Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 .

Manggis

Manggis dalam bahasa Inggris dikenal dengan namamangosteen dan memiliki
nama latin Garcinia mangostana Linn. (Hasanah, 2012).
Pohon yang tingginya mencapai 15 m. Batang berkayu, bulat tegak
bercabang simpodial, dan berwarna hijau kotor. Daun tunggal berbentuk lonjong,
ujung runcing, pangkal tumpul, tepi tara, pertualangan menyirip, panjang 20-25cm
dan lebar 6-9cm, tebal bertangkai silindris hijau, muncul diketiak daun. Buah
bulat, berdiameter -8cm dengan warna kulit cokelat keunguan.Biji bulat
berdiameter 2 cm, dalam satu buah terdapat 5-7biji yang dilapisi daging putih
(Hidayat, R.S, 2015).
Ciri buah manggis yang sudah masak adalah kulit buahnya berwarna ungu
kemerahan, bentuknya bulat agak pipih, tangkainya sudah lunak dan diameter
buahnya sekitar 4-7 cm. Tingkat kematangan buah sangat berpengaruh terhadap
mutu dan daya simpan buah. Semakin matang semakin singkat daya simpannya
(Hasanah, 2012). Adapun sistematika dan klasifikasinya adalah sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Guttiferanales

Famili

: Guttiferae


Genus

: Garcinia

Spesies

: Garcinia mangostana

Gambar 2.1. Manggis

(Moongkarndi, P et al. 2004)

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.1.

Komposisi Kimia dan Manfaat Kulit Buah Manggis


Selain buahnya yang mengandung banyak senyawa kimiawi, kulit buah manggis
pun terdapat banyak kandungan kimiawi yang biasa dimanfaatkan untuk pewarna
alami dan obat-obatan (Masniari, P. P., 2010). Kulit buah manggis mengandung
senyawa xanthoneyang meliputi mangostin, mangostenol, mangostenon A,
mangostenon B, trapezifolixanton, tovopilin B, α mangosten, β mangosten,
garcinon B, flavonoid, dan tanin. Senyawa xanthone ini hanya dihasilkan oleh
genusGarciniae (Chitra, S. dkk., 2010).
Xanthone merupakan antioksidan tingkat tinggi, nilainya mencapai
17.000-20.000 ORAC per 100 ons, lebih besar dari wortel dan jeruk yang
kadarnya 300ORAC dan 2400 ORAC.ORAC adalah kependekan dari Oxyangen
Radical Absorbance Capacity adalah kemampuan antioksidan menetralkan radikal
bebas.Xanthone memiliki gugus hidroksi (OH) yang efektif mengikat radikal
bebas di dalam tubuh.Selain bermanfaat sebagai antioksidan, Xanthone juga
berkhasiat sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, antikanker, antialergi,
antihistamin, dan antiinflamasi (Mardiana, 2013).
Bahkan di negara maju seperti di Amerika Serikat, ekstrak dari kulit
manggis sudah menjadi suplemen diet yang dianjurkan oleh Food and Drug
Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Pemerintah
Amerika Serikat karenapotensial sebagai antioksidan (Garrity, A. R.; Morton, J.
C.; Morrison, P.; De La Hue., 2005).

2.2 .

Bahan Tambahan Edible film

2.2.1.

Tepung Tapioka

Amilum atau dalam kehidupan sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun,
batang dan biji-bijian.Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang keduaduanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa dan sisanya amilopektin.
Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri
atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan

Universitas Sumatera Utara

8

sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan
terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan
bercabang (Poedjiadi, 1994).


Gambar 2.2. Struktur Amilosa
Tepung

tapioka

dapat

dimanfaatkan

sebagai

bahan

baku

atau

campuran/tambahan pada berbagai macam produk. Selain itu, tapioka dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengental, bahan pemadat/ pengisi (filler), bahan

pengikat pada industri makanan olahan, dan dapat juga sebagai bahan penguat
benang pada industri tekstil (Suprapti, L. 2005).
2.2.2.

Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus
molekul (C2H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Sugita, P. dkk.
2009). Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons,
larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya
(Kaban. 2007). Pelapisan menggunakan kitosan (chitosan coating) telah terbukti
meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh angka peroksida, perubahan warna,
dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al., 2016).
2.2.3.

Plasticizer Gliserin

Gliserin merupakan plasticizer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk
bahan pembentukkan film yang bersifat hidrofilik seperti pati.Gliserin dapat
meningkatkan penyerapan molekul polar seperti air.Gliserin berperan sebagai

plasticizer yang dapat meningkatkan fleksibilitas film.Gliserin merupakan
senyawa poliol sederhana yang tidak berwarna, tidak berbau, dan berupa cairan
kental yang banyak diguanakan dalam formulasi farmasi. Gliserin memiliki rasa
manis dan toksitas rendah (Christoph, A. 2006).

Universitas Sumatera Utara

9

Gliserin dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari minyak
dan lemak industri oleokimia (Bhat, S. G. 1990).

Gambar 2.3. Struktur Gliserin (Finar, L. 1959)
2.3 .

Pengertian Ekstraksi dan Prinsip Ekstraksi Kulit Manggis

Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif yang dapat larut dari bahan yang
tidak larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak yang berwujud
seperti pasta kental yang diperoleh dengan mengektraksi senyawa aktif simplisia

nabati atau simplisia hewani setelah pelarutnya diuapkan (Miryanti, A., dkk.
2011).
Proses ekstraksi kulit manggis untuk mendapatkan zat antioksidan
biasanya menggunakan proses maserasiyaitucara ekstraksi sederhana untuk
mengekstrak simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larutdalam
cairan pelarut.
Prinsip maserasi adalah mengekstraksi komponen yang terkandung dan
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarut yang
sesuai pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairanpelarut akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Endapan
yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Keuntungan dari metode ini
adalah peralatannya sederhana.Sedang kerugiannya adalah cairan pelarut yang
digunakan lebih banyak. Untuk mendapatkan antioksidan dari tumbuh-tumbuhan
dilakukan ekstraksi dengan pelarut berdasarkan tingkat kelarutan senyawa
tersebut. Senyawa alkoholik seperti etanol, metanol, dan propanol merupakan


Universitas Sumatera Utara

10

pelarut untuk mengekstraksi semua golongan flavonoid. Pelarut yang lebih polar
digunakan untuk mengekstraksi glikosida flavonoid (Miryanti, A., dkk, 2011).
2.4 .

Edible film
Penggunaan Edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti

sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlambat penurunan mutu,
karena Edible film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen,
karbondioksida dan uap air, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir
internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Dalam berbagai
kasus Edible film dengan sifat mekanik yang baik dapat menggantikan pengemas
sintetik. Meskipun Edible film tidak ditujukan untuk mengganti secara total
pengemas sintetis, tetapi Edible film memiliki potensi untuk mengurangi
penggunaan kemasan non biodegredable (Krochta and D.M. Johnston, 1997).
2.4.1.


Sifat-sifat EdibleFilm

Sifat fisik Edible film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik
menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama
pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film
melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut.
Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan,
pemanjangan, laju tranmisi uap air dan kelarutan film.
1.

Ketebalan Edible film

Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan
terlarut dalam larutan film. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap
air, gas dan senyawa volatil (Mc. Hugh, 1994).
2.

Perpanjangan Edible film atau elongasi


Perpanjangan Edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan
bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi Edible film menunjukkan
kemampuan rentangnya (Gontard, 1993).
3.

Peregangan Edible film atau tensile strength

Peregangan Edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan
yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya.

Universitas Sumatera Utara

11

Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima
oleh bahan atau sampel (Gontard, 1993).
4.

Kelarutan film

Persen kelarutan Edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut
setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam (Nurjannah, 2004 dalam
Rachmawati, 2009).
5.

Laju transmisi uap air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu
dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi Edible film adalah
untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus
serendah mungkin (Gontard, 1993).
6.

Warna Edible film

Perubahan warna Edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan
pembentuk Edible film dan suhu pengeringan. Warna Edible film akan
mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas, 1997).

2.4.2. Material Pembentukkan Edible film
Komponen penyusun kemasan Edible Filmterdiri atas 2 bagian. Komponen utama
yang terdiri dari hidrokoloid, lipid dan komposit. Komponen tambahan terdiri dari
plasticizer,zat anti mikroba, antioksidan, flavordan pigmen. Pada penelitian ini,
komponen utama yang digunakan adalah ekstrak kulit manggis yangtermasuk
dalam kelompok hidrokoloid, dan menggunakan gliserol sebagai plasticizer.
1. Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein
ataukarbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum
(seperticontoh alginat, pektin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara
kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat menggunakan
gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung.
Film yangterbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan
oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang

Universitas Sumatera Utara

12

sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film
agar tidak mudahhancur (Donhowe, I.G., dan Fennema, O.R., 1994).
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk
mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada
larutan edible film. Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini sangat
penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat
non toksik (Krochta and D.M. Johnston, 1997).
Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat
membentuk film seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein
kacang, keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena sifat
dari protein tersebut yang mudah membentuk film. Albumin telur dapat digunakan
sebagai bahan pembetuk film yang baik yang dikombinasikan dengan gluten
gandum, dan protein kedelai (Krochta and D.M. Johnston, 1997).
2. Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air,atau
bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula.Film
yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan
struktur film yang kurang baik (Krochta and D.M. Johnston, 1997). Karakteristik
film yang dibentuk oleh lemak tergantung pada beratmolekul dari fase hidrofilik
dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunakan
sebagai edible film antara lain lilin (wax), kemudian asam lemak, monogliserida,
dan resin (Hui, Y.H., 2006).
3. Komposit
Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Penggunaan dari
komposit film dapat dalam bentuk lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu
lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat
berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan edible film.
Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan
dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan
terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Edible
film yang dibuat dari gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan
untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (Krochta and D.M. Johnston, 1997).

Universitas Sumatera Utara

13

2.4.3.

Pembentukkan Edible film

Teknik yang dikembangkan dari edible film hidrokoloid (Guilbert, S, 1993), yaitu:
1. Coacervation, sederhana atau penggumpalan yang melibatkan pemisahan
material pelapis dari larutan dengan pemanasan, pengubahan pH dan
penambahan pelarut.
2. Gelitifikasi, yaitu proses perubahan menjadi gel atau koagulasi panas
(perubahan dari cairan menjadi padat), dimana pemanasan makromolekul
menyebabkan perubahan sifat menjadi gel.
Gel mungkin mengandung 99,9 % air tetapi mempunyai sifat lebih khas
seperti padatan, khususnya sifat elastis (elasticity) dan kekuatan (rigidity).
Gelatinasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat
kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui
tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi
karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer
yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap
sejumlah air di dalamnya (Mchugh, 1994).
Kekuatan edible film terkait dengan struktur kimia polimer bahan yang
digunakan, kandungan bahan aditif dan kondisi lingkungannya selama
berlangsungnya pembentukan edible film (Fennema, O.R., 1994). Tahapan
pembentukan edible film adalah sebagai berikut:
a.

Pensuspensian Bahan dalam Pelarut

Pembuatan larutan film diawali dengan pensuspensian bahan dalam pelarut seperti
etanol, air atau bahan pelarut lain.
b.

Penambahan Plastizicer

Plastizicer ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanik yaitu memberikan
fleksibilitas pada sebuah polimer film sehingga film lentur ketika dibengkokkan,
tidak mudah putus dan kuat.
c.

Pengaturan Suhu

Pengaturan suhu pada pembuatan edible film bertujuan membentuk pati
tergelatinisasi yang merupakan awal pembentukan film. Suhu pemanasan akan
menetukan sifat mekanik edible film karena suhu ini menentukan tingkat
gelatinisasi yang terjadi dan sifat fisik pasta yang terbentuk.

Universitas Sumatera Utara

14

d.

Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh film.Suhu
mempengaruhi waktu pengeringan dan kenampakan film yang dihasilkan. Bila
pasta yang terbentuk ketika proses gelatinisasi mendingin, energi kinetik tidak lagi
cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa berikatan
kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggirpinggir luar granula.
Dengan demikian mereka menggabungkan butir pati yang membengkak
itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap.
Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut disebut
retrogradasi (Winarno, F.G., 1992).
2.4.4.

Aplikasi Edible film

Aplikasi dari Edible film untuk kemasan bahan pangan saat ini sudah semakin
meningkat, seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan
hidup. Edible film dan biodegradable film banyak digunakan untuk pengemasan
produk buah-buahan segar yaitu untuk mengendalikan laju respirasi, akan tetapi
produk-produk pangan lainnya juga sudah banyak menggunakan edible coating,
seperti produk konfeksionari, daging dan ayam beku, sosis, produk hasil laut dan
pangan semi basah.
Aplikasi dari Edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :
1. Sebagai Kemasan Primer dari produk pangan
Contoh dari penggunaan Edible film sebagai kemasan primer adalah pada
permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil
laut.
2. Sebagai Barrier
Penggunaan Edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh
berikut: Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang
membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge, yang merupakan
barrier yang baik untuk adsorpsi minyak pada bahan pangan yang digoreng,
sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah.
3. Sebagai Pengikat Silang

Universitas Sumatera Utara

15

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu,
yaitu sebagai pengikat atau adhesive dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih
melekat pada produk.Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan
yang digoreng dengan penambahan bumbu.
4. Pelapis
Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan penampilan dari
produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur.
Keuntungan dari pelapisan dengan Edible film adalah dapat menghindari
masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti E. dan
Nurminah M, 2007).
2.5 .

Karakterisasi Edible film

2.5.1.

Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Alasan suatu senyawa atau molekul diuji menggunakan FT-IR adalah karena
senyawa tau molekul tersebut mampu menyerap radiasi inframerah yaitu yang
terletak pada panjang gelombang 10-6 – 10-4 nm. Spektrum serapan inframerah
suatu material mempunyai pola khas, sehingga berguna untuk identifikasi material
dan identifikasi keberadaan gugus-gugus fungsi yang ada (Mudzakir, 2008).
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 �m atau

bilangan gelombang 4000 – 200 cm-1 (Sagala, 2013).
2.5.2.

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning

Electron

Microscope

(SEM)

merupakan

sejenis

mikroskop

yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda
dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur
(termasuk porositasdan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron
dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM
adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa
kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil
yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar

Universitas Sumatera Utara

16

elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian
dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang
dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray
Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron
dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif
dan diproyeksikan pada layar (Gunawan dan Azhari, 2010).
2.5.3.

Uji Kuat Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting
dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer.Kekuatan tarik
suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang
digunakan untuk memutuskan specimen bahan dibagi dengan luas penampang
awal (Ao).
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per
satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva
tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik
suatu bahan (wirjosentono, 1996).
2.5.4.

Uji Pemanjangan (Elongasi)

Disamping uji sifat mekanik kekuatan tarik (σ), juga diamati kemuluran (ԑ) yang
didefinisikan sebagai perubahan panjang specimen (I0) dengan perubahan panjang
specimen setelah diberi beban (It) maupun terhadap regangan (stroke).
Perhitungan Kemuluran :
Kemuluran(ԑ) =

�� − �0

x 100%

Kemuluran(ԑ) =

������

x 100%

Keterangan:

�0

�0

ԑ = kemuluran (%)
Stoke = Regangan (mm/menit)

Universitas Sumatera Utara

17

I0= Panjang specimen mula-mula (mm)
It = Panjang specimen setelah diberi beban (mm)
(Wirjosentono, 1996).
Uji Ketahanan Air Edible film Dengan Uji Daya Serap Air (Water

2.6 .

Uptake)
Prosedur uji ketahanan air yaitu dengan menimbang berat awal sampel yang akan
diuji (Wo), kemudian dimasukkan kedalam wadah yang berisi akuades selama 10
detik. Sampel diangkat dari wadah yang berisi akuades dan air yang terdapat pada
permukaan plastik dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu baru dilakukan
penimbangan. Sampel dimasukkan kembali kedalam wadah yang berisi akuades
selama 10 detik. Kemudian sampel diangkat dari wadah dan ditimbang kembali.
Prosedur perendaman dan penimbangan dilakukan kembali sampai diperoleh berat
akhir sampel konstan (Ban et al. 2005). Selanjutnya air yang diserap oleh sampel
dihitung melalui persamaan :
Daya Serap Air (%)
Dimana : W = berat edible film basah

=

�−��
��



%

Wo = berat edible film kering
2.7 .

Analisa Aktivitas Edible Film

2.7.1.

Uji Aktivitas Mikrobiologi Pangan

Kebanyakan bahan makanan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
banyak macam mikroorganisme yang akan menyebabkan terjadinya perubahan
dalam hal penampilan, rasa, bau, dan sifat lain pada bahan makanan. Ada banyak
bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia (Arifni, F. R, 2015).

1. Escherichia Coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dan tidak
berkapsul. Bakteri ini umumnya terdapat dalam alat pencernaan manusia dan
hewan.Escherichia colimemiliki panjang sekitar 2 -6 mikrometer dan lebar 1,1 –

Universitas Sumatera Utara

18

1,5 mikrometer, tersusun tunggal, berpasangan, memiliki flagel dan tidak
memiliki spora dan bersifat aerob, anaerob fakultatif (Melliawati, 2009).
2. Staphylococcus aureus
Staphylococcus

aureus

merupakan

bakteri

gram

positif,

aerob

atau

anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter
0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning.
Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen
pada suhu 20-25ºC. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,
menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada
kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan.Usaha untuk
menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan dapat
mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan
memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan) makanan,
pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi
syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh
penanganan aseptik (Jawetz,2001).
2.8.

Apel

Buah apel (Malus domestica B.) merupakan salah satu buah yang sangat popular
dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk minuman dengan cara di
blender dan dibuat jus. Pada umumnya umur simpan apel segar hanya berumur
10-12 hari. Bila disimpan lebih dari 10 hari sudah mulai ditumbuhi jamur dan
teksturnya menjadi lunak. Kerusakan oleh jamur merupakan bentuk kerusakan
yang meruginakan hasil-hasil pertanian, bahkan kadang-kadang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Adanya kerusakan oleh jamur dapat diketahui secara visual
karena tumbuhnya spora. Hasil pertanian yang banyak mengandung pati, pektin,
dan selulosa mudah dirusak oleh jamur. Salah satu cara memperpanjang usia
simpan buah apel ialah dengan diawetkan yaitu dengan cara pencelupan dalam
larutan fungisida dan dengan lapisan lilin pada kulit buah apel. Pemberian
fungisida harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan sehingga tidak akan
menyebabkan keracunan pada konsumen yang mengkonsumsinya (Sudiyono,
2008).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

3 23 81

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

1 1 13

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 2

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

0 0 6

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

0 1 13

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

0 0 2

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

0 0 5

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica) Chapter III V

0 0 29

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

0 0 4

Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana) Untuk Kemasan Buah Apel Malang (Malus domestica)

0 0 15