraga merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang terdapat dalam Standart kompetensi Sekolah
Menengah Pertama Kurikulum 2013. Salah satu kompetensi dasarnya yaitu memahami
pengetahuan modifikasi teknik dasar atletik (jalan cepat, lari, lompat, dan lempar).
Untuk mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan khususnya materi
pelajaran atletik rata-rata siswa SMP kurang berminat dibandingkan dengan materi
permainan bola kecil dan besar misalnya sepakbola, voli dan kasti. Untuk itu perlu suatu
metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat siswa terhadap materi pelajaran
atletik.
Adolesensi atau masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Masa ini berlangsung antara usia 8 sampai 12 tahun. Masa
adolesensi adalah masa yang tepat bagi anak untuk belajar keterampilan dan
pengembangan banyak bidang secara menyeluruh. Sesuai dengan tujuan pembelajaran

kurikulum 2013 yang salah satunya adalah dapat memberi kesempatan peserta didik
untuk belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang
aktif, kreatif dan menyenangkan, maka diperlukan suatu metode belajar yang sesuai
kebutuhan peserta didik. Metode bermain dapat diterapkan pada pelajaran Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan khususnya materi atletik, karena pembelajaran atletik
yang berorientasi pada hasil, akan memungkinkan anak menjadi bosan dan kurang
kreatif dalam menerima pengalaman gerak. Pembelajaran atletik yang didesain dengan
suasana riang gembira dengan berbagai macam variasi gerak, memungkinkan anak
untuk menikmati materi atletik seperti layaknya permainan olahraga lain.
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan alat pendidikan yang
mampu membentuk manusia seutuhnya, dalam konteks pengembangan kemampuan
kognitif, afektif, psikomotor dan sosial secara berimbang yang berlandaskan pada
gerak. Menurut Roji (2006:05) Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan
membiasakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Materi pendidikan
jasmani dijabarkan melalui pembelajaran dasar gerak-gerak olahraga, sementara
materi kesehatan dijabarkan melalui uraian singkat mengenai pentingnya melakukan
pola hidup sehat. Sedangkan menurut Winarno (2006: 82) Pendidikan jasmani

adalah pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media dalam

mencapai tujuan, sehingga guru penjas harus menempatkan siswa sebagai subyek
pelaku kegiatan bukan sebagai objek pembelajaran.
Permainan dan olahraga merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang terdapat dalam Standart
kompetensi Sekolah Menengah Pertama Kurikulum 2013. Salah satu kompetensi
dasarnya yaitu memahami pengetahuan modifikasi teknik dasar atletik (jalan cepat,
lari, lompat, dan lempar). Atletik adalah salah satu cabang olahraga tertua dan juga
induk dari semua cabang olahraga. Dalam mata pelajaran atletik yang dipelajari
adalah gerakan dasar manusia di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu berjalan,
berlari, melompat dan melempar. Selain itu dalam kejuaraan atletik juga
memperlombakan beberapa cabor dintaranya adalah nomor lari, jalan cepat, nomor
lempar, dan nomor lompat.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran kurikulum 2013 yang salah satunya adalah
dapat memberi kesempatan peserta didik untuk belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan,
maka diperlukan suatu metode belajar yang sesuai kebutuhan peserta didik. Untuk
mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan khususnya materi
pelajaran atletik rata-rata siswa SMP kurang berminat dibandingkan dengan materi

permainan bola kecil dan besar misalnya sepakbola, voli, kasti. Untuk itu perlu
suatu metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat siswa terhadap materi
pelajaran atletik.
Pembelajaran Atletik yang berorientasi pada hasil, akan memungkinkan anak
menjadi bosan dan kurang kreatif dalam menerima pengalaman gerak. Pembelajaran
atletik yang didesain dengan suasan riang gembira dengan berbagai macam variasi
gerak, memungkinkan anak untuk menikmati materi atletik seperti layaknya
permainan olahraga lain. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan metode
bermain dapat diterapkan dalam pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan
kesehatan khususnya materi pelajaran atletik. Dengan demikian metode bermain
yang diterapkan sesuai dengan tujuan dari kurikulum 2013 yang salah satunya ialah
siswa belajar dengan aktif, kreatif dan dengan suasana hati yang riang gembira.
B. Rumusan masalah
1. Metode apa yang dapat membuat siswa aktif, kreatif dan menyenangkan untuk
pelajaran Pendidikan Jasmani olahraga dan Kesehatan khususnya materi
pelajaran atletik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik anak usia Sekolah Menengah Pertama
2. Untuk mengetahui metode yang tepat untuk pelajaran Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan khususnya materi pelajaran atletik


Pembahasan

A. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Menurut Dimyanti (2006:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara
aktif, yang menekankan pada penyedian sumber belajar”. Sedangkan menurut
Widijoto (2010:1)
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari system
pendidikan secara keseluruhan,bertujuan untuk mengembangkan
aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir
kritis, keterampilan sosial, penalaran stabilitas emosional, tindakan
moral, aspek pola hidup sehat, dan pengenalan lingkungan bersih
melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang
direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Menurut Mu’arifin (2001 : 55) “ Pembelajaran Dikjas bukan sesuatu yang
asing bagi diri siswa, sebagaiman aktivitas gerak yang dilakukan dalam
kesehariannya, yang merupakan perwujudan dari karakteristik mendasar dirinya,
yaitu dinamis, aktif dan adaptif”. Muarifin juga menjelaskan bahwa seyogyanya

Pendidikan Jasmani disikapi secara positif oleh siswa. Tetapi pada kenyataannya
tidak demikian. Banyak faktor yang menyebabkan keberagaman sikap siswa
terhadap pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Faktorfaktor itu dapat dilacak dari model-model pembelajaran yang digunakan guru
dalam pembelajaran.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:512) “Suatu proses
pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di desain secara sistematik untuk
meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, yang
akan baik pelakasanaannya aapabila didukung dengan pengetahuan tentang cara
melakukannya, perilaku hidup sehat, aktif, akan mengembangkan sikap jujur,
disiplin, percaya diri, tangguh, pengendalian emosi serta kerja sama saling
menolong.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:512) dalam
pembelajaran pendidikan jasmani terdapat tujuannya yaitu:
mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya
pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola
hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang
terpilih, (2) meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan
psikis yang lebih baik, (3) meningkatkan kemampuan dan
keterampilan gerak dasar, (4) meletakkan landasan karakter moral
yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam

pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, (5) mengembangkan
sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya
diri dan demokratis, (6) mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan diri, orang lain dan lingkunga, (7) memahami
konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih

sebagai informasi untuk mencapai pertumbahan fisik yang
sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memili
sikap yang positif.
Menurut Adang Suherman (2000:27-33) berdasarkan perilaku gerak,
aktifitas jasmani dapat diklasifikasikan/kelompokan menjadi tujuh klasifikasi
diantarannya ialah: Persyaratan Antropometrik, Kemampuan sensorik
Kemampuan Kondisi Kemampuan Koordinasi, Pengalaman Fisik ( Body
Experiences) Keterampilan Gerak Teknis dan Keterampilan Gerak Taktis.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan
jasmani adalah proses interaksi antara guru pendidikan jasmani dengan sumber
belajar yang terjadi pada lingkungan belajar dengan salah satu tujuannya adalah
mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan
pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai
aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.

B. Atletik
Dalam dunia olahraga, dikenal banyak sekali cabang olahraga, antara lain
adalah atletik, permainan bola kecil dan besar, senam, dan beladiri. Dari semua
cabang olahraga tersebut atletik mempunyai peranan penting, karena gerakangerakan dalam atletik merupakan gerakan dasar bagi cabang olahraga lainnya.
Istilah atletik berasal dari bahasa Yunani athon yang berarti “berlomba” atau
“bertanding”. Isrtilah atletik yang digunakan indonesia saat ini diambil dari
bahasa inggris yaitu Athletic yang berarti cabang olahraga yang meliputi jalan,
lari, lompat, dan lempar. Sementara di Amerika Serikat, istilah athletic berarti
oalahraga pertandingan, dan istilah untuk menyebut atletik adalah track and
field. Menurut Saputra, YM (2001:2) atletik merupakan dasar bagi pembinaan
olahraga. Karena itu atletik sangat penting untuk diajarkan kepada siswa dari
Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT). Pembelajaran atletik
di sekolah, secara khusus dibina kepada siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Atletik merupakan salah satu unsur dari pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, juga merupakan komponen-komponen pendidikan keseluruhan yang
mengutamakan aktivitas jasmani serta pembinaan hidup sehat dan
pengembangan jasmani, mental, sosial dan emosional, selaras dan seimbang
(Mochamad Djumintar, 2004).
Karena atletik memiliki kegiatan yang beragam, maka atletik dapat
digunakan sebagai alat pembinaan bagi setiap cabang olahraga. Bahkan atletik

dikenak sebagai ibu dari semua cabang olahraga (mother of sport). Meskipun
ungkapan ini hanya atas dasar pandangan akal sehat semata, tetapi kenyataan
yang ada menunjukkan bahwa atletik memiliki berbagai bentuk gerak yang
tergolong lengkap. Didalamnya terdapat gerak dasar yang dapat dijumpai pada
beberapa cabang olahraga lainnya. Menurut Suherman (2001:1) seiring dengan
perkembangan yang terjadi dalam kegiatan atletik, banyak orang yang
menggunakannya sebagai media untuk memulai kegiatan olahraga, permainan,
dan kegiatan olahraga inti. Untuk itu telah dimunculkan istilah track and field

yang artinya perlombaan yang dilakukan di lintasan (track) dan di lapangan
(field). Bahkan dalam sebuah literature ada penjelasan bahwa senam (gymnastic)
merupakan salah satu komponen atletik.
Berdasarkan uraian tersebut, ditarik kesimpulan bahwa atletik merupakan
kegiatan manusia sehari-hari yang dapat dikembangkan menjadi kegiatan
olahraga yang diperlombakan dalam bentuk jalan lari, lompat dan lempar. Oleh
karena itu atletik merupakan dasar dari pembinaan olahraga, maka atletik sangat
penting untuk diajarkan kepada siswa dari taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Pembelajaran atletik di sekolah secara khusus dibina di kalangan siswa
melalui mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
C. Karakteristik Anak Usia 12-18/SMP/Adolensensi

Masa kanak-kanak merupakan waktu untuk belajar keterampilan dasar,
sedangkan masa adolesensi adalah waktu yang digunakan untuk penyempurnaan
dan penghalusan serta mempelajari berbagai macam variasi keterampilan
motorik. Akan tetapi pada kenyataannya banyak anak-anak yang tidak
memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan dasar sampai masa
adolesensi (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993:147) . Masa remaja awal adalah
periode kegelisaha atau ketiksamaan. Pada usia ini siswa siswa berada pada
masa perkembangan bukan anak-anak ataupun orang dewasa (Annarino.
1980:175). Annarino (1980:176) Karakteristik usia (kelas 7 dan 8) dibagi
menjadi 3 fisiologis, psikologis, sosiologis.
Karakteristik fisiologis: (1) kebutuhan istirahat sam dengan orang dewasa
(8 sampai 8 ½ jam), (2) merasakan perlawanan yang tak terbatas dan sumber
energi yang tak terbatas; mudah lelah tetapi enggan mengakuinya, (3) cenderung
menolak untuk mendapatkan waktu yang tidak mencukupi; kurang energi untuk
belajar, (4) periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pemeriksaan
kesehatan berkala adalah penting, (5) meningkatkan dalam hal nafsu makan
karena pertumbuhan yang cepat karena kehilangan nafsu makan, (6) Tekanan
seksual meningkat, (7) kecanggungan dan kondisi yang kurang baik sering kali
muncul, (8) anak laki-laki sekarang menjadi lebih cepat dan lebih kuat daripada
anak perempuan, anak perempuan menjadi lebih matangsecara seksual, (9)

kesiapan untuk keterampilan olahraga, karakteristik Psikologis: (1) keinginan
yang kuat untuk belajar belajar keterampilan, (2) mencurahkan energi pada
fantasi, (3) kesadaran seks, (4) ketertarikan pada mata pelajaran teknik dan alat,
(5) pemikiran abstrak berkembang lebih capat, (6) jangkauan perhatian
meningkat, (7) keingintahuan dan perhatian tentang semua yang terjadi dan
seringkali cemas atas beberapa persoalan kecil, (8) imitasi orang dewasa adalah
hal lazim, (9) menikmati praktik untuk perbaikan, Karakteristik Sosiologis: (1)
kepahlawanan dan kecanduan ibadal adalah hal lazim, (2) keinginan untuk
menjadi bagian suatu kelompok, (3) mengakui moral dan etika, (4) keinginan
untuk petualangan dan kegembiraan, (5) emosi mudah naik dan menghilang, (6)
keinginan kuat untuk status kelompok, (7) perkembangan persahabatan
permanen (8) keinginan untuk menjadi temnan sekelasnya, (9) sering kali malu,

sadar diri, dan kurang percaya diri, (10) sikap menutup diri masih muncul, (11)
menentang otoritas, (12) tertarik untuk didekati, (13) keranjingan pada lawan
jenis atau sesame jenis, (14) cenderung sesuai mood, labil, dan kurang istirahat.
Adolesensi atau masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanakkanak menuju masa dewasa. Masa ini berlangsung antara usia 8 sampai 12
tahun. Adolesensidimulai dengan percepatan rata-rata pertumbuhan sebelum
mencapai kematangan seksual, kemudian timbul fase perlambatan, dan berhenti
setelah tidak terjadi pertumbuhan lagi, yaitu setelah mencapai masa dewasa.

Perubahan fisik selama adolesensi menunjukkan beberapa indikasi indikasi
terutama bervariasi pada sumbu kegemukan dan kekurusan. Anak laki-laki
meningkat ke arah bentuk ramping dan berotot terutama pada anggota badan,
sedangkan anak perempuan meningkat ke arah keduanya (Sugiyanto &
Sudjarwo. 1991:137).
Potensi keterampilan gerak anak adolesensi (Sugiyanto & Sudjarwo,
1991:137) sebagai berikut, (1) anak-anak masa adolesensi yang memiliki
gerakan-gerakan yang baik, mereka telah memiliki pengalaman keterampilan
gerak dasar utama di masa kanak-kanak, (2) anak-anak adolesensi
berpengalaman dalam penggunaan waktu dalam belajar penampilan gerak secara
efisien, (3) anak laki-laki maupun perempuan masa adolesensi memiliki
kecakapan dalam berbagai kegiatan fisik, (4) pada masa adolesensi ini anakanak memiliki pengembangan gerak dengan variasi yang luas.
Masa adolesensi adalah masa yang tepat bagi anak untuk belajar
keterampilan dan pengembangan banyak bidang secara menyeluruh. (Sugiyanto
& Sudjarwo, 1991:138).
D. Metode Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain
sangat disukai oleh para siswa. Bermain yang dilakukan secara tertata,
mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan siswa. Bermain dapat
memberikan pengalaman belajar siswa yang sangat berharga untuk siswa.
Pengalaman itu bisa berupa membina hubungan dengan sesama teman dan
menyalurkan perasaan yang tertekan. Saputra (2001:6) “Bermain adalah
kegiatan yang menyenangkan, kegiatan bermain sangat disukainya siswa
bermain yang dilakukan secara tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi
perkembangan anak”. Manfaat bermain untuk perkembangan fisik adalah
apabila siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan kegiatan yang
melibatkan banyak gerakan tubuh, maka tubuh siswa tersebut akan menjadi
sehat.
Sedangkan menurut Sukintaka (1992:7) menyatakan bahwa sifat bermain
adalah sebagai berikut; (1) Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan dengan
sukarela atas dasar rasa senang. (2) Bermain dengan rasa senang akan
menimbulkan aktivitas yang dilakukan secara spontan. (3) Bermain dengan rasa
senang untuk memperoleh kesenangan menimbulkan kesadaran agar bermain
dengan baik dan perlu berlatih, kadang-kadang memerlukan kerja sama dengan

teman, menghormati lawan, mengetahuai kemampuan teman, patuh pada
peraturan, dan mengetahui kemampuan dirinya sendiri.
Furqon (2006:3) “Permainan adalah berbagai bentuk kompetisi bermain
penuh yang hasilnya ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi,atau
kesempatan yang dilakukan secara perorangan atau gabungan”. Sedangkan
menurut Furqon (2006:3) ”Permainan dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang
dibatasi oleh aturan-aturan yang lengkap dan terdapat suatu kontes diantara para
pemain agar memperoleh hasil yang diprediksi”. Menurut Furqon (2006:3).
Meskipun permainan dapat dianggap suatu kontes, tetapi ada perbedaanperbedaan penting di antara permainan dan kontes-kontes yang lain. Perbedaan
tersebut adalah sebagi berikut: (1) Permainan berada di dalam modalitas bermain
(play modality), (2) menang atau kalah merupakan kondisi yang tidak langgeng
(short-lived condition) yang hanya relevan untuk permainan, (3) permainan
dapat dimainkan kembali dengan awalan yang sama, (4) permainan memerlukan
kerjasama di antara para pemain dalam mengikuti dan menaati peraturan yang
tegas dan perilaku-perilaku bermain-permainan (game-play behaviors) yang
lengkap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain adalah suatu
cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan bentuk-bentuk permainan
didalamnya yang bersifat menyenangkan.
Penutup
Pembelajaran Atletik yang berorientasi pada hasil, akan memungkinkan anak
menjadi bosan dan kurang kreatif dalam menerima pengalaman gerak. Dengan
menerapkan metode bermain di mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan
kesehatan khususnya materi atletik, diharapakan siswa dapat melaksanakan
pembelajaran dengan aktif, berfikir kreatif, sekaligus dengan suasana hati yang riang
gembira. Pembelajaran atletik yang didesain dengan suasana riang gembira dengan
berbagai macam variasi gerak, memungkinkan anak untuk menikmati materi atletik
seperti layaknya permainan olahraga lain. Sesuai dengan tujuan kurikulum 2013
yang salah satunya adalah dapat memberi kesempatan peserta didik belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif dan
menyenangkan.

Daftar Pustaka

Adang Suherman. 2000. Dasar-dasar Penjaskes. Jakarta: Depdiknas.
Asmani, 2011. Tujuh Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta:DIVA Press.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Roji. 2006. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk SMP kelas VIII.
Jakarta: Erlangga.
Soegiyanto dan Sudjarwo. 1993. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Depdikbud.
SaputraY,P. 2001. Dasar- Dasar Keterampilan Atletik. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar & Menengah.
Sukintaka. 1992. Teori Bermain. Jakarta: Depdikbud.
Winarno, M.E. 2006.Dimensi Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Malang: Universitas Negeri Malang.