Potret Penegakan Hukum Di Indonesia Dari

Potret Penegakan Hukum Di Indonesia Dari Kaca Mata Mahasiswa (Disertai Beberapa
Contoh Kasus)
Oleh: Moh. Bagus (C73214056)
Program Studi Hukum Pidana Islam
Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Arus globalisasi merupakan suatu tantangan yang nyata bagi pemerintahan Indonesia.
Jika suatu pemerintahan tidak sigap dalam menyikapinya bukan berarti keadaan akan
semakin buruk. Pada akhir dasaluarsa ini keadaan politik dan hukum di Indonesai sangatlah
carut marut. Hukum yang pada hakikatnya dapat memberikan keadilan, kebermanfaatan dan
kepastian hukum malah sebaliknya. Hukum saat ini hanya digunakan sebagai tameng bagi
kaum elit dipemerintahan, sehingga tidak salah jika ada suatu kata mutiara yang mengatakan
“Hukum Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah”. Pasalnya penegakan hukum di Indonesia
sudah tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Banyaknya pelanggaran-pelanggaran
yang telah dianggap biasa karena kepentingan pribadi maupun golongan.
Kalangan elit parlemen telah banyak mengeluarkan produk-produk hukum yang baru,
yang biasa kita sebut dengan undang-undang. Para aktivis pun seolah tertidur dengan adanya
produk-produk hukum yang katanya demi kemakmuran rakyat. Jika para mahasiswa lebih
kritis dalam menyikapi produk-produk hukum hasil buatan para elit parlemen, sungguh
banyak sekali sesungguhnya produk hukum yang bersifat Represif atau pro kepada
pemerintahan.

Sesungguhnya evektifitas penegakan hukum di Indonesia perlu dibenahi kembali.
Sangatlah tidak nyaman ketika masyarakat kecil yang melakukan kejahatan-kejahatan ringan
di hukum dengan seberat-beratnya. Sedangkan pelaku-pelaku kejahtan seperti Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) atau yang kita sebut dengan kejahatan kerah putih (White
Criminal Crime) mendapatkan hukuman yang sangat ringan. Malahan ada beberapa oknum
yang mendapat fasilitas istimewa (Hight Class) dalam suatu jeruji penjara.
Sebut saja Nenek Asyani, seorang perempuan renta berumur 70 tahun asli jemberjawa timur ini. Nenek Asyani di putus oleh hakim pengadilan negeri jember dengan hukuman
penjara 5 tahun lantaran tuduhan mengambil kayu miliknya perhutani. Padahal saat ditanya

nenek Asyani telah mengatakan bahwa dirinya tidak mecuri, dia mengambil 7 batang kayu
yang telah dipotong oleh suaminya satu tahun yang lalu sebelum meninggal. Akan tetapi para
penegak hukum lantaran tidak menghiraukan suatu pernyataan-pernyataan yang telah
diungkapkan oleh nenek Asyani. Hal ini bukanlah tanpa bukti, nenek Asyani telah
menunjukkan sertifikat tanah asli dan diperkuat dengan surat keterangan desa. Yang paling
anehnya aparat penegak hukum memberikan pernyataan bahwa kasus ini harus ditindak
secara tegas sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Begitu pula dengan pihak
Perhutani yang terus ngotot mengatakan bahwa kasus ini tergolong kasus Illegal-logging
yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Lantas bagaimana dengan kasus-kasus Ilegal-Logging
yang lain, yang mengkikis habiskan lahan hutan puluhan hektar. Memang terlihat berbeda
ketika hukum yang menjerat orang kalangan bawah dengan orang kalangan bawah. Prosedur

penegakan hukum terasa sangat tajam ketika berlawanan dengan kaum awam, sedangkan
terasa tumpul ketika berlawanan dengan kaum elit pemerintahan. Hal ini jika dibandingkan
dengan gayus tambunan misalnya yang telah mengkorupsi uang rakyat puluhan miliar rupiah,
hukum sangat susah untuk menjerat dengan pasal-pasal yang memberatkan pelaku korupsi.
Memang yang pada akhirnya diberikan putusan yang setimpal setelah mendapat reaksi besar
dari masyarakat. Hal ini selayaknya perlu dipertanyakan kembali apakah produk hukum yang
tidak bisa memberikan efek jera atau ada suatu permasalahan dikalangan aparat penegak
hukum? Memang dalam hal ini perlurnya keberanian dari masyarakat terutama aparat
penegak hukum untuk memberikan suatu solusi-solusi terbarukan dalam menyelasaikan
perkara-perkara tersebut.
Jika kita berkaca kepada produk-produk hukum yang sebagaimana disebut oleh
mantan ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Mahfud MD sesungguhnya
produk hukum yang manakah yang dianut oleh pemerintahan Indonesia saat ini? Apakah
produk hukum yang bersifat represif, otonom, atau responsif. Sungguh tak layak jikalau kita
menyebut produk hukum di Indonesia masih bersifat otonom. Sudah puluhan tahun Indonesia
meninggalkan era orde baru, yang katanya telah banyak penindasan-penindasan Hak Asasi
Manusia. Lalu dimanakah letak karekter produk hukum Indonesia?
Produk hukum memang sangatlah erat kaitanya dengan proses penegakan hukum
yang pada konteks ini sebagai aparatur penggerak hukum itu sendiri. Penegak hukum
memang harus memiliki strukturisasi yang sangat kuat. Oleh sebab itu, tindak-tanduk aparat

penegak hukumlah yang sangat perlu untuk diamati secara berkala dalam kaitanya untuk
memberikan keadilan bagi masyarakat. Jika pada suatu kasus kita menyaksikan masyarakat

yang melakukan proses hakim sendiri, tentu tidaklah salah. Karena memang kita pahami
bahwasanya sangatlah banyak masyarakat yang masih awam akan hukum.
Berkaitan dengan proses penegakan hukum di Indonesai, hukum responsif
mengisyaratkan bahwasanya penegakan hukum tidaklah setengah-setengah, menjalankan
hukum tidak hanya menjalankan undang-undang, akan tetapi menjalankan hukum juga perlu
adanya kepekaan sosial tehadap lingkungan dimana hukum itu berlaku. Jika kita flash back
kebelakang sesungguhnya hukum yang digunakan di Indonesia bukanlah asli atau produk
dari bangsa Indonesia sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya hukum yang diterapkan di
Indonesia merupakan warisan dari kolonial belanda melalui asas konkordansi (Concordantie
Beginsel). Dan jika kita kritisi lebih mendalam sesungguhnya hukum warisan kolonial yang
kita gunakan bukanlah memberi keadilan bagi masyarakat. Hukum yang pada saat itu dibuat
oleh orang-orang belanda bisa jadi hanya untuk memperkuat posisinya sebagai penjajah. Jika
memang seperti itu sesungguhnya selama ini kita juga menggunakan hukum yang otonom.
Selama ini penegakan hukum di Indonesa masih terbilang kurang maksimal, pasalnya
masih banyak kejahatan-kejahatan yang sama terulang-ulang. Hal ini mengindikasikan
bahwasanya apakah hukuman yang ada masih belum dapat memberikan efek jera atau
sebaliknya ada suatu sebab sehingga pelaku yang sama mengulangi kejahatan yang sama. Hal

ini memang perlu adanya evaluasi dari pemerintahan terkhusus bagi seluruh elemen penegak
hukum karena selama ini para penegak hukum hanya terfokus pada bagaimana kejahatan itu
dapat terselesaikan dan memiliki putusan hukum yang bersifat tetap dan mengikat. Akan
tetapi para aparat penegak hukum tidak berfikir sesungguhnya mengapa kejahatan di
Indonesia sangatlah susah untuk dikikis habis.
Terkait dengan hukum yang responsif yang pada hakikatnya penegakan hukum
haruslah secara komprehensif. Hal ini dapat mengundang beberapa penafsiran, pasalnya
penegakan hukum yang bagaimana yang dapat bersifat komprehensif. Jika kita melihat dari
beberapa aspek sudut pandang sesungguhnya penegakan hukum di Indonesia belum dapat
dikatakan sebagai hukum yang responsif. Hal ini dikarenakan selama ini penegakan hukum di
Indonesia hanya berdasarkan kepada teks undang-undang saja. Jadi terlihat jelas bahwasanya
hukum yang selama ini ditegakkan oleh aparat penegak hukum sangatlah kaku. Padahal
seharusnya hukum dapat mengakomodir berbagai aspek, misalnya aspek kemanusiaan. Ini
merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum, mulai dari
polisi, jaksa, dan hakim untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan hukum murni yang kaku dan

analitis. Sudah waktunya para aparat penegak hukum mencari landasan diberlakukannya keadilan
sejati dari kenyataan-kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat.
Pilihan untuk menegakkan supremasi hukum yang berdasarkan kepada perlindungan hak-hak
asasi setiap manusia selanjutnya berada di tangan pemerintahan dan aparat penegak hukum yang

lainya. Sekarang kita dapat menyaksikan apakah pemerintah saat ini dapat mengubah konsepsi suatu
penegakan hukum otonom dan represif kepada penegakan hukum yang responsif. Sungguh jika
penegakan hukum yang responsif dapat terlaksana di sistem peradilan pidana (Criminal Justice
Sistem) Indonesai bukan tidak mungkin kejahatan-kejahatan dapat segera dikikis habis.