Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan Pengan Karies pada Siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering dialami masyarakat
yaitu karies gigi atau lebih dikenal dengan istilah gigi berlubang. Karies gigi terjadi
pada semua penduduk di dunia tanpa memandang bangsa, ras, suku, golongan usia
maupun jenis kelamin. Karies gigi adalah suatu proses kronis progresif yang dimulai
dengan larutnya mineral enamel sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara
enamel dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobal dari
substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya
menjadi kavitas.1 Karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu host, substrat,
mikroorganisme dan waktu.2
Indikator yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan
gigi di Indonesia adalah indeks DMF-T yang merupakan banyaknya kerusakan gigi
permanen yang pernah dialami seseorang baik berupa Decay/D (gigi karies atau gigi
berlubang), Missing/M (gigi dicabut), dan Filling/F (gigi ditambal).3 Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi karies penduduk Indonesia yaitu 43,4% dengan indeks Decayed, Missing

dan Filled Teeth (DMF-T) sebesar 4,85. Data dari Departemen Kesehatan RI ini
menunjukkan bahwa masih tingginya penyakit gigi dan mulut pada masyarakat
Indonesia.4
Merinda dkk menyatakan bahwa saliva merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya karies gigi. Faktor kepekatan saliva (viskositas saliva)
sebagai bagian dari host berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena
viskositas saliva yang lebih tinggi akan menurunkan laju alir (flow rate) saliva yang
menyebabkan penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat mengakibatkan
perkembangan karies. Rendahnya alir saliva menyebabkan berkurangnya hidrasi,
volume saliva dan berkurangnya kemampuan saliva dalam membersihkan sisa

Universitas Sumatera Utara

2

makanan, mematikan mikroorganisme serta menetralkan pH saliva. Derajat keasaman
saliva merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi kehilangan mineral
oleh karena perubahan asam dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi gigi.
Hal ini dikarenakan pH saliva merupakan faktor penting dalam pencegahan karies,
demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut.5 Derajat

keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam keadaan
konstan di dalam rongga mulut. Kapasitas buffer saliva bergantung pada konsentrasi
bikarbonat dan berhubungan dengan sekresi saliva. Sekresi saliva yang tinggi akan
menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan
meningkat. Sekresi saliva juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti derajat hidrasi,
posisi tubuh, paparan cahaya, siklus circadian, obat, usia, efek psikis, dan jenis
kelamin. Siklus circadian sangat dipengaruhi oleh rangsang cahaya yang diterima
oleh mata yang sangat mempengaruhi pada tunanetra.6
Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni tahun 2004 mendefinisikan tunanetra
(SLB-A) sebagai mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total)
hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam
keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (low vision). Menurut
WHO tahun 2003 terdapat kira-kira 40 juta penderita tunanetra di seluruh dunia.7,8
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa prevalensi
kebutaan di Indonesia sebesar 0,9% dan persentase Low Vision adalah 4,8%.4
Reddy dkk menunjukkan prevalensi karies yang tinggi pada anak tunanetra
yaitu 40% dengan rata-rata skor DMF-T 4,87.7 Penderita tunanetra menerima
rangsang cahaya yang begitu minimal atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga
memiliki waktu gelap lebih lama daripada orang normal. Sekresi saliva lebih rendah

daripada waktu terang, sehingga hidrasi saliva, viskositas saliva dan kapasitas buffer
juga menjadi rendah. Apabila kapasitas buffer menurun secara langsung
menyebabkan terjadinya penurunan pH dan menyebabkan terjadinya keadaan asam di
rongga mulut. Keadaan rongga mulut yang asam ini menyebabkan demineralisasi
elemen gigi dengan cepat dan akan terjadi karies.3 Hal ini diperparah dengan

Universitas Sumatera Utara

3

karakteristik tunanetra yang tidak dapat memelihara kesehatan rongga mulut mereka.
Penelitian Tagelsir dkk menyatakan bahwa penderita tunanetra kurang memiliki
kemampuan dalam memelihara kesehatan rongga mulut karena mereka mengalami
kesulitan dalam membuka akses untuk perawatan gigi dan kesulitan menerima
perawatan gigi.
Penderita tunanetra mengalami kesulitan dalam mendeteksi dan mengenali
keadaan rongga mulut mereka, sehingga tidak dapat dilakukan penanganan bila
terjadi gangguan.9 Berdasarkan latar belakang ini maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian pengukuran saliva menggunakan saliva check buffer kit dan
pengalaman karies pada siswa SLB-A (tunanetra) di Tanjung Morawa, Medan.


1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut: “Berapakah nilai pengukuran saliva menggunakan saliva-check buffer kit dan
pengalaman karies pada siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengukur pengalaman karies siswa SLB-A di Tanjung Morawa,
Medan.
2. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan hidrasi saliva siswa SLBA di Tanjung Morawa, Medan.
3. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan viskositas saliva siswa
SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.
4. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan derajat keasaman saliva
(pH saliva) siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.
5. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan kuantitas saliva (mL)
siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.
6. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan buffer saliva siswa SLB-A
di Tanjung Morawa, Medan.

Universitas Sumatera Utara


4

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Masyarakat: diharapkan dapat memberikan informasi kepada panti asuhan
mengenai status karies gigi anak tunanetra serta memotivasi panti asuhan agar
memperhatikan, menjaga, dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk
menjaga kebersihan rongga mulut serta melakukan tindakan untuk meningkatkan
saliva pada anak tunanetra.
2. Dinas Kesehatan: diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk
merencanakan program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk
meningkatkan kesadaran pengalaman karies pada anak tunanetra.
3. Peneliti: mendapat pengalaman meneliti serta memberikan informasi
tentang status saliva dan status karies gigi pada anak tunanetra.

Universitas Sumatera Utara