Pengaruh Pemberian Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L) Terhadap Profil Farmakokinetika Natrium Diklofenak

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan kencur adalah sebagai berikut (MEDA, 2013). Kingdom/kerajaan : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Monocotyledoneae (biji berkeping tunggal)

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galangal L

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Kencur merupakan tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu atau hanya mengandung sedikit jaringan kayu. Ia tumbuh di daratan rendah sampai sedang, ia juga dapat tumbuh dengan baik pada musim penghujan. Tanaman kencur cocok ditanam di tanah yang relatif gembur dan tidak terlalu banyak air, namun ia juga dapat ditanam pot atau di kebun yang cukup mendapat sinar. Kencur termasuk tanaman yang dapat hidup dimana pun pada tanah yang gembur dan subur dengan sedikit naungan. Ia adalah salah satu jenis tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (zingiberaceae) yang masih satu keluarga dengan kunir, jahe, kunci, dan semacamnya. Mereka mempunyai kemiripan yaitu


(2)

Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek. Batang tersebut terbentuk dari pelepah-pelepah daun yang saling menutupi. Daun-daunnya tumbuh tunggal, melebar dan mendatar atau menurun mendekati permukaan tanah. Bentuk daun elip melebar lebar 3 - 6 cm, dan panjangnya 7 - 12 cm. Bunga tanaman kencur berwarna putih, bibir bunga bewarna ungu, dan baunya wangi. Bunga-bunga ini tumbuh diantara helaian daun. Setiap tangkai bunga berjumlah 4 - 12 kuntum bunga. Buah kencur termasuk buah kotak beruang 3, dengan bakal buah yang letaknya tenggelam. Tapi buah kencur ini amat sulit menghasilkan biji. Akar kencur merupakan akar tinggal, yang bercabang halus dan menempel pada umbi akar, yang biasanya disebut rimpang. Rimpang ini tumbuh memanjang kebawah, berdiamater sampai 1,5 cm, dan tidak berserat. Bila rimpang tersebut dipotong melintang, tampak bewarna putih dan pinggir nya bewarna coklat kekuningan, aroma rimpang kencur sangat khas dan lembut (Santoso, 2013).

Kencur diduga berasal dari india lalu dibudayakan secara luas di asia tenggara, cina selatan, dan australia utara. Nama kencur dipinjam dari bahasa sansakerta, kachora, yang berarti temu putih. Istilah kencur dalam bahasa inggris sering disebut lesser galanggal (alphinia officinarum) maupun zedoary (temu putih) padahal kedua nya merupakan spesies yang berbeda dan bukan rempah pengganti. Nama-nama lainnya untuk kencur adalah cekur (malaysia) dan prohom (thailand). Kencur sudah sangat dikenal masyarakat kemampuannya sebagai bumbu masakan dan membuat masakan lebih sedap. Kencur dikenal dengan nama latin Kaemferia galanga Linn. Tanaman kencur dikenal juga dengan nama cendo,


(3)

tekur, keciwer (karo), kopuk, cakuwe, cokur, atau kencur (sumatra). Tanaman kencur bisa juga dijadikan sebagai tanaman hias atau tumpang sari (Utami, 2013).

2.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan senyawa kimia dalam kencur antara lain minyak atsiri yang tersusun atas etil ester asam sinamat, etil aster asam parametoksi sinamat, borneol, campfen, p-metoksitiren, karen, n-pentadekan, dan golongan senyawa flavanoid (Utami, 2013).

Berdasarkan hasil riset di laboratorium tananam kencur mengandung lebih dari 23 senyawa dan tujuh diantaranya mengandung senyawa monoterpena, senyawa aromatik, serta senyawa seskuiterpena. Komposisi kimianya adalah:

- Pati (4,14%) - Mineral (13,73%)

- Minyak atsiri (0,02% berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam cinamic, etil ester, kamphen, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom)

Ekstrak metanol dari tanaman kencur menunjukkan aktivitas melawan toxocaracanis (sejenis cacing parasit yang menyebabkan penyakit toxocariasis) dan efektif melawan 3 spesies yang menyebabkan granulomatous amoebic encephalitis (penyakit sistem syarat pusat) dan amoebic keratitis (bakteri yang menyebabkan infeksi dikornea mata). Ekstrak rimpang nya juga menghalangi aktivitas virus epstein-barr bahkan riset lebih lanjut menunjukkan bahwa ekstrak rimpang secara efektif dapat membunuh larva nyamuk culex dan aedes aegypti (Sina, 2012).

2.1.4 Khasiat tumbuhan


(4)

influenza, astma, reumatik, tetanus dan menghilangkan jerawat. Kencur termasuk tanaman obat yang tidak mengandung efek samping yang bahaya dibanding obat-obatan kimia. Berikut ini ramuan-ramuan berbahan kencur yang patut dicoba untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Sina, 2012).

- Kencur bersifat stimulan sehingga bisa digunakan sebagai penambah tenaga.

- Kencur bersifat karminatif atau meluruhkan angin sehingga mampu menghilangkan kembung diperut, ia bahkan mampu mengobati radang lambung, radang anak telingga, influenza pada anak bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare, menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegel, dan keseleo.

- Di indonesia, jamu beras kencur populer sebagai minuman penyegar. Menurut puslitbangtri Bogor, fungsi beras kencur antara lain menyembuhkan 3-L (lelah letih dan lesu) dan pegal-pegal (Sina, 2012).


(5)

2.2 Natrium Diklofenak

Rumus Struktur

Gambar 2.1 Rumus struktur Natrium diklofenak

Rumus molekul : C14H10Cl2NO2Na

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) Berat Molekul : 318,13

Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30, 2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8. Diklofenak merupakan derivat fenil asetat efek samping terjadi kira-kira 20% penderita dan meliputi distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling serius adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi (Neal, 2006).


(6)

2.3 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tan, 2002).

2.3.1 Absorpsi

Obat-obat yang diberikan peroral akan diabsorpsi bila molekul obat berada dalam bentuk terlarut. Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi belum sampai ke pembuluh darah. Penyerapan obat dapat terjadi di lambung atau usus halus. Penyerapan obat dilambung tergantung pada keadaan lambung yang penuh atau kosong. Saat saluran pencernaan berada dalam keadaan istirahat, spincter pylorus agak membuka dan obat yang diberikan peroral dapat melintas dengan mudah dan akan diserap di usus halus. Selanjutnya obat akan menembus dinding pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi darah (Aiache, 1993).

2.3.2 Distribusi

Setelah obat diserap dari dalam usus menuju ke aliran darah, obat akan diikat oleh protein darah dan akan dilepaskan sedikit demi sedikit ke plasma dalam bentuk bebas menuju target kerja (target sel) (Tan, 2002).

Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam peredaran darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Tahap


(7)

penyebaran ini sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya (Aiache, 1993).

2.3.3 Metabolisme

Metabolisme obat terbesar adalah pada hati, juga terjadi di ginjal, jaringan otot, dinding usus dan saluran darah. Obat yang mengalami metabolisme pada epitel saluran pencernaan dan hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik dikenal dengan metabolisme lintas pertama. Obat-obat dapat mengalami metabolisme sebagian sebelum diekskresi (Ritschel, 1980).

2.3.4 Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tan, 2002).

Ekskresi obat merupakan proses eliminasi akhir suatu obat dari dalam tubuh. Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati (biotransformasi).


(8)

Obat dapat diekskresikan melalui berbagai rute (Aiache, 1993) yaitu: a. Ginjal, organ utama untuk mengeliminasi obat dari tubuh melalui urine. b. Fases, khususnya untuk obat-obat yang sukar diabsorpsi dan tinggal dalam

saluran lambung-usus.

c. Empedu, bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-usus kecil.

d. Paru-paru, tempat keluar obat-obat yang mudah menguap melalui ekspirasi pernapasan.

2.4 Parameter Farmakokinetika Ekskresi Urin Kumulatif Obat

Dalam farmakokinetik, urin dapat digunakan sebagai salah satu objek pemeriksaan selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter farmakokinetik.Data eksresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan bioavailabilitas. Agar dapat diperkirakan yang sahih, obat harus dieksresi dengan jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi (Shargel, 2005).

Jumlah obat total yang masih dapat ditemukan kembali dalam urin pada waktu tak terhingga “Ae∞”, dapat ditentukan melalui jumlah urin yang dikumpulkan selama 7 sampai 10 kali waktu paruh. Penentuan parameter Farmakokinetika terhadap metabolit dan obat tak berubah yang dieliminasi melalui ginjal dan dilakukan dengan pengambilan sampel urin pada waktu “T ” dengan volume urin “ V “ dan konsentrasi obat dalam urin “Cu” tiap sampel.


(9)

Jumlah obat yang diekskresikan tiap sampel urin yaitu “Aei”, ditentukan dengan

mengalikan nilai Cu dan V, sebagaimana terlihat pada persamaan 2. 1

Aei = Cu x V ... (2.1)

Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan sampai dengan waktu tak terhingga “Ae∞”, ditentukan dengan menjumlahkan nilai Ae hasil penentuan dari persamaan 2.1, dapat dilihat pada persamaan 2.2

Ae∞= ∑∞=1��� ... (2.2)

K

el

=

��(��∞−��3)−��⁡(��∞−��5)

�5−�3

... (2.3)

Laju ekskresi obat dari sampel yang diambil dilambangkan dengan “Ku“, dapat

ditentukan yaitu dengan persamaan 2.4

=

��

��

� ... (2.4)

Nilai konstanta laju metabolisme “ Km” dapat ditentukan yaitu dengan

persamaan 2.5

K

m

= K

el

+ K

u

Nilai fraksi obat yang dieliminasi “ Fel ” dapat ditentukan yaitu dengan persamaan

2.6

F

el = ��∞

� ... (2.6)

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu


(10)

sampai separuhnya.. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon, 2008).

Waktu paruh eliminasi “t1/2 eliminasi ” dapat ditentukan dengan persamaan 2.7

t1/2 eliminasi = 0,693

��� ... (2.7)


(1)

2.2 Natrium Diklofenak Rumus Struktur

Gambar 2.1 Rumus struktur Natrium diklofenak Rumus molekul : C14H10Cl2NO2Na

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) Berat Molekul : 318,13

Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30, 2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8. Diklofenak merupakan derivat fenil asetat efek samping terjadi kira-kira 20% penderita dan meliputi distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dyspepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling serius adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi (Neal, 2006).


(2)

2.3 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tan, 2002).

2.3.1 Absorpsi

Obat-obat yang diberikan peroral akan diabsorpsi bila molekul obat berada dalam bentuk terlarut. Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi belum sampai ke pembuluh darah. Penyerapan obat dapat terjadi di lambung atau usus halus. Penyerapan obat dilambung tergantung pada keadaan lambung yang penuh atau kosong. Saat saluran pencernaan berada dalam keadaan istirahat, spincter pylorus agak membuka dan obat yang diberikan peroral dapat melintas dengan mudah dan akan diserap di usus halus. Selanjutnya obat akan menembus dinding pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi darah (Aiache, 1993).

2.3.2 Distribusi

Setelah obat diserap dari dalam usus menuju ke aliran darah, obat akan diikat oleh protein darah dan akan dilepaskan sedikit demi sedikit ke plasma dalam bentuk bebas menuju target kerja (target sel) (Tan, 2002).

Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam peredaran darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh. Tahap


(3)

penyebaran ini sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya (Aiache, 1993).

2.3.3 Metabolisme

Metabolisme obat terbesar adalah pada hati, juga terjadi di ginjal, jaringan otot, dinding usus dan saluran darah. Obat yang mengalami metabolisme pada epitel saluran pencernaan dan hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik dikenal dengan metabolisme lintas pertama. Obat-obat dapat mengalami metabolisme sebagian sebelum diekskresi (Ritschel, 1980).

2.3.4 Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tan, 2002).

Ekskresi obat merupakan proses eliminasi akhir suatu obat dari dalam tubuh. Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati (biotransformasi).


(4)

Obat dapat diekskresikan melalui berbagai rute (Aiache, 1993) yaitu: a. Ginjal, organ utama untuk mengeliminasi obat dari tubuh melalui urine. b. Fases, khususnya untuk obat-obat yang sukar diabsorpsi dan tinggal dalam

saluran lambung-usus.

c. Empedu, bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-usus kecil.

d. Paru-paru, tempat keluar obat-obat yang mudah menguap melalui ekspirasi pernapasan.

2.4 Parameter Farmakokinetika Ekskresi Urin Kumulatif Obat

Dalam farmakokinetik, urin dapat digunakan sebagai salah satu objek pemeriksaan selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter farmakokinetik.Data eksresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan bioavailabilitas. Agar dapat diperkirakan yang sahih, obat harus dieksresi dengan jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi (Shargel, 2005).

Jumlah obat total yang masih dapat ditemukan kembali dalam urin pada waktu tak terhingga “Ae∞”, dapat ditentukan melalui jumlah urin yang dikumpulkan selama 7 sampai 10 kali waktu paruh. Penentuan parameter Farmakokinetika terhadap metabolit dan obat tak berubah yang dieliminasi melalui ginjal dan dilakukan dengan pengambilan sampel urin pada waktu “T ” dengan volume urin “ V “ dan konsentrasi obat dalam urin “Cu” tiap sampel.


(5)

Jumlah obat yang diekskresikan tiap sampel urin yaitu “Aei”, ditentukan dengan

mengalikan nilai Cu dan V, sebagaimana terlihat pada persamaan 2. 1

Aei = Cu x V ... (2.1)

Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan sampai dengan waktu tak terhingga

“Ae∞”, ditentukan dengan menjumlahkan nilai Ae hasil penentuan dari persamaan

2.1, dapat dilihat pada persamaan 2.2

Ae∞= ∑∞=1��� ... (2.2)

K

el

=

��(��∞−��3)−��⁡(��∞−��5)

�5−�3

... (2.3)

Laju ekskresi obat dari sampel yang diambil dilambangkan dengan “Ku“, dapat

ditentukan yaitu dengan persamaan 2.4

=

��

��

� ... (2.4) Nilai konstanta laju metabolisme “ Km” dapat ditentukan yaitu dengan

persamaan 2.5

K

m

= K

el

+ K

u

Nilai fraksi obat yang dieliminasi “ Fel ” dapat ditentukan yaitu dengan persamaan

2.6

F

el =

��∞

� ... (2.6) Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu


(6)

sampai separuhnya.. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon, 2008).

Waktu paruh eliminasi “t1/2 eliminasi ” dapat ditentukan dengan persamaan 2.7

t1/2 eliminasi = 0,693

��� ... (2.7) (Ritschel, 1980).