T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB II

BAB II
KEBIJAKAN TRANSMIGRASI PEMERINTAH
PUSAT DAN PROVINSI PAPUA

A.

Kebijakan Publik Sebagai Tindakan Diskresi
Pemerintah

Kebijakan menurut Thomas Dye, adalah apa pun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy
is whatever goverments choose to do or not to do), definisi

kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna
bahwa:1
1.

Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah,
bukan organisasi swasta.

2.


Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan
atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.
Seturut dengan pemahaman itu adalah pendapat James

Anderson E. yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai

1

AG Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori,dan Aplikasi,
penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 2

22

23

kebijakan yang ditetapkan badan-badan atau badan pemerintah.2
Dalam Pandangan David Easton ketika pemerintah membuat
kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan
nilai-nilai


kepada

masyarakat,

karena

setiap

kebijakan

mengandung seperangkat nilai di dalamnya.3 Demikian pula
dikatakan oleh Harold Laswell dan Abraham Kaplan bahwa
kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan
pratikan-pratikan sosial yang ada dalam masyarakat . Ini berarti
kebijakan publik berisi nilai-nilai yang tidak
dengan nilai-nilai

bertentangan


dan praktik-praktik sosial yang ada dalam

masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat
resistensi ketika di implementasikan.4
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka kebijakan
publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat pejabat
atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang
pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, Industrial, pertahanan,
dan sebagainya. Dalam konteks penulisan tesis ini maka
kebijakan publik bisa dipahami pula dalam bentuk peraturan per

2

Ibid.3
Ibid.
4
ibid
3

24


Undang - Undangan

menurut

hierarkinya, yakni

kebijakan

publik dapat bersifat nasional, regional, maupun, maupun lokal
seperti Undang - Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah kabupaten/Kota, dan
keputusan kabupaten.5 Selain itu, kebijakan dapat dinyatakan
sebagai usaha untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu, sekaligus
sebagai upaya pemecahan masalah dengan menggunakan
sarana-sarana tertentu.
Atas dasar pemahaman di atas, kebijakan publik merupakan
tindakan pemerintahan yang berupa tindakan diskresi. Sebab
secara ringkas tindakan diskresi pemerintah dapat diartikan
sebagai kebebasan


bertindak atau mengambil keputusan dari

pelaksana kebijakan publik (para pejabat administrasi negara
yang berwenang dan berwajib) menurut pendapat sendiri,
sebagaimana pemahaman kebijakan publik di atas. Diskresi
adalah kebebasan yang diberikan kepada pelaksana kebijakan
publik dalam rangka penyelenggaraan kebijakan publik, sesuai
dengan meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus
diberikan negara kepada masyarakat yang semakin kompleks.

5

Ibid, hal.2-3.

25

Dalam hal ini, Philipus M. Hadjon menegaskan bahwa kekuasaan
diskresi pemerintah merupakan salah satu sarana


pemerintah

(eksekutif) dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan –
tujuan tertentu yang dapat diwujudkan dalam bentuk : kekuasaan
regulasi (delegated legislation); keputusan-keputusan pemerintah
(KTUN); tindakan-tindakan faktual; tindakan polisionil dan
penegakan hukum; sanksi pemerintahan, dan lain-lain.6
Secara etimologi, Konsep diskresi (discretion) memiliki
akar padanan dengan kata discernere (latin). Dalam bahasa
inggris memiliki padanan dengan kata lain discernment dan
judgment7. Sedangkan secara abstraktif, Krishna Djaya Darumurti

menjelaskan, bahwa:
“ ..... kekuasan diskresi dimaknai sebagai kekuasaan yang
bebas; kekuasaan berdasarkan pertimbangan subyektif atau
persoalan dari pemegang kekuasaan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Pemegang kekuasaan diskresi memiliki
kebebasan bertindak dalam menghadapi suatu kasuistik. Konsep
kekuasaan diskresi bersifat kontras sangat tajam manakala
dibandingkan dengan konsep kekuasaan berdasarkan “general

rule of law”. Oleh karena itu kekuasaan diskresi yang bersifat
pengecualian terhadap “general rule of law”8.

6

Lihat dalam Krishna Djaya Darumurti, Diskresi Kajian Teori Hukum,
Genta Publishing, 2016, h. 3.
7
Krishna Djaya Darumurti, “Diskresi Kajian Teori Hukum”, Genta
Publishing, 2016, h. 23
8
Ibid, h. 2.

26

Dalam pengertian demikian maka hakikat kekuasaan diskresi
adalah kekuasaan bebas, yaitu dijalankan tidak lagi menurut atau
mengikuti pertimbangan peraturan per Undang - Undangan yang
berlaku sebelumnya. Pemegang kekuasaan diskresi dalam
bertindak tidak perlu mendasari Undang - Undang secara ketat,

karena bersifat kekecualian maka kekuasaan diskresi hanya dapat
digunakan secara kasuistik atau kontekstual.9
Pandangan itu memperoleh pembenarannya berdasarkan
konsep diskresi dalam hukum secara filosofi, yaitu dalam
pandangan perspektif hukum alam, yang berimplikasi pada
pengertian bahwa secara hakiki konsep dikreasi mendapat
justifikasi karena konsisten dan sebangun dengan tujuan hukum.10
Sebagai

kekuasaan

hukum

maka

kekuasaan

diskresi

merefleksikan cita hukum. Cita hukum yang di maksudkan

adalah moralitas internal hukum seperti keadilan; sebuah
kekuatan

yang mampu menyisikan keberlakuan Undang -

Undang.11

9

Ibid.
.Ibid (baca Hal 55))
11
. Ibid (baca Hal.15)
10

27

Kekuasaan diskresi, dengan demikian, sinonim (dapat
disamakan) pengertiannya sebagai keputusan atau tindakan
individual ketika pembatasan efektif pada kekuasaan pemerintah

membebaskannya

untuk

membuat

pilihan

berdasarkan

kemungkinan keharusan dari bertindak atau tidak bertindak
sebagai kemaslahatan masyarakat (public good) tanpa adannya
preskripsi dari peraturan per Undang - Undangan, dan bahkan
dimungkinkan untuk menyimpang dari peraturan per Undang Undangan yang berlaku.12 Pemahaman demikian itu dapat
dipertukarkan dengan kebijakan (publik), dan oleh karena itu
kebijakan publik merupakan tindakan diskresi pemerintah.

B.

Sejarah dan Tujuan Transmigrasi di Indonesia


1.

Sejarah Transmigrasi di Indonesia
a.

Transmigrasi Era Kolonial Belanda
Pemerintah kolonial Belanda merintis kebijakan ini

pada awal abad ke-19 untuk mengurangi kepadatan pulau
Jawa dan memasok tenaga kerja untuk perkebunan di pulau
Sumatera. Program ini perlahan memudar pada tahun-tahun

12

.Ibid (baca hal.28)

28

terakhir

masa

penjajahan

Belanda

(1940-an),

lalu

dijalankan kembali setelah Indonesia merdeka untuk
menangkal kelangkaan pangan dan bobroknya ekonomi
pada masa pemerintahan Soekarno dua puluh tahun setelah
Perang Dunia II.
Pada tahun puncaknya, 1929, lebih dari 260.000
pekerja kontrak Cultuurstelsel dibawa ke pesisir timur
Sumatera, 235.000 orang di antarnya berasal dari pulau
Jawa. Para pendatang bekerja sebagai kuli; apabila seorang
pekerja meminta kontraknya diputus oleh perusahaan
(desersi), ia akan dihukum kerja paksa. Tingkat kematian
dan penyiksaan di kalangan kuli saat itu sangat tinggi.
b.

Transmigrasi Pasca Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda

tahun 1949 di bawah pemerintahan Soekarno, program
transmigrasi dilanjutkan dan diperluas cakupannya sampai
Papua. Pada puncaknya antara tahun 1979 dan 1984,
mencapai 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah
tempat tinggal melalui program transmigrasi. Dampak
demografisnya sangat besar di sejumlah daerah; misalnya,

29

pada tahun 1981, 60% dari 3 juta penduduk Provinsi
Lampung adalah transmigran. Pada tahun 1980-an, program
ini didanai oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia
serta negara-negara Barat yang memuji kebijakan antikomunis

Soeharto. Akibat krisis

energi

1979

dan

peningkatan biaya transportasi, anggaran dan rencana
transmigrasi dipotong.
Pada bulan Agustus 2000 setelah krisis keuangan
Asia dan jatuhnya rezim Soeharto, pemerintah Indonesia
mulai mengurangi skala program transmigrasi karena
sedikitnya anggaran.
Pemerintah Indonesia mengurus program transmigrasi
lewat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi meski
skalanya lebih kecil daripada tahun-tahun sebelumnya.
Departemen ini setiap tahunnya memindahkan 15.000
keluarga atau hampir 60.000 orang. Jumlah ini perlahan
meningkat seiring bertambahnya anggaran transmigrasi
(Rp2,3 triliun) dan target pemindahan (20.500 keluarga)
pada tahun 2006.

30

c.

Transmigrasi Periode Reformasi s/d Sekarang
Pada Periode Reformasi, telah terjadi beberapa kali

perubahan kabinet yang secara langsung berpengaruh
terhadap orientasi dan paradigma transmigrasi. Sejak masa
kabinet reformasi, terjadilah perubahan mendasar pada
tataran politis (political will) yang kemudian berdampak
pada program transmigrasi dalam pembangunan nasional.
Transmigrasi diletakkan sebagai komponen pembangunan
wilayah dalam pembangunan daerah. Kemudian dalam
periode Kabinet Persatuan Nasional, transmigrasi telah
melebur ke dalam konsep pembangunan multi sektoral dan
desentralisasi.
Perubahan perpolitikan nasional dan bergulirnya
reformasi, telah menjadi prakondisi bagi terjadinya
pergeseran posisi transmigrasi dari program sektoral
transmigrasi menjadi sektor pembangunan daerah dan
transmigrasi. Sebagai konsekuensinya, penyelenggaraan
transmigrasi diarahkan untuk mendukung pembangunan
daerah, mendorong persebaran penduduk dan tenaga kerja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan baru,

31

serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan
demikian, transmigrasi tidak lagi merupakan program
pemindahan penduduk semata, melainkan upaya untuk
pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat
sentralistik dan top down dari pusat, melainkan berdasarkan
Kerja sama Antar Daerah yaitu antara daerah pengirim
transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Lebih dari
itu, penduduk setempat semakin diberi kesempatan yang
lebih besar untuk menjadi transmigran (TPS) dengan
proporsi hingga 50%, bahkan dalam beberapa kasus
terdapat permukiman transmigrasi dengan TPS lebih dari
50%.
Pada kurun waktu 2004-2009, penyelenggaraan
transmigrasi

diarahkan

sebagai

pendekatan

untuk

mendukung pembangunan daerah melalui pembangunan
pusat-pusat produksi, perluasan kesempatan kerja, serta
penyediaan kebutuhan tenaga kerja terampil baik dengan
peranan pemerintah maupun secara swadana melalui
kebijakan langsung (direct policy) maupun tidak langsung
(indirect

policy).

Perlu

adanya

revitalisasi

dalam

32

pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kawasan
transmigrasi agar kawasan transmigrasi berkembang dan
selanjutnya terbentuk pusat pertumbuhan.
Revitalisasi Pembangunan Transmigrasi dilaksanakan
berpedoman pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor : KEP.214/MEN/V/2007 tentang
Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan Kota
Terpadu Mandiri di Kawasan Transmigrasi. Kota Terpadu
Mandiri

(KTM)

adalah

kawasan

transmigrasi

yang

pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi
pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan
melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

2.

Tujuan Transmigrasi di Indonesia
Menurut

pemerintah

Indonesia

dan

komunitas

pembangunan, tujuan program ini adalah memindahkan jutaan
orang Indonesia dari pulau Jawa, Bali, dan Madura yang padat ke
pulau-pulau luar yang penduduknya sedikit demi menciptakan
kepadatan

penduduk

yang

merata.

Transmigrasi

akan

33

mengentaskan kemiskinan dengan memberikan lahan dan
kesempatan baru bagi para pendatang miskin.
Transmigrasi juga akan menguntungkan Indonesia dengan
meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam di pulau-pulau
yang kurang padat penduduk. Program ini juga bertujuan untuk
menyatukan seluruh bangsa dengan menciptakan identitas
nasional Indonesia yang tunggal yang menggantikan identitas
daerah. Pemerintah Indonesia secara resmi menyatakan bahwa
tidak ada pemisahan "suku pribumi" dan pendatang di Indonesia,
karena Indonesia adalah negara "suku pribumi yang dijalankan
dan dipimpin oleh pribumi untuk pribumi"
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan
program transmigrasi adalah perwujudan dari cita-cita atau tujuan
bernegara Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibuat oleh
pendiri Negara tertuang di dalam pembukaan Undang – Undang
Dasar 1945 yang merupakan konstitusi negara berbunyi
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia,

untuk

memajukan

mencerdaskan kehidupan bangsa.

kesejahteraan

umum,

dan

34

Kepadatan penduduk di daerah seperti di Pulau Jawa
menyebabkan

berbagai masalah dalam kehidupan manusia.

Masalah tersebut bisa berdampak buruk bagi manusia dan alam,
mulai dari masalah yang kecil hingga masalah yang serius bisa
terjadi akibat adanya kepadatan penduduk. Adapun masalah yang
dapat ditimbulkan yaitu:
1.

Masalah Sosial Ekonomi
Masalah sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh

kepadatan penduduk yakni:
a.

Angka kriminalitas semakin meningkat
Dengan

adanya

kepadatan

penduduk,

maka

persaingan untuk mendapatkan uang semakin tinggi,
sedangkan lahan semakin sempit. Hal ini akan memicu
persaingan ketat yang kemudian memungkinkan akan
berdampak pada tingkat kriminalitas. Misalnya adanya
penjambretan, pencopetan, perampokan dan lain-lain
b.

Pengangguran
Kepadatan penduduk menyebabkan setiap orang

harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan ia seharihari. ini dikarenakan persaingan yang semakin ketat

35

sehingga sebagian dari mereka akan tersingkir dan menjadi
pengangguran.
c.

Kemiskinan
Kemiskinan ini disebabkan oleh dampak kepadatan

penduduk pada poin sebelumnya. Banyaknya pengangguran
menyebabkan tingkat kemiskinan semakin bertambah.
(Peta presentase kemiskinan penduduk per Provinsi tahun
2010)

2.

Masalah Kesehatan
Kepadatan penduduk membuat banyaknya penyakit yang

berkembang dan membahayakan manusia yang tinggal di wilayah
tersebut. Kepadatan penduduk juga mengakibatkan penyakit
dapat menular dengan cepat. Ini dikarenakan jarak setiap rumah
semakin dekat sehingga penyakit dapat menyebar dengan cepat.
3.

Masalah lingkungan
a.

Ruang terbuka hijau yang semakin sedikit
Adanya kepadatan penduduk menyebabkan sebagian

besar lahan dimanfaatkan sebagai permukiman dan pusat
perekonomian. Hal ini menyebabkan ruang terbuka hijau

36

yang berfungsi sebagai resapan dan penyuplai oksigen
menjadi berkurang.
b.

Sampah
Berbicara

mengenai

kepadatan

penduduk

di

Indonesia, tidak akan terlepas dari yang namanya sampah,
di mana ada kepadatan penduduk maka di situ ada sampah.
Ini dikarenakan setiap orang akan menghasilkan sampah
dalam jumlah tertentu. Jika manusia yang tinggal di
wilayah tersebut semakin banyak, maka sampah yang akan
dihasilkan juga semakin banyak.
c.

Ketersediaan air yang semakin berkurang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sumber

air bersih yang ada di bumi ini terbatas, air tanah maupun
air permukaan jika digunakan dengan berlebihan maka akan
semakin sedikit, khususnya air tanah. Selain itu faktor
pencemaran juga berpengaruh terhadap ketersediaan air
bersih, di mana air yang seharusnya layak digunakan
berubah menjadi tercemar dan tidak layak lagi.
Solusi atau cara untuk menguraikan kepadatan penduduk di
daerah yang padat di Pulau Jawa maka Pemerintah membuat

37

kebijakan terkait dengan program transmigrasi dengan tujuan
daerah sebaran penduduknya adalah daerah-daerah yang belum di
manfaatkan potensi-potensi dibidang pertanian, perkebunan
ataupun perikanan seperti di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Papua.
Kebijakan ini juga menurut analisis Penulis lebih kepada
bagaimana

para

transmigran

yang

mengikuti

program

transmigrasi ini dapat menyumbangkan ide ataupun tenaga untuk
membangun daerah tujuan bersama dengan penduduk asli
sehingga bersama-sama dapat memanfaatkan hasilnya, dengan
demikian sebagai masyarakat yang berbangsa dan bertanah air
Indonesia kita dapat bersama mewujudkan tujuan negara yang
tertuang dalam Undang – Undang Dasar 1945.
Pemerintah

membuat

program

transmigrasi

dan

menyiapkan regulasi dan mempersiapkan para transmigran untuk
dapat siap di tempatkan di daerah-daerah yang memiliki potensipotensi yang khas dan berbeda didaerah asal.

38

C.

Pengaturan

Dan

Kebijakan

Transmigrasi

Pemerintah Pusat
1.

Pengaturan Transmigrasi Pemerintah Pusat
Transmigrasi merupakan program pembangunan yang

diamanatkan oleh Undang – Undang Nomor 15 tahun 1997
tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah menjadi
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2009, memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat di
sekitarnya, meningkatkan dan memeratakan

pembangunan

daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
Program- program yang dikembangkan di antaranya adalah
pengembangan
pertanian,

kesempatan

distribusi

pembangunan

sarana

aset

berusaha
berupa

pendidikan

terutama

lahan
dan

dan

di

sektor

perumahan,

kesehatan,

serta

pengembangan aksesibilitas terhadap faktor produksi, seperti
pembangunan

sarana

jalan,

kelembagaan

ekonomi,

dan

permodalan.
Dalam Pasal 1 UU Nomor 29 tahun 2009 Tentang
Transmigrasi, dikenal menjadi tiga, yaitu transmigrasi Umum dan

39

transmigrasi swakarsa berbatuan, dan transmigrasi swakarsa
mandiri.
Transmigrasi umum adalah transmigrasi yang dilaksanakan
oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah bagi penduduk yang
mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan
usaha yang sepenuh biayanya ditanggung oleh pemerintah.
Transmigrasi Pada Transmigrasi Umum berhak memperoleh
bantuan dari pemerintah dan atau/ pemerintah daerah berupa:
Pasal 13 ayat (1)
a.

Pembekalan, pengangkutan, penempatan di pemukiman
transmigrasi.

b.

Lahan Usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah
dengan status hak milik.

c.

Catu pangan untuk jangka waktu tertentu.
Transmigrasi swakarsa berbatuan adalah transmigrasi yang

dirancang oleh pemerintah/dan atau pemerintah daerah dengan
mengikut sertakan badan usaha sebagai mitra. Transmigrasi Pada
Transmigrasi Swakarsa Berbatuan berhak memperoleh bantuan
dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa: Pasal 14 ayat
(1)

40

a.

Pelayanan perpindahan dan penempatan di pemukiman
Transmigrasi.

b.

Saran usaha atau lahan usaha dengan status hak milik atau
dengan status lain sesuai dengan pola usahanya.

c.

Lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak
milik Sebagian kebutuhan saranan produksi

d.

Bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan
kemitraan usaha.
Pasal 14 Ayat (2), Bahwa Transmigrasi pada transmigrasi

Swakarsa Berbatuan dapat memperoleh bantuan catu pangan dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 14 ayat (3), Bahwa Transmigrasi Swakarsa Berbatuan
Mendapat Bantuan dari badan usaha berupa:
a.

Memperoleh kredit investasi dan modal kerja yang
diperlukan bagi kegiatan usaha transmigrasi.

b.

Bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan usaha ekonomi.

c.

Jaminan pemasaran hasil produksi

d.

Jaminan pemasaran hasil produksi

e.

Jaminan pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup
layak.

41

f.

Bimbingan sosial kemasyarakatan, dan Fasilitas umum dan
fasilitas sosial.
Transmigrasi swakarsa mandiri adalah transmigrasi yang

merupakan prakarsa termigrasi yang bersangkutan atas arahan,
layanan dan bantuan pemerintah atau pemerintah daerah bagi
penduduk yang telah memiliki kemampuan. Pasal 15 ayat (1),
Bahwa Transmigrasi Swakarsa mandiri berhak memperoleh
bantuan dari Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah berupa:
a.

Pengurusan perpindahan dan penempatan di permukiman
transmigrasi

b.

Bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau
lapangan usaha atau fasilitasi mendapat lahan usaha.

c.

Lahan tempat tinggal dengan status hak milik

d.

Bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan
kemitraan usaha.
Pasal 32 ayat (1), Bahwa Pengembangan transmigrasi dan

kawasan Transmigrasi diarahkan untuk mencapai Kesejahteraan,
kemandirian, integrasi transmigrasi dengan penduduk sekitar, dan
kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. Selain itu

42

pengembangan transmigrasi dan kawasan transmigrasi sebagai
mana di maksud pada ayat 1 meliputi:
a.

Ekonomi untuk menuju terciptanya tingkat swasembada
dan pusat pertumbuhan ekonomi.

b.

Sosial budaya untuk menuju pemenuhan kebutuhan
pelayanan umum masyarakat serta terjadinya proses
integrasi

dan

harmonisasi

yang

menyeluruh

antara

transmigran dan masyarakat sekitar
c.

Mental spiritual untuk menuju pembinaan manusia yang
ulet, mandiri, beriman, dan bertakwa kepada tuhan yang
maha Esa

d.

Kelembagaan

pemerintah

untuk

menuju

kesiapan

pembentukan dan/atau penguatan perangkat desa atau
kelurahan
e.

Pengelola sumber daya alam untuk menuju terpeliharanya
kelestarian fungsi lingkungan hidup.

2.

Kebijakan Transmigrasi Pemerintah Pusat
Transmigrasi sebagai model pembangunan komunitas

masyarakat

mempunyai

tiga

sasaran

pokok.

Pertama,

43

meningkatkan

kemampuan

dan

produktivitas

masyarakat

transmigrasi (transmigrasi dan masyarakat sekitar permukiman
transmigrasi). Kedua, membangun kemandirian (transmigran dan
masyarakat sekitar permukiman transmigrasi), dan ketiga,
mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi, sehingga
ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang
secara berkelanjutan.1) Esensi dari ketiga sasaran tersebut
diharapkan dapat membangun komunitas masyarakat melalui
upaya pemberdayaan dan pengembangan potensi sumber daya
wilayah

dan

pengarahan

perpindahan

penduduk.

Artinya

pembangunan transmigrasi merupakan suatu proses yang tidak
henti-hentinya yang melibatkan (minimal) pemerintah daerah,
untuk mewujudkan suatu komunitas tumbuh dan berkembang
secara dinamis, produktif, maju, dan mandiri dalam suasana yang
harmonis dan sejahtera.
Untuk membangun komunitas masyarakat yang demikian,
tentunya memerlukan proses perencanaan (yang melibatkan
pihak-pihak terkait) secara terintegrasi, menyeluruh dan terdiri
atas tahapan yang jelas, dengan memperhatikan aspek sosial
budaya, ekonomi, hukum, administrasi dan (bahkan) aspek

44

politik. Dalam pemahaman demikian, maka penyelenggaraan
transmigrasi merupakan suatu sistem yang saling terkait dan
tergantung.
Ketergantungan dan keterkaitan tersebut adalah antara
daerah pengirim dan daerah penerima program transmigrasi.
Keterkaitan tersebut sejak dari penyiapan permukiman lokasi
penempatan transmigrasi di daerah penerima transmigran,
penyiapan dan pemindahan transmigran dari daerah pengirim dan
pembinaan kepada transmigran di daerah penerima. Sehingga
melalui tahapan proses penyelenggaraan transmigrasi tersebut
diharapkan dapat membangun daerah melalui proses penataan
persebaran penduduk sekaligus pengembangan wilayah untuk
mewujudkan

tiga

hal

sekaligus,

yaitu

kesejahteraan,

pembangunan daerah dan integrasi masyarakat.
Salah satu isu yang sangat krusial dalam pelaksanaan
pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Indonesia adalah
program transmigrasi. Di satu sisi program transmigrasi dianggap
sebagai solusi yang tepat bagi permasalahan kemiskinan dan
tidak seimbangnya kepadatan penduduk. Di sisi yang lainnya, di
era otonomi daerah, program ini dianggap sebagai salah satu

45

sumber konflik yang sangat potensial. Untuk itu di dalam artikel
ini akan dikaji prospek kelembagaan program transmigrasi dan
dirumuskan rekomendasi pengelolanya.
Meskipun terdapat banyak kontroversi tentang pelaksanaan
program transmigrasi, akan tetapi bagaimana pun juga program
transmigrasi hingga saat ini masih diperlukan, baik untuk
kepentingan nasional maupun untuk kepentingan daerah atau
lokal. Urgensi program transmigrasi berkaitan dengan adanya
beberapa fenomena seperti ketidak merataan penduduk, mismatch
tenaga kerja, lemahnya nation building, dan juga kuatnya
political will pemerintah.

Pemerintah

membuat

kebijakan

terkait

Transmigrasi

merupakan program pembangunan yang diamanatkan Undang Undang No. 15 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2009, memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat di
sekitarnya, meningkatkan dan memeratakan pembangunan
daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa .

Kepadatan yang terkonsentrasi pada wilayah Jawa dan
ketimpangan pembangunan membuat pemerintah membuat

46

program transmigrasi dengan memindahkan masyarakat didaerah
padat seperti Jawa ke daerah – daerah

seperti Kalimantan,

Sumatra dan Papua.
Papua menjadi daerah tujuan utama karena ketimpangan
pembangunan menjadi salah satu alasan pemerintah mengarahkan
agar transmigrasi dapat didorong ke Papua dengan demikian
tujuan negara yang terimplikasi dalam pembangunan yakni
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai.
Adapun luas wilayah Papua adalah 421.981 KM2 (3,5 kali
lebih besar dari pada Pulau Jawa) dengan topografi yang meliputi
daerah pegunungan dan sebagian besar tanah yang berawa-rawa
di daerah pesisir. Papua berbatasan dengan; Laut Halmahera dan
Samudra Pasifik di Utara Laut Arafura dan Australia di selatan,
Papua New Guinea di sebelah timur, dan Laut Arafura, Laut
banda dan Maluku di sebelah barat. Total penduduk Papua adalah
sekitar 2.576.822 jiwa, yang hanyalah 1% dari keseluruhan
jumlah penduduk Indonesia, di mana 70% tinggal di daerah
pedesaan dan di tengah daerah pegunungan yang terpencil.
Berdasarkan sensus pada tahun 2000, populasi terpadat ada di
dataran tinggi di Kabupaten Jayawijaya sebanyak 417.326 jiwa.

47

Total penduduk asli, yang kaya akan kebudayaan, diperkirakan
sekitar 66% dari keseluruhan jumlah penduduk.
Papua memegang posisi keempat tingkat tertinggi PRDB
(pendapatan regional domestik bruto) melalui per kapita di atas
11 juta rupiah yang sebagian besar berasal dari industri yang
terkait dengan sumber daya alam. Sayangnya, kondisi ini diikuti
dengan sulitnya akses terhadap pelbagai kebutuhan pokok
(misalnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat).
Misalnya, Survei Kesehatan Penduduk di Papua (1997)
memperlihatkan bahwa angka kematian bayi adalah 65 di setiap
1000 kelahiran, dan angka kematian anak adalah 30 per 1000.
Rendahnya akses terhadap layanan umum di banyak kasus
menyebabkan naiknya urbanisasi. Meskipun demikian, orang asli
Papua sebagai mayoritas penduduk yang tinggal di pedesaan atau
daerah-daerah terpencil mempunyai akses yang lebih rendah
terhadap kebutuhan pokok. Berdasarkan pada sensus pada tahun
2000, 30% dari keseluruhan jumlah penduduk di Papua tinggal di
pusat atau kota-kota terdiri atas 55% penduduk non-Papua dan
45% asli Papua. Di sisi lain,70% dari penduduk Papua yang

48

tinggal di pedesaan atau daerah terpencil terdiri atas 95%
masyarakat
Mendudukkan transmigrasi sebagai salah satu solusi bagi
permasalahan

pemerataan

pembangunan

merupakan

satu

kebijakan yang tepat, mengingat program ini terbukti mampu
menciptakan kesempatan berusaha dan mengembangkan kualitas
sumber daya manusia. Selain itu, transmigrasi telah terbukti dapat
membangun

atau

mendorong

berkembangnya

pusat-pusat

pertumbuhan baru yang akan memberikan dampak positif bagi
kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya.
Adapun

Program-program

yang

dikembangkan

oleh

Pemerintah Pusat di antaranya adalah pengembangan kesempatan
berusaha terutama di sektor pertanian, distribusi aset berupa lahan
dan perumahan, pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan,
serta pengembangan aksesibilitas terhadap faktor produksi,
seperti pembangunan sarana jalan, kelembagaan ekonomi, dan
permodalan.
Pelatihan bagi calon transmigran juga diupayakan dengan
serius sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi

No.

8

Tahun

2014

Tentang

Pedoman

49

Penyelenggaraan Berbasis Kompeten sehingga terkait program
transmigrasi

tersebut

dapat

dilaksanakan

dengan

baik

dikarenakan calon transmigran apabila sampai di lokasi yang baru
mereka dapat beradaptasi dan memberikan dampak yang baik.
Melihat adanya Pemerintah Provinsi mengeluarkan
Peraturan Daerah Provinsi yang menunda program transmigrasi
mengingat laju pertumbuhan penduduk di Papua yang rendah dan
hasil evaluasi program transmigrasi sebelumnya, menjustifikasi
bahwa telah terjadi terputusnya pesan antara pemerintah dan
pemerintah Provinsi Papua.

D.

Pengaturan dan Kebijakan Transmigrasi Lokal
di Provinsi Papua

1.

Otonomi Dan Kewenangan Pemerintah Daerah
a.

Otonomi Pemerintah Daerah
Secara etimologis, istilah “autonomi” berasal dari

bahasa Yunani, terdiri dari “auto” yang berarti sendiri dan
“nomous” yang berarti hukum atau peraturan. Dalam
literatur belanda, otonomi berarti zelfwetgeving (pemerintah
sendiri), yang oleh Van vollenhoven dibagi menjadi:

50

zelfwetgeving (membuat Undang - Undang sendiri) dan
zelfpolitie (kehendak sendiri). Sementara Van der Pot

memahami

konsep

otonomi

daerah

sebagai

eigenhuisholding (menjalankan rumah tangganya sendiri).

Menurut encyclopedia of Social Science, bahwa
otonomi daerah dalam pengertian orisinal adalah the legal
self sufficiency of social body and its actual indenpendece.

Jadi ada dua hal ciri hakikatnya dengan politik atau
pemerintahan, otonomi berarti self government atau the
condition of living under one “ s own laws. Jadi otonomi
daerah adalah daerah yang memiliki legal self sulf
sufficiency yang bersifat self government yang di atur dan

diurus oleh own law.
Otonomi daerah dalam pandangan Moh. Mahmud
MD yaitu pemberian kebebasan untuk mengurus rumah
tangga sendiri, tanpa mengabaikan kedudukan urusanurusan yang di tugaskan kepadanya. Sementara J. Kaloh
memberi tarif otonomi daerah sebagai suatu instrumen
politik dan instrumen

administrasi/manajemen yang

digunakan untuk mengoptimalkan

sumber daya lokal

51

sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemajuan masyarakat di daerah, terutama menghadapi
tantangan global, mendorong pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengembangkan demokrasi.
Hakekat

Otonomi

daerah

adalah

pemberian

wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah

tangga

daerah

dalam

upaya

mewujudkan

kesejahteraan masyarakat. Otonomi juga di artikan sebagai
suatu

yang

bermakna

(zelfstsandigheud)

kebebasan

tetapi

atau

bukan

kemandirian
kemerdekaan

(onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas

atau

kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang
harus dipertanggung jawabkan.
Tujuan

Pemberian

Otonomi

Kepada

Daerah

setidaknya meliputi beberapa aspek sebagai berikut.
a)

Dalam segi politik adalah untuk mengikut sertakan,
menyalurkan

inspirasi

kepentingan

daerah

masyarakat,
sendiri,

baik

maupun

untuk
untuk

mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam

52

rangkah pembangunan dalam proses demokrasi di
lapisan bawah.
b)

Dari segi manajemen pemerintah, adalah untuk
meningkatkan

daya

penyelenggaraan

guna

dan

pemerintah,

hasil

terutama

guna
dalam

memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan
memperluas jenis-jenis pelayanan

dalam berbagai

bidang kebutuhan masyarakat.
c)

Dari segi Kemasyarakatan, untuk meningkatkan
partisipasi

serta

menumbuhkan

kemandirian

masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan
(empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat
makin mandiri, dan tidak terlalu banyak tergantung
pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing
yang kuat dalam proses penumbuhan.
d)

Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk
melancarkan pelaksanaan program pembangunan

53

guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin
meningkat.13
Pembagian urusan pemerintah di Indonesia, pada
hakikatnya dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
(pemerintah); urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah Provinsi; urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh kabupaten/kota.
Urusan pemerintah pemerintahan yang menjadi
urusan pemerintah, meliputi:
- Politik luar negeri
- Pertahanan
- Keamanan
- Yustisi
- Moneter dan fiskal nasional
- Agama.
Dalam
pemerintah

penyelenggaraan
menyelenggarakan

urusan
sendiri,

pemerintahan,
atau

dapat

melimpahkan sebagian urusan kepada, perangkat daerah
13

.Umbu Rauta,Konstitusionalitas Pengujian Peraturan Daerah,Genta
Publishing, Yogyakarta, 2016, hal.41-43

54

atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah atau
dan/atau pemerintah desa. Di samping itu, penyelenggaraan
urusan pemerintahan seperti di atas, pemerintah dapat
menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan,
atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada
gubernur selaku wakil pemerintah, atau menugaskan
sebagian urusan kepada pemerintah daerah Provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintahan daerah
yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.
b.

Kewenangan pemerintah Daerah
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah, tersendiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan.

Urusan

wajib,

artinya

penyelenggaraan

pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
pemerintah. Adapun untuk urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan, baik untuk pemerintahan daerah Provinsi
dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata dan berpotensi unggulan
daerah yang bersangkutan.

55

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah Provinsi merupakan urusan dalam skala Provinsi
dan skala kabupaten/kota meliputi:
1)

Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2)

Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang;

3)

Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;

4)

Penyediaan saranan dan prasarana umum;

5)

Penanganan bidang kesehatan;

6)

Penyelenggaraan bidang pendidikan

7)

Penanggulangan masalah sosial;

8)

Pelayanan bidang ketenagaan kerajaan;

9)

Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menegah;

10)

Pengendalian lingkungan hidup;

11)

Pelayanan pertanahan;

12)

Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil;

13)

Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14)

Pelayanan administrasi umum penanaman modal;

56

15)

Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan dalam

peraturan per Undang - Undangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang Undang dasar, dengan wilayah perairan dan daratan yang
luas, memiliki belasan ribu pulau besar , sedang, dan kecil
dengan letak geografi, memiliki kekayaan aneka ragam
potensi sumber daya alam dan sumber hayati serta beragam
budaya dan adat-istiadat merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang tidak ada taranya, belum sepenuhnya dapat
dimanfaatkan kesejahteraan rakyat dan wilayah serta
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa14.Dalam
Pasal 18A UUD 1945, diamanatkan tentang hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Provinsi, kabupaten, dan atau kota, atau antara Provinsi,
kabupaten serta kota, yang diatur dengan Undang - Undang
kekhususan dan keragaman daerah. Semenjak di berlakukan
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 yang kemudian di

14

. Baca Undang-Undang TrasmigrasiNo. 15 Tahun 1997.

57

ubah menjadi Undang – Undang No. 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, maka setiap daerah di
berikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri yang berasas Otonomi daerah dalam sistem NKRI.
Dalam Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah
dilaksanakan dengan asas otonomi daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat, sesuai peraturan per Undang –
Undangan.15Dalam Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan,
dilaksanakan dengan asas-asas sebagai berikut:
a)

Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintahan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI

b)

Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur,
sebagai wakil pemerintah kepada instansi di wilayah
tertentu.

15

.H. Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar
Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal.6.

58

c)

Asas Tugas pembantuan, yaitu penugasan dari
pemerintahan kepada daerah dan/atau desa; serta dari
pemerintah

kabupaten/kota

kepada

desa

untuk

melaksanakan tugas tertentu

2.

Pengaturan dan Kebijakan Transmigrasi Lokal di
Provinsi Papua

a.

Pengaturan Transmigrasi Lokal di Provinsi Papua
Pengaturan terkait transmigrasi lokal di Papua berdasarkan

Pasal 61 ayat 3 Undang- Undang 21 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus

Papua. Bahwa penempatan

penduduk di

Provinsi Papua dalam rangkah transmigrasi nasional yang di
selenggarakan oleh pemerintah dilakukan dengan persetujuan
gubernur dan Pasal 61 ayat 4 Undang- Undang 21 Tahun 2001
tentang otonomi khusus Papua, bahwa penempatan penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tetapkan dengan Perdasi
N. 15 Tahun 2008 tentang kependudukan,

Maka pelaksaan

transmigrasi yang di lakukan Oleh Pemerintah Pusat

Pada

Transmigrasi di Papua di atur dalam Peraturan Daerah Provinsi
No. 15 Tahun 2008 Tentang Kependudukan dalam Pasal 44 ayat

59

(1), Bahwa Kebijakan Transmigrasi di Papua akan dilaksanakan
Setelah orang asli Papua mencapai jumlah 20 Juta Jiwa, dan Pasal
44 ayat (2), Bahwa Kebijakan Transmigrasi Sebagaimana di
maksud pada ayat (1) akan dilaksanakan setelah mendapat
pertimbangan dan persetujuan MRP dan DPRP, Aturan Ini
berdasarkan Pasal 61 ayat (3) dan ayat (4) Undang- undang No.
21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua. Serta
Peraturan Pemerintah Provinsi Papua telah memiliki Peraturan
Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 15 Tahun 2008 tentang
Kependudukan. Berkaitan dengan Pelaksanaan Transmigrasi di
Papua juga telah di atur dalam Peraturan daerah Provinsi
(Perdasi) No. 7 Tahun 2008 Tentang Penataan Pemukiman Pasal
16 yang berbunyi:
1.

Permukiman

transmigrasi

diperuntukkan

bagi

transmigran yang berasal dari luar Provinsi Papua dan
penduduk Papua.
2.

Penataan

dan

pengembangan

permukiman

transmigrasi mengikuti pola penataan permukiman
Provinsi, Kabupaten/Kota dan Distrik sesuai rencana
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

60

Berkaitan dengan pelaksanaan Transmigrasi di Papua juga
di keluarkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) No. 16 Tahun
2008 Tentang Perlindungan dan pembinaan Kebudayaan Asli
Papua Pada Pasal 2 Yang Berbunyi:
1.

Pemerintah Daerah memberikan perlindungan atas
kebudayaan asli Papua.

2.

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
- bahasa dan sastra;
- sistem peralatan hidup dan teknologi;
- sistem mata pencaharian hidup;
- organisasi sosial dan sistem kekerabatan;
- sistem pengetahuan;
- kesenian; dan
- kepercayaan.

Berkaitan dalam pelaksanaan Transmigrasi di Provinsi
Papua Juga dikeluarkan Peraturan daerah Provinsi No.23 Tahun
2008 Tentang Hak ulayat masyarakat hukum adat dan Hak
perorangan warga masyarakat adat atas tanah pada pasal 2 ayat 1
dan 2 yang berbunyi:

61

1.

Pemerintah daerah mengakui keberadaan hak ulayat
masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan
warga masyarakat hukum adat atas tanah.

2.

Pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum
adat dan atau hak perorangan warga masyarakat adat
atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan atas hasil penelitian.

b.

Kebijakan Transmigrasi Lokal Provinsi Papua
Sebelum membahas kebijakan Transmigrasi di Provinsi

Papua ada baiknya mengetahui struktur Pemerintahan Provinsi
Papua pasca otonomi khusus. Pemerintah Daerah Provinsi Papua
adalah beserta perakat lain sebagai badan eksekutif Provinsi
Papua yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Kepala Daerah
dan Kepala Pemerintahan yang bertanggung jawab penuh
menyelenggarakan pemerintahan di Provinsi Papua dan sebagai
wakil pemerintahan di Provinsi Papua. Selanjutnya Dewan
Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai badan legislatif Daerah
Provinsi Papua, Selanjutnya Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah

62

representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki Wewenang
tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua
dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan
budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan
hidup beragama sebagaimana di atur dalam Undang – Undang.16
Kewenangan Dan Kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi:
-

Membatasi masuknya penduduk luar ke wilayah Provinsi
Papua

-

Melakukan penertiban penduduk yang berdomisili di
wilayah Provinsi Papua

-

Meningkatkan angka harapan hidup bagi orang asli Papua

-

Membatasi pemberian KTP wilayah Papua Kepada
Penduduk Luar

-

Memeriksa Identitas diri penduduk luar yang masuk ke
wilayah Provinsi Papua melalui sarana transportasi darat,
laut, dan udara.17
Untuk melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan

mengeluarkan kebijakan dalam sebuah aturan-aturan untuk

16

Baca Pasal 1 Undang-undang No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus
bagi Papua.
17
Baca Pasal 2 Peraturan Daerah propinsi No. 15 Tahun 2008 Tentang
Kependudukan.

63

melaksanakan tugas pemerintahan, yaitu salah satunya dalam
Undang – Undang No. 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian,
bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Papua menanggapi
Program Transmigrasi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat yang
regulasinya dibuat dalam bentuk Undang – Undang.
Mengingat Transmigrasi merupakan hal sensitif di Papua
yang menjadi persoalan apakah kebijakan tersebut dibutuhkan
masyarakat Provinsi Papua atau semakin banyak pendatang
menetap,

baik

melalui

program

resmi

yang

disponsori

pemerintah, telah memberi ancaman tersendiri. Dampaknya
adalah meningkatnya populasi warga yang bukan merupakan
masyarakat adat Papua. Riset baru-baru ini mengindikasikan,
jumlah transmigran ternyata sudah melebihi penduduk asli pada
tahun 2010. Ironisnya, angka non Papua cenderung tumbuh lebih
cepat dibandingkan warga pribumi. Program transmigrasi
awalnya bertujuan untuk memindahkan jutaan warga desa dari
Jawa, Bali dan Madura ke ‘pulau-pulau luar’ yang kurang padat
penduduknya. Program ini gencar dilaksanakan sejak tahun
1960an.

64

Di Papua, sama seperti di daerah perbatasan lainnya,
transmigrasi dimaksudkan untuk memperkuat kendali dan
pertahanan teritorial serta mengembangkan kekayaan alam daerah
itu. Ada pula tujuan untuk ‘mengajarkan warga Papua bagaimana
bertani’

selain

usaha

yang

disengaja

untuk

mendorong

penambahan penduduk guna ‘mempercepat pembangunan’.
Dalam konteks politik yang lebih luas, kekhawatiran terkait
populasi ini berhubungan dengan pertanyaan mengenai status
politik Papua dan bagaimana identitas Papua didefinisikan. Jika,
pada akhirnya, terlaksana penentuan nasib sendiri di Papua,
seperti apakah hasilnya, tentu akan diperdebatkan mengingat
bahwa lebih dari setengah penduduknya adalah bukan merupakan
orang asli.
Ini yang menjadi alasan Pemerintah Provinsi Papua
mengambil kebijakan untuk menunda Transmigrasi di Provinsi
Papua terkait dengan program pemerintah pusat dengan
menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun
2008 Tentang Kependudukan untuk mengendalikan populasi orang
asli Papua. Salah satu pasalnya berbunyi yakni Pasal 44 : Kebijakan

65

transmigrasi di Provinsi Papua akan dilaksanakan setelah orang
asli Papua mencapai jumlah dua puluh juta jiwa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah
Provinsi Papua tidak bersepakat dengan Program Pemerintah
Pusat terkait dengan Transmigrasi untuk sekarang ini, mengingat
penduduk orang asli Papua belum mencapai dua puluh juta jiwa,
dan memilih untuk menggunakan transmigrasi lokal penduduk
asli di wilayah Papua untuk menyelenggarakan pembangunan
secara bersama-sama dan menikmati kesejahteraan, mengingat
kesenjangan sosial antara penduduk asli dan penduduk
pendatang (transmigrasi) sangat tinggi dan menjadi alasan
mengapa

Pemerintah

Provinsi

Papua

memilih

untuk

mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 15 Tahun
2008.