Analisis Kadar Leptin Dan Tekanan Darah Pada Obesitas Viseral Dan Non Viseral

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas
2.1.1. Definisi Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana proporsi berat badan dan tinggi badan
jauh melebihi standar yang ditentukan (Hellerstein & Park, 2007). obesitas juga
diartikan sebagai kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi
pada bagian-bagian tertentu (Flier, 2006). Menurut standar indeks masa tubuh (IMT),
seseorang dikatakan mengalami obesitas bila nilai IMT-nya lebih atau sama dengan
25 kg/m2 (Asia Pasifik, 2000). Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh,
yaitu apabila ditemukan total lemak tubuh >20% pada pria dan >30% pada wanita
(Misnadiarly, 2007).
Derajat obesitas digolongkan menjadi overweight, mild obesity, moderate
obesity dan morbid. Overweight adalah berat badan yang tidak melebihi 20% diatas
berat badan ideal dan tidak memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan
hiperlepidemia. Dikatakan Mild obesity bila berat badan individu antara 20-30%
diatas berat badan ideal. Moderate obesity jika berat badan individu antara 30-60%
diatas berat badan ideal dan Morbid obesity bila berat badan individu diatas 60%
berat badan idealnya. Selain keempat derajat tersebut, Krai masih mengemukakan
satu derajat lagi yang disebut malignant obesity yaitu kelebihan berat badan sebesar

45,5 kg diatas berat badan normalnya (Misnadiarly, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Tipe Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian
atas disebut dengan upper body obesity atau central obesity dan obesitas tubuh bagian
bawah disebut lower body obesity atau peripheral obesity (Tchernof, 2007; Ibrahim,
2009)).
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh
yang terdapat pada kompartemen jaringan lemak, yaitu abdominal subkutan yang
merupakan kompartemen paling umum dan intra-abdominal (Wajchenberg, 2000).
Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe
obesitas ini disebut sebagai android obesity dan kini lebih dikenal dengan abdominal
obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi,
dislipidemia dan penyakit kardiovaskuler dibanding dengan obesitas bagian bawah.
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak
tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita
sehingga sering disebut gynoid obesity (Tchernof, 2007; Klein & Romijn, 2008).

Distribusi lemak pada tempat yang berbeda memiliki implikasi terhadap
morbiditas (Flier, 2006;

Ibrahim, 2009). lemak subcutan abdominal dan

intraabdominal memiliki signifikansi yang lebih besar dibanding lemak yang
terdistribusi pada extremitas bawah atau seluruh tubuh (Flier, 2006). Lemak yang
terdapat pada rongga abdomen terutama pada mesenteric dan omentum disebut
dengan lemak visceral (VAT) dan lemak yang terdapat pada area subkutan disebut
lemak subkutan (SCAT) (Wajchenberg, 2000; Ibrahim, 2009), dengan alat computed

Universitas Sumatera Utara

tomography perbedaan keduanya terlihat jelas pada gambar 2.1 (Wajchenberg, 2000).
VAT memiliki reseptor glukokortikoid dan androgen lebih banyak, metabolism yang
lebih aktif, lebih sensitive terhadap lipolisis dan lebih resisten insulin dibanding
SCAT. VAT memiliki kapasitas lebih besar menghasilkan FFA, meningkatkan
glukosa dan lebih sensitive terhadap stimulasi adrenergic. VAT menjadi factor resiko
lebih besar untuk penyakit jantung, hipertensi dan stroke dibanding SCAT (Ibrahim,
2009; Tchernof, 2007).


Gambar 2.1: Dengan menggunakan computed tomography dapat dibedakan antara A.
visceral adipose tissue (VAT) dan B. subcutan adipose tissue (SCAT) (Wajchenberg,
2000).

2.1.3. Etiologi obesitas
Penyebab obesitas multifaktorial, secara umum terjadi berkaitan dengan
keseimbangan energi di dalam tubuh yakni akibat adanya ketidak seimbangan antara
asupan energi dengan keluaran sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak (Spiegelman, 2001). Keseimbangan energi ditentukan
oleh asupan energi yang berasal dari zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat,
lemak dan protein serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi

Universitas Sumatera Utara

basal, aktvitas fisik dan thermic effect of food (TEF) yaitu energi yang diperlukan
untuk mengolah zat gizi menjadi energy (Flier, 2006).
Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
yang berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme maupun dari
luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup (lingkungan) yang akan mempengaruhi

kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan metabolisme dipengaruhi
oleh genetik dan juga oleh lingkungan. Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus
diteliti. Baik faktor lingkungan maupun genetik yang berperan dalam terjadinya
obesitas. (Hellerstein & Parks 2007).

A. Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan yang berperan antara lain pengaruh psikologi dan budaya
(Klein & Romijn 2008). Dahulu status sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan
obesitas. Individu yang berasal dari keluarga social ekonomi rendah biasanya
mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial
ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga
dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah
karena prevalensi obesitas dijumpai pada setiap kelompok status sosial ekonomi.
Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya
aktivitas fisik, dan kebiasaan duduk berjam-jam (Misnadiarly 2007,WHO SEARO
2011). Di Indonesia, perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi
menyebabkan berubahnya pola makan yang merujuk pada diet tinggi kalori, lemak
dan kolesterol yang menimbulkan dampak terhadap peningkatan resiko obesitas
(Dirkes, 2009).


Universitas Sumatera Utara

B. Faktor Genetik
Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal
melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan
ukuran dan banyaknya sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Flier 2006).
Pengamatan yang dilakukan pada anak-anak yang obesitas umumnya berasal dari
keluarga dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 4050% anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orangtua obesitas, 80%
anak-anaknya akan menjadi obesitas. Pengamatan selama setahun terhadap bayi-bayi
yang ibunya obesitas menunjukkan 50% diantaranya menjadi obesitas bukan karena
asupan makan yang berlebih. Pada anak kembar identik juga ditemukan BMI yang
sama. Hal ini menunjukkan adanya peran genetic pada obesitas (Misnadiarly 2007,
Flier 2006).
C. Regulasi Keseimbangan energi dan berat badan.
Mekanisme regulasi reseimbangan energi dan berat badan, merupakan factor yang
paling penting untuk terjadinya obesitas (Spiegelman, 2001; Flier, 2006). Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu:
pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energy dan
regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui
sinyal sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal

afferent dari perifer, dari jaringan adipose juga dari usus dan jaringan otot (Fruhbeck,
2001; Schwartz, 2000). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan
makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal
panjang (Schwartz, 2000; Harvey, 2003).
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu
kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan
porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang
diperankan oleh fat-derived hormone leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan
dan keseimbangan energy (Schwartz, 2000; Spiegelman, 2001; Friedman, 1998).
Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan.
Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke
peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus
(Fruhbeck, 2001). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa
jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus

agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan
makanan (Friedman, 1998; Halaas, 1998).
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,
maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan
makanan (Friedman, 1998; Halaas, 1998). Pada sebagian besar orang obesitas,
mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut
sebagai resistensi leptin (Considine, 1996; Enriori, 2007; Martin, 2008).
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin
berperan juga dalam regulasi keseimbangan energy ((Schwartz, 2001; Spiegelman,

Universitas Sumatera Utara

2001; Flier, 2006) demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer
yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian
kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY),
melanin-concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin
dan somatostatin ((Friedman, 1998; Spegelman, 2001). NPY dan CRH terdapat di
nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial
hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan

makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida perangsang nafsu
makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi terhadap starvasi dan obesitas
(Schwartz, 2000).
Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center (Satoh, 1999) .
Stimulasi pada nucleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan
nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas.
Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center /
orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan ((Friedman, 1998;
Schwartz, 2000).
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron
proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART)
dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan
pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP
(agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan,
menurunkan pengeluaran energy (Schwartz, 2000; Halaas, 1998; Spegelman, 2001).
Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh
neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan

Universitas Sumatera Utara


memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam
nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh
kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang
ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus (Schwartz, 2000). Jalur descending
anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur
penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan
efek sinyal kenyang, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang
mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan
(Schwartz, 2000, Spiegelman and Flier 2001). Hal ini terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2; skema jalur regulasi appetite pada manusia ( Schwartz, 2000)
Beberapa mekanisme molekuler lain yang menyebabkan obesitas telah
dideskripsikan sebagai monogenic causes yang melibatkan mutasi pada gen leptin,
mutasi reseptor leptin, mutasi gen prohormone convertase 1 (PC1), mutasi pada gen
POMC dan reseptor MC4R.

Juga polygenic causes yang berkontribusi terhadap

obesitas. Setidaknya lebih dari 600 gen, marker dan region kromosom telah
dihubungkan dengan fenotif obesitas pada manusia (Klein & Romijn, 2008).


Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Caballero, 2005) Berikut ini
penjelasan dari metode pengukuran antropometri tubuh:
A. IMT
Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu
BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan
dalam meter (Klein & Romijn, 2008). Klasifikasi IMT dibedakan menurut kriteria
Asia Pasifik dan kriteria WHO. Kriteria IMT untuk Asia lebih kecil dibanding kriteria
WHO (Asia Pasifik, 2000), klasifikasi IMT menurut WHO dan Asia dapat dilihat
pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 di bawah ini.

Sumber : The Asia pacific Perspective, 2000

Universitas Sumatera Utara


Sumber : The Asia pacific Perspective, 2000

B. Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, selain IMT, metode
lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar
pinggang (Bell et al., 2005). Internasional Diabetes Federation (IDF) mengeluarkan
kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis sesuai tabel 2.2.
Tabel 2.3. Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis (IDF, 2006).
Negara/grup etnis

Lingkar pinggang (cm) pada obesitas

Eropa

Pria >94
Wanita >80
Pria >90
Wanita >80
Pria >90
Wanita >80
Pria >90
Wanita >80
Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga

Asia Selatan
Populasi China, Melayu, dan Asia-India
China
Jepang
Amerika Tengah dan Selatan
Sub-Sahara Afrika
Timur Tengah

tersedia data spesifik

Universitas Sumatera Utara

Ukuran lingkar pinggang juga bisa dijadikan acuan untuk menentukan obesitas
abdominal atau viseral (Wajchenberg, 2000). Besar lingkar pinggang diukur dengan
pita pengukur/metline dalam sentimeter (cm). Pengukuran dilakukan pada posisi
berdiri tegak, diukur diantara crista illiaka dan costa XII seperti terlihat pada gambar
2.3 (NHBLI, 2000).

Gambar 2.3. Cara pengukuran lingkar pinggang (NHBLI, 2000).

C. Lingkar panggul
Merupakan ukuran dari besar lingkar panggul yang diukur dengan pita
pengukur dalam cm dengan cara melingkari pelvis pada titik maksimal tonjolan
bokong. Kriteria penentuan obesitas viseral biasanya didasarkan pada perbandingan
antara besar lingkar pinggang dan lingkar panggul, dikatakan obesitas jika rasio antara
lingkar pinggang dan lingkar panggul melebihi ukuran normal (Wajchenberg, 2000).
Tabel 2.4. Rasio lingkar pinggang dan panggul (Wajchenberg, 2000).
Jenis kelamin

Ukuran rasio LP dan Lpa normal

Wanita

< 0.85

Pria

< 0.90

Universitas Sumatera Utara

2.2 Tekanan Darah dan Hubungannya Dengan Obesitas.
2.2.1. Defenisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong kesemua arah pada seluruh permukaan
yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Cara
mengukur tekanan darah adalah dengan

menggunakan alat yang disebut

spygmomanometer. Lengan atas dibalut dengan selembar kantong karet yang dapat
digembungkan, yang terbungkus dalam sebuah manset dan digandengkan dengan
sebuah pompa dan manometer. Dengan memompa maka tekanan dalam kantong karet
cepat naik sampai 200 mmHg yang cukup untuk menjepit sama sekali arteri brakhial,
sehingga tidak ada darah yang dapat lewat dan denyut nadi pergelangan menghilang.
Kemudian tekanan diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat dirasakan atau
lebih tepat, bila dengan menggunakan stetoskop denyut arteri brakhialis pada lekukan
siku dengan jelas dapat didengar. Pada titik ini tekanan yang tampak pada kolom air
raksa dalam manometer dianggap tekanan sistole. Kemudian tekanan diatas arteri
brakhialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau pukulan denyut arteri
dengan jelas dapat didengar atau dirasakan. Titik dimana bunyi menghilang dianggap
tekanan diastole (Sherwood, 2001). Tekanan darah sistole normal untuk dewasa