Gambaran Kelelahan Penggunaan Tas Punggung pada Siswa-Siswi SD Islam Terpadu Nurul Azizi Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tas Punggung

2.1.1

Defenisi Tas Punggung
Tas punggung adalah wadah atau kemasan berbentuk persegi yang

biasanya bertali yang berfungsi untuk menaruh, menyimpan, atau membawa
sesuatu yang dibawa dengan cara digendong. Roman (2003) mendefenisikan tas
punggung sebagai tas yang memiliki dua tali untuk dikenakan di kedua bahu
sehingga dapat membawa barang-barang di punggung.
Tas didesain untuk menyebarkan berat beban antara beberapa otot-otot
tubuh terkuat. Saat digunakan dengan benar, tas punggung dapat menjadi cara
yang benar untuk membawa kebutuhan hari sekolah. Tas punggung yang terlalu
berat atau cara pemakaian yang tidak benar dapat menyebabkan masalah untuk
anak-anak dan remaja. Ketidaksesuaian pemakaian tas punggung dapat melukai

otot-otot dan sendi-sendi. Hal ini dapat menyebabkan nyeri punggung, leher dan
bahu memburuk, dan bahkan dapat menyebabkan masalah postur tubuh.
Walaupun tas punggung dihubungkan dengan masalah postur, tas punggung berat
tidak dapat menyebabkan skoliosis. Skoliosis adalah miringnya garis tulang
belakang yang sering ditunjukkan anak-anak saat remaja (AAOS).

6

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Batasan Berat Tas Punggung yang baik
Menurut Illinois State Board of Education (2006), American Occupational
Therapy Association, American Physical Therapy Association and American
Academy of Orthopedic Surgeons memiliki saran yang mirip terkait batasan berat
tas punggung terhadap 15% berat anak yaitu:
Tabel 2.1 Berat Tas Punggung Maksimal Sesuai dengan Berat Tubuh
Berat individu (Pon = Kg)
60 = 27, 18
60 – 75 = 27,18- 33, 975
100 = 45,3

125 = 56,625
150 = 67, 95
200 = 90,6 atau lebih

Berat tas punggung maksimal (Pon = Kg)
5 = 2,265
10 = 4,53
15 = 6,795
18 = 8,154
20 = 9,06
25 = 11,325

Saran terkait berat tas punggung sekolah berhubungan dengan berat badan
berbeda tergantung organisasi tertentu. American Occupational Therapy
Associaton (AOTA) dan American Physical Therapy Association (APTA) pada
tahun 2009 merekomendasikan tidak membawa sebuah tas punggung lebih berat
dari 15% (atau antara 10% dan 20%) dari berat badan siswa dan pada tahun 2012,
hal ini diganti menjadi 10% berat badan mereka. Beberapa peneliti telah
menyimpulkan bahwa berat tas punggung sekolah seharusnya tidak lebih dari
10% berat badan anak, didasarkan pada fakta bahwa hal itu dapat mempengaruhi

postur tulang belakang, bentuk kaki dan gaya berjalan mereka (Katarzyna, et al.,
2015).

7

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Peran Orangtua dalam Penggunaan Tas Punggung Bagi Anak
Beberapa syarat berat beban tas punggung anak yang harus diperhatikan
oleh orangtua yaitu, bahwa seharusnya tidak lebih dari 10% dari berat badan
mereka, artinya bahwa anak yang beratnya 100 pon seharusnya tidak memakai tas
punggung sekolah yang lebih berat dari 10 pon; barang yang lebih berat paling
dekat dengan bahu anak; susun buku-buku dan barang sehingga barang-barang
mereka tidak akan berantakan di dalam tas punggung mereka. Kemudian periksa
barang yang dibawa ke sekolah dan dibawa pulang. Pastikan bahwa barang yang
dibawa adalah kebutuhan untuk kegiatan di sekolah; jika tas punggung terlalu
berat atau terlalu ketat, dapat memegang buku atau membawa barang yang lain di
sisi lain tas punggung, dan yang terakhir yaitu jika tas punggung terlalu berat dari
yang seharusnya, pertimbangkan untuk menggunakan tas buku beroda jika
sekolah mengijinkan (AOTA).

2.1.4 Karakterisitik Tas Punggung yang Baik (Backpack Safety)
Ketika memilih sebuah tas punggung, cari satu yang sesuai dengan ukuran
badan. Pastikan bahwa tinggi tas punggung kira-kira 2 inchi dibawah bahu sampai
ke pinggang, atau sedikit di atas pinggang. Tas punggung yang baik seharusnya
memiliki 2 tali bahu, memiliki bantalan tali bahu yang luas, bantalan tali
punggung untuk mengurangi tekanan pada area punggung, tali bahu dan tali
ketiak untuk meningkatkan kenyamanan, tali pengikat pada dada dan pinggul
untuk membagi berat tas dari punggung dan bahu ke pinggul dan ke seluruh
tubuh, memiliki banyak ruang untuk mendistribusikan berat tas punggung,
pastikan keamanan barang dan anak juga dapat mengambil isi tas dengan mudah,

8

Universitas Sumatera Utara

reflektor untuk meningkatkan jarak penglihatan anak saat malam, dan tas
punggung yang bergelombang.
Penting diingat bahwa jika telah membeli tas punggung untuk anak-anak,
ukuran tas punggung yang mereka gunakan ukurannya tidak lebih dari satu tahun
baik untuk mereka. Karena masa anak-anak mengalami pertambahan tinggi yang

cepat sehingga ukuran tas punggung yang baik sebelumnya tidak akan bertahan
lebih dari satu tahun pada usia mereka sekarang (AAOS; Illinois State Board of
Education, 2006).
2.1.5 Cara Penggunaan Tas Punggung yang Baik
Untuk menghindari cedera akibat penggunaan tas punggung, berikut ini
beberapa cara untuk mencegah hal tersebut yaitu:
a. menggunakan kedua tali tas dapat mendistribusikan berat tas. Menyandang
tas punggung pada salah satu bahu dapat menyebabkan anak miring ke
salah satu sisi, pembengkokan tulang belakang dan menyebabkan nyeri
ataupun tidak nyaman.
b. melepas dan memakai tas punggung dengan hati- hati. Pertahankan bentuk
tubuh stabil dan hindari gerakan memutar berlebihan.
c. letakkan tas punggung pada otot punggung tengah terkuat. Berikan
perhatian

pada posisi tas punggung di

punggung. Tas punggung

seharusnya berada pada bagian tengah punggung. Tali pada bahu

seharusnya diatur agar mempermudah anak untuk melepas dan memakai
tas punggung tanpa kesulitan dan memungkinkan lengan dapat bergerak
dengan bebas.

9

Universitas Sumatera Utara

d. mengurangi beban. Pertahankan muatan pada sebesar 10-15 % BB atau
kurang dari berat badan anak. Hanya membawa barang yang dibutuhkan
untuk hari itu saja. Setiap malam mengeluarkan barang yang dapat
ditinggalkan di rumah. Susun isi tas punggung dengan meletakkan barang
terberat paling dekat ke punggung untuk mengurangi desakan kinetik yang
menyebabkan ketidaksejajaran postur dan kerja berlebih otot (Illionis State
Board of Education, 2006).
Menurut AOTA cara menghindari cedera akibat tas punggung antara lain:
mendistribusikan berat tas dengan memakai kedua tali tas; memilih tas punggung
dengan bantalan tali bahu yang baik karena bahu dan leher memiliki banyak
pembuluh darah dan saraf yang dapat mengakibatkan nyeri dan geli pada leher,
lengan, dan tangan ketika terlalu besar tekanan yang diterima; mengatur posisi tali

bahu sehingga tas terletak pada posisi yang tepat pada punggung anak. Tas
punggung yang bergantung bebas pada bahu dapat membuat anak tertarik ke
belakang dan ototnya tegang; menggunakan tali pengikat pada pinggang jika tas
punggung memilikinya sehingga ini membantu mendistribusikan berat tas
punggung secara merata; bagian bawah tas seharusnya terletak di punggung
bawah dan tidak boleh lebih dari 4 inchi dari garis pinggang anak; terakhir yaitu
ukuran tas punggung sekolah berbeda pada tiap usia. Pilih ukuran tas punggung
yang benar sesuai usia anak dengan ruang yang cukup untuk barang-barang
kebutuhan sekolah.

10

Universitas Sumatera Utara

Matlabi, et al (2014) juga mengemukakan beberapa cara ataupun tindakan
yang dapat dilakukan beberapa pihak untuk mengatasi masalah tas punggung dan
tas tangan yang berat antara lain :
a. institusi pendidikan
Tindakan yang dapat dilakukan oleh institusi pendidikan yaitu dengan
menyediakan lemari buku (lockers) yang sesuai, lemari makanan

(cupboards) dengan laci dan setiap siswa memiliki satu; membuat satu
jadwal pelajaran yang mengajarkan siswa untuk tidak menyentuh/
mengambil barang orang lain, para guru dapat mengajarkan pada siswa
untuk meletakkan barang- barang dan buku mereka dibawah kursi dan
tidak membawanya ke rumah; mengadakan kelas belajar dengan topik tas
punggung untuk keluarga dan menyediakan brosur yang diberikan pada
kedua orang tua mereka; melakukan pemeriksaan bentuk tubuh siswa
secara berkala oleh dokter atau tenaga medis profesional; membagi topik
pelajaran semester pertama dan semester dua menjadi buku yang berbeda;
menyesuaikan pelajaran yang membutuhkan buku tambahan dan buku
catatan dengan jadwal pelajaran olahraga.
b. keluarga
Orang tua seharusnya mempertimbangkan untuk membeli jenis tas terbaik
untuk siswa; orang tua seharusnya mengawasi siswa agar tidak membawa
buku dan barang- barang yang tidak perlu ke sekolah sehingga tas
punggung mereka tidak berat.

11

Universitas Sumatera Utara


c. siswa
Siswa sebaiknya mengosongkan botol minum dan mengisinya sebelum
kelas; tidak membawa barang- barang yang tidak diperlukan dan
meninggalkannya dirumah, jika barang tersebut memang perlu membawa
banyak barang ke sekolah, sebaiknya diletakkan di tas lain; siswa
sebaiknya berusaha untuk meringankan tas punggung mereka dan tidak
membawa barang yang tidak perlu ke sekolah; siswa sebaiknya menyusun
barang yang paling berat lebih dekat ke punggung; siswa sebaiknya
meletakkan tas di bahu mereka karena tas akan berada pada otot
punggung terkuat mereka.
2.1.6

Dampak penggunaan tas punggung
Zhao M, Tian S, Tang Q, Ni Y, Wang L, Fan Y (2014) meneliti tentang

pengaruh beban tas punggung yang berbeda pada ters parameter, fisiologis dalam
berjalan. Penelitian ini meneliti pengaruh dari berjalan lama dengan beban bawaan
pada postur tubuh, kelelahan otot, denyut jantung dan tekanan darah dalam pokok
yang diujikan. Sepuluh orang sehat melakukan uji coba berjalan pada treadmill

(kecepatan = 1,1 m/s) selama 30 menit dengan beban tas punggung yang berbeda
(0% BW, 10% BW, 15% BW, dan 20% BW). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tubuh depan dan sudut kepala, kelelahan otot, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat dengan meningkatnya beban tas punggung. Penelitian ini juga
mengatakan bahwa batas beban tas punggung harus dibatasi tidak lebih dari 15%
BW untuk jalan-jalan hingga 30 menit durasi untuk menghindari kelelahan otot
ireversibel.

12

Universitas Sumatera Utara

Whittifield,

et al (2005) meneliti hubungan antara berat tas dengan

prevalensi keluhan muskuloskeletal pada siswa kelas 3-6 dengan rata- rata usia
13,6- 17,1 tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi keluhan
muskuloskeletal pada siswa sangat tinggi dan Whittifield, et al (2005) meyakini
bahwa berat tas


itu menjadi faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan

keluhan muskuloskeletal. Menurut Dianat et al, (2011) sebanyak 86% anak yang
menggunakan tas punggung dengan berat 10% lebih dari berat badan mereka,
mengalami beberapa jenis keluhan pada beberapa muskuloskeletal mereka yaitu
pada bahu, pergelangan tangan, dan pinggang.
Menurut Al Fageeh, et al (2009) yang meneliti hubungan antara berat tas
anak sekolah dengan kapasitas vital paru-paru, potensi nyeri punggung, dan
masalah postur menyatakan bahwa saat anak sekolah membawa beban yang
berlebih, kapasitas vital paru berkurang, gerakan flexi dan ekstensi berkurang, dan
terjadi pembungkukan ke kiri dan ke kanan.
Ramprasad, et al (2010) yang meneliti efek berat tas punggung pada
menyatakan bahwa individu yang membawa tas dengan berat dengan perubahan
sudut potural tubuh. Pada saat individu membawa tas punggung >15% BB, sudut
cranio-vertebra berubah secara signifikan. Dan pada saat individu membawa tas
punggung >25% BB, HNOT dan HON juga berubah secara signifikan. Anakanak yang membawa tas punggung 15% BB, seluruh sudut postural mereka
berubah.

13

Universitas Sumatera Utara

2.2

Anak Usia Sekolah
2.2.1 Defenisi Anak Usia Sekolah
Menurut Wong (2013) anak usia sekolah adalah periode kehidupan antara

usia 6 tahun-12 tahun memiliki berbagai macam label, dimana masing-masing
label menggambarkan karakter penting pada setiap periode.
Menurut Gunarsa (2006) anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia
6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan
tidak bergantung dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai
masa tenang atau masa latent, di mana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada
masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya.
2.2.2 Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) Tinggi dan kenaikan
berat badannya lambat; 2) Berat 16-26.3 kg (35.5-58 pound); 3) Tinggi 106.7-122
cm (42-48 inci); 4) gigi seri rahang bawah tengah tanggal; 5) lepasnya gigi
pertama; 6) peningkatan ketrampilan secara bertahap; 7) aktivitas konstan; 8)
sering kembali menghisap jari; 9) lebih sadar tangan sebagai alat; dan 10) suka
menggambar, membentuk, mewarnai, dan penglihatan semakin matur.
Pertumbuhan pada anak usia 7 tahun meliputi: 1) tinggi mulai tumbuh
minimal 5 cm (2 inci) per tahun; 2) berat 17.7-30 kg (39-66.5 pon); 3) memiliki
tinggi rata-rata 112-130 cm (44-51 inci); 4) gigi seri tengah pada rahang atas dan
lateral gigi seri rahang bawah tanggal; 5) lebih berhati-hati dalam memilih
penampilan; dan 6)

rahang mulai membesar untuk mengakomodasi gigi

permanen.

14

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) pertambahan tinggi 5
cm (2 inci) per tahun; 2) berat badan 19.5-39.5 kg (43-87 pon); 3) tinggi badan
117-142 cm (46-56 inci); 4) gigi seri lateral (rahang atas) dan gigi taring pada
rahang bawah tanggal; 5) selalu aktif bergerak, melompat, dan mengejar; 6) lancar
dan cepat dalam kontrol motorik halus; 7) menggunakan penulisan sambung; 8)
sudah bisa menggunakan pakaian dengan baik; 9) cenderung berlebihan, sulit
untuk tenang setelah bermain, lebih lentur; dan 10) pertumbuhan tulang lebih
cepat dari pada pertumbuhan ligamen.
Pertumbuhan pada anak usia 10-12 tahun meliputi: 1) berat badan 24.5-58
kg (54-128 pounds); tinggi badan 127-162.5 cm (50-64 inci); 2) postur lebih mirip
dengan orang dewasa; 3) gigi akan tanggal dan cenderung perkembangan menjadi
baik (Kecuali gigi bungsu); 4) pada remaja putri, yang mengalami pubertas bentuk
tubuh sudah mulai terlihat; dan 5) pada remaja putra, pertumbuhan tinggi lambat;
dan berat badan cepat meningkat sehingga memungkinkan menjadi obesitas pada
periode ini (Wong, 2013).
2.2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah
2.2.3.1 Perkembangan Mental
Perkembangan mental pada anak usia 6 tahun meliputi: 1)
mengembangkan konsep bilangan; 2) dapat menghitung 13 uang receh; 3) dapat
membedakan pagi atau sore; 4) dapat mendefinisikan kegunaan objek umum
seperti garpu dan kursi; 5) mampu menaati beberapa perintah yang diberikan
secara bersamaan; 6) mampu membedakan tangan kanan dan kiri; 7) mampu
membedakan yang cantik dan yang jelek dalam serangkaian gambar wajah; 8)

15

Universitas Sumatera Utara

mampu menjelaskan objek dalam gambar bukan sekedar menyebutkan; dan 9)
mengikuti sekolah pertama kali.
Perkembangan mental pada anak usia 7 tahun meliputi: 1) dapat
memberitahu beberapa item yang hilang dari gambar; 2) peniru yang baik; 3)
dapat mengulangi 3 bilangan secara mundur; 4) mengetahui waktu, membaca
waktu hampir tepat; 5) menggunakan waktu untuk tujuan yang tepat; 6)
bersekolah di kelas dua; 7) lebih mekanik dalam membaca; dan 8) sering tidak
berhenti di akhir kalimat, melewati kata-kata seperti "itu", dan "dia".
Perkembangan mental pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1)
memberikan persamaan dan perbedaan antara dua hal dari ingatannya; 2) dapat
menghitung mundur dari 20 sampai 1; 3) memahami konsep reversibilitas; 4)
dapat mengulangi hari dalam minggu dan bulan sesuai urutan, mengetahui
tanggal; 5) menjelaskan benda-benda umum secara detail tidak hanya benda yang
mereka gunakan; 6) bersekolah di kelas tiga dan empat; 7) lebih sering membaca;
8) berencana untuk bangun pagi hanya untuk membaca; 9) membaca buku-buku
klasik tapi juga menikmati komik; 10) lebih sadar waktu, dapat diandalkan untuk
sampai ke sekolah tepat waktu; 11) dapat memahami konsep-konsep dari bagian
dan keseluruhan; 12) Memahami konsep ruang, sebab dan akibat; 13)
menggolongkan objek dengan lebih dari satu fungsi; menghasilkan lukisan atau
gambar yang sederhana.
Perkembangan mental pada anak usia 10-12 tahun meliputi: 1) dapat
menulis laporan singkat suatu kejadian; 2) bersekolah dikelas 5 hingga kelas 7; 3)
menulis surat-surat pendek sesekali ke teman atau kerabat atas inisiatif sendiri; 4)

16

Universitas Sumatera Utara

menggunakan telepon untuk tujuan praktis; 5) merespon majalah, radio, atau iklan
lainnya; dan 6) membaca cerita atau buku perpustakaan, misalnya tentang
petualangan, cerita romantis atau cerita binatang untuk informasi praktis atau
untuk kesenangan sendiri (Wong, 2013).
2.2.3.2 Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) Di meja,
menggunakan pisau untuk mengoleskan mentega atau selai pada roti; 2) Bermain,
menggunting, melipat, menempel kertas; 3) mampu menjahit secara kasar; 4)
mampu mandi secara mandiri; 5) tidur sendirian; 6) dapat mengulang kembali
informasi dari memori; 7) menyukai papan permainan, seperti catur dan
permainan kartu sederhana; 8) sering cekikikan, kadang-kadang mencuri uang
atau benda-benda menarik; 9) sering tidak mengakui kesulitan kelakuan buruk;
dan 10) melakukan sesuatu diluar kemampuannya.
Perkembangan kognitif pada anak usia 7 tahun meliputi: 1)
menggunakan pisau untuk memotong daging, membutuhkan bantuan untuk
pekerjaan susah; dan 2) bisa menyisir rambut tanpa bantuan; suka membantu;
keras kepala.
Perkembangan kognitif pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) bisa
menggunakan alat-alat umum seperti palu, gergaji, obeng; 2) menggunakan
peralatan rumah tangga dan memperbaiki perabot; 3) membantu

tugas rutin

rumah tangga seperti membersihkan debu, menyapu; 4) bertanggung jawab dalam
pekerjaan rumah tangga; 5) membeli yang berguna, latihan beberapa pilihan
dalam melakukan pembelian; 6) mengerjakan tugas yang berguna; 7) menyukai

17

Universitas Sumatera Utara

majalah bergambar; 8) menyukai sekolah, ingin menjawab semua pertanyaan; 9)
takut tidak naik kelas, malu memiliki nilai buruk; 10) lebih kritis kepada diri
sendiri; dan 11) mengikuti pelajaran musik dan olah raga.
Perkembangan kognitif pada anak usia 10-12 tahun seperti: 1) membuat
alat yang berguna dan mempermudah pekerjaan; 2) memasak sesuatu yang
sederhana; 3) memelihara hewan peliharaan; 4) mencuci dan mengeringkan
rambut sendiri; 5) bertanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan, seperti
mencuci rambut sendiri, tetapi masih perlu diingatkan untuk melakukannya; 6)
kadang-kadang ditinggalkan sendirian di rumah untuk satu jam atau lebih; 7)
berhasi ldalam menjaga kebutuhan diri sendiri atau beberapa anak lain yang
dipercayakan padanya untuk dijaga (Wong, 2013).
2.2.3.3 Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial pada anak usia 6 tahun meliputi: 1) dapat
berbagi dan bekerja sama lebih baik; 2) memiliki kebutuhan besar sesuai anak; 3)
akan menipu untuk menang; 4) sering bermain kasar; 5) sering cemburu pada
adik atau saudara; 6) melakukan apa yang dilihatnya dari orang dewasa;

7)

memiliki temperamen lebih membanggakan; 8) lebih mandiri, mungkin
merupakan pengaruh sekolah; dan 9) memiliki cara sendiri dalam melakukan
sesuatu meningkatkan sosialisasi.
Perkembangan psikososial pada anak usia 7 tahun meliputi: 1) menjadi
anggota keluarga yang baik; 2) mengambil bagian dalam kelompok bermain; 3)
anak laki-laki lebih suka bermain dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih

18

Universitas Sumatera Utara

suka bermain dengan anak perempuan; 4) menghabiskan banyak waktu sendirian;
dan 5) tidak memerlukan banyak persahabatan.
Perkembangan psikososial pada anak usia 8-9 tahun meliputi: 1) betah
berada di rumah; 2) suka diberi imbalan untuk sesuatu yang telah dilakukan ; 3)
suka melebih-lebihkan;

4) lebih ramah; 5) lebih baik dalam berperilaku; 6)

tertarik pada lawan jenis tapi tidak menjalani hubungan serius; 7) sering keluar
rumah sendiri atau dengan teman-temannya; 8) suka bersaing dan bermain game;
9) menunjukkan kehebatan pada teman-teman dan kelompok; 10) bermain dengan
teman sesama jenis, tetapi mulai bermain dengan teman lawan jenis; 11)
membandingkan diri dengan orang lain; dan 12) menikmati organisasi, klub, dan
kelompok olahraga.
Perkembangan psikososial pada anak usia 10-12 tahun meliputi: 1)
mencintai teman; 2) sering berbicara tentang mereka; 3) lebih selektif dalam
memilih teman; 4) kemungkinan memiliki sahabat menikmati percakapan
ketertarikan terhadap lawan jenis mulai berkembang; 5) lebih pandai, keluarga
sangat berarti menyukai ibu dan ingin menyenangkannya dengan berbagai cara
menunjukkan kasih sayang; 6) menyukai, mengagumi dan mengidolakan ayah;
dan 7) menghormati orangtua (Wong, 2013).

19

Universitas Sumatera Utara

2.3

Kelelahan

2.3.1

Defenisi Kelelahan
Fatigue (kelelahan) berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap

(waste-time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang
lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang
ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta berpengaruh
terhadap produktivitas kerja (Grandjean, 1985 dalam Putri, 2008).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2015). Kelelahan dapat diartikan
secara fisiologis yaitu adanya penurunan kekuatan otot disebabkan karena
kehabisan tenaga dan peningkatan sisa- sisa metabolism, misalnya asam laktat dan
karbon dioksida. Dalam arti psikologis yaitu keadaan mental dengan ciri- ciri
menurunnya motivasi, ambang rangsang yang tinggi, menurunnya kecermatan dan
kecepatan pemecahan masalah persoalan (Soetomo, 1981 dalam Putri, 2008).
Menurut Putri (2008), kelelahan atau Fatigue menunjukkan keadaan yang
berbeda-beda, tetapi dari semua keadaan kelelahan berakibat kepada pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Secara konseptual keadaan lelah meliputi
aspek biologis maupun aspek psikologis dan konsep kelelahan ini mempunyai arti
tersendiri dan bersifat subjektif dimana ditandai dengan penurunan kinerja fisik,
perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas.

20

Universitas Sumatera Utara

Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada dasarnya merupakan
suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Putri, 2008)
2.3.2

Klasifikasi Kelelahan
Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan

kelelahan umum (Tarwaka, 2015).
1. Kelelahan otot
Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan
akibat tegangan yang berlebihan (tremor otot) yang ditandai dengan
menurunnya tenaga maupun semakin lamanya waktu yang diperlukan
untuk melakukan gerakan atau otot mengalami perpanjangan waktu reaksi.
Kelelahan otot terjadi karena adanya sikap kerja statis. Kontraksi otot
statis dalam waktu lama akan menyebabkan otot yang aktif, sehingga
menyebabkan rasa lelah dan nyeri.
2. Kelelahan umum
Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kelambanan
atau berkurangnya kemauan untuk bekerja atau beraktivitas. Penyebab
kelelahan umum termasuk factor psikis, monotomi, intensitas lamanya
kerja mental dan fisik, lingkungan, konflik dan lain sebagainya.
Terdapat dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori syaraf
pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa
terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi

dan

meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.

21

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder.
Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya
merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan
dihantarnya ransangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai
kelelahan otot. Ransangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf
menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan
dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat.
Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin
lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2015).
Kelelahan berdasarkan faktor penyebabnya, antara lain :
1. Kelelahan fisik (physical/ muscular fatigue)
Kelelahan ini disebabkan aktivitas fisik atau anggota tubuh. Kelelahan
fisik akan hilang dengan istirahat yang cukup.
2. Kelelahan mental (mental Fatigue)
Kelelahan ini disebabkan karena faktor psikis dikarenakan adanya
persoalan kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebabkan stress
psikis.
3. Kelelahan keterampilan (skill fatigue)
Kelelahan keterampilan disebabkan oleh adanya tugas-tugas yang
memerlukan ketelitian dan pemecahan persoalan cukup sulit (Soetomo,
1981 dalam Putri 2008).

22

Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kelelahan
Kelelahan dapat ditandai dengan kondisi yang cenderung untuk

mengantuk. Kelelahan terjadi karena beberapa penyebab antara lain karena
melakukan aktivitas monoton, beban dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan
lingkungan, keadaan kejiwaan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2015).
Menurut Oesman dan Simanjuntak (2011) ada beberapa faktor penyebab
kelelahan yaitu usia, status gizi, berat beban. Sementara menurut beberapa
penelitian terkait dengan faktor yang mempengaruhi kelelahan pada anak antara
lain:
1.

Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas
tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Penelitian yang dilakukan Rai dan
Argawal (2014) menunjukkan bahwa prevalensi usia anak 10 sampai 11
tahun lebih banyak mengalami kelelahan daripada anak usia 12 sampai 13
tahun. Hal ini disebabkan karena belum matangnya sistem muskuloskletal
pada anak usia sekolah, sehingga jika terkena tekanan yang terlalu berat
atau mengalami tekanan dalam waktu yang lama, maka akan mudah
mengalami cedera. Lain halnya dengan orang dewasa, produktivitas kerja
akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kapasitas kerja meliputi
kapasitas fungsional, mental, dan sosial akan menurun menjelang usia 45
tahun, menjelang usia 50 tahun keatas kapasitas akan menurun (Tarwaka,
2004 dalam eosman dan simanjuntak 2011).

23

Universitas Sumatera Utara

2.

Jenis kelamin
Jenis

kelamin

laki-laki

lebih

besar

mengalami

kelelahan

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini didapatkan dari hasil penelitian
yang menyatakan bahwa sebanyak 114 (69.5%) (n=164) anak laki-laki
seringkali merasakan kelelahan, sementara anak perempuan mengalami
kelelahan sebanyak 90 (66.2%) (n=136). Tetapi secara fisiologis,
kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand &
Rodahl (1996) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua
pertiga (2/3) dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti‟e et al.
(1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih
hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan,
punggung dan kaki.
3.

Berat beban
Berat beban yang dibawa oleh anak seperti tas punggung harus
dibatasi tidak lebih dari 15% dari berat badan untuk jalan-jalan untuk
menghindari kelelahan otot (Zhao et al, 2014). Beberapa peneliti telah
menyimpulkan bahwa berat tas punggung sekolah seharusnya tidak lebih
dari 10% berat badan anak, didasarkan pada fakta bahwa hal itu dapat
mempengaruhi postur tulang belakang, bentuk kaki dan gaya berjalan
mereka (Kataryzna, et al, 2015).

24

Universitas Sumatera Utara

4.

Lama/durasi
Zhao M, Tian S, Tang Q, Ni Y, Wang L, Fan Y (2014) meneliti tentang
pengaruh beban tas punggung yang berbeda pada ters parameter, fisiologis
dalam berjalan. Penelitian ini meneliti pengaruh dari berjalan lama dengan
beban bawaan pada postur tubuh, kelelahan otot, denyut jantung dan
tekanan darah dalam pokok yang diujikan. Sepuluh orang sehat
melakukan uji coba berjalan pada treadmill (kecepatan = 1,1 m/s) selama
30 menit dengan beban tas punggung yang berbeda (0% BW, 10% BW,
15% BW, dan 20% BW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tubuh
depan dan sudut kepala, kelelahan otot, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat dengan meningkatnya beban tas punggung. Penelitian ini juga
mengatakan bahwa batas beban tas punggung harus dibatasi tidak lebih
dari 15% BW untuk jalan-jalan hingga 30 menit durasi untuk menghindari
kelelahan otot ireversibel.

2.3.4

Tanda dan Gejala Kelelahan
Tarwaka, (2015) mengemukakan gejala-gejala kelelahan ke dalam 3

kategori antara lain:
1. Gejala atau perasaan yang menunjukkan melemahnya kegiatan yaitu:
perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat,
menguap, merasa kacau pikiran, ngantuk, merasa berat pada mata, kaku
dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan mau
berbaring.

25

Universitas Sumatera Utara

2. Gejala atau perasaan yang menunjukkan melemahnya motivasi yaitu:
merasa susah berfikir, lelah bicara, gugup, tidak dapat berkonsentrasi,
tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk
lupa, kurang kepercayaan diri, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat
mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam melakukan pekerjaan.
3. Gejala atau perasaan yang menunjukkan gambaran kelelahan fisik sebagai
akibat dari keadaan umum yang melelahkan yaitu: sakit kepala, kekakuan
di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernafasan tertekan, merasa
haus, suara serak, merasa pening, merasa ada yang mengganjal di kelopak
mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat.
2.3.5

Akibat Kelelahan
Suatu pengalaman yang dikenal masyarakat umum adalah bahwa

kelelahan yang terus-menerus untuk jangka panjang menjelma menjadi kelelahan
yang kronis. Rasa kelelahan yang dialami oleh siswa tidak hanya terjadi sesudah
pulang sekolah melainkan juga selama membawa tas punggung, bahkan
sebelumnya yaitu sebelum membawa tas punggung. Pada kelelahan kronis
perasaaan lesu tampak sebagai suatu gejala penting. Gejala-gejala psikis pada
penderita kelelahan kronis adalah perbuatan penderita antisosial sehingga tidak
cocok dan menimbulkan sengketa dengan orang-orang sekitar, pada penderita
terjadi depresi, berkurangnya tenaga fisik dan juga energi mental kejiwaan serta
hilangnya inisiatif. Gejala psikis demikian sering disertai kelainan psikosomatis
seperti sakit kepala yang tanpa adanya penyebab organis, vertigo, gangguan
pencernaan, sukar atau tidak dapat tidur, dan lain-lain.

26

Universitas Sumatera Utara

Kelelahan kronis demikian nyata merupakan kelelahan klinis atau dengan kata
lain telah merupakan keadaan sakit atau penyakit. Kelelahan kronis terutama
menghinggapi mereka yang mengalami konflik mental yang berskala berat atau
kesulitan psikologis yang tidak mudah dicari jalan keluarnya.

27

Universitas Sumatera Utara