D 1.3 Vial Thiamin (Vit. B1)

0

PROPOSAL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL
INJEKSI VITAMIN B1 DALAM VIAL

Disusun oleh:
Kelompok D1-3


Imelda Dian Alvita

2014210113



Jatmiko Andrawino

2014210124




Kevin Christopher

2014210128



Lintang Pambuko WP

2014210135



Mar’atus Solikhah

2014210140



Muthi’ah Hafidza


2014210152

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2017

I.

PENDAHULUAN

1

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaan parenteral,
mata, dan irigasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik di antara
bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis
pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran dan mukosa,
sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen

toksis, dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih
dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah fisik,
kimia, atau mikrobiologis (Lachman, 1986 hal. 1292).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Injeksi biasanya diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan
mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 9).
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml.
Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi
serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau
lebih besar. Bila diperdagangkan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang
dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi
(R. Voight, hal. 464).
Vitamin adalah sekelompok senyawa organic berbobot molekul kecil yang
memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat

dihasilkan oleh tubuh. Vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang
dikatalisis oleh enzim. Pada dasarnya vitamin digunakan tubuh untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara normal. Vitamin memiliki peranan spesifik di
dalam tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Tubuh hanya
memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan
maka metabolisme di dalam tubuh akan terganggu karena fungsinya tidak dapat

2

digantikan oleh senyawa lain. Di samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh
berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh.
Tiamin atau vitamin B1 sangat penting untuk beberapa fungsi tubuh. Tiamin
adalah koenzim untuk dekarboksilasi piruvat dan oksidasi asam alfa ketoglutamat. Tiamin sangat penting bagi tubuh untuk dapat menggunakan
karbohidrat sebagai sumber energi serta untuk metabolisme asam amino.
Defisiensi tiamin (vit. B1) mengakibatkan penyakit beri-beri dan Wernicke’s
encephalopathy syndrome. Gejala klinis defisiensi tiamin tampak setelah 2-3
minggu kekurangan asupan tiamin (Drug Information 88 hal. 2103).
II. DATA PRE FORMULASI
1. Zat Aktif dan Bahan Pembantu
a. Zat Aktif :

Vitamin B1
Nama Zat aktif
Rumus Molekul
Bobot Molekul
Rumus Struktur

Vitamin B1 (Tiamin)
C12H17CIN4OS.HCl
337,27

Pemerian
Kelarutan

Hablur atau serbuk hablur, putih; bau khas lemah
Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin; sukar

Khasiat

larut dalam etanol.
Untuk mencegah


dan

mengobati

penyakit

defisiensi tiamin seperti beriberi, Wernicke’s
encephalopathy syndrome, dan neuritis peripheral
Dosis

yang berhubungan dengan pellagra.
3 kali sehari 5-100 mg ( Drug Information 88

OTT
Stabilitas
Sterilisasi
pH sediaan

AHFS, hal 2103).

Larutan alkali dan netral.
Dengan adanya cahaya akan terurai
Filtrasi
2,5 – 4,5

Literatur

Drug Information 88 AHFS hal 2103
Farmakope Indonesia V tahun 2014 hal 1265

3

b. Data Eksipien
Benzalkonium Klorida
Nama Zat
Rumus Molekul
Bobot Molekul
Pemerian

Benzalkonium Klorida

[C6H5CH2N(CH3)2R]Cl
360
Serbuk amorf berwarna

Kelarutan

kekuningan, memiliki bau dan rasa khas.
Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut

putih

atau

putih

dalam aseton, etanol (95 %), methanol, propanol
Penggunaan
Konsentrasi
pH
OTT


dan air.
Pengawet, anti mikroba
0,01%
5,0 – 8,0
Dengan aluminium, surfaktan anionic, sitrat,
flouresen, hydrogen peroksida, hidroksi propil
metil selulosa, iodida, kaolin, lanolin, nitrat,
surfaktan nonionik dengan konsentrasi tinggi,
permanganat,

protein,

salisilat,

sulfonamida,

Stabilitas

tartrat.

Benzalkonium klorida bersifat higroskopis dan

Sterilisasi
Literature

tidak stabil terhadap cahaya, udara dan logam.
Autoklaf
Handbook of Pharmaceutical Excipient Ed VI hal
56

Aqua pro injection

Pemerian
Kegunaan
Stabilitas

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Air untuk injeksi
Mudah terurai jika berhubungan dengan zat
organik yang dapat teroksidasi, dengan logam


Literature

tertentu dengan senyawanya atau dengan alkali
Farmakope Indonesia V hal 57

c. Teknologi Sediaan Farmasi
1. Sediaan Injeksi Vial
Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi, suspensi, atau sebruk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral,
suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan dalam atau melalui kulit
atau selaput lendir. Suspensi tidak dapat diberikan karena bahaya hambatan
pembuluh kapiler.

4

Injeksi merupakan terapi parenteral. Terapi parenteral memiliki beberapa
keuntungan penting dibandingkan enteral. Sejak pemilihan tempat pemakaiannya,
dapat ditetapkan saat muncul dan lamanya efek. Pada umumnya pemberian dengan
cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan
gawat dan bila penderita tidak bisa dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak
sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau
bila obat itu sendiri tidak efektif terhadap pemberian dengan cara lain.Injeksi diracik
dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. (Farmakope Indonesia III hal. 13)
Persyaratan bagi larutan injeksi :
- Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang
ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia dan sebagainya.
- Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antar aksi antar bahan obat dan
material dinding wadah.
- Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk itu beberapa faktor yang paling
menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara
fisiologis, isotonis, isotonis, isohidris, bebas bahan melayang.
- Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika
lebih dari 10 mL harus bebas pirogen.
Wadah yang digunakan untuk produk injeksi, salah satunya adalah vial. Vial
adalah wadah gelas yang umumnya digunakan untuk dosis ganda, dengan
kapasitas 5 ml, 10 ml, dan seterusnya. Pelarut yang digunakan aqua, non aqua
(minyak/non minyak). Perlu pemberian pengawet, sehingga isi dapat diambil
sebagian dan sisa masih steril, serta dapat dikalibrasi. Vial disterilisasikan di
dalam oven, pada suhu 150ºC selama 1 jam, sedangkan untuk tutup vial karet
dalam autoklaf, pada suhu 115ºC - 116ºC selama 30 menit.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan lebih dari satu kali sehingga dapat
mencegah terjadinya kontaminasi dari mikroorganisme
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus isotonis (0,60,2%). (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitas zat aktifnya.
1. Formula Dasar Vial
Formula dasar untuk vial (sediaan parenteral volume kecil) yaitu:
- Pembawa yang sesuai (air, non air, kosolven)
- Bahan tambahan (pengawet, antioksidan, dapar, agen pengkhelat, dan
pengatur tonisitas)
Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang kurang cepat,
tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian

5

lewat intravena. Larutan air atau minyak atau suspensi bahan obat dapat diberikan
leawat intramuskular. Kecepatan absorpsi sangat berbeda-beda tergantung pada
jenis sediaan yang diperlukan. Biasanya obat suntik dalam bentuk larutan lebih
cepat diabsorbsi daripada dalam bentuk suspensi dan obat dalam sediaan air lebih
cepat diabsorbsi daripada sediaan minyak. Jenis sediaan yang digunakan
berdasarkan pada sifat-sifat obat itu sendri dan pada efek terapi yang diharapkan.
Suntikan intramuskular dilakukan dengan memasukkan ke dalam otot rangka.
Lokasi yang biasanya digunakan adalah otot deltoid/ segitiga pada lengan atas,
dimana disuntikan sebanyak 2 ml sediaan obat. Volume lebih besar maksimal 5
ml, dapat diinjeksikan kedalam otot gluteal medial dari setiap penonjolan,
absorbsi melalui rute muskular lebih cepat daripada subkutan, dapat ditunda atau
diperlama dengan cara pemberian obat dalam bentuk suspense steril, baik dalam
pembawa air maupun minyak.
Keuntungan sediaan parenteral: (sediaaan farmasi steril Goeswin Agoes hal 12)
1. Terapi parenteral diperlukan untuk obat yang tidak efektif idak secara oral
atau akan rusak oleh sekresi saluran cerna seperti insulin, hormon lain dan
antibiotika.
2. Pengobatan untuk pasien yang tidak koperatif atau tidak sadar harus diberikan
melalui injeksi.
3. Permberian obat secara parental dapat pula memberikan efek local jika
diperlukan.
Kerugian sediaan parental: (sediaaan farmasi steril Goeswin Agoes hal 13)
1. Sediaan diberikan oleh tenaga ahli
2. Membutuhkan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan pemberian obat
menurut rute lain
3. Begitu obat diberikan secara parental sulit untuk membalikan atau mengurangi
efeak fisiologisnya
Syarat-syarat sediaan parental: (sediaan farmasi steril Goeswin Agoes hal 15)
1. Aman secara toksikologi.
2. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik bentuk vegetative,
patogen, spora dan non patogen
3. Bebas dari kontaminasi pirogen.
4. Bebas dari partikel partikulat asing.
5. Stabil, tidak hanya secara fisika dan kimia, tapi juga secara

6

mikrobiologi.
c.

Latar Belakang Penetapan Formula
Tiamin (vitamin B1) merupakan kompleks molekul organik yang
mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Dalam badan zat ini akan diubah
menjadi tiamin pirofosfat (tiamin-PP), dengan reaksi sebagai berikut.
(Farmakologi dan Terapi edisi 5, hal 772)
Tiamin HCl biasa diberikan secara oral. Saat pemberian oral tidak
memungkinkan, terjadi malabsorpsi, pasien Wernicke’s encephalopathy
syndrome, atau gagal jantung penderita beriberi, obat dapat diberikan secara
intramuscular (IM) atau intravena (IV) (Drug Information 88, Hal 2103).
Yang termasuk kedalam sediaan parenteral volume kecil adalah ampul 1ml,
2ml, 3ml, 5ml, dan 20ml serta vial 2ml, 5ml, 10ml, 15ml, 20ml, dan 30 ml.
Sediaan ini dapat digunakan secara intramuskular, intravena, intradermal,
subkutan, intraspinal, dan intratekal. Pada sediaan ampul Vit B1 digunkan rute
IM dan IV. Pada rute IM lokasi yang biasa digunakan adalah otot deltoid
(segitiga) pada lengan bagian atas, dimana disuntikkan sebanyak 2ml larutan
obat. Volume lebih besar, maksimal 5ml, dapat disuntikkan ke dalam otot
gluteal medial dari setiap penonjolan. Pada rute IV akan didapatkan efek yang
lebih cepat (sediaan farmasi steril, goeswin agoes hal 11 dan 13).
Defisiensi berat menimbulkan penyakit beri-beri yang gejalanya
terutama tampak pada sistem saraf dan kardiovaskular. Gangguan saraf dapat
berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat dan lemah pada tungkai,
gangguan sensorik seperti hiperestesia, anesthesia, rasa nyeri, dan rasa terbakar
(Farmakologi dan Terapi, edisi V, hal 772).
Air pro injeksi digunakan karena zat aktif larut air, penggunaan
benzalkonium klorida sebagai antimikroba/pengawet karena sediaan yang akan
dibuat merupakan obat dosis ganda sehingga dibutuhkan pengawet, selain itu
Benzalkonium klorida dipilih karena tahan pemanasan, tidak berinteraksi
dengan wadah vial, pada pH rendah aktivitas antimikrobanya meningkat
(Handbook of Pharmaceutical Excipients sixth edition, hal. 56).
2. Farmakologi ( Farmakologi dan Terapi edisi V hal 772)
a. Farmakodinamika

7

Pada dosis kecil atau dosis terapi tiamin tidak memperlihatkan efek
farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian IV secara cepat dapat terjadi efek
langsung pada pembuluh darah perifer berupa vasodilatasi ringan , disertai
penurunan tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiamin berperan
dalam metabolisme karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi
kadar gula darah. Pada manusia reaksi toksik setelah pemberian parenteral
biasanya terjadi karena reaksi alergi.
Tiamin pirofosfat adalah bentuk aktif tiamin yang berfungsi sebagai
koenzim dalam karboksilasi asam piruvat dan asam ketoglutarat. Peningkatan
kadar asam piruvat dalam darah merupakan salah satu tanda defisiensi tiamin.
b. Farmakokinetika
Setelah pemberian parenteral absorpsi berlangsung cepat dan
sempurna. Absorpsi per oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum,
maksimal 8-15 mg/hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg.
Dalam satu hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan
tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan
dikeluarkan melalui urin sebagai tiamin atau pirimidin.
c. Efek Samping
Tiamin tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan per oral dan bila
kelebihan tiamin cepat diekskresi melalui urin. Meskipun jarang, reaksi
anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV dosis besar pada pasien yang
sensitive, dan beberapa di antaranya bersifat fatal.

III.

FORMULA
1. Formula Rujukan
(Martindale edisi 36, hal. 1976)
Tiap mL mengandung :
Thiamine HCl

100 mg

Sodium Formaldehyde Sulfoxylate

1 mg

Chlorobutanol

3,5 mg

Aqua pro injectio

ad 1 ml

8

2. Rencana Formula (Berdasarkan Drug Information 88 AHFS
Hal 2106)
Latar Belakang Penetapan Formula
1. Vitamin B1
Vitamin B1 merupakan salah komponen vitamin B kompleks
yang dipasaran terdapat dalam bentuk Tiamin Hidroklorida. Vitamin
B1 digunakan untuk pengobatan defisiensi vitamin B1 dengan
konsentrasi 100 mg/ml.
2. Benzalkonium klorida
Penggunaan benzalkonium klorida dalam sediaan ini yang
berfungsi sebagai pengawet dikarenakan sediaan ini diberikan
dalam bentuk vial dosis ganda yang digunakan berulang kali, oleh
karena itu penggunaaan benzalkonium klorida digunakan mencegah
kontaminasi mikroorganisme. Alasan pemilihan benzalkonium yang
lain karena pH benzalkonium 5-8 dan semakin kecil pH maka
aktivitas antimikroba semakin tinggi, sehingga diharapkan dapat
bekerja pada pH sediaan (range pH sediaan 2,5-4,5).
3. Formula Jadi
Tiap 10 mL mengandung :
Thiamin HCl
Benzalkonium klorida
Aqua pro injeksi
IV.

1000 mg
0,01 %
ad 10 ml

ALAT dan BAHAN
1.
ALAT:

2.

BAHAN:
1. Beaker glass

1. Vitamin B12

2. Erlenmeyer

2. Benzalkonium Klorida

3. Corong glass

3. Aqua Pro Injection

4. Vial
5. Gelas ukur
6. Kertas saring
7. Batang pengaduk

9

8. Spatula
9. Pinset
10. Kaca arloji
11. Pipet tetes
12. Penjepit besi

V.

PEMBUATAN
-

Perhitungan

Rumus = {(n x v) + (10-30 % x v)} ml
n

= jumlah vial yang akan dibuat

v

= volume injeksi tiap vial (ml)

Volume total 5 vial

= {(n x v) + (30 % x [n x v])} ml
= {(5 x 10,3 ml) + (30 % x 5 x 10,3)} ml
= 66,95 ml

Total Vitamin B1

= 66,95 ml x 500 mg
10 ml
= 3,35 g

Total Benzalkonium klorida
= 0,01 % x 66,95 ml
= 0,006695 ml
= 6,7 mg
Pengenceran Benzalkonium klorida:
= 6,7 mg x 10 ml
10 mg
= 6,7 ml


Benzalkonium klorida = 10 mg



Lar. aqua p.i

= ad 10 ml



Vol yang diambil

= 6,7 ml

-

Data Penimbangan Teoritis :
Bahan

Bobot teoritis

10

-

Vitamin B1

3,35 g

Benzalkonium klorida

6,7 mL

Aqua p.i

Ad 66,95 mL

Cara Kerja
Prinsip: sterilisasi aseptis
1. Dicuci alat-alat yang akan digunakan
2. Dikalibrasi vial 10,3 ml dan beaker glass 100 ml
3. Disterilkan semua alat yang digunakan dengan cara yang sesuai
dengan literatur.
4. Ditimbang bahan – bahan yang digunakan (Vit B1), benzalkonium
klorida)
5. Dibuat aqua pro injeksi dengan cara air suling dipanaskan sampai
mendidih selama 30 menit, dinginkan.
6. Dibuat pengenceran benzalkonium klorida dengan cara:


Ditimbang 10 mg benzalkonium klorida



Dilarutkan dalam 10 ml aqua pro injeksi

7. Hasil pengenceran bezalkonium klorida disterilisasi dalam autoklaf
8. Semua bahan dibawa ke dalam ruang LAF
9. Dilarutkan vitamin B1 dengan menggunakan aqua pro injeksi.
10. Dicampur larutan vitamin B1 dengan pengenceran benzalkonium
klorida.
11. Dilakukan evaluasi IPC yaitu cek pH 2,5-4,5, uji kejernihan dan uji
keseragaman volume
12. Di ad kan dengan aqua pi samapai tanda kalibrasi
13. Disaring larutan dengan menggunakan kertas saring
14. Dimasukkan kedalam vial tepat tanda 10,3 ml, tutup dengan karet
penutup dan bungkus vial coklat dengan kap alumnium.
15. Dilakukan evaluasi Quality Control yaitu keseragaman volume dan
kejernihan
16. Dikemas, beri etiket, masukkan dalam dus, lengkapi dengan brosur,
kemudian diserahkan
No.

Sterilisasi

Alat yang Digunakan

Cara Sterilisasi

Pustaka

Waktu

Waktu

11

Mulai
1

2
3

0

Beaker glass, Erlenmeyer,

Oven 150 C,

(FI V, hal

Corong glass, vial, Pipet

selama 1 jam

1663)

tetes
Gelas ukur, Kertas saring

Autoklaf 1210C

(FI V, hal

Batang pengaduk, Spatula,

selama 15 menit
1662)
Direndam alkohol Disinfection

Pinset,

selama

Kaca arloji,

30 menit

Penjepit besi

sterilitation
and
preseruation
vol 3 hal 225

4

5

Karet tutup botol vial, karet

Digodok dalam

tutup pipet tetes

air suling 30

Aqua steril pro injection

menit
Didihkan selama

(FI V, hal 7)

30 menit

VI.

EVALUASI
a. In Proses Control
:
- Uji Kejernihan (Lachman III hal 1355)
Produk dalam wadah di periksa dibawah penerangan cahaya
yang baik, terhalang dari reflek mata, latar belakang hitam dan putih
dengan rangkaian isi dijalankan suatu aksi mutar.
Syarat : semua wadah diperiksa secara visual dari tiap partikel
yang terlihat dibuang dari infus volume besar, atas 50 partikel 10
mikroliter dan lebih besar, serta 5 partikel lebih besar sama dengan 5
mikroliter/mililiter
-

Uji pH ( FI IV hal. 1039 – 1040 )
Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal.Dengan pH meter : Sebelum digunakan, periksa elektroda dan
jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter : Bilas
elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan
sedikit larutan uji. Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk
pelarutan dengan pengenceran larutan uji.

- Uji Keseragaman Volume (FI IV hal 1044)
Cara I :

Akhir

12

Pilih satu/lebih wadah 10 ml/lebih. Ambil isi setiap wadah dengan
alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 x vol
yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No. 2,
panjang tidak kurang dari 2,5 mm Keluarkan gelembung udara dari
dalam jarum dari alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa
mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume
tertentu yang telah dibakukan hingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
b. Quality Control
-

Uji Keseragaman Volume [Farmakope Indonesia Edisi IV, hal.
1044]
Prosedur :
Pilih 1 atau lebih wadah bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml
atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi
tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak
lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi
dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5
cm.
Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian
jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah
dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurangkurangnya 40 % volume dari kapasitas yang tertera.
Persyaratan :
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila

diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml tidak kurang
dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
-

Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 858)
Asas :
Dilakukan

dengan

teknik

penyaringan

dengan

menggunakan filter membran karena dengan cara ini, jasad renik

13

dapat dipisahkan dari cairan yang mengandung bakteriostatik atau
fungistatik sebagai penghambat pertumbuhan.
Prosedur uji :
Penyaringan dengan filter membran (porositas 0,22 µm,
diameter ± 47 mm, kecepatan aliran 55–75 ml/menit, tekanan 70
cmHg). Membran dibilas dengan larutan pepton 0,1%. Membran
dipotong menjadi setengah bagian, jika hanya digunakan satu lalu
dimasukkan ke dalam media Tioglikolat cair, inkubasi 30 - 35° C
selama 7 hari dan Soybean – Casein Digest inkubasi 20-25° C
selama 7 hari
-

Uji kadar (FI V hal 1174)
Ukur saksama sejumlah volume larutan injeksi setara dengan
tidak kurang 300µg, encerkan dengan air secara kuantitatif dan
bertahap hingga kadar lebih kurang 30µg per ml
Di dalam sel 1cm pada panjang gelombang serapan maksimum
lebih kurang 361nm, menggunakan air sebagai blangko, hitung
jumlah dalam µg sianokobalamin tiap mili dengan rumus:

- Uji Kejernihan ( Lachman, hal 1355 – 1356 )
Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya
dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar
di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi
ke dalam matanya dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar partikel yang
bergerak lebih mudah dilihat dari pada partikel yang diam, tetapi
harus berhati-hati untuk mencegah masuknya gelembung udara
yang sulit di bedakan dari partikel-partikel debu. Untuk melihat
partikel-partikel yang berat, mungkin perlu untuk membalik
wadah.
-

Uji PH (FI IV hal. 1039-1040)

Uji pH dapat dilakukan menggunakan pH meter, sebelum digunakan
ph meter harus diperiksa electroda dan jembatan garam jika ada

14

perlu isi lagi larutan jembatan garam. Untuk pembakuan ph meter
pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan
ph tidak lebih dari 4 unit. Isi sel dengan salah satu larutan dapar
untuk pembakuan pada suhu larutan ujimya akan diukur. Pasang
kendali suhu pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk
membuat ph identik. Bila electroda dan sel beberapa kali dengan
larutan dapar untuk pembakuan, isi sel dengan larutan tersebut
pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar ke 2
+_ 0.007 unit ph dari harga yang dalam label yang tertera. Jika
penyimpangan terlihat besar, periksa electroda atau ganti. Ulangi
pembakuan hingga ke 2 larutan dapar untuk pembakuan
memberikan harga pH tidak lebih dari 0,002 unit ph dari harga
yang tertera dalam label. Isi sel dengan larutan uji dan baca harga
pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan atau pengeneran
larutan uji. Jika hanya diperluksn harga ph perkirakan dapat
digunakan indikator dan kertas indikator universal.
-

Uji Kebocoran (Lachman III, hal 1354)
Merendam dalam larutan warna Sterilisasi dalam larutan warna
Sterilisasi dalam posisi terbalik.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Agoes, Goeswin. 2010. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB.
2. American Hospital Formulary Service, Drug Information 88, American Society of
Hospital Pharmacist.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1969. Farmakope Indonesia. Edisi III .
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia ed IV. 1995.
Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia ed V. 2014. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
6. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi ketiga. Jakarta: UI-Press..
7. Lawrence, A.T. 2003. Handbook on Injectable Drugs. Edisi ke 12. Bethesda:
American Society of Health System Pharmacist.
8. Reynolds JEF.1998. Martindale The Extra Pharmacopoeia. 28th edition. London: The
Pharmaceutical Press
9. Rowe, Raymond C., dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients sixth ed.VI
London: PhP..
10. Voigt, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM
Press.