Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Ja
MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER MELALUI JALUR SUKU BUNGA
Jalur suku bunga pada dasarnya merupakan pandangan Keynesian dimana suku bunga riil
jangka panjang paling berpengaruh dalam perekonomian dan dapat dijelaskan dengan skema ISLM. Pandangan tradisional IS-LM Keynesian tentang mekanisme transmisi moneter dapat ditandai
dengan skema berikut ini yang menunjukkan efek dari kontraksi moneter:
M ↓>i ↑> I ↓>Y ↓
Dimana
M↓
menunjukkan kebijakan moneter yang kontraksi, misalnya bank sentral
menggunakan atau menerapkan instrumen moneter berupa penjualan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia). Dengan adanya penjualan SBI, maka JUB (Jumlah Uang Beredar) akan berkurang.
Kebijakan moneter yang kontraksi ini menyebabkan peningkatan suku bunga riil
(i↑) , karena
uang di Bank-Bank maupun masyarakat akan menjadi langka. Bagi pengusaha hal ini akan
meningkatkan biaya modal, sehingga menyebabkan penurunan pengeluaran untuk investasi
(I ↓)
, yang pada akhirnya akan mengarah pada penurunan permintaan agregat dan penurunan output
(Y ↓) .
Penjelasan yang lebih mendetil dapat dilihat pada kurva dibawah ini:
i
Ms2
Ms1
i2
i1
Md
Kuantitas Uang, M
Jika bank sentral membuat kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar (
M ↓ ), maka hal ini akan menggeser kurva Ms kekiri, dari Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang
kontraksi ini akan meningkatkan keseimbangan suku bunga riil dari i1 ke i2.
i
i2
i1
I
I2
I1
I
Suku bunga yang meningkat dari i1 ke i2 akan meningkatkan biaya modal, sehingga
murunkan tingkat ivestasi dari I1 ke I2.
C, I
C+1
C= a + b
Y1
Y2
Y
Pada akhirnya pengeluaran untuk investasi yang menurun akan berdampak pada penurunan
pendapatan nasional.
Dampak terhadap kurva LM & kurva permintaan agregat (Aggregate Demand).
i
Ms2
i
Ms1
LM2
LM1
i2
i2
i1
i1
Md
IS
Kuantitas Uang, M
Y2
Y1
Y
P
P2
P1
AD
Y2
Y1
Y
Kurva diatas menunjukkan bahwa dalam kondisi kebijakan moneter yang kontraksi
(kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar) akan menggeser kurva Ms kekiri, dari
Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang kontraksi mengarah kepada peningkatan keseimbangan suku
bunga riil dari i1 ke i2, suku bunga yang meningkat akan menggeser kurva LM kekiri dari LM1 ke
LM2. Dan apabila kita kaitkan dengan kurva aggregate demand, maka dapat kita lihat dampak yang
dihasilkan dari pergeseran kurva LM kekiri akan berdampak pada peningkatan harga dan pada
akhirnya akan berdampak pada penurunan permintaan agregat dan penurunan output nasional.
Sebaliknya, jika kebijakan moneter ekspansif, maka efeknya sebagai berikut :
M ↑>i ↓>I ↑>Y ↑
Dimana
M↑
menunjukkan kebijakan moneter yang ekspansif, sebagai contoh bank
sentral menggunakan atau menerapkan instrumen moneter berupa pembelian SBI. Dengan adanya
pembelian SBI, maka JUB akan bertambah. kebijakan moneter yang ekspansif ini menyebabkan
penurunan suku bunga riil (i↑) , karena uang di Bank-bank maupun masyarakat bertambah. Bagi
pengusaha hal ini akan menurunkan biaya modal, sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran
untuk investasi
(I ↓) , yang pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan permintaan agregat
dan peningkatan output (Y ↓) .
Penjelasan secara mendetil dapat dilihat pada kurva dibawah ini:
i
Ms1
i
Ms2
LM1 (P1)
LM2 (P1)
i1
i1
i2
i2
Md
IS
Kuantitas Uang, M
Y1
Y2
Y
P
P1
AD1 AD2
Y1
Y2
Y
Kurva diatas menunjukkan bahwa dalam kondisi kebijakan moneter yang ekspansif
(kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang beredar) akan menggeser kurva Ms kekanan, dari
Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang ekspansif mengarah kepada penrunan keseimbangan suku
bunga riil dari i1 ke i2, suku bunga yang menurun akan menggeser kurva LM kekanan dari LM1 ke
LM2 dengan asumsi harga P tetap. Dan apabila kita kaitkan dengan kurva aggregate demand,
dengan asumsi harga P tetap, maka dapat kita lihat dampak yang dihasilkan dari pergeseran kurva
LM kekanan akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat dan output nasional.
Jalur suku bunga pada dasarnya merupakan pandangan Keynesian dimana suku bunga riil
jangka panjang paling berpengaruh dalam perekonomian dan dapat dijelaskan dengan skema ISLM. Pandangan tradisional IS-LM Keynesian tentang mekanisme transmisi moneter dapat ditandai
dengan skema berikut ini yang menunjukkan efek dari kontraksi moneter:
M ↓>i ↑> I ↓>Y ↓
Dimana
M↓
menunjukkan kebijakan moneter yang kontraksi, misalnya bank sentral
menggunakan atau menerapkan instrumen moneter berupa penjualan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia). Dengan adanya penjualan SBI, maka JUB (Jumlah Uang Beredar) akan berkurang.
Kebijakan moneter yang kontraksi ini menyebabkan peningkatan suku bunga riil
(i↑) , karena
uang di Bank-Bank maupun masyarakat akan menjadi langka. Bagi pengusaha hal ini akan
meningkatkan biaya modal, sehingga menyebabkan penurunan pengeluaran untuk investasi
(I ↓)
, yang pada akhirnya akan mengarah pada penurunan permintaan agregat dan penurunan output
(Y ↓) .
Penjelasan yang lebih mendetil dapat dilihat pada kurva dibawah ini:
i
Ms2
Ms1
i2
i1
Md
Kuantitas Uang, M
Jika bank sentral membuat kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar (
M ↓ ), maka hal ini akan menggeser kurva Ms kekiri, dari Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang
kontraksi ini akan meningkatkan keseimbangan suku bunga riil dari i1 ke i2.
i
i2
i1
I
I2
I1
I
Suku bunga yang meningkat dari i1 ke i2 akan meningkatkan biaya modal, sehingga
murunkan tingkat ivestasi dari I1 ke I2.
C, I
C+1
C= a + b
Y1
Y2
Y
Pada akhirnya pengeluaran untuk investasi yang menurun akan berdampak pada penurunan
pendapatan nasional.
Dampak terhadap kurva LM & kurva permintaan agregat (Aggregate Demand).
i
Ms2
i
Ms1
LM2
LM1
i2
i2
i1
i1
Md
IS
Kuantitas Uang, M
Y2
Y1
Y
P
P2
P1
AD
Y2
Y1
Y
Kurva diatas menunjukkan bahwa dalam kondisi kebijakan moneter yang kontraksi
(kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar) akan menggeser kurva Ms kekiri, dari
Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang kontraksi mengarah kepada peningkatan keseimbangan suku
bunga riil dari i1 ke i2, suku bunga yang meningkat akan menggeser kurva LM kekiri dari LM1 ke
LM2. Dan apabila kita kaitkan dengan kurva aggregate demand, maka dapat kita lihat dampak yang
dihasilkan dari pergeseran kurva LM kekiri akan berdampak pada peningkatan harga dan pada
akhirnya akan berdampak pada penurunan permintaan agregat dan penurunan output nasional.
Sebaliknya, jika kebijakan moneter ekspansif, maka efeknya sebagai berikut :
M ↑>i ↓>I ↑>Y ↑
Dimana
M↑
menunjukkan kebijakan moneter yang ekspansif, sebagai contoh bank
sentral menggunakan atau menerapkan instrumen moneter berupa pembelian SBI. Dengan adanya
pembelian SBI, maka JUB akan bertambah. kebijakan moneter yang ekspansif ini menyebabkan
penurunan suku bunga riil (i↑) , karena uang di Bank-bank maupun masyarakat bertambah. Bagi
pengusaha hal ini akan menurunkan biaya modal, sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran
untuk investasi
(I ↓) , yang pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan permintaan agregat
dan peningkatan output (Y ↓) .
Penjelasan secara mendetil dapat dilihat pada kurva dibawah ini:
i
Ms1
i
Ms2
LM1 (P1)
LM2 (P1)
i1
i1
i2
i2
Md
IS
Kuantitas Uang, M
Y1
Y2
Y
P
P1
AD1 AD2
Y1
Y2
Y
Kurva diatas menunjukkan bahwa dalam kondisi kebijakan moneter yang ekspansif
(kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang beredar) akan menggeser kurva Ms kekanan, dari
Ms1 ke Ms2. Kebijakan moneter yang ekspansif mengarah kepada penrunan keseimbangan suku
bunga riil dari i1 ke i2, suku bunga yang menurun akan menggeser kurva LM kekanan dari LM1 ke
LM2 dengan asumsi harga P tetap. Dan apabila kita kaitkan dengan kurva aggregate demand,
dengan asumsi harga P tetap, maka dapat kita lihat dampak yang dihasilkan dari pergeseran kurva
LM kekanan akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat dan output nasional.