T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sepak Bola Sosial: Studi Sosiologi Olahraga tentang Komunitas Sepak Bola Uni Papua Cabang Getasan dalam Pemberdayaan Generasi Muda Lewat Kegiatan Sepak Bola Sosial T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORITIS
Teori ialah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu
pandangan sistemastis dari gejala (Usman dan Akbar 2011:7). Namun, karena
di dalam teori juga terkandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan
realitas dunia sebagaimana yang dapat diobservasi. Konsep (concept atau
construk) ialah simbol yang digunakan untuk memaknai fenomena tertentu

(Ihalauw 2003:25).
1.1.

Strategi Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang memiliki

tujuan yang jelas dan harus dicapai. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi
keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Mardikanto, 2015:167).
Dalam pengertian sehari-hari, strategi sering diartikan sebagai langkah-langkah
atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau
penerima manfaat yang dikehendaki, oleh karena itu, pengertian strategi sering

rancu dengan: metoda, teknik, atau taktik. Terkait hal ini, secara konseptual,
strategi sering diartikan dengan beragam pendekatan, seperti:
1. Strategi sebagai suatu rencana
Sebagai suatu rencana, strategi merupakan pedoman atau acuan yang
dijadikan landasan pelaksanaan kegaiatan, demi tercapainya tujuan-tujuan
yang ditetapkan. Dalam hubungan ini, rumusan strategi senantiasa
memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan
ancaman eksternal yang dilakukan oleh (para) pesaingnya.

2. Strategi sebagai kegiatan
Sebagai suatu kegiatan, strategi merupakan upaya-upaya yang dilakukan
oleh

individu,

organisasi,

atau

perusahaan


untuk

memenangkan

persaingan, demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau telah ditetapkan.

6

3. Strategi sebagai suatu instrumen
Sebagai suatu instrumen, strategi merupakan alat yang digunakan oleh
semua unsur pimpinan organisasi/ perusahaan, terutama manajer puncak,
sebagai pedoman sekaligus alat pengendali pelaksanaan kegiatan.
4. Strategi sebagai suatu sistem
Sebagai suatu sistem, strategi meruapak suatu kesatuan rencana dan
tindakan-tindakan yang komprehensif dan terpadu, yang diarahkan untuk
menghadapi tantangan-tantangan guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Strategi sebagai pola pikir
Sebagai pola pikir, strategi merupakan suatu tindakan yang dilandasi oleh

wawasan yang luas tentang keadaan internal maupun eksternal untuk
rentang waktu yang tidak pendek, serta kemampuan pengambilan
keputusan untuk memilih alternatif-alternatif terbaik yang dapat dilakukan
dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan
peluang-peluang yang ada, yang dibarengi dengan upaya-upaya untuk
“menutup”

kelemahan-kelemahan

guna

mengantisipasi

atau

meminimumkan ancaman-ancamannya.
Friedmann (1992:37) mengatakan bahwa pembangunan alternatif berarti
memperbaiki kondisi-kondisi kehidupan dan penghidupan untuk mayoritas yang
tersisihkan (kaum miskin), apakah pada skala global, nasional atau lokal.
Friedmann (1992:31) menegaskan bahwa pembangunan alternatif itu dipusatkan

pada rakyat (manusia) dan lingkungannya daripada produksi dan keuntungan. Ini
mengisyaratkan betapa pentingnya peran human capital dalam pembangunan.
Pemberdayaan (empowerment) secara harifiah mengandung arti memberikan atau
mendapatkan kekuatan (power), dengan demikian pemberdayaan selalu terkait
dengan memberikan kemampuan kepada golongan miskin yang biasanya tidak
berdaya, untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar
dari kekuasaan dalam suatu sistem organisasi (Friedmann, 1992).

7

Pemberdayaan

mencakup

aspek

sosial,

politik,


dan

psikologis

(Friedman;1992). Yang dimaksud dengan pemberdayaan sosial adalah suatu
usaha bagaimana masyarakat memperoleh akses informasi, akses pengetahuan
dan ketrampilan, akses untuk berprestasi dalam organisasi sosial, dan akses ke
sumber-sumber keuangan. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dikaji dari 3
(tiga) aspek:
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan
kesadaran

akan


potensi

yang

dimilikinya

serta

beruapaya

untuk

mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain

dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi berdaya.
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah

peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam
sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan
kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan
prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial
seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh
masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga
pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi
penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program
khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum
yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

8

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (protecting).

Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar
sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan

mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta
eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan
membuat msyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program
pemberian (charity).
1.2.

Sosiologi Olahraga
Dalam

Legowo

(2014),

mengatakan

bahwa

Sosiologi


olahraga

merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan.
Olahraga membentuk kerjasama yang dilembagakan atas dasar nilai dan norma
yang disepakati. Organisasi sosial dan pranata mempelajari tipe-tipe perilaku
anggotanya untuk mencapai tujuan bersama. Sosiologi olahraga merupakan
bidang baru dalam penelitian olahraga. Hasil karya para pakarnya telah terlihat
pada awal abad ini. Selain itu, sosiologi olahraga mempelajari teori-teori dan
pendeskripsian pengaruhnya terhadap masyarakat.
Sejalan dengan itu, Wicaksono (2012), mengatakan bahwa sport
sociology atau sosiologi olahraga memusatkan perhatian pada objek khas,

yakni fenomena sosial yang terjadi dalam olahraga. Olahragawan adalah
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, dengan kata lain
seorang olahragawan tetap akan menjalin hubungan dengan manusia lain baik
dalam lingkup olahraga itu sendiri ataupun dalam lingkup kehidupan sosial
yang lebih luas. Di dalam lingkup olahraga, olahragawan di harapkan dapat
bersosialisasi

dengan


pelatih,

teman

satu

tim,

penonton,

pemimpin

pertandingan bahkan juga akan berinteraksi dengan lawan.
Satu sisi khusus sosiologi olahraga adalah menerapkan bidang sosiologi
dan di sisi lain menerapkan bidang teori ilmu pengetahuan olahraga. Tujuan

9

sosiologi olahraga adalah untuk memeriksa olahraga bidang tindakan dalam

hubungannya dengan struktur internal dan memposisikan di dalam masyarakat
yaitu struktur eksternal (Herbert Haag, 1994:57).
Ada beberapa fungsi dari pada sosiologi olahraga adalah diantaranya:
1. Fungsi instrumental olahraga
Menurut Rusli Lutan (2000: 6-11 ), fungsi instrumental olahraga ini
memiliki beberapa fungsi yaitu:
a. Fungsi

sosio-emosional

olahraga,

mencakup

pemenuhan

kebutuhan individu untuk mempertahankan stabilitas sosiopsikologis, meliputi tiga mekanisme yaitu mekanisme untuk
mengelola ketegangan dan konflik, pemberian kesempatan untuk
membangkitkan perasaan adanya komunitas dan kesempatan
untuk melampiaskan perilaku agresif yang aman dan disetujui.
b. Fungsi sosialisasi olahraga, tercermin dalam kepercayaan bahwa
olahraga merupakan sarana penting untuk mengalihkan nilai-nilai
budaya kepada individu sehingga karakteristik kepribadiannya
berkembang. Mekanisme yang berkaitan dalam fungsi sosialisasi
yaitu adanya aspek pengukuhan dan peniruan tokoh idola sebagai
model.
c. Fungsi integrasi olahraga, berarti bahwa melalui olahraga dapat
dicapai integrasi yang harmonis antara individu yang tadinya
terpisah, teralienasi atau terbuang dari lingkungannya. Hal ini
terjadi melalui dua mekanisme yaitu melalui perasaan kental
sebagai warga komunitas dan melalui perasaan sebaga "orang
dalam" dan "orang luar''.
d. Fungsi politik olahraga, adalah kesadaran sebagai suatu negara
dan kebanggaan terhadapnya, sehingga olahraga digunakan untuk
menghasilkan identitas nasional dan prestise.
e. Fungsi mobilisasi sosial olahraga, terutama dari kalangan
minorotas dan atlet yang tadinya berstatus sosial ekonomi rendah

10

terjadi melalui dua mekanisme yaitu, penimgkatan prestise terkait
dengan prestasinya dan prestasi sosial plus ganjaran ekonomi.
2. Makna ekspresif olahraga
Makna ekspresif olahraga berpangkal pada pengalaman terlibat
dalam kegiatan olahraga dan seseorang merasa mampu. Termasuk
perasaan sukses atau mandiri yang kemudian menghasilkan penilaian diri
yang positif.
3. Makna Simbolik dari olahraga
Partisipasi seseorang dalam olahraga dapat menimbulkan makna
simbolik seperti status, prestise, dan apresiasi. Hal ini juga bergantung
pada jenis olahraganya sehingga secara tidak langsung jenis atau cabang
olahraga menciptakan strata sosial dalam masyarakat.
4. Makna interaksi dari olahraga
Partisipasi seseorang dalam olahraga memberikan kesempatan
kepadanya untuk berafiliasi dalam kelompok atau berinteraksi dengan
anggota masyarakat lain. Oleh karena itu olahraga merupakan wahana
yang

memberikan

kesempatan

bagi

pergaulan

yang

luas

dan

seseorangsaling mengenal satu sama lain.
1.3. Konsep Kelembagaan
Pengertian kelembagaan berasal dari kata lembaga atau institut adalah
badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu. Istilah lembaga lebih
mendalam dan dihubungkan dengan istilah kelompok atau perkumpulan, maka
lembaga memang merupakan suatu bentuk perkumpulan yang khusus. Suatu
kelompok atau group juga merupakan suatu masyarakat yang karena memenuhi
syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan
adanya adat-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan
adanya kontinuitas, serta dengan adaya rasa identitas yang mempersatukan
semua anggota (Koentjaraningrat, 1979;168).
Pranata dalam isitilah asing adalah institution. Institute berarti badan
organisatoris yang bertujuan memenuhi suatu kebutuhan dalam berbagai
lapangan kehidupan masyarakat. Paham pranata sosial atau social institution itu

11

mengkhusus kepada sistem-sistem, norma-norma, dan sistem aktivitas individuindividu manusia dalam kesatuan kemasyarakatan tadi. Suatu sistem dari
aktivitas kemasyarakatan baru disebut pranata, apabila sistem itu mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu tata kelakuan yang baku, yang bisa berupa norma-norma dan adat
istiadat yang hidup dalam ingatan maupun yang tertulis;
2. Kelompok-kelompok manusia yang menjalankan ativitas-aktivitas
bersama itu dan yang saling berhubungan menurut sistem norma
tersebut.
3. Suatu pusat aktivitas-aktivitas yang bertujuan memenuhi komplekskompleks kebutuhan tertentu yang disadari dan dipaham oleh
kelompok-kelompok yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1979:114)
Dalam kehidupan masyarakat ada banyak pranata dan makin membesar
serta menjadi kompleks suatu masyarakat, makin banyaklah jumlah dan macam
pranata yang terjaring didalamnya. Para ahli sosiologi telah melakukan berbagai
macam penggolongan atas jumlah pranta itu. Penggolongan berdasarkan atas
fungsi dari pranata-pranata untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia
sebagai warga masyarakat, memberikan kepada kita sekedar pengertian
mengenai jumlah dari berbagai macam pranata yang ada dalam suatu masyarakat
yang besar dan komplex.
1.4. Penguatan Kelembagaan Sebagai Basis Pemberdayaan
Peran yang dimainkan oleh pemberdayaan pada hakikatnya adalah untuk
memperkuat daya (kemampuan dan posisi-tawar) agar masyarakat semakin
mandiri. Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan
kapasitas. Penguatan kapasitas disini, adalah penguatan kemampuan yang dimiliki

oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau
jejaring antar individu dan kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain dari luar
sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penguatan kapasitas adalah proses
peningkatan kamampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang
lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara
berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut, terkandung pemahaman bahwa:

12

1. Yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu,
kelompok,

organisasi,

dan

kelembagaan

yang

lain)

untuk

menunjukkan/memerankan fungsinya secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan;
2. Kapasitas bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan proses yang
berkelanjutan;
3. Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia merupakan pusat
pengembangan kapasitas;
4. Yang dimaksud dengan kelembagaan, tidak terbatas dalam arti sempit
(kelompok, perkumpulan, atau organisasi), tetapi juga dalam arti luas,
menyangkut perilaku, nilai-nilai, dan lain-lain.
Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut,
mencakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas
kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku), dan kapasitas jejaring
(networking) dengan lembaga lain dan interaksi dengan sistem yang lebih luas.

1.5. Sepak Bola Sosial Uni Papua (Uni Papua Football Community)
Awalnya sepak bola sosial diprogramkan oleh FIFA melalui program yang
bernama Footbal For Hope. FIFA percaya bahwa sepak bola adalah lebih dari
sekedar permainan. Melalui kekuatan dan universalitas yang unik, sepak bola
dapat membawa orang bersama-sama, mengubah hidup dan menginspirasi
seluruh masyarakat. Ini menciptakan peluang kuat untuk mendobrak hambatan
untuk pembangunan sosial, pendidikan dan kesadaran kesehatan. Hal ini
dibuktikan oleh ratusan organisasi masyarakat yang aktif dalam memberikan
proyek-proyek sosial melalui sepak bola di seluruh dunia.
Untuk memanfaatkan proyek masyarakat game ini besar potensi dan
dukungan yang ada berbasis sepakbola, FIFA meluncurkan Football untuk
inisiatif Harapan pada tahun 2005 untuk membantu meningkatkan kehidupan
dan prospek orang-orang muda di seluruh dunia. Ia menawarkan dana, peralatan,
dan pelatihan untuk organisasi menjalankan proyek-proyek tersebut, dan
menyelenggarakan acara untuk para ahli dan pemimpin muda sehingga mereka

13

bisa bertemu, bertukar pikiran dan saling belajar sambil berbagi pengalaman
mereka bekerja di bidang ini.
Antara 2005 dan 2015, dukungan FIFA telah disediakan melalui Football
for Hope telah diuntungkan 450 program yang dijalankan oleh 170 organisasi

non-pemerintah di 78 negara, melayani ratusan masyarakat dan puluhan ribu
orang di seluruh dunia. pendidikan HIV/AIDS, resolusi konflik, kesetaraan
gender, integrasi sosial penyandang cacat intelektual, membangun perdamaian,
kepemimpinan pemuda dan keterampilan hidup hanya beberapa dari banyak
tujuan dikejar. (http://www.fifa.com/sustainability/football-for-hope.html)
Komitmen FIFA untuk membantu kaum muda meningkatkan kehidupan
mereka dan prospek mereka, dan orang-orang di sekitar mereka, sedang
berlangsung.

Sepakbola Sosial adalah Pembangunan Sosial di Masyarakat

dengan menggunakan Sepakbola, melibatkan unsur-unsur masyarakat yang
mencintai Sepakbola untuk perubahan sosial, kampanye anti minuman keras,
pencegahan HIV AIDS, penyelesaikan konflik dengan perdamaian/dialog,
pendidikan, kesehatan dan kepedulian lingkungan, dikemas dengan Sepakbola
sebagai 'approach' untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak dan
masyarakat.
Sepak bola Sosial bukan soal menang kalah, bukan sekedar turnamen
dengan ambisi mencapai kemenangan dengan segala cara, bukan juga soal
'menghalalkan' kekerasan dalam meraih prestasi, apalagi melakukan pekerjaan
mafia untuk mencapai hasil dari sebuah pertandingan Sepakbola. Sepakbola
Sosial lebih mengutamakan nila-nilai kemanusiaan, anak diperlakukan sebagai
anak, bukan sebagai 'orang lain' atau pemain sepakbola, tapi anak-anak
menemukan dunia bermain, bergembira dan ceria. Tidak menutup kemungkinan
ada anak-anak yang bertalenta dan berpotensi menjadi bintang lapangan, mereka
butuh diarahkan dan dibina, bukan di exploitasi dan dibebani muatan-muatan
lainnya.

Sepakbola

Sosial

'memanusiakan'

anak-anak

untuk

diberikan

pengenalan harapan, ancaman, dan modal karakter untuk kehidupannya.
Kegiatan2 di Sepakbola Sosial meliputi latihan skill dan soft skill, motivasi dan
perubahan paradigma, bermain sepakbola untuk bersahabat bukan bermusuhan.

14

Tidak menggunakan kebencian, cemooh, caci maki, permusuhan di Sepakbola,
tetapi persahabatan, persaudaraan, respek dan hormat terhadap sesama dan
Sepakbola, sehingga kecakapan, keahlian, ke aslian dari karakter tiap-tiap anak
akan terlihat dan berproses menjadi lebih baik. Kini di Indonesia, sejak 3 tahun
lalu telah berkembang pesat gerakan Sepakbola Sosial, dimulai dari Sentani
Papua, berkembang ke Biak, Maybrat, Mulia/Puncak Jaya, Memberamo,
Jayapura dan disambut antusias oleh para pecinta sejadi sepakbola di Soe,
Kupang, Lembata semuanya di NTT, lalu di Sulawesi, Bali, Kalimantan Barat,
Salatiga Jawa Tengah, dan Banda Aceh, Sepakbola Sosial telah mewakili hasrat
hati dan ideologi Sepakbola kemanusiaan dari Ujung Timur hingga Ujung Barat
Indonesia. (http://www.kompasiana.com/harrywidjaja)
1.6. Kerangka Pikir

Realitas Masyarakat
Getasan

Proses Pembentukan Uni
Papua Football Club

Strategi Pemberdayaan

Sosiologi
Olahraga

Penguatan
Kelembagaan
Keterangan:
Uni Papua Football Club merupakan sebuah komunitas yang bergerak untuk
membawa perubahan dengan menggunakan sepak bola sosial. Sepak bola sosial
Uni Papua memiliki beberapa Cabang di Indonesia, salah satunya adalah cabang
Getasan. Proses pembentukan Uni Papua sudah ada sejak zaman Belanda pada

15

tahun 1930 dan masih menggunakan nama Embun Syklop atau yang disebut
Emsyk. Dalam perjalanannya Uni Papua memiliki kelembagaan yang mengatur
dan membatasi anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan tertentu. Sepak
bola Sosial Uni Papua menggunakan bola sebagai mediator untuk menjangkau
anak-anak, untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan pada usia dini,
membangun karakter, mental melatih, melengkapi, dan memberdayakan
masyarakat dengan kemampuan untuk menghindari dan tidak tunduk kepada
pengaruh buruk dari masalah sosial seperti obat-obatan, alkohol, seks bebas, dan
kemiskinan. Uni Papua juga peduli lingkungan, pendidikan, dan kesehatan dan
ingin menciptakan perdamaian dan mengembangkan komunitas yang positif
demi anak-anak. Selain itu juga, strategi pemberdayaan yang dilakukan dengan
memainkan permainan dengan menggunakan bola, dimana anak-anak, remaja
akan diberikan soft skill dengan bola sebagai alat.

16