Analisis Keeratan Hubungan Perawat dan P

Analisis Keeratan Hubungan Perawat dan Pasien Rawat Inap Bunda Dan
Kebidanan terhadap Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita dengan
Metode Human Sigma Tahun 2014
Eva Oktavianingsih1, Masyitoh2

1.2 Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Depok 16412

Email : eva.oktavianingsih@ui.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara perawat dan pasien rawat
inap bunda dan kebidanan terhadap Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita. Metode yang
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan adalah Human Sigma serta ditunjang dengan
analisis univariat dan bivariat. Hasil yang didapatkan adalah keeratan hubungan antara perawat
dan pasien rawat inap bunda dan kebidanan terhadap Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita berada di posisi HS3 yang berarti bahwa terdapat salah satu subjek yang keeratannya
belumlah optimal. Keeratan tersebut berdasarkan analisis bivariat dipengaruhi secara signifikan
oleh variabel kepemimpinan akan tetapi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh variabel
kesesuaian posisi. Diperlukan intervensi yang bersifat transformasional dan transaksional

secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan keeratan hubungan.

Engagement Analysis Nurses and Inpatient Mother and Obstetric Units to Children and
Maternity Harapan Kita Hospital with Human Sigma Method 2014

Abstract

This research aims to determine the engagement nurses and inpatient mother and obstetrics to
Units to Children and Maternity Harapan Kita Hospital. The method to measure the engagement
is the Human Sigma and supported by univariate and bivariate analysis. The results is the
engagement nurse and inpatient unit mother and obstetrics to Children and Maternity Harapan
Kita Hospital are in a position HS3, which means there is one subject that the engagement not
optimal yet. The engagement have a significant correlation with leadership but do not have
significant correlation with the right position. It is required an intervention transformational and
transactional sustainably in order to improve the relationship.
Keywords : Human Sigma , Employee Engagement, Customer Engagement

Pendahuluan
Januari 2014 merupakan salah satu bulan yang bersejarah bagi dunia kesehatan di
Indonesia dimana Pemerintah Indonesia melaksanakan sebuah sistem yang dinamakan dengan

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dimana didalamnya, terdapat program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) (DJSN, 2012). Pelayanan kesehatan sebagai fasilitas dari program
ini sebelumnya telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2003 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Sistem
pada pelayanan kesehatan baik primer maupun sekunder pun mengalami perubahan yang
signifikan dengan adanya kedua peraturan diatas (DJSN, 2012).
Perubahan yang cukup signifikan pada pelayanan kesehatan diantaranya adalah sistem
rujukan dan sistem pemilihan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) (Kemenkes, 2014). Sistem
pemilihan PPK pun turut diatur dalam pelaksanaan JKN ini. Pasien BPJS diberikan kebebasan
untuk memilih fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier yang telah dikontrak oleh BPJS
(DJSN, 2012). Melalui konsep ini, PPK baik primer, sekunder, maupun tersier akan bersaing
memberikan layanan yang berkualitas dan memuaskan.
Rumah sakit merupakan PPK sekunder yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan
BPJS di Indonesia. Menurut Undang-Undang Rumah Sakit No 44 Tahun 2009 menjabarkan
bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sumber daya yang dibutuhkan guna
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut tidaklah sedikit, maka dari itulah Rumah Sakit
dikatakan sebagai industri padat karya, padat modal, dan padat teknologi (Yoga, 2006).
Kebutuhan akan modal dan tenaga yang tinggi, tidak menghalangi industri ini untuk
terus berkembang di Indonesia. Data dari BUK tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2013

terdapat peningkatan rumah sakit sebesar 21% dan 13% pada tahun 2014, maka rumah sakit
pun dituntut untuk untuk terus melakukan inovasi, beradaptasi dengan cepat, serta memiliki
keunggulan yang kompetitif (Marbun, 2009). Keunggulan kompetitif yang kerap digunakan
sebagai strategi oleh rumah sakit adalah peningkatan mutu pelayanan terhadap pelanggan
(Widiharti, 2011). Hal tersebut dikarenakan salah satu pendekatan yang sangat mendasar dalam
memberikan pelayanan kepada pasien adalah jaminan mutu pelayanan kesehatan (Imbalo,
2007).
Aspek kualitas pelayanan yang diberikan sangatlah berkaitan erat dengan mutu
pelayanan rumah sakit tersebut. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat
kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif spesifik, seperti pelayanan rumah

sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Widiharti, 2011). Pelayanan adalah semua
upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan pelanggannya dengan jasa yang
akan diberikan. Suatu pelayanan dikatakan baik oleh pasien, ditentukan oleh kenyataan apakah
jasa yang diberikan bisa memenuhi kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien
tentang pelayanan yang diterima (Anjaryani, 2009).
Beberapa indikator untuk mengetahui mutu pelayanan dari rumah sakit diantaranya
adalah pemanfaatan tempat tidur, pemanfaatan tenaga, pemanfaatan penunjang medik, dan
keuangan. Indikator pemanfaatan tempat tidur sendiri dapat diketahui melalui angka BOR (Bed
Occupancy Rate), BTO (Bed Turn Over ), ALOS (Average Length Of Stay), dan TOI (Turn Over

Interval) (Sabarguna, 2004). Departemen Kesehatan Republik Indonesia pun membuat standar

mutu pelayanan tersebut seperti standar persentase pemanfaatan tempat tidur (BOR) yakni
sebesar 60-85%.
Salah satu alasan dari rendahnya angka BOR sebuah rumah sakit adalah rendahnya
kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Pasien atau calon pasien akan
enggan untuk memilih sebuah pelayanan jika dirinya merasa diperlakukan secara kurang
profesional. Rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan dapat mengurangi minat calon
pasien lain untuk memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih memilih
untuk dirawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik. Kondisi inilah yang
menggambarkan mengapa rendahnya BOR bisa disebabkan oleh rendahnya pelayanan yang
diberikan (Widaryanto, 2005).
Seksi Rekam Medis RSAB Harapan Kita melaporkan bahwa angka BOR dari RSAB
Harapan Kita pada tahun 2011 hingga tahun 2013 berturut-turut adalah 44.63%, 47.43%, dan
50.78%. Apabila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh Depkes yakni sebesar 6085%, maka dapat dilihat bahwa pemanfaatan tempat tidur belum dapat dimaksimalkan dengan
baik, namun RSAB Harapan Kita terus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan untuk
indikator BOR tersebut, dilihat dari setiap tahunnya BOR dari RSAB Harapan Kita terus
meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 3.075%.
Pencapaian BOR suatu rumah sakit, menggambarkan tingkat pemanfaatan dari tempat
tidur oleh pasien, BOR dapat digunakan pula untuk melihat tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan rumah sakit ataupun kinerja petugas kesehatan yang ada di dalamnya (Lolongan,
Balqis, & Darmawansyah, 2013). Salah satu penyebab rendahnya BOR adalah ketidakpuasan
pasien sehingga memutuskan untuk tidak menggunakan jasa pelayanan rumah sakit tersebut
baik bagi dirinya maupun keluarganya atau mereka juga mengeluhkan ketidakpuasannya

kepada orang lain yang akhirnya membentuk persepsi kurang baik terhadap pelayanan rawat
inap rumah sakit tersebut (Laksono, 2008).
Pelayanan rawat inap merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit yang dirasakan
oleh pasien dalam jangka waktu yang cukup lama dibandingkan dengan pelayanan kesehatan
lainnya. Dari lamanya interaksi itulah pasien dapat menilai kualitas dari pelayanan rumah sakit
pun dapat lebih dirasakannya baik secara subjektif maupun objektif. Penilaian tersebut juga
akan memperlihatkan bagaimana kepuasan dari pasien dan hal ini tentulah berhubungan dengan
loyalitas dari pasien. Semakin tinggi kepuasan pasien maka loyalitas dari pasien tersebut pun
akan tinggi dan sebaliknya (Wahdi, 2006).
Tidak berbeda jauh dengan pasien, loyalitas perawat terhadap rumah sakit pun
hendaklah turut diperhitungkan karena hal tersebut merupakan salah satu modal yang dimiliki
oleh rumah sakit untuk meningkatkan produktivitasnya. Loyalitas pada sisi pasien dan perawat
terhadap rumah sakit dapat membentuk sebuah keeratan sehingga perawat dapat memberikan
pelayanannya secara optimal dan hal tersebut dapat berdampak pada kepuasan bagi sisi pasien
sebagai customer (Anjaryani, 2009).

Salah satu variabel untuk mengukur keeratan dari kedua sisi tersebut adalah metode
Human Sigma yang dikembangkan oleh John H. Fleming, Jim Asplund, Curt Coffman, dan

James Harter. Dengan menggunakan metode tersebut akan didapatkan nilai dari keeratan antara
pasien dan perawat serta akan diketahui pula koefisien keuangan dari perusahaan tersebut.
Tidak hanya melihat dari sisi pasien sebagai customer , metode ini juga menaruh perhatian yang
besar terhadap perawat sebagai karyawan karena melalui metode ini dapat dilihat apa saja
kebutuhan dan harapan dari karyawan tersebut serta dapat melihat tingkat kepuasan dan
keeratan dari karyawan terhadap rumah sakit (Fleming & Asplund, 2007).
Didalam sebuah bisnis, keterikatan karyawan dan pelanggan dengan perusahaan
sangatlah diperhatikan oleh perusahaan. Begitupula dengan rumah sakit, keterikatan perawat,
sebagai sumber daya rumah sakit dengan dengan jumlah yang cukup besar dan memiliki waktu
interaksi dengan pelanggan lebih lama dibandingkan dengan sumber daya lainnya, perlulah
diperhatikan oleh pihak manajemen. Hal tersebut dikarenakan keeratan yang positif antara
perawat dengan rumah sakit dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, produktivitas, dan
profitabilitas (James, 2013).
Begitu pula dengan pasien sebagai pelanggan dari rumah sakit. Keeratan dari pasien
perlulah diketahui oleh pihak manajemen. Pelanggan yang memiliki keterikatan kuat dengan
perusahaan akan memberikan 23% kelebihan diatas rata-rata pelanggan dalam hal profitabilitas,
revenue, dan loyalitas (Fleming, Coffman, & Harter, 2005)


Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana keterikatan
antara pasien sebagai customer dan perawat sebagai employee terhadap rumah sakit dengan
cara mendapatkan hasil analisis dari nilai keeratan hubungan pasien dan perawat ruang rawat
inap Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita melalui metode Human Sigma.

Tinjauan Teoritis
Human Sigma merupakan suatu metode untuk meningkatkan kualitas interaksi antara

karyawan dan pelanggan dimana metode ini tidak bergantung pada pengurangan variabel akan
tetapi lebih berfokus kepada “bagaimana” karyawan dikelola dengan baik atau “bagaimana”
karyawan melayani pelanggan (Fleming & Asplund, 2007).
Berbeda dengan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur yang akan
memperhatikan sistem produksi mereka, perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan atau
jasa akan memperhatikan dan mengelola interaksi dari karyawan dan pelanggan untuk
meningkatkan kualitas serta membuatnya lebih produktif. Hal tersebut dikarenakan karyawan
dan pelanggan merupakan manusia, dengan semua perilaku tidak logis dan emosional yang
melekat pada dirinya sebagai manusia (Fleming & Asplund, 2007).
Terdapat 2 (dua) subjek yang diperhatikan oleh Human Sigma , yakni karyawan dan
pelanggan. Masing-masing subjek dalam pengukuran dengan metode Human Sigma ,

dipengaruhi oleh 4 (empat) dimensi emosional yang dijadikan sebagai parameter kualitatif mutu
interaksi dalam Human Sigma (Fleming & Asplund, 2007).
Keterikatan antara perusahaan dengan karyawan digambarkan oleh Human Sigma
melalui 4 (empat) dimensi yakni apa yang karyawan dapatkan dari perusahaan, apa yang dapat
karyawan berikan untuk perusahaan, apa saja yang karyawan miliki dalam perusahaan tersebut,
dan bagaimana karyawan dan perusahaan dapat bersama-sama berkembang (Fleming &
Asplund, 2007).
Tidak hanya dimensi diatas yang dapat menjabarkan bagaimana tingkatan interaksi dari
karyawan terhadap perusahaan, Gallup pun menjabarkan bagaimana tingkatan emosional yang
akan tercipta antara pelanggan dan perusahaan. Dimensi tersebut adalah confidence, integrity,
pride, dan passion (Fleming & Asplund, 2007).

Penghitungan nilai keeratan pada Human Sigma menggunakan 2 (dua) ukuran, yakni
ukuran kuantitatif hubungan antara karyawan dan perusahaan yang disebut dengan Employee
Engagement (EE) serta ukuran kuantitatif hubungan antara pelanggan dan perusahaan yang

disebut dengan Customer Engagement (CE). Masing-masing ukuran kuantitatif tersebut akan
menghasilkan sebuah nilai yang disebut dengan EE persentile dan CE persentile. Kedua nilai
persentile pun akan dihitung dalam satu rumus Human Sigma agar dapat diketahui nilai Human
Sigma pada perusahaan tersebut (Fleming, Coffman, & Harter, 2005).


Komponen yang mendukung dari keterikatan diantaranya kesesuaian posisi dari setiap
sumber daya manusia. Kesesuaian posisi ini menurut Hapsara & Sakinah (2013) diantaranya
adalah pendidikan, pengalaman, keterampilan, kesehatan, status perkawinan, dan faktor usia.
Selain kesesuaian posisi, Human Sigma turut memperhatikan bagaimana pemimpin memimpin
unit yang dipimpinnya. Robbins & Coutler (2010) menyebut perilaku dari seorang pemimpin
dalam sebuah kelompok guna meningkatkan kinerja dari kelompok tersebut diantaranya adalah
pengawasan, pengembangan, motivasional.

Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai dan tingkat keeratan antara pasien dan
perawat di ruang rawat inap bunda RSAB Harapan Kita. Penelitian ini dilaksanakan dengan
desain penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jalan Letjen S. Parman Kav.
87 Jakarta Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dan perawat ruang rawat inap dimana untuk
menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan dari masing-masing subjek dilihat dari jumlah
populasi yang ada. Jumlah sampel perawat yang dibutuhkan penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin dengan alasan dikarenakan jumlah populasi sudah diketahui
sehingga didapatkan jumlah sampel perawat adalah sebanyak 40 orang sedangkan Sampel dari

pasien di hitung dengan menggunakan rumus Lemeshow dikarenakan populasi dari pasien tidak
tetap dan tidak dapat diketahui secara pasti, sehingga didapatkan jumlah sampel pasien adalah
69 orang.
Terdapat 5 (lima) instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur masing-masing
variabel yang diteliti. Berikut merupakan instrumen yang digunakan pada penelitian ini

Tabel 1 Instrumen Penelitian

No
1

Variabel
Kesesuaian Posisi

2

Kepemimpinan

3


Keterikatan
karyawan
Keterikatan
Pelanggan
Keeratan hubungan
antara Pasien dan
Perawat

4
5

Metode
Pengisian
Kuesioner
Pengisian
Kuesioner
Pengisian
Kuesioner Q12
Pengisian
Kuesioner Q11
Telaah
Hasil
Kuesioner Q12
dan Q11

Instrumen
Kuesioner Hapsara
& Sakinah (2013)
Kuesioner Syahril
Badar (2003)
Kuesioner Q12
Human Sigma
Kuesioner Q11
Human Sigma
Hasil Analisis Q12
dan Q11

Sumber Informasi
Perawat ruang rawat
inap bunda
Perawat ruang rawat
inap bunda
Perawat ruang rawat
inap bunda
Pasien ruang rawat
inap bunda
Hasil kuesioner Q12
dan Q11

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis secara univariat masingmasing variabel, analisis bivariat antara variabel kesesuaian posisi dan kepemimpinan terhadap
variabel keterikatan pegawai, analisis deskriptif dari masing-masing variabel untuk
menentukan faktor dominan serta analisis secara Human Sigma untuk dapat menentukan posisi
dari Human Sigma di ruang rawat inap bunda dan kebidanan RSAB Harapan Kita.

Hasil Penelitian
Karakteristik dari masing-masing responden diantaranya adalah seluruh responden baik
perawat maupun pasien adalah wanita. Untuk perawat, jabatan yang paling banyak menjadi
sebagian besar responden adalah perawat pelaksana dengan 52,5% dan dengan pendidikan D3
yakni sebesar 50% serta usia diatas 30 tahun sebesar 85%, sedangkan untuk pasien, sebagian
besar pasien yang menjadi responden pada penelitian ini merupakan pasien BPJS dengan
persentase sebesar 43,5%.
Analisis univariat pada variabel kesesuaian posisi, di dapatkan hasil dari 40 responden
terdapat 27 orang atau sebesar 67.5% yang memiliki persepsi bahwa posisi atas dirinya telah
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dikerjakan. Untuk variabel kepemimpinan,
didapatkan hasil sebesar 55% memiliki persepsi bahwa kepemimpinan atasan langsung sudah
baik untuk dirinya.
Analisis univariat pada variabel Employee Engagement didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden memiliki nilai employee engagement sedang yakni sebesar 75,4%
dan tidak ada satupun responden pada perawat yang memiliki nilai employee engagement yang

rendah. Tidak berbeda jauh dengan Employee Engagement, sebagian besar pasien juga
memiliki customer engagement yang sedang yakni sebesar 75,4% namun terdapat 1,4% pasien
yang memiliki nilai customer engagement rendah.
Analisis Human Sigma pada penelitian ini didapatkan bahwa total Employee
Engagement pada perawat ruang rawat inap Bunda dan kebidanan adalah sebesar 149,3333

dengan nilai mean sebesar 3,73333 serta memiliki nilai median sebesar 3,83333. Pada tabel
diatas, nilai mean terletak pada urutan 19 dan 20 sehingga diperoleh nilai Employee
Engagement percentile adalah 48,75 %.

Selisih sekitar 10% pada Employee Engagement percentile, total Customer Engagement
pada pasien ruang rawat inap Bunda dan kebidanan adalah sebesar 251,7273 dengan nilai mean
sebesar 3,648221 serta memiliki nilai median sebesar 3,636364. Pada tabel diatas, nilai mean
terletak pada urutan 39 dan 40 sehingga diperoleh nilai Customer Engagement percentile adalah
57,25 %.Dari nilai Employee Engagement percentile dan Customer Engagement percentile
dapat dihitung nilai dari Human Sigma dengan menggunakan salah satu rumus yang telah
ditetapkan. Pada penelitian ini didapatkan nilai dari Human Sigma sebesar 26,4%.
Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan
antara kesesuaian posisi dan kepemimpinan terhadap keterikatan pegawai. Analisis bivariat
dengan uji statistik antara variable kesesuaian posisi dan keterikatan pegawai didapatkan nilai
p = 0,316 (α > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kesesuaian posisi perawat dengan keterikatan pegawai.
Pada uji statistik variabel kepemimpinan, hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,011 (α
< 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan dengan keterikatan pegawai. Nilai OR= 9,600 (CI: 1.767-52.165) artinya
kepemimpinan yang baik berpeluang 9,600 kali untuk memiliki keterikatan pegawai yang
tinggi dibandingkan dengan kepemimpinan yang tidak baik.

Pembahasan
Kesesuaian Posisi
Analisis univariat pada variabel kesesuaian posisi menggambarkan bahwa terdapat 13
responden perawat yang menyatakan dirinya tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang dijalankan, sedangkan sisanya yakni sebesar 27 responden menyatakan bahwa posisi atas

dirinya telah sesuai terhadap tugas dan tanggung jawab yang dijalankan. Kesesuaian atas posisi
ini berkaitan erat dengan penempatan kerja dimana tahapan ini merupakan tahapan penempatan
pegawai sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan keahliannya (Sastrohadiwirjo, 2002).
Penempatan karyawan yang kurang tepat secara tidak langsung dapat mempengaruhi
produktivitas kerja baik produktivitas secara individu maupun secara kelompok, lebih lanjut
penempatan karyawan yang tidak tepat dapat mengakibatkan karyawan cenderung untuk
memilih berhenti bekerja (Rivai & Jauvani, 2011). Penempatan karyawan menjadi penting
dikarenakan hal tersebut menjadi dasar dari peningkatan kepuasan kerja karyawan dan akan
meningkatkan loyalitas karyawan sehingga perusahaan mampu berkembang dan bersaing
dalam jangka waktu yang panjang (Paratama & Utama, 2013).
Faktor yang mendapatkan skor terendah dari kesesuaian posisi adalah faktor
pengalaman dimana faktor ini mendapatkan skor akhir 119 yang berada pada posisi sesuai. Hal
tersebut memiliki artian bahwa perawat rawat inap bunda dan kebidanan memiliki keterampilan
yang sudah sesuai terhadap posisi yang Ia kerjakan. Faktor pengalaman menjadi hal yang cukup
dipertimbangan dalam penempatan karyawan, hal ini dikarenakan karyawan yang memiliki
pengalaman kerja akan memiliki keterampilan dan keahlian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan karyawan yang belum memiliki pengalaman kerja.
Penelitian dari Putu Ivan Ady Paratama dan I Wayan Mudiartha Utama menjabarkan
bahwa pengalaman kerja yang dimiliki oleh karyawan dapat membantu karyawan dalam
melaksanakan tugasnya serta pengalaman ini dapat meningkatkan loyalitas kerjanya seiring
dengan kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas (Paratama & Utama, 2013).
Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam keperawatan memiliki artian bahwa bagaimana seorang
pemimpin (yang juga berprofesi sebagai perawat) mempengaruhi perawat lain yang berada
dibawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan
dari keperawatan (Maryanto, Pujiyanto, & Setyono, 2013).
Pada analisis deskriptif menjabarkan setiap faktor yang membangun variabel
kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut diskoring masing-masing dan diperoleh nilai rata-rata.
Sedikitnya terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi variabel kepemimpinan yakni
pengawasan, pengembangan diri, motivasional, inisiatif, dan partisipatif (Robbins & Coutler,
2010).

Faktor motivasi memiliki skor yang terendah dibandingkan dengan variabel lainnya.
Faktor ini berada pada posisi sesuai dan memiliki nilai rata-rata sebesar 67. Hal tersebut
memiliki artian bahwa responden setuju bahwa atasan langsung telah memberikan motivasi
baik dalam bentuk penghargaan maupun sanksi. Angka 67 memang dapat dikatakan cukup baik
walaupun belum dapat dikatakan maksimal. Faktor motivasi merupakan faktor yang cukup
berperan dalam produktivitas dari karyawan, hal tersebut dikarenakan motivasi pemimpin dapat
mempengaruhi karyawan untuk bekerja lebih sehingga hal tersebut secara tidak langsung
mempengaruhi bagaimana kondisi finansial sebuah perusahaan (Lambrou, Kontodimopoulos,
& Niakas, 2010).
Employee Engagement

Analisis univariat pada Employee Engagement menunjukkan bahwa keeretan antara
karyawan dengan perusahaan sudah terbangun dengan baik walaupun belum terlalu kuat. Hal
tersebut terlihat dari tidak ada dari responden yang memiliki nilai Employee Engagement yang
rendah dan sebagian besar dari karyawan memiliki Employee Engagement yang sedang, yakni
sebesar 65%. Nilai engagement ini memberikan gambaran bahwa perusahaan berpeluang tinggi
untuk meningkatkan keeratan hubungan antara karyawan dengan perusahaan sehingga dengan
ditingkatkan keeratan ini, maka dapat meningkatkan pula produktivitas kerja dari karyawan.
Dimensi yang memiliki skor terendah pada analisis deskriptif adalah how can we grow.
Dimensi ini merupakan dimensi yang menggambarkan bagaimana peran dari karyawan sebagai
satu entitas dari perusahaan. Ketika perusahaan mampu memberikan kepastian akan posisi dari
karyawan tersebut maka karyawan pun akan meningkatkan produktivas kerja dikarenakan
karyawan akan berpikir bahwa ketika dia dapat berkembang maka perusahaan juga akan
berkembang dan identitas posisi dia pada perusahaan dapat diperhitungkan (Fleming &
Asplund, 2007).
Rata-rata skor yang didapat pada dimensi ini hanya sebesar 134,5 yang berartikan
bahwa karyawan menilai posisi atas kerjanya belum dapat dimaksimalkan oleh perusahaan
karena sebagian karyawan merasa bahwa dirinya belum memiliki kesempatan untuk belajar dan
berkembang serta merasa bahwa tidak ada yang menanyakan bagaimana perkembangan dari
pekerjaan tersebut.

Customer Engagement

Analisis univariat pada Customer Engagement sudah cukup baik namun perlu
ditingkatkan lebih lanjut. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa 75.4% keterikatan antara
pelanggan dengan berada pada posisi sedang. Nilai engagement ini memberikan gambaran
bahwa perusahaan berpeluang tinggi untuk meningkatkan keeratan hubungan antara pelanggan
dengan perusahaan sehingga dengan ditingkatkan keeratan ini, maka dapat meningkatkan pula
produktivitas produktivitas dan profitabilitas dari perusahaan.
Dimensi yang pertama adalah confidence dimana pada dimensi ini pelanggan sudah
mulai mempercayai perusahaan tersebut untuk pemenuhan kebutuhannya. Rata-rata skor yang
didapatkan pada dimensi ini adalah sebesar 265.2, skor tertinggi berada pada poin mengenai
kepercayaan yakni sebesar 295. Nilai tersebut memiliki artian bahwa pelanggan sudah sangat
mempercayai perusahaan sebagai perusahaan yang mampu memberikan pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan dari pelanggan, hal tersebut didukung oleh skor yang didapatkan untuk poin
pemenuhan kebutuhan yakni sebesar 249.
Poin kepercayaan pun turut didukung oleh poin kepuasan dimana skor kepuasan
terhadap pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan sebesar 279 sehingga dapat dikatakan
bahwa tingkat kepuasan dari pelanggan sudah sangat tinggi. Akan tetapi pada nyatanya
sebagian dari pelanggan bersikap netral dalam penyebaran informasi mengenai jasa ini kepada
teman atau kerabat mereka.
Hal tersebut terlihat pada poin rekomendasi, hanya sebagian responden saja yang mau
merekomendasikan ini kepada rekan atau kerabatnya sedangkan sebagian lagi bersikap netral
dalam artian responden berpersepsi bahwa dirinya tidak memiliki keharusan untuk
menyebarkan informasi mengenai layanan yang telah diterimanya. Pada dimensi terlihat bahwa
kepuasan pelanggan baru sebatas pada kepuasan rasional dikarenakan pelanggan merasa bahwa
perusahaan telah memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya dengan baik (Fleming,
Coffman, & Harter, 2005).
Dimensi yang memiliki skor terendah adalah passion, dimana dimensi ini
menggambarkan hubungan yang berjangka waktu sangat panjang dan perusahaan tidak mudah
tergantikan dengan perusahaan lainnya (Fleming, Coffman, & Harter, 2005). Dimensi ini
memiliki skor rata-rata yang cukup baik yakni 219. Sebagian besar responden bersikap netral
saat memilih Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita dibandingkan harus memilih rumah
sakit lainnya serta bersikap netral saat mempersepsikan Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Kita sebagai rumah sakit yang sempurna untuk dirinya.

Human Sigma
Pada penghitungan nilai mean dari setiap nilai di kuesioner Q11 maupun Q12 didapatkan
nilai dari keterikatan karyawan adalah sebesar 48.75%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
tingkat keeratan antara karyawan dengan perusahaan belumlah dapat dikatakan optimal karena
batas minimal dari keterikatan yang optimal adalah sebesar 50%. Kondisi tersebut dapat
dikatakan bahwa karyawan cenderung netral dalam memandang perusahaan dan memandang
perusahaan tidak lebih sebatas pemenuhan kebutuhan (Fleming & Asplund, 2007).
Berbeda dengan keterikatan karyawan, keterikatan antara pelanggan dengan perusahaan
dapat dikatakan cukup optimal dan perusahaan memiliki peluang yang tinggi untuk
meningkatkannya. Nilai dari keterikatan pelanggan mencapai 57.25% sehingga kondisi ini
dapat diartikan bahwa pelanggan sudah mulai terikat dengan perusahaan, namun belum terlalu
kuat.
Selisih antara nilai keterikatan pelanggan dan karyawan terhadap perusahaan cukuplah
besar yakni sekitar 8.49%. Hal tersebut memiliki artian bahwa keterikatan pelanggan lebih
besar dibandingkan dengan keterikatan karyawan. Human Sigma plot menggambarkan bahwa
posisi keterikatan diatara keduanya terhadap perusahaan berada pada Human Sigma 3.
Berikut merupakan Human Sigma Plot yang memperlihatkan posisi dari Human Sigma 3

Gambar 1 Human Sigma Metric Ruang Rawat Inap Bunda dan Kebidanan RSAB
Harapan Kita Tahun 2014

Nilai Human Sigma tersebut berhubungan dengan kekuatan keuangan secara
keseluruhan pada unit tersebut. Melalui penghitungan nilai Human Sigma di dapatkan nilai
sebesar 26.4% hal tersebut sesuai dengan posisi Human Sigma yakni Human Sigma 3. Angka
tersebut memiliki artian bahwa unit atau bagian yang vital dari pelayanan tersebut telah
memberikan kontribusi yang baik untuk posisi keuangan namun untuk unit atau bagian yang
lain belumlah dapat berkontribusi dengan baik. Kinerja keuangan perusahaan pada Human
Sigma 3 pun lebih besar 2.5 kali dibandingkan dengan Human Sigma 1.

Kondisi pada Human Sigma 3 adalah partial optimize yakni hanya salah satu dari subjek
(dalam hal ini adalah pelanggan) yang keeratannya bernilai optimal. Pada kondisi ini maka
perusahaan berada pada kuadran ke III dalam Human Sigma Plot (gambar 1). Selain dapat
melihat bagaimana posisi keuangan dari unit, Human Sigma dapat melihat pula bagaimana
kinerja pada unit tersebut. Arti dari kuadran ketiga adalah kinerja perusahaan 1.7 kali lebih
besar dibandingkan ketika perusahaan berada pada kuadran 1 (pertama), terutama pada kinerja
keuangannya.

Hubungan antara Employee Engagement dan Kesesuaian Posisi
Dalam meningkatkan keterikatan pegawai, kesesuaian posisi menjadi salah satu faktor
yang mendorong nilai keterikatan tersebut. Hal tersebut dikarenakan ketika karyawan merasa
bahwa dirinya telah sesuai pada posisi tersebut, maka karyawan akan lebih senang dalam
menjalani pekerjaan tersebut sehingga dapat meningkatkan keeratan diantara dirinya dengan
perusahaan dan dapat meningkatkan produktivitas kerja (Fleming & Asplund, 2007).
Berbeda dengan teori yang dijabarkan oleh metode Human Sigma bahwa kesesuaian
posisi ini menjadi faktor pendukung keeratan, pada penilitian ini didapatkan hasil bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara keterikatan pegawai dengan kesesuaian posisi. Hal
tersebut dikarenakan baik pendidikan, kompetensi maupun keterampilan sudah dipersiapkan
sejak awal sebelum karyawan menempati posisi tersebut. Lebih lanjut untuk mendapatkan
posisi tersebut, karyawan pun harus memiliki surat tanda registrasi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Melalui penjelasan diatas, maka profesi pada posisi ini memiliki syarat jabatan
yang apabila karyawan tidak memenuhi syarat jabatan tersebut, maka tidak dapat menduduki
posisi tersebut.
Kebutuhan dan kesesuaian atas karyawan dipengaruhi oleh visi, misi, nilai, dan budaya
dari perusahaan sehingga setiap perusahaan akan memiliki gambaran mengenai kebutuhan dan
kesesuaiannya masing-masing. Begitu pula pada perawat, Vam Slyck dalam Bruce and Myron

menjelaskan bahwa kebutuhan akan perawat (baik jumlah maupun spesifikasi) merupakan
refleksi dari budaya organisasi tentang peran dan pentingnya perawat, keselamatan dan
kepuasan pasien, serta job satisfaction, job spesification dsb (Fried & Fottler, 2008).
Hubungan antara Employee Engagement dan Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana kondisi dan
nilai dari keterikatan karyawan. Hal tersebut dikarenakan dengan kepemimpinan yang baik,
pemimpin dapat mempengaruhi orang lain dan dapat mengarahkannya melalui proses
komunikasi yang efektif sehingga tujuan dari perusahaan pun tercapai (Subanegara, 2005).
Kepemimpinan yang baik memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas
dari karyawan (Ding, Lu, Song, & Lu, 2012).
Tidak hanya berhubungan secara signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas,
kepemimpinan pun memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja dari karyawan.
Kepemimpinan yang efektif berhubungan secara signifikan dengan kinerja dikarenakan
kepemimpinan yang efektf diyakini dapat mempengaruhi karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya (Pradeep & Prabhu, 2011).
Keterikatan secara emosional barulah dapat ditemui dalam sebuah perusahaan ketika
pemimpin melakukan pendekatan secara transformasional dimana pemimpin mampu
memotivasi karyawan terhadap visi dan misi perusahaan dan menanamkan visi dan misi
tersebut kepada karyawan sehingga karyawan dengan sendirinya akan terinspirasi pemimpin
untuk meraih visi perusahaan (Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2006).
Human Sigma dan Kinerja Ruang Rawat Inap Bunda dan Kebidanan
Bed Occupaton Rate (BOR) meruapakan salah satu indikator dari rumah sakit yang

dapat menggambarnya bagaimana persentase dari pemanfaatan tempat tidur. Melalui asumsi
sederhana, dapat disimpulkan, apabila nilai BOR ini tinggi, maka pemanfaatan tempat tidur
tinggi sehingga pemasukan untuk rumah sakit pun meningkat. BOR Standar persentase
pemanfaatan tempat tidur (BOR) yakni sebesar 60-85% sedangkan pada tahun 2014, Januari
hingga bulan November, rata-rata BOR dari ruang rawat inap bunda dan kebidanan adalah
sebesar 46,37% sehingga apabila dapat kita bandingkan dengan angka kinerja Human Sigma,
maka perbandingan keduanya cukup mendekati. Hasilnya adalah perbandingan antara nilai
BOR realita : BOR efektif sama dengan nilai Human Sigma realitas : Human Sigma efektif.

Melalui perhitungan, di dapatkan bahwa ruang rawat inap bunda dan kebidanan RSAB
Harapan Kita berada pada Human Sigma 3 sehingga kinerja dari unit ini adalah sebesar 1,7
yang memiliki artian bahwa unit tersebut hanya salah satu saja yang keeratannya optimal,
sehingga apabila unit tersebut ingin bernilai optimal dimana kedua subjek yakni perawat dan
pasien memiliki keterikatan yang tinggi, maka unit harus meningkatkan kinerjanya 2x agar
bernilai 3,4. Angka tersebut pun berbanding searah dengan kondisi BOR pada unit tersebut.
Rata-rata BOR pada tahun ini di unit tersebut adalah sebesar 46.37% sehingga apabila BOR
pada unit tersebut ingin ditingkatkan sesuai dengan tingkat BOR tertinggi yang ditetapkan oleh
Depkes, maka rumah sakit pun harus meningkatkannya 2x agar dapat memiliki BOR 85%.
RSAB Harapan Kita merupakan rumah sakit khusus tipe A dimana hal tersebut
memiliki artian bahwa RSAB Harapan Kita memiliki kemampuan dan fasilitas pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap, sehingga
melalui penjelasan tersebut maka penyakit-penyakit yang memerlukan pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medis subspesialis lah yang cenderung lebih banyak ditangani pada
rumah sakit ini (UU 44 tahun 2009).
Penyakit yang membutuhkan pelayanan tersebut tidaklah banyak diderita oleh
masyarakat, akan tetapi penyedia pelayanan kesehatan haruslah tetap memiliki baik fasilitas
maupun kemampuan untuk menangani penyakit-penyakit tersebut (Pudjiyantoro, 2008).
Beberapa alasan mengapa BOR dari RSAB Harapan Kita yang berada dibawah dari
standar Depkes diantaranya adalah karena pengaruh dari tingkatan pada rumah sakit. RSAB
Harapan Kita merupakan rumah sakit tingkat ke III tersier , sehingga penyakit-penyakit yang
tidak dapat ditangani atau dengan keparahan tertentulah yang akan dirujuk ke RSAB Harapan
Kita akan tetapi proporsi masyarakat dengan penyakit yang membutuhkan pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis tidaklah sebanyak penyakit umum.
Tidak hanya berkaitan dengan tingkat keparahan dari penyakit, tingkat pertumbuhan
rumah sakit yang sejenis dengan RSAB Harapan Kita pun perlu diperhatikan. Saat ini menurut
data dari PERSI, terdapat kurang lebih 27 rumah sakit yang memiliki kekhususan dibidang anak
maupun bunda, sehingga dengan adanya pertumbuhan rumah sakit dengan kekhususan yang
sama tersebut, maka akan semakin banyak pula pilihan untuk pasien dalam memilih pelayanan
kesehatan yang berkaitan dengan anak dan bunda.

Kesimpulan

Berikut merupakan kesimpulan dari penelitian ini
1. Perawat ruang rawat inap bunda dan kebidanan RSAB Harapan Kita merasa sesuai
atas posisi dirinya dengan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan. Hal tersebut
dibuktikan dari 40 responden, 67,5% menyatakan bahwa dirinya sesuai dan sisanya
berpersepsi dirinya tidak memiliki kesesuaian.
2. Sama halnya dengan kesesuaian posisi, kepemimpinan pada perawat ruang rawat
inap bunda dan kebidanan sudah baik, hal tersebut terlihat dari 40 responden, 55%
diantaranya berpersepsi bahwa kepemimpinan atasan langsung sudah baik dan
sisanya berpersepsi tidak
3. Kedua variabel tersebut diyakini berpengaruh pada keeratan dari perawat, namun
pada ruang rawat inap bunda dan kebidanan, hanya kepemimpinan saja yang
mempengaruhi nilai keeratan tersebut. Kesesuaian posisi tidak berhubungan secara
signifikan dikarenakan pendidikan, pengalaman, keterampilan, dan usia dari
perawat sebelumnya telah ditentukan dalam Job Spesification perawat sehingga
dengan adanya kesesuaian pendidikan, pengalaman, usia, dan keterampilan,
dianggap perawat sudah mengetahui apa yang hendak ia harapkan dari pekerjaan
tersebut serta bagaimana cara ia melakukan dan meningkatkan pekerjaan tersebut.
4. Nilai keeratan hubungan dari perawat mendapat nilai sebesar 48,75% dimana dalam
nilai tersebut perawat bersikap netral dalam artian belum adanya keterikatan antara
keduanya dikarenakan perawat hanya sebatas menganggap bahwa pekerjaan
tersebut tidak lebih untuk pemenuhan hidupnya. Hal tersebut pun didukung dengan
sebagian besar dari responden memiliki Employee Engagement yang sedang.
5. Nilai keeratan hubungan dari pasien mendapatkan nilai sebesar 57,25% dimana
dalam nilai tersebut pasien sudah memiliki keterikatan dengan rumah sakit namun
tidaklah cukup kuat sehingga dapat pula menurunkan tingkat keterikatan tersebut.
6. Tingkat keeratan antara perawat dan pasien berada pada Human Sigma 3 dan di
posisi Partial Optimize. Kondisi tersebut diartikan bahwa hanya salah satu subjek
saja yang optimal sedangkan subjek lainnya belum dikatakan optimal. Tingkat
kinerja dari ruang rawat inap bunda dan kebidanan berada pada nilai 1.7 dan 2.5
dimana nilai tersebut berartikan bahwa untuk dapat mencapai posisi yang optimize
yakni kuadran ke IV dengan Human Sigma 5-6 maka unit ini haruslah meningkatkan
kinerjanya sebesar 2x lipat dari kinerja yang sekarang.

Saran
Human Sigma memberikan 2 (buah) jenis intervensi yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan keeratan dari perawat dan pasien terhadap rumah sakit yakni Intervensi yang
pertama bersifat transformasional dan tranformasional. Berikut merupakan saran yang dapat
dikembangkan dari penelitian ini
1.

Intervensi transformasional yang dapat dilakukan diantaranya adalah mengembangkan
kemampuan dan keterampilan dari perawat secara keseluruhan dan memastikan setiap
dari perawat mendapatkan kesempatan tersebut. Pengembangan kemampuan dan
keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan adanya pelatihan, seminar, maupun
workshop yang bertujuan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan tersebut.

Pengembangan keterampilan dan kemampuan tersebut dapat dijadikan sebagai reward
atas kinerja dari perawat sehingga dapat dijadikan motivasi dalam bekerja
2.

Intervensi yang transaksional dimana intervensi ini perlu dilakukan secara keseluruhan
dan dalam waktu yang berkelanjutan. Hal yang dapat dilakukan dalam intervensi ini
adalah peningkatan komunikasi dua arah sehingga pada intervensi ini peran pemimpin
sangatlah diperlukan. Pemimpin haruslah mampu melihat setiap performa individu dan
mengevaluasinya. Bagi individu yang memiliki kinerja yang baik, tidak perlulah
sungkan untuk memberikan pujian baik secara lisan maupun secara fisik dikarenakan
dengan adanya reward dapat meningkatkan kinerja dari individu. Tak hanya reward
perlu adanya sanksi terhadap individu yang memiliki hasil evaluasi kinerja yang rendah.

3.

Tidak hanya berupa pemberian reward dan sanksi, pemimpin haruslah mampu
memotivasi dari setiap karyawan. Pemberian motivasi tersebut dapat dilakukan secara
kultural melalui komunikasi yang efektif atau dapat pula dibuatkan performance board
yang dapat memantau bagaimana kinerja dari masing-masing perawat disetiap ruangan.
Secara tidak langsung hal tersebut dapat meningkatkan motivasi dari perawat agar setiap
harinya mampu memberikan performa yang yang terbaik.

4.

Saran metodologis pada penelitian ini adalah diperlukannya penelitian lebih lanjut
mengenai bagaimana Human Sigma mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara
langsung serta meneliti bagaimana hubungan antara Employee Engagement dengan
kekuatan internal dari perusahaan.

Daftar Referensi

Anjaryani, W. D. (2009). Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat Di Rsud
Tugurejo Semarang. Semarang: Program Pascasarjana; UNDIP.

Arini, D. (2011). Hubungan Prestasi Akademik Perawat Selama Pendidikan dengan Kinerja
Perawat di RUMKITAL dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Kesehatan AIPTINAKES
JATIM, 1(1), 1-11.

Christine, Oktorina, M., & Mula, I. (2010). Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Konflik Keluarga
Terhadap Kinerja dengan Konflik Pekerjaan Keluarga Sebagai Intervening Variabel.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 12(2), 121-132.

Ding, D., Lu, H., Song, Y., & Lu, Q. (2012). Relationship of Servant Leadership and Employee
Loyalty: The Mediating Role of Employee Satisfaction. iBusiness; Scientific
Research(4), 208-2015.

DJSN. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Dewan Jaminan
Sosial Nasional.
Fleming, J. F., Coffman, C., & Harter, J. K. (2005). Manage Your Human Sigma. Canada:
Harvard Business Review.
Fleming, J. H., & Asplund, J. (2007). Human Sigma : Managing the Employee- Customer
Encounter. New York: Gallup Press.

Fried, B. J., & Fottler, M. D. (2008). Human Resources in Healthcare; Managing for Success
(3rd ed.). Chicago: Health Administration Press.
Imbalo, P. (2007). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan; Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Jakarta: EGC.

Ivancevich, J. M., Konopaske, R., & Matteson, M. T. (2006). Perilaku dan Manajemen
Organisasi (Tujuh ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

James. (2013). The Relationship Between Engagement at Work and Organizational Outcomes.
Washington DC: Gallup, Inc.
Kemenkes. (2014). Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Laksono, I. N. (2008). Analisis Kepuasan Dan Hubungannya Dengan Loyalitas Pasien Rawat
Inap Di Rumah Sakit Dedi Jaya Kabupaten Brebes. Semarang: Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Kosentrasi Administrasi Rumah Sakit UNDIP.

Lambrou, P., Kontodimopoulos, N., & Niakas, D. (2010). Motivation and Job Satisfaction
Among Medical and Nursing Staff in A Cyprus Public General. Human Resources for
Health, 8(26), 1-9.

Lolongan, N., Balqis, & Darmawansyah. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada Kabupaten Tana Toraja
Tahun 2013. Makasar: FKM UNHAS.

Mailani, D. (2009). Analisis Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Terhadap Kepuasan Kerja
Perawat pada RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 8(2), 54-61.
Marbun, L. L. (2009). Gambaran Sistem Pelayanan pada Unit Diklat Rumah Sakit
Metropolitan Medical Centre Jakarta Tahun 2009. Jakarta.

Maryanto, Pujiyanto, T. I., & Setyono, S. (2013). Hubungan Kepemimpinan Kepala Ruangan
dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Swasta di Demak. Jurnal Manajemen
Keperawatan, 1(2), 146-153.

Paratama, P. A., & Utama, I. M. (2013). Pengaruh Penempatan dan Pengalaman Kerja serta
Lingkungan Kerja terhadap Loyalitas Karyawan. E Jurnal Manajemen Universitas
Udayana, 2(4), 398-409.

Pradeep, D. D., & Prabhu. (2011). The Relationship between Effective Leadership and
Employee. IPCSIT, 20, 198-208.
Pudjiyantoro, R. (2008). Pengembangan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Semarang. Semarang: Tesis Universitas Diponegoro.

Ridwan. (2007). Pengaruh Kesesuaian Posisi Pekerjaan Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan Pada Divisi Distribusi Center PT. Maxistar Intremoda Indonesia. Jakarta:

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah.
Rivai, & Jauvani, E. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Robbins, P. S., & Coutler, M. (2010). Manajemen (10 ed.). Jakarta: Erlangga.
Sabarguna, B. S. (2004). Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Yogyakarta: Konsorsium
Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.
Sastrohadiwirjo, S. B. (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Subanegara, H. P. (2005). Diamond Head Drill dan Kepemimpinan dalam Manajemen Rumah
Sakit (1st ed.). Yogyakarta: ANDI.

Sunar. (2012). Pengaruh Faktor Biografis (Usia, Masa Kerja, dan Gender) terhadap
Produktivitas Karyawan (Studi Kasus PT Bank X). Forum Ilmiah, 9(1), 167-177.

Wahdi, N. (2006). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pasien sebagai
Upaya Meningkatkan Loyalitas Pasien. Semarang: Program Pasca Sarjana; UNDIP.

Widaryanto. (2005). Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Rumah Sakit Melalui FaktorFaktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pelayanan (Studi Kasus pada Rumah
Sakit Kariadi Semarang. Semarang: UNDIP.

Widiharti, S. d. (2011). Pengembangan Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan
Berdasarkan Analisis Posisi Perilaku Caring Perawat Dengan Jendela Pelanggan
;Development Of Improved Nursing Care Quality Based On Nurses Caring Behavior
Position Analysis With Customer Window. Ners Vol 6, 21-30.
Yoga, A. T. (2006). Manajemen Administrasi Rumah Sakit Edisi Kedua. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI Press).

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65