Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 JENGKOL
2.1.1 Pengertian Kulit Jengkol
Jengkol atau Jering atau Pithecellobium jiringa Jack. atau Pithecellobium
lobatum Benth. adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara, termasuk yang
digemari di Malaysia, Thailand dan Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat yang
seharinya dikonsumsi 100 ton [14]. Sementara potensi tumbuhan jengkol di
Indonesia dapat di lihat pada Tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Pertumbuhan Luas panen, dan rata-rata hasil jengkol di Indonesia tahun
2009 – 2014 [2].
Tahun

Luas Panen (ha)

Rata-rata Hasil (Ton/ha)

2009

7.631


8,19

2010

6.943

7,24

2011

7.907

8,33

2012

7.407

8,40


2013

6.838

8,94

2014

6.678

8,04

Kulit jengkol adalah bagian terluar dari Jengkol yang berwarna coklat yang
melapisi daging buah kulit jengkol dan Kulit jengkol merupakan sampah pertanian
yang bisa dijadikan sebagai biosorben dengan biaya yang sangat murah [5]. Jengkol
mengandung sulfur dan asam amino dengan rumus molekul C11H23N3S3O6 dengan
berat basah 0,3-1,3g/100g dengan komponen cysteine thioacetal formaldehid.
Berikut Gambar struktur asam jengkol adalah:

Gambar 2.1 Struktur Asam Jengkol [15]

6
Universitas Sumatera Utara

Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan ukuran pohon yang tinggi
yaitu ± 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor.
Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan , panjang 10 - 20 cm, lebar 5 - 15 cm, tepi
rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 –
1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan, diujung dan
ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm , berwarna ungu kulitnya, bentuk buah
menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik silindris, kuning mahkota
lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklat kehitaman, berkeping dua
dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air
disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi.

Klasifikasi ilmiah jengkol adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Rosales

Suku

: Fabacceae

Genus

: Pithecellobium

Spesies


: Pithecellobium jiringa (Jack) Prain [16]

2.1.2 Kandungan Dalam Kulit Jengkol
Kandungan kulit jengkol merupakan hal yang sangat penting, karena sangat
menentukan dalam pemanfaatan kulit jengkol, terutama pemanfaatan kulit jengkol
untuk penyerapan logam berat. Kandungan kulit jengkol dapat di lihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.2 Kandungan dalam kulit Jengkol [6]
Kadar unsur hara

Kandungan (%)

Kadar Air

65,56

N-total

1,82


P-total

0,32

K-total

2,10

Ca-total

0,27

7
Universitas Sumatera Utara

Mg-total

0,25


C-total

44,02

C/N

24,19

Dari Tabel kandungan kulit jengkol unsur karbon merupakan nilai persen
kedua tertinggi, hal ini yang memungkinkan kulit jengkol dapat dijadikan adsorben.

2.1.3 Pemanfatan Tumbuhan Jengkol
Hampir seluruh bagian tanaman bermanfaat. Kayunya untuk bangunan rumah,
peti mati dan kayu bakar. Daun mudanya untuk obat luka, rebusan dari babakannya
dapat menurunkan kadar glukosa darah. Dinding polong yang di tumbuk
dimanfaatkan untuk mencuci rambut. Bijinya dapat dikonsumsi namun pada orang
yang memakannya air seninya akan berbau keras. Selain itu, di beberapa tempat di
buat makanan ringan seperti keripik. Bagian yang dimanfaatkan untuk pewarna:
Daunnya digunakan untuk memberikan warna hitam pengganti sumba. Bagian yang
mengandung zat warna adalah kulit buah, kulit biji dan kulit batang. Menurut

laporan, zaman dahulu di sepanjang pantai Kalimantan Barat kulit dan daun jengkol
digunakan untuk member warna hitam pada bahan anyaman [17]. Sementara kulit
jengkol baru dimanfaatkan sebagai bioherbisida dan biolarvasida. Padahal dalam
kulit jengkol terkandung alkaloid, flavonoid, glikosida antrakinon, tannin,
triterpenoid/steroid, dan saponin dan senyawa unsur kimia seperti N, P, K, Ca, Mg,
C, dan C/N.

2.2

INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

2.2.1 Pengertian Industri Pelapisan Logam (Elektroplating)
Elektroplating adalah proses elektrolisis untuk memberikan lapisan logam pada
substrat yang bertujuan untuk meningkatkan penampilan atau sifat-sifat komponen
logam tersebut. Proses elektroplating pada dasarnya dengan melewatkan arus listrik
antara dua elektroda direndam dalam larutan elektrolit. Elektroda bermuatan positif
dikenal sebagai anoda sedangkan elektroda bermuatan negatif adalah katoda.
Elektrolit mengandung partikel bermuatan listrik atau ion. Ketika potensial listrik

8

Universitas Sumatera Utara

atau tegangan diterapkan antara elektroda ion ini bermigrasi ke arah elektroda
dengan muatan yang berlawanan - bermuatan positif ion ke katoda dan ion
bermuatan negatif untuk anoda. Hal ini menyebabkan transfer elektron, yang
merupakan aliran arus, antara elektroda - sehingga menyelesaikan sirkuit listrik [18].
Skema sel elektropalating dapat di lihat dari Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Sekema sel elektropalating [18]
Industri elektroplating menghasilkan produk samping berupa limbah cair
dengan unsur logam yang sangat tinggi seperti uranium, kadmium, merkuri, nikel,
kromium dan tembaga. Limbah yang di hasilkan ini berdampak buruk pada
lingkungan, karena biasanya limbah industri pelapisan logam sering di buang ke
sungai. Unsur - unsur ini dikenal sebagai unsur B3 (Beracun dan Berbahaya), karena
unsur ini bersifat karsinogenik [19].

2.2.2 Potensi dan Keadaan Industri Elektroplating di Indonesia
Meningkatnya

kebutuhan


akan

produk

yang

menggunakan

proses

elektroplating mendorong berkembangnya industri elektroplating yang berada di
Indonesia. Perkembangan industri yang semakin pesat tersebut selain memberikan
manfaat, juga menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan [09].
Industri elektroplating merupakan industri yang jumlahnya cukup banyak dan vital
bagi perekonomian Indonesia dan sebagian besar (84%) merupakan Industri Kecil
Menengah (IKM) dan berada di pulau jawa [20]. Pada tahun 2009 sebagai contoh
debit limbah salah satu industri pelapisan logam yang berpotensi menghasilkan
9
Universitas Sumatera Utara


limbah logam berat yaitu rata-ratanya: 358.22 m3/hari. Hal ini diyakini sangat
berdampak besar pada pencemaran lingkungan [21]. Sifat karakteristik limbah
industri elektroplating yaitu: pH 2; Cr 311,09 ppm; Ni 2,7 ppm; Cd 12-24 ppm; Zn
31,85; Fe 44,64; TDS 306 ppm; COD 777,54 ppm [10]. Sedangkan mengacu pada
peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 03 tahun 2010 baku mutu air
limbah bagi kawasan industri dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 2.3 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri Elektroplating [22].
No

Parameter

Satuan

Kadar Maksimum

1

Sulfida (H2S)

mg/L

1

2

Amonia (NH3)

mg/L

20

3

Fenol (C6H6O)

mg/L

1

4

Kadmium (Cd)

mg/L

0,1

5

Krom (Cr)

mg/L

1

6

Tembaga (Cu)

mg/L

2

7

Timbal (Pb)

mg/L

1

8

Nikel (Ni)

mg/L

0,5

9

Seng (Zn)

mg/L

10

Melihat dari karakteristik dan kadar maksimum peraturan mentri Negara
lingkungan hidup tentunya membrikan pebandingan yang sangat jauh, sehingga
kondisi seperti ini dapat dikategorikan sebagai permasalahan semua pihak dan harus
diatasi secara bersama-sama.
2.2.3 Pengolahan Limbah Industri Elektroplating di Indonesia
Teknologi pengolahan limbah cair merupakan kunci dalam memeliharan
kelestarian lingkungan. Apapun teknologi pengolahan limbah cair industri yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh perusahana setempat.
Berbagai teknik pengolahan limbah cair untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang
telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
a. pengolahan secara fisika
b. pengolahan secara kimia
b. pengolahan secara biologi

10
Universitas Sumatera Utara

untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Pengolahan air buangan
dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi, atau gabungan biologi-kimia dan
kimia-biologi. Cara fisika memisahkan sebagian dari beban pencemaran yang berupa
bahan-bahan tersuspensi dengan cara adsorpsi, sedimentasi, dan filtrasi. Adsorpsi
dilakukan dengan memanfaatkan karbon aktif sebagai adsorbannya, namun kendala
yang timbul adalah mahalnya harga karbon aktif. Cara kimia yang umumnya
digunakan adalah koagulasi, flokulasi dan penetralan. Masalah dalam pengolahn
limbah kimiawi adalah banyaknya endapan lumpur yang dihasilkan sehingga perlu
penangana lebih lanjut [23].
Berbagai macam teknologi telah dikembangkan untuk menyisihkan logam berat
dari air limbah. Teknik konvensional yang biasanya digunakan adalah proses fisikkimiawi, seperti presipitasi, oksidasi, reduksi, ekstraksi pelarut, ekstraksi elektrolisis,
penguapan, osmosis, pertukaran ion dan adsorpsi. Reverse osmosis meskipun sangat
efektif, merupakan proses yang membutuhkan biaya yang besar. Presipitasi kimia
tidak cocok digunakan jika polutan yang hadir dalam jumlah banyak dan juga akan
menghasilkan banyak lumpur dalam proses ini. Proses adsorpsi merupakan salah satu
metode yang paling sering dilakukan untuk penyisihan logam beracun dalam air
limbah. Adsorpsi merupakan proses fisik-kimiawi dimana adsorbat, dalam hal ini
pencemar, terakumulasi di permukaan padatan yang disebut adsorben. Proses
adsorpsi cocok untuk air limbah dengan logam konsentrasi rendah dan industri
dengan keterbatasan biaya [24].

2.3

LOGAM KADMIUM (CD)

2.3.1 Pengertian Logam Kadmium
Kadmium adalah logam putih keperakan, yang dapat ditempa dan liat, melarut
dengan lambat dalam asam encer dengan melepaskan hidrogen yang disebabkan
potensial elektroda yang negatif. Logam kadmium merupakan salah satu jenis logam
berat yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri kimia di Indonesia,
seperti: industri pelapisan logam, industri baterai nikel-kadmium, industri cat,
industri PVC atau plastik dan industri lainnya. Kadmium dimanfaatkan dalam

11
Universitas Sumatera Utara

berbagai bidang industri kimia tersebut karena sifat kadmium yang lunak dan tahan
korosi [25].

2.3.2 Sumber Kadmium (Cd)
Logam Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi,
berwarna putih, ditemukan dalam bentuk senyawa gabungan seperti kadmium
oksida, kadmium klorida, dan kadmium sulfida . Kadmium masuk ke dalam air
bersih dari sumber yang berasal dari industri. Air sungai dan irigasi untuk pertanian
yang mengandung kadmium akan terjadi pengendapan pada sedimen dan lumpur.
Sebagian besar kadmium dalam tanah berpengaruh pada pH, larutan material
organik, logam yang negandung oksida, tanah liat dan zat organik, maupun
anorganik [26].

2.3.3 Sifat-Sifat Logam Kadmium
1. Sifat Fisik
a. Logam berwarna putih keperakan dan mengkilat
b. Kalor penguapan 99.87 kJ·mol−1
c. Titik didih 1413 °F, 767 °C, 1040 K
d. Titik lebur 594.22 K, 609.93 °F 321.07 °C
e. Massa jenis (mendekati suhu kamar) 8.65 g·cm−3
f. Mengalami kerusakan bila terkena uap amonia dan sulfur hidroksida.
2. Sifat Kimia
a. Kadmium tidak larut dalam basa
b. Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer Cd + H2SO4 → CdSO4 + H2
c. Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P
d. Kadmium adalah logam yang cukup aktif
e. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO
f. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi [27].

2.3.4 Manfaat dan Kerugian dari Logam Kadmium
Kadmium digunakan dalam industri sebagai bahan pembuatan batterai, pigmen
pelapisan logam dan plastik. Selain itu digunakan sebagai penyolderan dan

12
Universitas Sumatera Utara

pencampuran logam. Beberapa gram kadmium seperti sulfida, karbonat dan oksida,
tidak larut dalam air. Namun dapat berubah menjadi larut dalam air garam di alam
bawah pengaruh oksigen. Kadmium merupakan komponen campuran logam yang
memiliki titik lebur terendah.Unsur ini dugunakan dalam campuran logam poros
dengan koefisen gesek yang rendah dan tahan lama. Logam ini juga banyak
digunakan dalam aplikasi sepuhan listrik electroplating [28].
Kadmium adalah logam berat beracun yang ditemukan sebagai konstituen
minor dari bijih seng. Kadmium biasanya diproduksi sumber daya primer dan
skunder seperti basis konsentrat logam, limbah baterai Ni-Cd, listrik debu tanur,
surya sel, dan bahan fluorescent. Adapun dampak negatif logam Cd dalam tubuh
manusia yaitu dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker
paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, kerusakan ginjal dan hati [29].

2.4

ADSORBSI

2.4.1 Pengertian Adsorbsi
Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi antara molekul-molekul fluida
(gas atau cair) yang dikontakkan dengan suatu permukaan padatan. Adsorpsi adalah
proses dimana molekul- molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan
padatan [30]. Berdasarkan gaya yang bekerja, proses adsorpsi dibagi menjadi dua,
yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, gaya utama bekerja
adalah gaya gaya Van der Waals. Gaya ini relatif lemah dengan energi yang terlibat
sekitar 20 kkal/mol. Sementara pada adsorpsi kimia, terdapat proses perpindahan
elektron yang sama dengan pembentukan ikatan kimia antara permukaan padatan
dengan zat terjerap. Adsorpsi kimia biasanya terjadi pada proses-proses katalitik
heterogen. Aktivasi kimia pada adsorben pada umumnya digunakan industri yang
umumnya lebih efisien dalam penghilangan impurities (kotoran). Pada adsorpsi
fisika terjadi proses cepat dan setimbang (reversibel) sedangkan adsorpsi kimia
berlangsung lambat tetapi ireversibel [31].

2.4.2 Jenis dan Sumber Adsorben
Jenis-jenis media adsorpsi yang umum digunakan antara lain zeolit, karbon
aktif, slika gel dan biosorben.

13
Universitas Sumatera Utara

1. Zeolit
Zeloid merupakan material berpori dan memiliki beberapa kandungan mineral
dominan (SiO4 dan AlO4). Kapasitas adsorpsinya dapat ditingkatkan dengan aktivasi
larutan asam kuat atau basa kuat. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur
dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas
permukaan zeolit sangat besar [32].
2. Karbon aktif
Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi dengan
menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya
terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap
zatwarna dan bau. Karbon aktif mengandung 5 sampai 15 persen air, 2 sampai 3
persen abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang banyak digunakan
berbentuk butiran (granular) dan berbentuk bubuk (tepung). Besarnya daya serap
karbon aktif sangat dipengaruhi oleh keadaan pori-pori yang terbentuk. Pori-pori
pada karbon aktif memiliki beberapa jenis sebagai berikut :
a. Mikropori dengan ukuran dibawah 40 Angstrom
b. Mesopori dengan ukuran antara 40 - 5000 Angstrom
c. Makropori dengan ukuran diatas 5000 Angstrom
pada bahan baku yang berbeda dan perlakuan yang berbeda maka dominasi pori-pori
yang terbentuk juga berbeda. Pada karbon aktif dengandominasi mikropori sangat
sesuai untuk digunakan sebagai penyerap molekul-molekus kecil seperti molekul gas
dan dengan tingkat kontaminan rendah. Sedangkan karbon aktif dengan dominasi
makropori sesuai untuk menyerap molekul yang lebih besar seperti molekul cairan
dan sangat cocok untuk decolorizing. Pembuatan karbon aktif terdiri dari tiga tahap
yaitu:
a. Dehidrasi: proses penghilangan air. Bahan baku dipanaskan sampai
temperatur 170 °C.
b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Karbonasi
dilakukan pada suhu 400-900ºC
c. Aktivasi: Dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan

14
Universitas Sumatera Utara

dengan uap atau CO2 sebagai activator. Akitivasi biasanya ada dua yaitu aktivasi
fisika (suhu tinggi) dan aktivasi kimia (menggunakan bahan kimia basa pada suhu
rendah) [33].
Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorbsi, yaitu: sifat adsorben, sifat
serapan, dan temperatur. Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu
padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masingmasing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan karbon aktif bersifat
non polar. Selain kompisisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang
penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin
kecil pori-pori karbon aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan
demikian kecepatan adsorbsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorbsi,
dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Banyak senyawa
yang dapat diadsorbsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorbsi
berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorbsi akan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam
deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi,
ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan [32].
Pada penelitian ini yang menjadi standar kualitas karbon aktif dengan
menentukan besar bilangan iodin dimana jumlah milligram iodin yang teradsorpsi
oleh satu gram karbon aktif. pori-pori karbon aktif akan terbuka sehingga penyerapan
karbon aktif terhadap larutan iodin semakin besar, apabila suhu dinaikan akan terjadi
dekomposisi sampel menjadi abu [34]. Kualitas karbon aktif dapat dinilai
berdasarkan persyaratan (SNI) 06–3730-1995 pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Standarisasi Karbon Aktif (SNI) 06–3730-1995 [35]
Jenis Persyaratan

Parameter

Kadar Air

Mak. 15 %

Kadar Abu

Mak. 10 %

Kadar Zat Menguap

Mak. 25 %

Kadar Karbon Terikat

Min. 65 %

Daya Serap Terhadap Yodium

Min. 750 mg/g

Daya Serap Terhadap Benzena

Min. 25 %

15
Universitas Sumatera Utara

3. Silika gel
Slika gel adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap
kelembaban dan cairan partikel dari ruang yang berudara/bersuhu. Silika gel yang
siap untuk digunakan berwarna biru. Ketika silica gel telah menyerap banyak
kelembaban, ia akan berubah warnanya menjadi pink (merah muda). Ketika ia
berubah menjadi warna pink (merah muda), ia tidak bisa lagi menyerap kelembaban.
Ia harus meregenerasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menghangatkannya di dalam
mesin oven. Panas nya mengeluarkan kelembaban, lalu ia akan berubah warnanya
menjadi biru dan kembali bisa digunakan [36].
4. Biosorpsi
Biosorpsi menggunakan adsorben dari biomassa sebagai penyerap ion logam
yang terkandung dalam limbah sehingga kandungan ion logam dalam air limbah
menjadi turun. Contohnya: alga, limbah hasil pertanian, dan lumut [37].

2.4.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi
Dalam menentukan proses tingginya penyerapan proses adsorpsi ada beberapa
faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat
terjadi, karena molekul-molekul yang dapat di adsorpsi adalah molekulmolekul yang diameternya leih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.
2. Kepolaran zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi
daripada molekul molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat
menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih dahulu
teradsorpsi.
3. Kemurnian adsorben
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih murni lebih
diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik.
4. Luas permukaan dan volume pori adsorben

16
Universitas Sumatera Utara

Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas
permukaan dan volume pori adsorben.
5. Temperatur absolute (T)
Temperatur yang di maksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat molekulmolekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi
pembaebasan sejumlah energi

yang dinamakan peristiwa eksotermis.

Berkurangya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi
demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.
6. Tekanan (P)
Tekanan yang dimaksut adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan adsorbat
dapat menaikkan jumlah yang di adsorpsi.
7. Interaksi Potensial (E)
Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi,
tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.
8. pH medium
Memiliki dampak yang signifikan terhadap penyerapan adsorbat oleh
perbedaan adsorben. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa hidrogen ion itu
sendiri adalah adsorbat bersaing kuat, dan sebagian karena spesiasi kimia ion
logam di bawah pengaruh pH larutan [30].

2.5 DESKRIPSI PROSES
Pemilihan proses pembuatan adsorben dari kulit jengkol berdasarkan pada
penelitian sebelumnya dan beberapa penelitian menggunakan adsorben tertentu
sebagai literatur tambahan, kulit jengkol diproses menjadi adsorben melewati ayakan
100 mesh, ukuran ini diadopsi dari penelitian dari Isnaini [5]. Untuk memodifikasi
adsorben dipilih aktivasi kimia menggunakan asam nitrat 4 N dengan variasi suhu
aktivasi yaitu 70, 80 dan 90 dan variasi suhu pengeringan yaitu 100, 110 dan 120 oC.
Variasi ini diadopsi dari penelitian oleh Agus dan Agnes [38], yang menggunakan
suhu aktivasi 80 oC dan suhu pengeringan 110, 120, 130 dan 140 oC. Dalam hal ini
penelitian disesuaikan pada rentang yang berdekatan dengan suhu tersebut. Adapun
variasi waktu aktivasi dan waktu pengeringan yang digunakan sama, yaitu 60, 90 dan

17
Universitas Sumatera Utara

120 menit. Variasi waktu ini berdekatan dengan waktu aktivasi yang dilakukan oleh
Hamzah [12].
Adsorben yang dihasilkan kemudian dianalisa kemampuan adsorpsinya terhadap
iodin yang dinyatakan dengan bilangan iodin. Adsorben yang memiliki bilangan
iodin tertinggi selanjutnya akan digunakan sebagai adsorben dalam mengurangi
kadar logam Cd (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.
Pada proses adsorpsi, digunakan adsorben yang melewati ayakan 100 mesh,
volume limbah cair 50 mL, kecepatan pengadukan 150 rpm, waktu kontak 15 menit
yang diadopsi dari penelitian Isnaini [5] pada kondisi optimum yang diperoleh. Pada
proses ini dijaga pH 5 yang diadopsi dari jurnal yang ditulis oleh Muhammed dkk.
[13], dimana proses adsorpsi Cd (II) optimum pada pH 5 berdasarkan beberapa
penelitian terdahulu. Pada proses ini dilakukan variasi dosis adsorben sebesar 0,5 ; 1
dan 1,5 gr per 50 mL limbah cair untuk mengetahui jumlah adsorben yang optimum
dalam mengurangi kandungan logam Cd (II) dalam industri pelapisan logam.
Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini akan dianalisa gugus - gugus
fungsinya dengan menggunakan spektrofotometri FTIR, yang direncanakan
sebanyak tiga kali, yaitu sebelum dan sesudah aktivasi dan sesudah adsorpsi.
Sehingga dengan analisa tersebut dapat dilihat gugus - gugus fungsi pada adsorben
untuk kemudian dikaji sejauh mana kemampuan adsorpsi adsorben terhadap logam
Cd (II) dalam limbah cair industri pelapisan logam.

18
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

10 87 77

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

18 60 79

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

2 4 19

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 19

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 4 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 8